• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. 1 Hasil ... 11

4. 2 Pembahasan ... 14

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 20

6.1 Kesimpulan ... 20 6.2 Saran ... 20

Gambar 4.1 Grafik Perbandingan Jumlah Resep untuk Anak yang Mengandung Antibiotik dan Tidak Mengandung Antibiotik ... 22 Gambar 4.2 Grafik Perbandingan Jumlah Resep Antibiotik Untuk Anak yang

Menyertakan Data Umur dan/atau Berat Badan dan Tidak

Menyertakan Data Umur atau Berat Badan ... 22 Gambar 4.3 Grafik Perbandingan Jumlah Resep Infeksi Saluran Pernapasan

yang Mengandung Antibiotik dan Tidak Mengandung Antibiotik .... 23 Gambar 4.4 Grafik Perbandingan Jumlah Resep yang Mengandung

Antibiotik Sediaan Padat (Puyer) dan Sediaan Cair (Sirup) ... 23 Gambar 4.5 Grafik Perbandingan Jumlah Resep yang Mengandung

Antibiotik dalam Bentuk Racikan Bersama Obat Lain dan

Mengandung Antibiotik dalam Sediaan Tunggal ... 24 Gambar 4.6 Grafik Perbandingan Jumlah Resep Antibiotik Anak yang

Mengandung Suplemen dan Tidak Mengandung Suplemen ... 24

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Jumlah Resep untuk Anak yang Mengandung Antibiotik dan Tidak Mengandung Antibiotik ... 25 Tabel 4.2 Jumlah Resep Antibiotik Untuk Anak yang Menyertakan Data

Umur dan/atau Berat Badan dan Tidak Menyertakan Data Umur

atau Berat Badan ... 25 Tabel 4.3 Jumlah Resep Infeksi Saluran Pernapasan yang Mengandung

Antibiotik dan Tidak Mengandung Antibiotik ... 26 Tabel 4.4 Jumlah Resep yang Mengandung Antibiotik Sediaan Padat (Puyer)

dan Sediaan Cair (Sirup) ... 26 Tabel 4.5 Jumlah Resep yang Mengandung Antibiotik dalam Bentuk Racikan

Bersama Obat Lain dan Mengandung Antibiotik dalam Sediaan

Tunggal ... 27 Tabel 4.6. Jumlah Resep Antibiotik Anak yang Mengandung Suplemen dan

Tidak Mengandung Suplemen ... 27 Tabel 4.7 Antibiotik yang Diberikan Berdasarkan Nama Dagang dan

Lampiran 1. Perhitungan Dosis Antibiotik sirup Azomax® pada Resep 1 ... 30 Lampiran 2. Perhitungan Dosis Antibiotik Sirup Cefspan® pada Resep 7 ... 30

1.1 Latar belakang

Penggunaan antibiotik yang tidak tepat menimbulkan berbagai permasalahan dan merupakan ancaman global bagi kesehatan, terutama resistensi bakteri terhadap antibiotik. Penggunaan yang tidak rasional dari antibiotik juga dapat menyebabkan kegagalan terapi dan munculnya efek yang tidak diinginkan pada penggunanya. Setiap professional kesehatan harus turut serta dalam upaya mengendalikan peresepan antibiotik.

Penggunaan antibiotik yang tepat dilakukan berdasarkan tepatnya penentuan etiologi penyakit, pemilihan antibiotik, serta penentuan dosis (Setiabudy, 2007). Hal tersebut dapat dicapai dengan kerjasama yang baik antara setiap profesi kesehatan, terutama dokter dan apoteker. Seorang apoteker harus mampu menjamin kerasionalan resep antibiotik yang ditanganinya. Dalam hal ini, peran dokter dalam pemenuhan persyaratan adminstratif pada resep sangat penting untuk mendukung keberhasilan peran apoteker dalam menjamin kerasionalan resep. Sementara, apoteker perlu meningkatkan ketrampilan, sikap dan pengetahuannya secara berkesinambungan sejalan dengan perkembangan terkini untuk dapat mampu memberikan pelayanan kefarmasian dengan baik khususnya dalam terapi antibiotik.

