• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. Pengujian sifat karbonisasi

3.1 Pembakaran Batubara

Saat ini konsumsi energi dunia, terutama ari bahan bakar fosil (minyak bumi, gas alam dan batubara), meningkat secara besar-besaran dan tak terhindarkan. Teknologi pemanfaatan dan eksplorasi bahan bakar fosil yang sudah mapan menyebabkan energi dapat dihasilkan dengan proses yang terjamin dengan harga yang relatif murah. Hal inilah yang menyebabkan bahan bakar fosil banyak disukai walaupun dewasa ini penelitian mengenai bahan bakar terbarukan terus digalakan dan pemanfaatannya mulai mendapatkan perhatian publik. Bahan bakar fosil tetap dipercaya sebagai sumber energi dunia setidaknya untuk 50 tahun de depan. Untuk itu, peningkatan efisiensi utilitasi bahan bakar harus terus dilakukan dengan terus memperhatikan faktor lingkungan.

Salah satu jenis bahan bakar fosil ialah batubara. Dibandingkan bahan bakar fosil lainnya, batubara mempunyai beberapa keunggulan, diantaranya:

 Batubara yang siap dieksploitasi secara ekonomi terdapat dalam jumlah banyak

27  Jumlah yang melimpah membuat batubara menjadi bahan bakar fosil yang paling lama dapat meyokong kebutuhan energi dunia

Namun batubara juga memiliki kelemahan yaitu:

 Identik sebagai bahan bakar yang kotor dan tidak ramah lingkungan karena komposisinya yang terdiri dari C, H, O, N, S dan abu

 Kandungan C per mol batubara jauh lebih besar dibandingkan bahan bakar fosil lainnya sehingga pengeluaran CO2 dari batubara jauh lebih banyak . Selain itu, kandungan S dan N batubara bisa terlepas sebagai SOx dan NOx dan menyebabkan terjadinya hujan asam.

Oleh karena itu, perlu dikembangkan metode baru dalam pemanfaatan batubara agar dapat meredam isu-isu lingkungan yang mungkin terjadi. Batubara banyak dipakai sebagai bahan bakar boiler akan tetapi penerapan yang paling penting adalah pada pembangkit tenaga listrik (PLTU).

Suatu PLTU dibamgun dengan mendesain ketel uap (boiler) berdasarkan sifat-sifat batubara yang akan membakarnya atau istilah populernya berdasarkan spesifikasi batubara tertentu. Biasanya batubara yang akan dipasok jumlahnya harus cukup untuk pasokan selama 30 tahun sesuai umur dari PLTU . Bila ditengah jalan kehabisan pasokannya,

28 harus dicari batubara yang sama atau setidaknya mirip dengan batubara yang sifat-sifatnya dipakai untuk mendesain boiler.

Konsep dasar suatu PLTU yang menggunakan bahan bakar adalah perubahan energi batubara menjadi energi listrik. Hal ini dapat dicapai dengan membakar batubara didalam ketel uap untuk membangkitkan uap yang digunakan dalam memutarkan turbin-alternator.

Komponen-komponen utama yang berkaitan dengan peralatan PLTU berbahan bakar batubara menjadi energi listrik menurut tahapan prosesnya dimulai dari batubara datang, dibakar sampai terjadinya pembangkit listrik adalah sebagai berikut:

 Pusat penanganan batubara (coal handling plant)  Pusat pelumatan batubara (pulveriser plant)  Ketel uap (boiler)

 Pemanas udara (air heater)

 Pengendap listrik statis (electostatic preciparator) atau karung penyaring (bag filter)

 Pengontrolan emisi ke udara

Hal pertama yang perlu diketahui oleh pembuat ketel adalah klasifikasi batubara yang akan diperlukan untuk menetapkan desain parameter-parameter ketel uap dan

29 pengaruh-pengaruh parameter terhadap peralatan pembangkit listrik adalah sebagai berikut:

1. Kalori (Calorofic Value atau CV, satuan cal/gr atau kcal/kg) CV sangat berpengaruh terhadap pengoperasian pulveriser/mill, pipa batubara dan windbox, serta burner. Semakin tinggi CV maka aliran batubara setiap jamnya semakin rendah sehingga kecepatan coal feeder harus disesuaikan. Untuk batubara dengan kadar kelembaban dan tingkat ketergerusan yang sama, maka dengan CV yang tinggi menyebabkan pulveriser akan beroperasi dibawah kapasitas normalnya (menurut desain) atau dengan kata lain

operating rationya menjadi lebih rendah.

