• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kadar NPK pada pohon kepel

Kondisi pohon kepel dan lingkungan antara percobaan 1 dan percobaan 2 berbeda. Umur pohon kepel pada percobaan 1 sekitar 20 tahun (dewasa) dan pada percobaan 2 sekitar 5 tahun (juvenile). Percobaan 1 terdapat di Bogor dengan ketinggian tempat + 210 mdpl dan pada percobaan 2 terdapat di Sukabumi dengan ketinggian tempat + 826 mdpl.

Daun dewasa digunakan untuk menganalisis kadar hara dalam jaringan tanaman kepel. Analisis jaringan tanaman dilakukan untuk menentukan konsentrasi hara umumnya menggunakan jaringan daun yang menggambarkan status hara dari tanaman (Heckman 2001). Konsentrasi suatu unsur hara di dalam tanaman merupakan hasil interaksi dari semua faktor yang mempengaruhi penyerapan unsur tersebut dari dalam tanah (Wijaya 2008).

Kadar hara N, P, dan K pada daun kepel menunjukkan terdapat perbedaan antara pohon kepel pada percobaan 1 (Bogor) dengan pohon kepel percobaan 2 (Sukabumi). Pohon kepel di Bogor memiliki kadar N, P, dan K lebih tinggi dibandingkan dengan pohon kepel di Sukabumi. Daun pohon kepel Bogor memiliki kadar N sebesar 2.33% dan lebih tinggi dari daun pohon kepel yang di sukabumi yang nmenunjukkan nilai 1.67%. Kadar P pada daun pohon kepel Bogor (0.27%) lebih tinggi dibandingkan Sukabumi (0.23%). Kadar K pada daun pohon kepel di Bogor menunjukkan nilai 1.25 %, sedangkan pada daun pohon kepel di Sukabumi 1.06 %.

Tanaman kepel yang di Sukabumi masih juvenile, sedangkan tanaman kepel yang di Bogor sudah dewasa dan sudah menghasilkan buah. Diduga fase

perkembangan tanaman yang bebeda menyebabkan perbedaan serapan hara oleh tanaman. Tanaman kepel yang sudah berbuah akan menyerap hara yang lebih banyak untuk dapat biasa memproduksi bunga dan buah. Liferdi et al. (2005) menyatakan bahwa perubahan hara pada daun tanaman disebabkan oleh perubahan fase pertumbuhan tanaman.

Gambar 20 Kadar NPK daun kepel di Bogor dan Sukabumi

Kadar bioaktif daun kepel

Daun kepel memiliki kadar bioaktif yang berbeda sesuai dengan fase pekembangan daunnya. Daun kepel dewasa memiliki kadar flavonoid dan total klorofil paling tinggi dibandingkan daun sedang dan daun muda. Dalam sel dari jaringan daun dewasa, sekitar 15% dari volume seluruh sel ditempati oleh kloroplas, sitoplasma dan dinding sel, sisanya 85% oleh vakuola (Marschner 2012). Sebagian besar flavonoid terhimpun di tengah vakuola dan disintesis di luar vakuola (Salisbury & Ross 1995). Hal ini yang menyebabkan kadar flavonoid pada daun kepel dewasa lebih tinggi dibanding daun muda dan daun sedang. Klorofil merupakan senyawa metabolit sekunder yang termasuk golongan terpenoid. Hal yang sama ditemukan pada penelitian Hermanto et al. (2011) bahwa daun tanaman pegagan yang berumur lebih tua memiliki kandungan bioaktif asiatikosida yang termasuk kedalam kelompok terpenoid lebih tinggi dibandingkan yang terdapat pada daun dengan umur jaringan lebih muda. Aktivitas enzim PAL dan kadar antosianin daun kepel tidak menunjukkan perbedaan antara semua fase perkembangan daun.

