• Tidak ada hasil yang ditemukan

Phrynoidis asper

4 PEMBAHASAN UMUM

Ekstrak lendir kodok buduk D. melanostictus dan P. asper memiliki kemapuan untuk membunuh bakteri E. coli yang dibuktikan dengan pengujian aktivitas antibakteri menggunakan metode resazurin microtiter assay (REMA). Dengan mengetahui adanya potensi ditemukannya senyawa aktif anti bakteri dari kedua spesies tersebut, menunjukkan bahwa kedua spesies ini sangat menjanjikan untuk dikaji potensi senyawa AMPs dari histon H2A-nya. Meskipun peneliti sebelumnya (Garg et.al 2007; Utami et al. 2010) telah melaporkan aktivitas antibakteri dan antifungi dari D. melanostictus, namun potensi dari P. asper sendiri belum diketahui. Selain itu, kemampuan kodok dalam menghasilkan senyawa antibakteri sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan makananya. Oleh karenanya, pengujian awal terkait aktivitas antibakteri dari kedua spesies ini sangat penting untuk dijadikan acuan dalam identifikasi senyawa AMPs dengan metode in silico.

Berdasarkan urutan nukleotida gen penyandi histon H2A (393 nukleotida, 131 asam amino), hanya ditemukan 5 titik polimorfisme yang disebabkan oleh subtitusi yang bersifat synonymous (3 titik polimorfisme) dan nonsynonymous (2 titik polimorfisme). Berdasarkan adanya polimorfisme tersebut, 18 sekuens (dari 2 spesies) dapat dikelompokkan menjadi 3 haplotipe. Karena sedikitnya mutasi yang ditemukan ini, sehingga dalam identifikasi peptida antimikroba, digunakan satu sekuens asam amino dari haplotype 1 untuk proses prediksi AMPs secara in silico. Berdasarkan analisis tersebut, diperoleh delapan fragmen peptida dari histon H2A yang berpotensi dikembangkan menjadi AMPs. Tiga kandidat AMPs dengan nilai pemeringkatan paling tinggi menurut database CAMP adalah AMPs 4, 3 dan 6. Ketiga AMPs tersebut memiliki struktur 3D yang berupa coil dan turn, serta tidak ditemukannya adanya struktur alpha maupun beta.

Identifikasi secara molekuler dengan menggunakan marka gen COI yang merupakan DNA barcoding, yaitu fragmen gen yang digunakan sebagai penciri spesies, menunjukkan bahwa sekuens dari sampel D. melanostictus 100% identik dengan sekuens D. melanostictus pada database BOLD. Sementara itu, sekuens P. asper 99% identik dengan sekuens P. asper. Untuk identifikasi dengan menggunakan database NCBI, ditemukan sekuens sampel D. melanostictus 99% identik dengan sekuens D. melanostictus dengan kode akses AJ584640.1. Sementara untuk sekuens P. asper, belum adanya sekuens gen COI dari P. asper

yang telah di submit ke NCBI, sehingga hasil identifikasi menunjukkan hasil 84% identik dengan sekuens B. campbelli.

Analisis filogenetik dilakukan dengan menggunakan dua marka molekuler yaitu gen penyandi histon H2A (393 pb) dan juga gen COI (668 pb). Keragaman

haplotype dari kedua gen ini dirangkum dalam Tabel 4.1. Untuk gen penyandi histon H2A, keragaman haplotype dari D. melanostictus (2 haplotype) lebih tinggi dibandingkan pada P. asper (1 haplotype). Namun hal ini berbanding terbalik dengan gen COI, dimana keragaman haplotypeP. asper (5 haplotype) lebih tinggi dibandingkan dengan D. melanostictus (1 haplotype). Hal ini menunjukkan bahwa, mutasi dari setiap gen pada setiap spesies memiliki laju yang berbeda-beda. Secara keseluruhan, keragaman haplotype Gen COI pada gabungan kedua spesies (6

25 H2A. Hal ini dikarenakan gen COI merupakan gen yang terdapat pada genom mitokondria, sementara gen penyandi histon H2A merupakan gen yang terdapat dalam DNA inti. Laju mutasi DNA mitokondria lebih tinggi dibandingkan dengan laju mutasi pada DNA Inti (Brown et al. 1979). Oleh karena itu, DNA mitokondria banyak digunakan dalam mempelajari sejarah evolusi maupun genetika populasi suatu organisme, karena dengan laju mutasi yang tinggi, DNA mitokondria dapat menggambarkan kejadian yang relatif masih baru.