2. Kadar kelembaban (Moisture, satuan %)

Hasil analisis untuk kelembaban terbagi menjadi free moisture (FM) dan inherent moisture (IM). Adapun jumlah dari keduanya diseut dengan total moisture (TM). Kadar kelembaban mempengaruhi jumlah pemakaian udara primernya. Batubara berkadar kelembaban tinggi akan membutuhkan udara primer lebih banyak untuk mengeringkan batubara tersebut pada suhu yang ditetapkan oleh output pulveriser.

30 Kandungan VM mempengaruhi kesempurnaan pembakaran dan intensitas api. Penilaian tersebut didasarkan pada perbandingan antara kandungan karbon (fixed carbon) dengan zat terbang yang disebut dengan rasio bahan bakar (fuel ratio).

Fuel ratio = Fixed Carbon / Volatile Matter

Semakin tinggi nilai fuel ratio maka jumlah karbon didalam batubara yang tidak terbakar juga semakin banyak. Kemudian bila perbandingan tersebut nilainya lebih dari 1.2 pengapian akan kurang bagus sehingga mengakibatkan kecepatan pembakaran menurun.

4. Kadar Abu (Ash content, satuan %)

Kandungan abu akan terbawa bersama gas pembakaran melalui ruang bakar dan aerah konversi dalam bentuk abu terbang (fly ash) yang jumlahnya mencapai 80%, dan abu dasar sebanyak 20% . Semakin tinggi kadar abu, secara umum akan mempengaruhi tingkat pengotoran (fouling), keausan dan korosi peralatan yang dilalui.

5. Kadar Karbon (Fixed Carbon atau FC, satuan %)

Nilai kadar karbon diperoleh melalui pengurangan angka 100 dengan jumlah kadar air (kelembaban), kadar abu dan jumlah zat terbang. Nilai ini semakin bertambah seiring dengan tingkat pembatubaraan. Kaar karbon dan jumlah zat

31 terbang digunakan sebagai perhitungan untuk menilai kualitas bahan bakar, yaitu berupa nilai fuel ratio sebagaimana dijelaskan diatas.

6. Kadar Sulfur (Sulfur content, satuan %)

Kandungan sulfur dalam batubara terbagi dalam pyritic sulfur, sulfate sulfur, dan organic sulfur. Namun secara umum, penilaian kandungan sulfur dalam batubara dinyatakan dalam Total Sulfur (TS). Kandungan sulfur berpengaruh terhaap tingkat korosi sisi dingin yang terjadi paa elemen pemanas udara, terutama apabila suhu kerja lebih rendah dari pada titik embun sulfur, disamping berpengaruh terhadap efektivitas penangkapan abu paa peralatan electrostatic precipitator

7. Ukuran (Coal size)

Ukuran butir batubara dibatasi pada rentang butir halus (pulverized coal atau dust coal) dan butir kasar (lump coal). Butir paling halus untuk ukuran maksimum 3mm, sedangkan butir paling kasar sampai dengan ukuran50mm. 8. Tingkat ketergerusan (Hardgrove Grindability Index atau

HGI)

Kinerja pulveriser atau mill pada nilai HGI tertentu . Untuk HGI lebih rendah, kapasitasnya harus beroperasi lebih rendah dari nilai standarnya pula untuk menghasilkan tingkat kehalusan (fineness) yang sama.

32 Ada dua masalah yang menyangkut pembakaran batubara dalam pembakaran antara lain:

1. Karena batubara itu sendiri kotor sehingga hasil pembakarannya dapat mencemari lingkungan

2. Karena batubara itu sendiri berupa zat padat sehingga sukar dalam penggunaannya dan penerapannya terbatas

Cara mengatasi adalah diupayakan konversi batubara agar dapat menghasilkan bahan bakar sintetis yang bertujuan: 1. Untuk mengeluarkan sulfur dan nitrogen yang dapat

mengakibatkan pencemaran udara

2. Untuk meningkatkan nilai kalor pembakaran

3.2 Karbonisasi

Karboinisasi batubara adalah salah satu proses konversi batubara yang bertujuan untuk meningkatkan kandungan karbon. Prosea karbonisasi terjadi pada peruraian suhu 1500oC. Hasil dari peruraian suhu tersebut adalah kokas. Kokas adalah bahan bakar untuk Tanur dan sebagai bahan pereduksi. Berdasarkan prosesnya karbonisasi dibagi atas:

1. Karbonisasi Suhu Rendah

Mula-mula dikembangkan sebagai proses untuk mensuplai gas untuk tujuan penerangan dan menghasilkan bahan bakar yang tidak berasap. Karbonisasi suhu rendah berkisar antara 500oC – 700oC.

Dokumen terkait