Pemupukan organik pada tanaman kepel tidak mempengaruhi kadar total klorofil, flavonoid, antosianin dan aktivitas enzim PAL daun kepel. Penambahan hara dari pemberian pupuk organik tidak mempengaruhi kadar bioaktif daun tanaman kepel. Hal ini diduga ketersediaan hara pada tanah sudah mencukupi untuk kebutuhan tanaman kepel dilihat pada hasil analisis hara tanah awal untuk kadar N tergolong rendah, hara P tergolong sangat tinggi dan hara K yang tergolong tinggi (Tabel 5). Kecukupan hara pada tanah ini menyebabkan tidak adanya perbedaan kadar bioaktifnya antara tanaman yang tidak di pupuk dengan tanaman yang diberi pupuk organik maupun antar perlakuan pupuk oganik. Selain itu di duga pupuk organik yang di berikan bersifat slow release, sehingga belum

termanfaatkan oleh tanaman kepel dilihat dari hasil analisis hara NPK pada tanah diakhir pecobaan masih tergolong tinggi. Menurut Suriadikarta & Simanungkalit (2006) pupuk organik yang ditambahkan ke dalam tanah akan mengalami beberapa fase perombakan oleh mikroorganisme tanah untuk menjadi humus atau bahan organik tanah. Pupuk organik akan mengalami mineralisasi terlebih dahulu untuk hara dapat tersedia bagi tanaman (Havlin et al. 2005).

Pemupukan organik juga tidak berpengaruh pada pertambahan pertumbuhan tanaman kepel seperti tinggi tanaman, jumlah cabang dan jumlah daun, namun berpengaruh pada pertambahan diameter batang tanaman kepel. Pertambahan jumlah daun kepel yang tidak berbeda antara tanaman yang tidak dipupuk dengan tanaman yang diberi pupuk organik maupun antar perlakuan pupuk organik juga berpengaruh pada produksi bioaktif dari tanaman kepel. Produksi bioaktif yang didapatkan dari hasil perkalian bobot total daun dengan kadar bioaktifnya. Pemberian pupuk organik juga tidak memberikan pengaruh terhadap produksi bioaktif tanaman kepel.

Faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap metabolisme primer dan sekunder yang dihasilkan oleh tanaman. Perbedaan tempat tumbuh tanaman merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap metabolisme tanaman (Gairola et al. 2010). Lingkungan tumbuh tanaman seperti iklim (termasuk intensitas cahaya, kualitas radiasi, temperatur, kelembaban, curah hujan), dan kondisi tanah (kimia, fisik dan biologi tanah) mempengaruhi pertumbuhan dan produksi bioaktifnya (Ramakrishna & Gokare 2011). Metabolit sekunder (alelopati) dapat bervariasi dari satu lokasi ke lokasi lain dan dari satu waktu ke waktu lain. Ini terkait dengan variasi kondisi iklim dan tanah seperti suhu udara dan tanah dan kelembaban tanah. Tinggi dan rendah kadar metabolit sekunder pada tanaman dipengaruhi oleh lingkungan seperti ketinggian, curah hujan, dan suhu (Vanhaelen et al. 1991).

Kadar bioaktif daun kepel menunjukkan perbedaan antara lingkungan tumbuh yang berbeda (Gambar 21). Perbedaan tempat menyebabkan aktivitas enzim PAL daun kepel yang berbeda. Aktivitas enzim PAL daun kepel pada Bogor (13.94 U/mg protein) yang lebih tinggi dibandingkan aktivitas enzim PAL daun kepel di Sukabumi (9.94 U/mg protein). Kadar flavonoid daun kepel di Bogor (16.36 mg SK/g BK) juga menunjukkan nilai yang lebih tinggi dari daun kepel di Sukabumi (11.29 mg SK/g BK). Kadar klorofil dan antosianin daun kepel tidak menunjukkan perbedaan antara tanaman kepel di Bogor dengan di Sukabumi. Hal ini diduga karena perbedaan ketinggian tempat antara Bogor dengan Sukabumi.

