• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAN PERFORMA REPRODUKSI DI PROVINSI LAMPUNG

7 PEMBAHASAN UMUM

Ketinggian tempat dari permukaan laut di provinsi Lampung sangat bervariasi mulai dari 1 mdpl sampai 512 mdpl. Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung (2015) menunjukkan bahwa ketinggian tempat dibawah 100 mdpl meliputi kabupaten Lampung Tengah, Lampung Selatan, Lampung Timur, Tulang Bawang, Lampung Utara dan kota Metro. Daerah dengan ketinggian 100-250 mdpl meliputi sebagian kabupaten Tanggamus, Pesawaran, Way Kanan dan Kota Bandar Lampung. Sedangkan ketinggian tempat diatas 400 mdpl adalah kabupaten Lampung Barat dan sebagian kabupaten Tanggamus (BPS 2015).

Selain perbedaan topografi, provinsi Lampung juga memiliki perbedaan yang jelas antara musim kemarau dan hujan. Bulan Juli s/d Agustus angin bertiup dari arah timur dan tenggara (musim kemarau) dan bertiup dari arah barat serta barat laut (musim hujan) pada bulan Nopember s/d Maret. Curah hujan tertinggi bulan Januari mencapai 459.8 mm dan terendah pada bulan Agustus sebesar 22.3 mm. Perbedaan terutama curah hujan akan berpengaruh terhadap ketersediaan pakan yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap respon fisiologisnya.

Hasil Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah dan Kerbau 2011 menunjukkan bahwa jumlah populasi ternak sapi potong di provinsi Lampung sebesar 742 776 ekor menempati urutan pertama di pulau Sumatera. Bangsa sapi yang paling banyak ditemui di provinsi Lampung adalah sapi peranakan ongole (PO) (Bos indicus), sapi bali (Bos javanicus), dan sapi peranakan limousin dan sapi peranakan simental (Bos taurus) dengan populasi berturut-turut 408 954 ekor, 186 712 ekor, dan 42 883ekor atau sebesar 55.06%; 25.14% dan 5.77% (BPS 2011).

Keberadaan sapi limousin dan simental yang berasal dari iklim sedang di provinsi Lampung kemungkinan akan bermasalah dalam termoregulasinya. Pelaksanaan kawin alam juga tidak dibarengi dengan sistim seleksi dan penggunaan pejantan yang baik, sehingga masih banyak terjadi inbreeding dan penggunaan pejantan yang berkualitas rendah. Prosentase kelahiran ternak di Lampung relatif masih rendah (Sapi 19.00%) dibandingkan dengan potensi genetik (sapi 30-35%) dari populasi.

Rerata kepemilikan ternak tertinggi adalah Lampung Tengah 3.59 ekor/peternak, kemudian Lampung Barat 2.46 ekor/peternak dan terendah adalah Pesawaran yaitu 1.89 ekor/peternak. Kepemilikan yang masih sangat rendah ini karena tujuan pemeliharaannya adalah sebagai sampingan saja disamping digunakan sebagai tabungan dan dimanfaatkan tenaganya untuk membantu peternak dalam pengelolaan usaha pertaniannya.

Pakan hijauan yang diberikan di semua kabupaten pada musim hujan adalah rumput gajah dengan tambahan dedak atau onggok. Sedangkan saat musim kemarau pakan yang diberikan berupa rumput alam, jerami padi dan jerami jagung. Saat musim hujan pakan diperoleh dari lahan sendiri, namun saat musim kemarau selain dari lahan sendiri peternak juga pendapatkan pakan dari lahan orang lain, perkebunan dan bahkan hutan lindung. Jumlah pemberian pakan tertinggi adalah pakan yang diberikan pada sapi PO di Lampung Barat. Jumlah pakan yang banyak tersebut diharapkan sapi PO di Lampung Barat mempunyai performa produktivitas yang lebih baik. Jumlah pemberian pakan terendah adalah pakan yang diberikan pada sapi bali di Pesawaran. Dikhawatirkan jumlah pakan tersebut tidak cukup untuk pertumbuhan dan hanya cukup untuk mengatasi stress karena lingkungan.