Pohon filogenetik dari kedua gen menunjukkan bahwa D. melanostictus dan

P. asper terpisah pada dua clade yang berbeda. Untuk gen penyandi histon H2A, hanya sedikit data sekuens histon H2A yang telah dilaporkan pada database NCBI, sehingga filogenetik yang menggambarkan hubungan kekerabatan antar spesies dari kodok tidak dapat dibuat. Hubungan kekerabatan dari beberapa spesies yang masih berkerabat dekat dengan D. melanostictus dan P. asper dapat terlihat dari pohon filogenetik yang dibuat dengan menggunakan gen COI.

Tabel 4.1 Keragaman haplotypeD. melanostictus dan P. asper berdasarkan marka gen histon H2A dan COI

Spesies Gen histon H2A Gen COI

Haplotype Kode Sampel Haplotype Kode Sampel

D. melanostictus Haplotype 1 DM1, DM2, DM3, DM4, DM6, DM7 Haplotype 1 DM1, DM2, DM3, DM4, DM5, DM6, DM7, DM8, DM9 Haplotype 2 DM5, DM8

P. asper Haplotype 3 PA1, PA2, Haplotype 2 PA1 PA3, PA4, Haplotype 3 PA2, PA9 PA5, PA6,

PA7, PA 8, Haplotype 4 PA3, PA4, PA8 PA9 Haplotype 5 PA5

Haplotype 6 PA6, PA7 Pohon filogenetik dengan menggunakan gen COI, mengkonfirmasi bahwa sampel D. melanostictus yang berasal dari Bogor berada dalam satu clade dengan sampel D. melanostictus dari data NCBI. Hal ini dapat pula digunakan sebagai metode untuk mengidentifikasi spesies, untuk mendukung metode homology yang dilakukan dengan cara BLAST pada database NCBI maupun BOLD. Untuk sampel

P. asper, dalam pohon filogenetik terpisah pada clade tersendiri dari spesies lain, namun tidak adanya data sekuens gen COI dari P. asper yang telah dilaporkan pada

database NCBI sehingga tidak dapat digunakan sebagai pembanding dalam pembuatan pohon filogenetik. Dengan terpisahnya clade P. asper ini menunjukkan bahwa sembilan sampel P. apser yang digunakan adalah benar berasal dari satu spesies yang sama, dimana menurut hasil homology pada database BOLD dipastikan bahwa sekuens tersebut identik dengan sekuens P. asper.

Gen COI sangat bagus untuk digunakan dalam menggambarkan hubungan kekerabatan dan sejarah evolusi dari suatu spesies. Hal ini terlihat dari kemampuan gen COI dari penelitian ini yang dapat menunjukkan hasil analisis hubungan kekerabatan dari beberapa spesies yang termasuk dalam family bufonidae. Hasil

26

yang diperoleh pada penelitian ini menunjukkan kesesuaian dengan klasifikasi yang dilakukan oleh Frost et al. (2006) yang menggunakan data morfologi dan data genetik dengan menggunakan beberapa marka molekuler yaitu Gen 16S, 12S dan Cyt B. Hal ini menunjukkan bahwa gen COI memiliki effisiensi dan efektivitas yang sangat bagus dalam identifikasi molekuler.

Selain itu, pada analisis genetika populasi dari D. melanostictus yang menggunakan data gen COI dari beberapa negara (Cina dan India) yang telah dilaporkan pada database NCBI, ternyata gen COI juga memiliki pola keragaman yang dipengaruhi oleh faktor geografi. Hal ini terlihat dengan sangat jelas dengan adanya pemisahan populasi D. melanostictus asal China dengan populasi D. melanostictus asal India.

27

5 SIMPULAN

Kodok D. melanostictus dan P. asper dari Bogor memiliki aktivitas antibakteri terhadapa bakteri E. coli. Sebanyak delapan fragmen peptida (20 mers) dari histon H2A D. melanostictus dan P. asper berhasil diidentifikasi memiliki potensi sebagai AMPs. Peptida 4,3 dan 6 memiliki potensi yang paling tinggi untuk dikembangkan menjadi AMPs. Identifikasi secara molekuler, menunjukkan bahwa sekuens dari sampel penelitian ini adalah benar sampel yang digunakan adalah benar spesies D. melanostictus (100% kemiripan) dan P. asper (99% kemiripan). Pohon filogenetik menunjukkan bahwa kedua spesies tersebut bersifat

paraphyletic. Berdasarkan jarak genetiknya, D. melanostictus memiliki hubungan kekerabatan yang lebih dekat dengan P. asper dibandingkan dengan C. chompipe

28

Dokumen terkait