Hasil yang berbeda dilaporkan oleh Purwantiningsih et al. (2011) bahwa kandungan flavonoid daun kepel dari Samigaluh (750-800 mdpl) dan Ambal (5-50 mdpl) dalam bentuk ekstrak n-heksana yakni 11.543 ± 0.889% dan 9.535 ± 0.331%. Perbedaan dengan hasil penelitian ini diduga pada penelitian ini umur pohon kepel yang berbeda antara Bogor dengan Sukabumi sehingga mempengaruhi kadar metabolisme sekunder yang dihasilkan. Tanaman kepel yang di Sukabumi masih juvenile, sedangkan tanaman kepel yang di Bogor sudah dewasa dan menghasilkan buah. Menurut Radušiene et al. (2012) jumlah senyawa fenolik sangat dipengaruhi oleh perkembangan tanaman, dan tingkat tertinggi dicapai pada fase berbunga.

Pada tanaman Pluchea indica menunjukkan bahwa total isi fenolik dari dataran rendah (1.763 ± 0047 mg mL-1) ditemukan lebih tinggi dibandingkan dengan dataran menengah (1.455 ± 0.295 mg mL-1) dan dataran tinggi (1.212 ± 0.608 mg mL-1). Namun, total flavonoid dari Pluchea indica tidak menunjukkan perbedaan antara ketinggian tempat (Yuliani et al. 2015). Pujiasmanto et al. (2007) juga melaporkan kandungan androgapolid pada tanaman Andrographis paniculata di dataran menengah (2.27%) dan di dataran rendah (1.73%) serta dataran tinggi (0.89%). Ketinggian tempat akan berpengaruh pada tingginya radiasi matahari. Senyawa-senyawa golongan flavonoid dapat mengalami peningkatan karena pengaruh cahaya (Salisbury & Ross 1995). Produksi senyawa fenolik meningkat sebagai respons terhadap meningkatnya radiasi UV (Jaakola dan Ajha 2010).

Phenylalanine ammonia-lyase (PAL) merupakan enzim pengatalis reaksi dari fenilalanin sebagai precursor utama pada lintasan fenilpropanoid. Lintasan fenilpropanoid merupakan lintasan biosintesis kelompok besar senyawa fenolik. Lintasan ini menggunakan fenilalanin sebagai precursor utamanya dengan enzim pengkatalis reaksinya berupa phenylalanine ammonialyase (PAL) (Rivero et al. 2001). Aktivitas enzim PAL dipengaruhi faktor lingkungan seperti rendahnya hara dan cahaya (Tan 1980). Pada penelitian ini tanaman kepel menunjukkan aktivitas enzim PAL pada Bogor (+ 210 mdpl) lebih tinggi dari Sukabumi (+ 826 mdpl). Intensitas cahaya matahari di Bogor lebih tinggi dibandingkan di Sukabumi. Di duga aktivitas enzim PAL pada tanaman kepel tidak dipengaruhi oleh cahaya yang diterima, namun bias dipengaruhi oleh stadia perkembangan tanaman. Hasil penelitian Ekawati (2013) melaporkan aktivitas enzim PAL meningkat dengan meningkatnya umur tanaman bangun-bangun.

6 SIMPULAN

Simpulan

Daun kepel dewasa memiliki kadar flavonoid dan total klorofil paling tinggi dibandingkan daun sedang dan daun muda. Aktivitas enzim PAL dan kadar antosianin daun kepel tidak berbeda antara semua fase perkembangan daun. Pemupukan organik pada tanaman kepel tidak mempengaruhi kadar total klorofil, flavonoid, antosianin dan aktivitas enzim PAL daun kepel serta produksi bioaktifnya, namun memberikan pengaruh terhadap pertambahan diameter batang tanaman kepel. Pohon kepel yang sudah berbuah memiliki Kadar NPK daun yang lebih tinggi dibandingkan dengan pohon kepel yang masih juvenile. Kadar flavonoid dan aktivitas enzim PAL daun pohon kepel bogor (+ 210 mdpl) lebih tinggi dibandingkan pohon kepel di sukabumi (+ 826 mdpl). Kadar klorofil dan antosianin daun kepel tidak berbeda antara pohon kepel di bogor (+ 210 mdpl) dengan sukabumi (+ 826 mdpl).

Dokumen terkait