Pemberian antibiotik untuk anak memerlukan perhatian khusus. Hal ini disebabkan adanya perbedaan pada keadaan biologis tubuh anak dibandingkan orang dewasa, terutama pada fungsi metabolisme dan eliminasi. Belum sempurnanya fungsi tersebut menyebabkan penentuan dosis antibiotik pada anak harus didasarkan pada per kg berat badan ideal sesuai dengan usia dan petunjuk yang ada dalam formularium (Kemenkes RI, 2011a). Pemberian dosis antibiotik yang tidak tepat pada anak tidak hanya dapat menyebabkan kegagalan terapi namun juga dapat membahayakan anak melalui efek samping yang diakibatkannya.

Kesesuaian aspek farmasetika dalam peresepan antibiotika juga sangat penting dalam mencapai kerasionalan terapi. Pemilihan bentuk sediaan yang tepat

secara ekonomi akan mendukung kepatuhan pasien terhadap terapi yang dijalaninya. Selain itu, pencampuran antibiotik dengan obat lain dalam satu sediaan yang sama juga harus diperhatikan untuk mencegah waktu penggunaan obat yang tidak tepat.

Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa beberapa faktor perlu dikaji dalam peresepan antibiotik untuk anak. Faktor-faktor tersebut adalah data umur dan berat badan pada resep, ketepatan etiologi penyakit, dosis, serta kesesuaian aspek farmasetika. Dengan mengkaji faktor-faktor tersebut, maka kerasionalan dalam peresepan antibiotik untuk anak dapat dievaluasi.

1.2 Tujuan

Tujuan penyusunan laporan ini adalah :

1. Mendapatkan presentase peresepan antibiotik dari seluruh resep anak 2. Mengetahui pencapaian kerasionalan peresepan antibiotik untuk anak

pada Bulan Oktober 2012 di Apotek Rini melalui kajian terhadap data umur dan berat badan anak pada resep, ketepatan etiologi penyakit, dosis, serta keseuaian aspek farmasetika. Pada kajian aspek farmasetika, diamati pola pemilihan sediaan antibiotik, pencampurannya dengan obat lain, ada atau tidaknya peresepan suplemen serta pengaruhnya terhadap efektifitas klinis dan ekonomi.

2.1 Definisi Antibiotik

Zat antimikroba yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau membasmi mikroba jenis lain sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil, disebut antibiotika. Saat ini banyak antibiotik yang dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh. Antibiotik digunakan untuk mengobati ataupun mencegah berbagai jenis infeksi akibat mikroba (Setiabudy, 2007).

Cara kerja yang utama adalah perintangan sintesa protein, misalnya kloramfenikol, tetrasiklin, aminoglikosida, makrolida dan linkomisin. Selain itu, beberapa mikroba bekerja terhadap dinding sel (penisilin dan sefalosporin) atau membrane sel (polimiksin, zat-zat plien dan imidazol). Antibitik tidak aktif terhadap sebagian besar virus karena virus tidak memiliki proses metabolism yang sesungguhnya, melainkan tergantung dari metabolism tuan rumah. (Rahardja dan Tjay, 2010)

2.2 Penggolongan Antibiotik

Antibiotik dapat digolongkan melalui berbagai cara. Berdasarkan spectrum aktivitasnya, antibiotik digolongkan mejadi antibiotik spektrum sempit dan antibiotik spektrum luas. Antibiotik yang menghambat hanya sebagian kecil mikroorganisme disebut antibiotik spectrum sempit, misalnya nistatin dan basitracin. Antibiotik tipe ini memiliki derajat selektivitas yang tinggi. Sementara, antibiotik yang tidak hanya dapat menghambat gram positif namun juga gram negatif dan/atau organism intraseluler lainnya, disebut dengan antibiotik spectrum luas (Setiabudy, 2007).

Selain itu, sifat farmakodinamik obat juga dapat dijadikan dasar dalam penggolongan antibiotika. Tiga sifat farmakodinamik antibiotik yang paling baik mendeskripsikan aktivitas bakterisidal adalah time-dependence (tergantung waktu), concentration-dependence (tergantung konsentrasi), dan post antibiotik

efek meskipun konsentrasi didalam darah di bawah MIC. Berdasarkan ketiga sifat farmakodinamik antibiotik ini, antibiotik bisa dibagi menjadi 3 kategori, yaitu (Menteri Kesehatan RI, 2011b):

Pola Aktivitas Antibiotik Strategi Terapi Tipe I

Tergantung kadar dan efek persisten yang lama

Aminoglikosida Fluorokuinolon Metronidazol

Memaksimalkan kadar obat, tapi tidak perlu mempertahankan kadar tinggi ini selama mungkin

