Kriteria kegiatan infrastruktur tempat pemrosesan akhir sampah (TPA)
• Lingkup Kegiatan: - Peningkatan Kinerja TPA
• Pembuatan tanggul keliling TPA, jalan operasional, perbaikan saluran gas dan saluran drainase serta pembuatan sel dan lapisan bawah yang kedap sesuai persyaratan sanitary landfill;
• Pengadaan alat berat setelah TPA selesai di bangun dan pemerintah kab./kota bersedia mengoperasikan TPA secara sanitary landfill;
• Pembuatan jalan akses, pagar hijau (buffer zone) di sekeliling TPA, pembangunan pos pengendali, sumur pemantau, jembatan timbang, kantor operasional oleh pemerintah Kabupaten Aceh Besar;
• Pemerintah kab./kota bersedia menyediakan dana untuk pengolahan sampah di TPA serta pengadaan alat angkut sampah (melalui MoU Pemda dan Dit. PPLP);
• TOT kepada Tim Pelatih Kabupaten untuk dapat melaksanakan pelatihan operator Instalasi Pengolahan Leachate (IPL);
• Sosialisasi/di seminasi NSPM pengelolaan IPL;
• Produk materi penyuluhan/promosi kepada masyarakat;
• Penyediaan media komunikasi (brosur, pamflet, baliho, iklan layanan masyarakat, pedoman dan lain sebagainya).
Pengembangan TPA Regional
• Penyiapan MOU antara 2 (dua) atau lebih kab./kota untuk pengelolaan TPA bersama secara regional;
• Penetapan daerah yang akan memanfaatkan TPA, serta yang bersedia menyediakan lahan sebagai lokasi TPA regional;
6-126 selanjutnya Pemerintah Provinsi membentuk unit pelaksana teknis pengelolaan TPA regional;
• Fasilitasi pembentukan unit pelaksana teknis pengelolaan TPA regional. Pemanfaatan Prasarana dan Sarana yang ada
• Rehabilitasi Prasarana Sarana;
• Melengkapi Prasarana Sarana yang telah ada;
• Peningkatan Operasi dan Pemeliharaan.
- Penyediaan Prasarana dan Sarana Persampahan atau Pembinaan Sistem Modul Persampahan:
• Pengadaan dan penambahan peralatan;
• Pembangunan Prasarana dan sarana;
• Pilot Project TPA. - Piranti Lunak
• Peningkatan kelembagaan;
• Peningkatan peran serta masyarakat dan swasta;
• Penyiapan hokum dan kelembagaan. - Kriteria Kesiapan
Kondisi dan persyaratan perolehan program tersebut di atas adalah:
(1) Sudah memiliki RPI2-JM dan SSK/Memorandum Program atau sudah mengirim surat minat untuk mengikuti PPSP;
(2) Adanya minat/permohonan dari Pemerintah Kabupaten/Kota untuk prasarana yang direncanakan;
(3) Adanya dokumen Master Plan Persampahan/Studi/DED; (4) Adanya kesiapan lahan;
6-127 B. Pembangunan Prasarana Persampahan 3R
Kriteria kegiatan infrastruktur tempat pengolahan sampah terpadu 3R Lokasi:
• Kawasan permukiman di perkotaan yang memungkinkan penerapan kegiatan berbasis masyarakat;
• Kawasan rumah sederhana sehat (RSH) yang berminat.
Lingkup Kegiatan:
• Fasilitasi pembentukan kelompok masyarakat (sebagai pengelola), penyusunan rencana kegiatan;
• Pembangunan hanggar, pengadaan alat pengumpul sampah, alat komposting;
• Tempat Pengolahan Sampah (TPS) 3R dapat di fungsikan sebagai pusat pengolahan sampah tingkat kawasan, daur ulang atau penanganan sampah lainnya dari kawasan yang bersangkutan;
• TOT kepada Tim Pelatih Kabupaten Aceh Besar untuk dapat melaksanakan pelatihan KSM dan pemberdayaan masyarakat;
• Sosialisasi/diseminasi/kampanye NSPM TPS 3R;
Produk materi penyuluhan/promosi kepada masyarakat Penyediaan media komunikasi (brosur, pamphlet, baliho, iklan layanan masyarakat, pedoman dan lain sebagainya).
Kriteria Kesiapan:
▪ Sudah memiliki RPI2-JMCK dan SSK/Memorandum Program atau sudah mengirim surat minat untuk mengikuti PPSP;
▪ Tidak terdapat permasalahan dalam penyediaan lahan (lahan sudah di bebaskan); ▪ Penanganan secara komunal yang melayani sebagian/seluruh sumber sampah
yang ada di dalam kawasan;
▪ Mendorong peningkatan upaya minimalisasi sampah untuk mengurangi beban sampah yang akan diangkut ke TPA;
6-128 ▪ Pengoperasian dan pemilahan sistem ini dibiayai dan dilaksanakan oleh kelompok
masyarakat dikawasan itu sendiri;
• Pemerintah Kabupaten/Kota akan melakukan penyuluhan kepada masyarakat.
