• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan dan penerapan teknologi untuk meningkatkan efisiensi produksi ikan nila berkaitan dengan upaya peningkatan pertumbuhan telah dilakukan. Berbagai penelitian telah dilakukan terkait rekayasa genetika seperti seleksi, hibridisasi, triploidisasi, dan transgenesis. Aplikasi metode seleksi membutuhkan waktu yang relatif lama untuk mencapai hasil yang signifikan karena peningkatan kecepatan tumbuh yang dihasilkan per generasi relatif rendah, seperti yang dilaporkan oleh Bolivar et al. (2002) bahwa membutuhkan waktu selama 10 tahun untuk menghasilkan 12 generasi dengan kecepatan tumbuh 12,4% per generasi pada ikan nila. Penerapan teknologi hibridisasi dan triploidisasi terbatas pada ikan-ikan budidaya yang sudah diketahui teknik pemijahan buatannya secara baik. Begitu pula dengan metode transgenesis masih menimbulkan kontroversi dan kekhawatiran akan keamanan dalam mengkonsumsi organisme transgenik tersebut (foodsafety), meskipun laju pertumbuhan 30 kali lebih cepat (Nam et al. 2001), sehingga perlu ada cara lain untuk mengatasi masalah tersebut. Salah satu alternatif yang bisa dilakukan adalah penggunaan teknologi protein rekombinan. Teknologi protein rekombinan merupakan salah satu tindak lanjut penerapan teknologi DNA rekombinan dengan mentransformasi dan memperbanyak DNA rekombinan yang sudah didisain menggunakan bakteri E. coli sebagai bioreaktor untuk memproduksi hormon pertumbuhan rekombinan (rGH).

Saat ini penggunaan hormon pertumbuhan untuk meningkatkan pertumbuhan ikan budidaya mendapat perhatian yang cukup besar, mengingat GH terlibat di dalam pengaturan pertumbuhan somatik dan metabolisme protein, lemak, karbohidrat dan mineral (Bolander, 2004). Peningkatan pertumbuhan ikan memberi manfaat yang besar untuk meningkatkan produksi, menurunkan konversi pakan, dan memperpendek waktu produksi, sehingga dapat mengurangi biaya produksi. Dengan kata lain bahwa pertumbuhan menjadi faktor penting untuk menekan biaya produksi dan meningkatkan keuntungan. Untuk memperoleh hasil yang maksimal, penggunaan rGH harus memperhatikan beberapa faktor di antaranya adalah sumber rGH, metode pemberian, dosis pemberian, ukuran ikan, dan jenis/strain ikan.

Pada penelitian I, pemberian rElGH pada ikan nila merah dengan dosis 0.03- 3.00 mg/kg pakan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0.05) antar perlakuan, tetapi secara nyata lebih tinggi (p<0.05) dibadingkan kontrol terhadap biomasa akhir, LPH, dan KP. Terdapat peningkatan bobot ikan nila yang diberi rElGH sebesar 24.07–31.68 % dibandingkan ikan nila kontrol (tanpa pemberian rElGH dan tanpa kuning telur). Hal ini mengindikasikan bahwa pemberian rElGH secara oral pada dosis 0.03 sampai 3.00 mg/kg pakan memberikan respons pertumbuhan yang sama. Berdasarkan nilai konversi pakan, pemberian rElGH 3 mg/kg pakan dapat menghemat jumlah pakan sebanyak 28.97 %.

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada percobaan I ini bila dibandingkan dengan hasil percobaan Hardianthoet al. (2012) yang melaporkan pemberian rGH ikan mas pada ikan nila, maka percobaan ini menunjukkan bahwa pemberian rGH ikan kerapu kertang lebih efektif dan efisien dapat diturunkan 10 dan 100 kali lebih rendah dibandingkan dengan rGH ikan mas. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilaporkan Alimuddin et al. (2010) yang menyatakan bahwa rGH

yang berasal dari ikan kerapu kertang lebih baik dibandingkan dengan rGH ikan gurami dan ikan mas.

Berbagai varietas ikan nila (Oreochromis niloticus) hasil pemuliaan dengan tujuan utama peningkatan pertumbuhan telah dirilis di Indonesia, di antaranya ikan nila strain NIRWANA, SULTANA, SRIKANDI, dan nila merah. Hasil evaluasi respons pertumbuhan keempat strain ikan nila tersebut terhadap pemberian rElGH pada penelitian II, diperoleh bahwa pertumbuhan (B dan LPH) ikan nila strain SULTANA paling tinggi (p<0.05) dibandingkan strain lainnya dengan peningkatan pertumbuhan 44.84 % dibandingkan dengan ikan nila merah. Sementara itu, kelangsungan hidup semua strain ikan nila tidak berbeda nyata (p>0.05), berkisar 88.67- 91.33%, sehingga perbedaan pertumbuhan antar strain bukan disebabkan oleh perbedaan kepadatan pemeliharaan. Perbedaan respons pertumbuhan antar strain ikan nila terhadap pemberian rElGH diduga terkait dengan perbedaan histori, dan metode pemuliaan yang digunakan.