Tipe II

Tergantungwaktu dan efek persisten minimal

Karbapenem Sefalosporin Eritrmisin Linezolid Penisilin Memaksimalkan lama paparan hingga cukup lama di atas kadar hambat minimal kuman

Tipe III

Tergantung waktu dan efek persisten sedang sampai lama Azitrmisin Klindamisin Oksazolidinon Tetrasiklin Vakomisin Memaksimalkan kadar

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibiotik dibedakan menjadi 5, yaitu :

a. Antibiotik yang mengganggu biosintesis dinding sel bakteri, misalnya penisilin, sefalosporin, sikloserin, basitrasin dan vankomisin.

Dinding sel bakteri terdiri atas peptidoglikan yaitu suatu kompleks polimer mukopeptida (glikopeptida). Sikloserin menghambat reaksi yang paling dini dalam proses sintesa dinding sel;diikuti berturut-turut oleh basitrasin, vankomisin dan diakhiri oleh penisilin dan sefalosporin, yang menghambat reaksi terakhir (transpeptidase) dalam rangkaian reaksi tersebut. Oleh karena tekanan osmotic dalam sel kuman lebih tinggi daripada di luar sel maka kerusakan dinding sel kuman akan menyebabkan terjadinya lisis, yang merupakan dasar efek bakterisidal pada kuman yang peka.

b. Antibiotik yang mengganggu fungsi membran sitoplasma, misalnya polimiksin, colistin dan nistatin.

Polimiksin sebagai senyawa ammonium kuarterner dapat merusak membrane sel setelah bereaksi dengan fosfat pada fosfolipid membrane sel mikroba. Polimiksin tidak efektif terhadap kuman Gram-positif karena jumlah fosfor bakteri ini rendah. Resistensi kuman Gram-negatif terhadap polimiksin diketahui mengalami penurunan jumlah fosfor. Kerusakan membrane selmenyebabkan keluarnya berbagai komponen penting dari dalam sel mikroba, yaitu protein, asam nukleat, nukleotida dan lain-lain.

c. Antibiotik yang mengganggu biosintesis protein, misalnya golongan aminoglikosida, makrolida, linkomisin, tetrasiklin dan kloramfenikol

Sel mikroba memerlukan sintesa protein untuk kehidupannya. Sintesa protein ini terjadi di ribosom dengan bantuan mRNA dan tRNA. Pada bakteri, ribosom terdiri atas dua sub unit yaitu ribosom 30s dan 50s. kedua komponen ini akan bersatu pada pangkal rantai mRNA menjadi ribosom 70s. Penghambatan sintesa protein terjadi dengan berbagai cara.

Streptomisin berikatan dengan komponen ribosom 30s sehingga kode pada mRNA salah dibaca oleh tRNA sehingga terbentuk protein yang abnormal dan nonfungsional bagi sel mikroba. Antibiotik aminoglikosida lainnya yaitu gentamisin, kanamisin dan neomisin memiliki mekanisme kerja yang sama, namun potensinya berbeda. Tetrasiklin juga berikatan dengan ribosom 30s dan menghalangi masuknya kompleks tRNA-asam amino pada lokasi asam amino. Sementara eritromisin dan tetrasiklin berikatan dengan 30s dan menghalangi sintesa protein.

d. Antibiotik yang mengganggu proses metabolism pada mikroorganisme, misalnya sulfonamide, trimetoprim dan asam p-amino salisilat (PAS).

Berbeda dengan mamalia yang mendapatkan asam folat dari luar, mikroba pathogen harus mensintesis sendiri asam folat yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidupnya. Asam folat ini disintesis oleh mikroba dari asam amino benzoate (PABA). Sulfonamid bersaing dengan PABA untuk ikut serta dalam pembentukan asam folat untuk menghasilkan analog asam folat yang nonfungsional. Efek sulfonamide ini dapat diatasi dengan meningkatkan kadar

PABA.Sedangkan trimetropim menghambat enzim dihidrofolat reduktase yang berperan dalam reduksi dihidrofolat menjadi asam tetrahidrofolat,dimana bentuk asam tetrahidrofolat adalah bentuk aktif dari asam folat. PAS merupakan analog PABA dan bekerja dengan menghambat pada

M.tuberculosis. Sulfonamid tidak efektif terhadap M.tuberculosis dan

sebaliknya PAS tidak efektif terhadap bakteri yang sensitive terhadap sulfonamide. Perbedaan ini mungkin disebabkan perbedaan enzim untuk sintesa asam folat yang bersifat sangat khusus bagi setiap jenis mikroba. e. Antimikroba yang menghambat sintesa asam nukleat sel mikroba, misalnya

rifampisin dan golongan kuinolon.