Pola curah hujan di provinsi Lampung dari tahun 2010-2014 menunjukkan bahwa curah hujan yang tinggi rata-rata terjadi pada bulan Desember sampai Februari, sedangkan curah hujan yang rendah terjadi pada bulan Agustus sampai September. Curah hujan tertinggi saat penelitian adalah bulan Desember (426.3 mm) tahun 2013 dan terendah adalah bulan September (0.0 mm) tahun 2014. Curah hujan berhubungan erat dengan ketersediaan pakan hijauan untuk ternak. Musim hujan dengan curah hujan tinggi menyebabkan ketersediaan air tanah yang tinggi pula. Ketersediaan air di tanah merupakan faktor pembatas dan sangat penting bagi pertumbuhan tanaman. Apabila jumlah air yang tersedia di tanah tidak mencukupi kebutuhan tanaman, maka tanaman mengalami gangguan morfologi dan fisiologis sehingga pertumbuhan dan produktifitasnya akan terhambat ( Nofyangtri 2011)

Menurut Williamson dan Payne (1993), temperatur lingkungan yang sesuai bagi kehidupan ternak di daerah tropis adalah 10 °C sampai 27 °C (50 °F-80 °F). Suhu udara yang masuk pada kisaran tersebut adalah suhu udara di pagi hari pada ketiga ketinggian tempat dan kedua musim, sedangkan pada siang hari dan sore hari hanya di kabupaten Lampung Barat yang masuk pada kisaran tersebut. Untuk reratanya yang masuk dalam kisaran tersebut adalah di Lampung Barat musim hujan (23.18±0.39 °C) dan Lampung Barat musim kemarau (24.54±1.74 °C). Saat suhu udara tinggi jalur utama pelepasan panas akan terjadi melalui jalur evaporasi, sedangkan pada suhu rendah akan melalui radiasi, konduksi dan konveksi.

Suhu dan kelembapan yang terjadi di lingkungan penelitian akan menyebabkan proses penguapan dari tubuh sapi terhambat, mengakibatkan ternak akan mengalami cekaman panas. Suhu lingkungan yang melebihi rata-rata normal membuat ternak akan melakukan penyesuaian secara fisiologis dan secara tingkah laku (behaviour). Kelembapan yang tinggi bisa meningkatkatkan heat stress pada sapi (Mader et al. 2006) karena kelembapan bisa meningkatkan tekanan uap dan menghambat evaporasi kulit tubuh dalam proses pelepasan panas tubuh melalui keringat. Kurihara and Shioya (2003) menyatakan pada suhu 28 oC kelembapan lingkungan 40-80%, suhu tubuh dan frekuensi pernafasan sapi perah masih normal, namun lebih dari itu akan berpengaruh terhadap konsumsi pakan, produksi susu, komposisi susu, produksi dan pelepasan panas tubuh.

Hasil perhitungan THI pada musim hujan menunjukkan bahwa THI tertinggi adalah Lampung Tengah, sedangkan pada musim kemarau adalah Pesawaran. Berdasarkan perhitungan tersebut lokasi yang nyaman untuk sapi potong adalah Lampung Barat baik pada musim hujan maupun musim kemarau. Ternak sapi membutuhkan kondisi lingkungan nyaman dengan nilai THI ≤ 74 (Saiya 2012).

Kondisi fisiologis merupakan respon fungsional tubuh dan reaksi dari metabolisme tubuh secara sistematis yang bertujuan mencapai homeostatis tubuh atau keseimbangan tubuh terhadap lingkungan. Respon fisiologi yang diukur dalam penelitian ini adalah frekuensi nafas, denyut jantung dan suhu rektal.