Pada penelitian III, penelitian tentang perbedaan ukuran ikan yang diberi rElGH diperoleh hasil bahwa rata-rata pertambahan biomassa ikan yang diberi rElGH adalah lebih tinggi (p<0.05) dibandingkan dengan yang tidak diberi rElGH, sedangkan perlakuan ukuran ikan tidak berpengaruh nyata (p>0.05). Laju pertumbuhan harian (LPH) ikan yang diberi rElGH lebih tinggi (p<0.05) dibandingkan dengan tanpa pemberian rElGH, dan LPH ikan perlakuan 3.5 g lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan 12.5 g dan 40 g. Respons pertambahan bobot relatif terhadap kontrol tertinggi diperoleh pada ikan ukuran 12.5 g (19.86%), diikuti oleh ikan ukuran 3.5 g (10.51%) dan terendah adalah ikan ukuran 40 g (5.63%). Kelangsungan hidup ikan perlakuan dan kontrol adalah sama (p>0.05), berkisar 90.67-96.67%. Konversi pakan pada ikan yang diberi rElGH lebih baik (p<0.05) dibandingkan dengan tanpa rElGH, kecuali perlakuan ukuran 40 g. Perbaikan konversi pakan akibat pemberian rElGH pada ikan berukuran 3.5 g dan 12.5 g masing-masing adalah 22%, dan 18%. Perbaikan konversi pakan tersebut sangat berpotensi menurunkan biaya produksi, mengingat biaya untuk pakan dapat mencapai lebih dari 50% biaya produksi perikanan budidaya. Selanjutnya, peningkatan pertumbuhan akan mempercepat pencapaian ukuran panen, sehingga jumlah siklus produksi per satuan waktu menjadi meningkat. Oleh karena itu, peningkatan pertumbuhan dan perbaikan konversi pakan secara bersama-sama dapat meningkatkan pendapatan pembudidaya.

Berdasarkan hasil penelitian I, II, dan III bahwa pemberian hormon pertumbuhan rekombinan (rGH) telah terbukti dapat meningkatkan pertumbuhan ikan nila (Oreochromis niloticus). Seperti yang juga dilaporkan Li et al. (2003), Alimuddin et al. (2010), Hardiantho et al. (2012), dan Latar (2013). Pemberian hormon pertumbuhan rekombinan selain ditujukan untuk pertumbuhan juga untuk proses reproduksi ikan. Hasil penelitian terhadap respons reproduksi dengan pemberian rElGH 3 mg/kg pakan menunjukkan bahwa konsentrasi estradiol ikan yang diberi rElGH berkisar dari 0.36-2.08 ng/dL lebih tinggi (p<0.05) dibandingkan ikan kontrol yang berkisar dari 0.46–0.53 mg/dL, begitu pula konsentrasi glukosa plasma juga lebih tinggi (p<0.05) pada ikan yang diberi rElGH dibandingkan kontrol. Nilai indeks gonadosomatik ikan yang diberi rElGH (3.98) berbeda nyata (p<0.05) dibandingkan kontrol (3.15), sementara indek hepatosomatik ikan yang diberi rElGH tidak terdapat perbedaan yang nyata dibandingkan kontrol di akhir penelitian. Sementara itu, konsentrasi protein darah

41

dan IHS ikan yang diberi rElGH tidak berbeda nyata (p<0.05) dibandingkan kontrol. Pemberian rElGH pada ikan nila strain SULTANA memberikan pengaruh yang nyata lebih rendah (p<0.05) terhadap pertambahan bobot akhir ikan (1257.94 g), LPH (1.39 %), dan KP (1.87) dibandingkan ikan kontrol masing- masing 1556.74 g, 1.62 %, dan 1.31. Dengan demikian pakan yang mengandung rElGH 3 mg/kg pakan yang diberikan pada calon induk ikan nila strain SULTANA lebih banyak dipergunakan untuk perkembangan gonad. Konsisten dengan hasil yang dilaporkan Singh et al. (1988) bahwa perlakuan dengan rGH ikan salmon mampu menunjang perkembangan gonad dan menstimulasi produksi testosteron dan estradiol-17β pada ikan Fundulus heteroclitus. Selanjutnya Van Der Kraak & Wade (1994) menambahkan bahwa GH juga memberikan potensi pada GTH II menstimulasi produksi estradiol pada ovari ikan koki (Carassius auratus). Weber et al. (2007) menemukan bahwa IGF-1 pada ikan white perch (Morone americana) meningkatkan produksi testosteron dan estradiol-17β melalui fragmen ovari.

Salah satu alternatif yang ditempuh saat ini untuk mencegah terjadinya pemijahan ikan yang tidak terkontrol di kolam budidaya dengan memproduksi ikan nila steril (tidak mengalami perkembangan gonad) atau triploid. Triploidisasi merupakan cara yang tepat untuk mencegah efek stunting atau penurunan pertumbuhan akibat energi pakan yang digunakan untuk perkembangan gonad, namun untuk mendapatkan ikan triploid secara massa sangat sulit, sehingga pemberian rGH pada ikan monosek jantan diharapkan dapat lebih memacu pertumbuhan ikan nila pada saat ikan memasuki masa reproduksi

Sebagai kesimpulan, rElGH efektif untuk meningkatkan pertumbuhan ikan nila merah pada dosis 0.03-3.00 mg/kg pakan. Strain ikan nila SULTANA merupakan strain yang memiliki respon pertumbuhan tertinggi pada penebaran awal ukuran 12.5 g, dan pada dosis 3.00 mg rElGH/kg pakan yang diberikan pada calon induk lebih banyak digunakan untuk pematangan gonad.

Dokumen terkait