Rifampisin berikatan dengan enzim polymerase-RNA sehingga menghambat sintesis RNA dan DNA oleh enzim tersebut. Golongan kuinolon menghambat enzim DNA girase pada kuman yang berfungsi untuk menata kromosom yang sangat panjang menjadi bentuk spiral hingga bias muat dalam sel kuman yang kecil (Setiabudy, 2007).

2.3 Efek Samping

Efek Samping penggunaan antibiotik dapat dikelompokkan menjadi reaksi alergi, reaksi idiosinkrasi, reaksi toksik, serta perubahan biologik dan metabolik pada hospes (Setiabudy, 2007).

a. Reaksi Alergi

Terjadinya reaksi ini tidak bergantung dosis. Manifestasi gejala dan derajat beratnya reaksi dapat bervariasi. Prognosis reaksi juga seringkali sukar diramalkan walaupun didasarkan atas riwayat reaksi alergi. Orang yang pernah mengalam reaksi terhadap antibiotik tertentu belum tentu mengalami reaksi yang alergi pada penggunaan selanjutnya reaksi tersebut. Begitu pula sebaliknya, orang yang tidak memiliki riwayat alergi pada antibiotik tertentu dapat mengalami alergi pada antibiotik tersebut pada penggunaan selanjutnya. b. Reaksi Idiosinkrasi

Gejala ini merupakan reaksi abnormal yang diturunkan reaksi abnormal yang diturunkan secara genetic terhadap pemberian antimikroba tertentu. Sebagai

contoh, 10% pria berkulit hitam akan mengalami anemia hemolitik berat bila mendapat primakuin karena kekurangan enzim G6PD.

c. Reaksi Toksik

Antibiotik pada umumnya bersifat toksik sifat ini relatif. Antibiotik yang dapat dianggap relative tidak toksik sampai saat iniadalah penicillin. Dalam menimbulkan efek toksik, masing-masing antibiotik dapat memiliki predileksi terhadap organ atau sistem tertentu pada tubuh hospes.

Gologan tetrasiklin cukup terkenal dalam mengganggu pertumbuhan jaringan tulang, termasuk gigi, akibat deposisi kompleks tetrasiklin kalsium-ortofosfat. Dalam dosis besar bersifat hepatotoksik,terutama pada pasien pielonefritis. Disamping faktor jenis obat, berbagai faktor dalam tubuh dapat turut menentukan terjadinya reaksi toksik; antara lain fungsi organ/sistem tertentu sehubungan dengan biotransformasi dan ekskresi obat.

d. Perubahan Biologik dan Metabolik

Penggunaan antibiotik dapat terutama yang berspektrum luas dapat mengganggu keseimbangan ekologik mikroflora sehingga jenis mikroba yang meningkat populasinya dapat menjadi pathogen. Gangguan keseimbangan ekologik ini dapat terjadi di saluran cerna, napas,kelamin dan kulit. Pada keadaan tertentu, dapat terjadi superinfeksi, yaitu infeksi baru yang terjadi karena mikroba lain setelah infeksi primerdari mikroba tertentu.Pada pasien yang lemah, superinfeksi potensial dapat sangat berbahaya karena kebanyakan mikroba penyebab superinfeksi biasanya ialah kuman Gram-negatif dan stafilokok yang multiresisten. Selain itu, antibiotik juga dapat menimbulkan gangguan nutrisi atau metabolik misalnya gangguan absorbs zat makanan oleh neomisin.