Berdasarkan parameter frekuensi nafas, denyut jantung dan suhu rektal, bobot kecocokan tertinggi untuk sapi bali adalah di Lampung Barat sebesar 1.00. Sapi PO bobot kecocokannya juga di Lampung Barat sebesar 0.69. Sapi peranakan limousin yang merupakan sapi keturunan dari daerah beriklim sedang mempunyai bobot kecocokan tertinggi sebesar 1.00 di Lampung Barat, sedangkan sapi peranakan simental mempunyai bobot kecoccokan tertinggi juga di Lampung Barat sebesar 0.84.

Keempat bangsa sapi berdasarkan status fisiologisnya pada penelitian ini nyaman di Lampung Barat yang mempunyai ketinggian 400-500 mdpl. Hasil ini memenuhi pendapat Mursa (2011), Williamson dan Payne (1993) bahwa comfort Zone bagi ternak tropik berkisar antara 10-27 oC. Rerata suhu udara di Lampung

Barat musim hujan adalah 23.18±0.39 °C dan Lampung Barat musim kemarau adalah 24.54±1.74 °C. Selain daerah comfort Zone, Lampung Barat juga mempunyai THI yang rendah yaitu 71.94±4.20 (musim hujan) dan 72.53±4.36 (musim kemarau). Ternak sapi membutuhkan kondisi lingkungan yang nyaman dengan nilai THI ≤ 74 (Saiya 2012).

Indikator penilaian produktivitas dapat dilihat berdasarkan parameter tubuh ternak tersebut. Parameter tubuh yang sering digunakan dalam menilai produktivitas antara lain lingkar dada, tinggi badan dan BCS. Hasil pengukuran parameter tubuh dan BCS menunjukkan bahwa bobot kecocokan tertinggi untuk sapi bali sebesar 1.00 adalah di Lampung Tengah. Sapi PO mempunyai bobot kecocokkan terbesar di Lampung Barat sebesar 1.00. Sapi peranakan limousin justru bobot kecocokan tertingginya sebesar 1.00 adalah di Lampung Tengah. Dan untuk sapi peranakan simental bobot kecocokan terbesar di Lampung Tengah dan Lampung Barat sebesar 1.00.

Hasil pengukuran kemampuan produksi menunjukkan bahwa meskipun kondisi fisiologis keempat bangsa sapi nyaman apabila berada di Lampung Barat namun masih bisa berproduksi dengan baik di dataran rendah. Sapi bali kemampuan produksinya terbaik ada di Lampung Tengah yang berada pada ketinggian 0-100 mdpl. Supriyantono et al. (2008) mengatakan bahwa sapi bali merupakan plasma nutfah yang memiliki beberapa keunggulan spesifik yaitu tahan pada kondisi lingkungan tropis dan pakan jelek, mempunyai sifat reproduksi dan kualitas karkas sangat baik serta mempunyai fertilitas yang tinggi. Meskipun sapi PO sebagai sapi lokal Indonesia yang diharapkan lebih tahan terhadap lingkungan tropis, namun hasil penelitian ini menunjukan sapi PO cocok di daerah dengan ketinggian 400- 500 mdpl. Ternyata kulit sapi PO yang berwarna putih tidak membantu sapi ini lebih beradaptasi di lingkungan yang panas.

Sapi peranakan limousin berdasarkan parameter produksi mempunyai bobot kecocokan tertinggi di Lampung Tengah. Hal ini menunjukkan sapi ini sudah beradaptasi dengan lingkungan di tropis karena persilangan dengan sapi lokal Indonesia. Sapi limousin lebih potensial dikembangkan di Indonesia karena apabila dipelihara dengan manajemen pakan yang bagus akan menghasilkan sapi dengan ukuran tubuh yang lebih besar yang pada akhirnya mempunyai bobot tubuh yang lebih besar pula. Disamping itu sapi limousin merupakan sapi tipe pedaging yang mempunyai perototan lebih baik dibanding sapi simental, sehingga menjadi primadona peternak-peternak sapi potong dewasa ini.