Berikut adalah efek samping yang perlu dilakukan pemantauan dari beberapa golongan antibiotik (Kemenkes RI, 2011a).

a. Antibiotik β-laktam

2. Diare: umum terjadi pada penggunaan ampisilin, augmentin, seftriakson dan sefoperazon. Kolitis terkait antibiotik dapat terjadi pada sebagian besar penggunaan antibiotik

3. Anemia hemolitik: umum terjadi pada dosis tinggi. Aktifitas antiplatelet (penghambatan agregasi platelet) sebagian besar terjadi pada penisilin antipseudomonal dan betalaktam lain pada dalam kadar serum tinggi. 4. Hipotrombinemia lebih sering terkait dengan sefalosporin yang memiliki

rantai samping metiltetrazoletiol (sefamandol, sefotetan, sefoperazon, sefametazol). Reaksi ini dapat dicegah dan bersifat reversibel dengan pemberian vit K.

b. Antibiotik Aminoglikosida

Hipotensi, mual, nefrotoksisitas; insiden kejadian 10%-15%. Efek ini umumnya reversibel, biasanya terjadi 5-7 hari terapi. Faktor risiko terhadap efek samping ini adalah dehidrasi, usia, dosis, durasi, pemberian bersama nefrotoksin, penyakit liver.

c. Antibiotik Tetrasiklin 1. Alergi

2. Fotosensitifitas

3. Deposisi gigi/tulang dan diskolorisasi pada gigi; hindari digunakan pada anak, wanita hamil dan ibu menyusui.

4. Gastrointestinal: umumnya gastrointestinal bagian atas 5. Hepatiis: umumnya pada kehamilan dan orang tua

6. Renal (azotemia): tetrasiklin memiliki efek anti anabolik dan seharusnya dihindari pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal. Golongan tetrasiklin yang paling sedikit menimbulkan azotemia adalah doksisiklin. 7. Vestibular: terkait dengan minosiklin, terutama pada dosis tinggi.

d. Antibiotik Makrolida

Mual, muntah, “rasa terbakar: di perut; pada pemberian oral. Azitromisin dan klaritromisin menyebabkan mual lebih rendah dibandingkan eritromisin. Cholestatic jaundice: dilaporkan pada semua garam eritromisin, paling utama dengan estolat. Ototoksisitas: sebagian besar terjadi pada dosis tinggi pada pasien yang mengalami gangguan ginjal dan atau gagal hepatik.

2.4 Penggunaan Antibiotik Pada Pediatrik

Neonatus pada umumnya memiliki organ atau sistem tubuh yang belum berkembang sepenuhnya. Misalnya, fungsi glukoronidase oleh hepar belum cukup lancer, sehingga memudahkan terjadinya efek toksik oleh kloramfenikol. Fungsi ginjal sebagai alat ekskresi, juga belum lancer sehingga memudahkan terjadinya efek toksik oleh obat yang eliminasinya terutama melalui ginjal.

Maka, pada penggunaan antibiotik untuk anak, pemilihan dosis didasarkan pada per kgBB ideal sesuai dengan petunjuk yang ada pada formularium.

Terdapat beberapa antibiotikyang tidak diperbolehkan penggunaannya pada anak, diataranya sebagai berikut (Kemenkes RI, 2011b).

Nama Obat Kelompok Usia Alasan

Siprofloksasin Kurang dari 12 tahun Merusak tulang rawan (cartilage disgenesis)

Norfloksasin Kurang dari 12 tahun Merusak tulang rawan (cartilage disgenesis)

Tetrasiklin Kurang dari 4 tahun atau pada dosis tinggi

Diskolorisasi gigi, gangguan pertumbuhan tulang

Kotrimoksazol Kurang dari 2 bulan Tidak ada data efektivitas dan keamanan

Kloramfenikol Neonatus Menyebabkan Grey baby

syndrome

Tiamfenikol Neonatus Menyebabkan Grey baby

syndrome

Linkomisin HCl Neonatus Fatal toxic syndrome

Piperasin-Tazobaktam

Neonatus Tidak ada data efektivitas dan keamanan

Azitromisin Neonatus Tidak ada data keamanan

Tigesiklin Anak kurang dari 18 tahun Tidak ada data keamanan Spiramisin Neonatus dan bayi Tidak ada data keamanan

3.1 Waktu dan Tempat

Pengambilan data dan pengamatan dilakukan di Apotek Rini dari tanggal 28 Januari-8 Februari 2013.

3.2 Cara Kerja

3.2.1 Pengambilan Data

Pengkajian resep antibiotik untuk anak ini dilakukan pada resep-resep yang diterima oleh Apotek Rini selama bulan Oktober 2012, dengan memilih sampel yaitu 8 hari dari bulan tersebut secara acak. Kriteria inklusi adalah setiap resep yang mengandung antibiotik dan diperuntukkan untuk anak, baik resep asli maupun salinan resep . Sementara kriteria eksklusi adalah resep yang tidak dapat dibaca dan resep yang rusak. Setiap resep yang memenuhi kriteria inklusi

kemudian dicatat.

3.2.2 Pengolahan Data

Data yang telah didapat kemudian diolah dengan menetapkan jumlah resep antibiotik untuk anak serta persentasenya terhadap seluruh resep anak. Selain itu dilakukan pula kajian terhadap pemenuhan data umur dan berat badan pada resep, ketepatan etiologi penyakit, dosis, serta kesesuaian aspek farmasetika. Pada kajian kesesuaian dosis, dipilih 2 resep sebagai sampel secara acak. Pada kajian aspek farmasetika, evaluasi yang dilakukan adalah mengenai pola

pemilihan sediaan antibiotik, pencampurannya dengan obat lain, ada atau tidaknya peresepan suplemen serta pengaruhnya terhadap efektifitas klinis dan ekonomi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Pada pengkajian resep antibiotik untuk anak yang dilakukan pada resep-resep yang diterima oleh Apotek Rini pada Bulan Oktober 2012, dipilih 8 hari sebagai sampel. Kedelapan hari tersebut yaitu tanggal 1,5,8,13,17,18,25 dan 27 Oktober 2012. Jumlah resep yang didapatkan dari kedelapan hari tersebut adalah 4500 resep dimana 485 resep diantaranya ditujukan untuk pasien anak. Dari seluruh resep untuk anak tersebut, 203 resep diantaranya atau 41,86% dari total resep untuk anak mengandung antibiotik. Sisanya, 58,14% resep tidak mengandung antibiotik. Jumlah resep anak yang mengandung antibiotik dan tidak pada setiap harinya dapat dilihat pada tabel 4.1.

Pada kajian pemenuhan data umur dan berat badan pada resep, ditemukan bahwa dari seluruh resep anak yang mengandung antibiotik (203 resep), hanya 132 resep yang menyertakan data umur dan/atau berat badan, yaitu 65,02%. Jumlah resep yang menyertakan data umur dan/atau berat badan anak tertera pada tabel 4.2. Sedangkan pada kajian kesesuaian etiologi penyakit, ditemukan bahwa jumlah resep antibiotik yang ditujukan untuk infeksi saluran pernafasan adalah 163 resep. Dari seluruh resep infeksi saluran pernafasan tersebut, 112 resep diantaranya mengandung antibiotik dan 51 resep lainnya tidak mengandung antibiotik. Jumlah ini dapat dilihat pada tabel 4.3.

Pada kajian aspek farmasetika, ditemukan bahwa jumlah resep yang mengandung antibiotik dalam bentuk sediaan padat (tablet) adalah 135 atau 66,50% dari 203 resep antibiotik untuk anak dan jumlah resep antibiotik yang mengandung antibiotik dalam bentuk sediaan cair (sirup) adalah 69 atau 33,99% dari 203 resep antibiotik untuk anak. Jumlah resep yang mengandung antibiotik sediaan padat (puyer) dan cair (sirup) dapat dilihat pada table 4.4. Selain itu, ditemukan pula bahwa jumlah resep yang mengandung antibiotik dalam bentuk racikan bersamaan dengan obat lain adalah 99 dari 203 resep, atau 48,77% . Jumlah resep yang mengandung antibiotik dalam racikan dengan obat lain dapat dilihat pada table 4.5. Selanjutnya, diketahui bahwa jumlah resep yang

mengandung suplemen adalah 27 dari 203 resep atau 13,30% sebagaimana dapat dilihat pada table 4.6.

Antibiotik yang diresepkan dalam nama generik pada resep-resep yang diamati yaitu rifampisin, etambutol, isoniazid, sefadroksil, garamisin, kotrimoksazol, kloramfenikol, rifampisin, amoksisillin, tiamfenikol, ceftriaksone, klindamisin dan sefotaksim. Antibiotik yang diresepkan dengan nama dagang beserta komposisi antibiotiknya dapat dilihat pada tabel 4.7.

Berikut adalah beberapa contoh resep untuk anak yang mengandung antibiotik.