Sapi peranakan simental berdasarkan parameter produksi cocok di Lampung Barat dan Lampung Tengah. Meskipun sapi peranakan simental adalah persilangan tipe perah dan pedaging yang lebih cocok hidup di dataran tinggi namun apabila energi yang diberikan cukup untuk pembuangan panas akibat suhu lingkungan ternyata sapi ini mampu tumbuh dengan baik (Aryogi et al. 2005).

Reproduksi merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi efisiensi reproduksi dari suatu ternak betina. Keberhasilan usaha perkembangbiakan sangat terkait dengan performans reproduksi dan tingkat mortalitas induk dan anak. Faktor performans reproduksi yang penting antara lain adalah CR dan S/C. Berdasarkan

nilai CR dan S/C bobot kecocokan tertinggi sebesar 1.00 untuk sapi bali adalah di Lampung Tengah. Sapi PO berdasarkan performa reproduksinya mempunyai bobot kecocokan tertinggi di Lampung Tengah dan Lampung Barat. Sapi-sapi turunan dari daerah beriklim sedang, yaitu sapi peranakan limousin mempunyai bobot kecocokan tertinggi sebesar 1.00 di Lampung Tengah dan Pesawaran sedangkan sapi peranakan simental bobot kecocokan tertingginya adalah di Lampung Tengah dan Lampung Barat sebesar 1.00.

Penentuan kecocokan terhadap lingkungan hidupnya untuk sapi jantan didasarkan pada pemeriksaan mikroskopis yaitu konsentrasi, motilitas dan abnormalitas. Berdasarkan ketiga kriteria tersebut, sapi bali kondisi reproduksinya baik apabila dipelihara di Lampung Tengah. Sapi PO ternyata kondisi reproduksinya pada ketiga ketinggian tempat adalah baik. Sapi peranakan limousin/simental ternyata hanya di Pesawaran yang ketiga kriteria tersebut bagus. Berdasarkan kondisi fisiologis, kemampuan produksi dan performa reproduksinya dapat disimpulkan bahwa sapi bali cocok dipelihara di daerah dengan ketinggian tempat 0-100 mdpl. Luasan daerah ini di provinsi Lampung adalah 2 268 500.26 ha yang meliputi kabupaten Lampung Tengah, kabupaten Lampung Selatan, kabupaten Lampung Timur, kabupaten Lampung Utara, kabupaten Tulang Bawang dan kota Metro.

Sapi PO sebagai salah satu ternak lokal Indonesia berdasarkan kondisi fisiologis, kemampuan produksi dan performa reproduksinya cocok dikembangkan di daerah dengan ketinggian 400-500 mdpl. Daerah-daerah tersebut meliputi kabupaten Lampung Barat, Tanggamus, sebagian Pesisir Barat dan sedikit di Lampung Utara. Luasan daerah dengan ketinggian ini adalah 541 326.89 ha.

Sapi peranakan limousin sebagai salah satu sapi dari daerah beriklim sedang (Bos taurus) ternyata dari dasil penelitian ini menunjukkan bahwa sapi ini cocok dipelihara pada ketiga ketinggian tempat. Ketiga ketinggian tempat tersebut meliputi daerah dengan ketinggian 0-100 mdpl, ketinggian 100-250 mdpl dan ketinggian 400-500 mdpt. Artinya hampir seluruh daerah di provinsi Lampung cocok memelihara sapi peranakan limousin ini. Luasan daerah yang cocok untuk sapi ini adalah 3 182 400.55 ha.

Berdasarkan kondisi fisiologis, kemampuan produksi dan performa reproduksinya, sapi peranakan simental cocok dikembangkan di daerah dengan ketinggian ketinggian 400-500 mdpl. Daerah ini meliputi kabupaten Lampung Barat, sebagian kabupaten Pesisisr Barat dan kabupaten Tanggamus. Luasan daerah dengan ketinggian ini di provinsi Lampung adalah 541 326 89 ha.

Dokumen terkait