RESEP 1

No. Resep : 59

Tanggal : 01 Oktober 2012 Umur : 4 tahun 8 bulan R/ Azomax syr no. I

S 1dd 1 ml pc (habiskan)

RESEP 2

No. Resep : 105

Tanggal : 08 Oktober 2012 Umur : 8 tahun 4 bulan Berat Badan : 21,5 kg R/ Celestamin Lapifed Lesidas Trilac aaaa 1/2 Mentallium Vit B1 aa 200 mg Mf pulv dtd no. XVI

S 3 dd pulv 1 R/ Lapicef 250 mg

Mf pulv dtd no. VII S 3 dd pulv 1

R/ Isoprinosin ¼ tab Mf pulv dtd no. XVI S 4 dd pulv 1

R/ Chloramex syr fl no.I S 4 dd 20 ml

R/ Cetalgin

CPZ aa ½ tab Mf pulv dtd XII S 3 dd 1

R/ Vectrin syr fl no.I S 3 dd cth 1 RESEP 3 No. Resep : 25 Tanggal : 13Oktober 2012 Umur : - R/ Disudrin 1/3 tab Cetirizin 1/3 tab Cefat 0,175 mg Mf pulv dtd no XVIII S 3dd 1 (habiskan) RESEP 4 No. Resep : 354 Tanggal : 25 Oktober 2012 Umur : - Iter 3x R/ Spasminal Stomacain Sanprima

Vosedon aaaa ½ tab Mf pulv dtd no X S 3-4 dd 1 AC

Untuk sakit perut, panas

det 2x RESEP 5 No. Resep : 163 Tanggal : 18 Oktober 2012 Umur : - R/ Fixiphar syr fl I S 2dd 1 cth R/ Tremenza syr fl I S 3dd 1 cth R/ Fluimucyl syr fl I RESEP 6 No. Resep : 553 Tanggal : 01 Oktober 2012 Umur : - R/ Cefadroxil 500 mg 1/3 Nonflamin ¼ tab Prednison ¼ tab Mf pulv dtd no XII S 3dd 1

S 3dd 1 cth R/ Imboost force fl I S 3dd 1 cth R/ Garamysin 5 gr I Sue RESEP 7 No. Resep : 117 Tanggal : 13 Oktober 2012 Umur : 1 tahun 5 bulan R/ Cefspan syr fl I S 2dd 5 ml (3 hari) R/ Lasal 0,4 mg Epexol 5 mg Ketricin 0,8 mg Mf pulv dtd no X S 3dd1 (batuk) R/ Rhinos Neodrop fl I fl I S 3dd 0,8 ml 4.2 Pembahasan

Presentase jumlah antibiotik yang diresepkan dari jumlah seluruh resep untuk anak cukup besar, yaitu 41,86% (203 dari 485 resep). Grafik yang menyatakan perbandingan jumlah resep anak yang mengandung antibiotik dan dapat dilihat di tabel 4.1 dan gambar 4.1. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan antibiotik sangat luas. Antibiotik saat ini masih sulit ditinggalkan para dokter dalam peresepan. Beberapa faktor yang menyebabkan tingginya penggunaan antibiotik yaitu faktor kebiasaan turun temurun, adanya tekanan dari pasien dan keluarganya, adanya pengaruh yang besar dari industri farmasi serta kekhawatiran dokter akan tidak tertanganinya penyakit atau bahkan kekhawatiran akan risiko membahayakan pasien jika tidak meresepkan antibiotik (British Medical Journal, 1976)

Pada peresepan antibiotik untuk anak, adanya data umur dan berat badan anak pada resep penting untuk mendukung peran apoteker dalam memantau

kesesuaian dosis antibiotik. Hal ini terutama disebabkan anak memiliki keadaan fisiologis yang berbeda dari orang dewasa, misalnya fungsi enzim yang berperan pada metabolisme dan fungsi organ ekskresi. Data umur dan berat badan anak tidak ditemukan pada seluruh resep. Data tersebut hanya ditemukan pada 65,04% (132 dari 203 resep) persen dari total resep anak yang mengandung antibiotik (tabel 4.2). Grafik yang menyatakan perbandingan jumlah resep yang menyertakan data umur dan/atau berat badan dan tidak dapat dilihat di gambar 4.2. Contoh resep yang tidak mencantumkan data umur atau berat badan anak

Dokumen terkait