Skema Kebijakan Pendanaan Sistem Pengelolaan Persampahan Skema Kebijakan Pendanaan Sistem Pengelolaan Persampahan dipaparkan pada gambar 6-5 berikut.
Sumber: Direktorat Pengembangan PLP
Gambar 6-5. Sistem Pengelolaan Sampah
Dalam pembangunan infrastruktur TPA, pemerintah pusat mempunyai peran membangun TPA Regional dan pengadaan alat berat yang diperlukan, revitalisasi TPA menjadi
semisanitary/control landfill; pilot pembangunan TPA kota dengan sistem
semisanitary/control landfill dan pilot pembangunan STA antara. Dalam pembangunan TPS T3R pemerintah pusat melakukan Pilot pembangunan TPS 3R serta penyediaan tenaga fasilitator pada waktu persiapan pelaksanaan dan program pelatihan. Sedangkan pemerintah kabupaten/kota mempunyai peran dalam penyiapan lahan, biaya operasi dan pemeliharaan, penyiapan transportasi dari sumber ke TPA, serta pemberdayaan masyarakat pasca konstruksi
6-129 6.4.3. Drainase
6.4.3.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan A. Arahan Kebijakan Pengelolaan Drainase
Beberapa peraturan perundangan yang mengatur tentang sistem pengelolaan drainase, antara lain:
1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.
Aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan sarana dan prasarana masih rendah berdasarkan UU No.17 tahun 2007. Untuk sector drainase, cakupan pelayanan drainase baru melayani 124 juta jiwa.
2. Undang-Undang No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
Mengatur Pembagian wewenang dan tanggung jawab Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kab./Kota dan Pemerintah Desa dalam pengelolaan sumber daya air,
3. Peraturan Pemerintah No.42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air Pengaturan Saranadan Prasarana Sanitasi dilakukan salah satunya melalui pemisahan antara jaringan drainase dan jaringan pengumpul air limbah pada kawasan perkotaan. 4. Peraturan Presiden No.5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional 2010–2014
Sasaran pembangunan Nasional bidang AMPL telah di tetapkan dalam RPJMN tahun 2010-2014 khususnya drainase adalah menurunnya luas genangan sebesar 22.500 hadi 100 kawasan strategis perkotaan.
5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.
Dalam upaya pengelolaan sistem drainase perkotaan guna memenuhi SPM perlu tersedianya sistem jaringan drainase skala kawasan dan skala kota sehingga tidak terjadi genangan (lebih dari 30 cm, selama 2 jam) dan tidak lebih dari2kali setahun.
6-130 B. Ruang Lingkup Pengelolaan Drainase
Seiring denganp pertumbuhan penduduk perkotaan yang amat pesat di Indonesia dan pembangunan tempat tinggal penduduk yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang (RTR) seperti di daerah-daerah yang seharusnya jadi resapan/tempat parkirair (Retarding Pond) dan daerah-daerah bantaran sungai mengakibatkan peningkatan volume air yang masuk kesaluran drainase dan sungai sehingga terlampauinya kapasitas penyediaan prasarana dan sarana drainase perkotaan dan daya tamping sungai. Sebagai akibat dari permasalahan tersebut adalah terjadinya banjir atau genangan yang semakin meningkat.
Drainase yang dimaksud di sini adalah drainase perkotaan yang di definisikan sebagai drainase di wilayah kota yang berfungsi untuk mengelola dan mengendalikan air permukaan sehingga tidak mengganggu dan/atau merugikan masyarakat. Dalam upaya pengelolaan sistem drainase di banyak kota di Indonesia pada umumnya masih bersifat parsial, sehingga tidak menyelesaikan permasalahan banjir dan genangan secara tuntas. Pengelolaan drainase perkotaan harus dilaksanakan secara menyeluruh, mengacu kepada SIDLACOM dimulai dari tahap Survey, Investigation (investigasi), Design (perencanaan),
Operation (Operasi) dan Maintanance (Pemeliharaan), serta ditunjang dengan peningkatan kelembagaan, pembiayaan serta partisipasi masyarakat.
6.4.3.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan Drainase A. Isu Strategis Pengembangan Drainase
Rumusan isu strategis pengembangan Drainase Kabupaten Aceh Besar yang sedang berkembang dan membutuhkan penanganan. Dalam melakukan rumusan isu strategis ini dilakukan dengan melakukan identifikasi data dan informasidari dokumen-dokumen perencanaan pembangunan terkait dengan pengembangan permukiman tingkat nasional maupun daerah, seperti dokumen RPJMN, RPJMD, RTRW Kabupaten Aceh Besar, Renstra Dinas, Dokumen RP2KP, Rencana Induk Drainase dan dokumen lainnya yang selaras menyatakan isu strategis pengembangan Drainase di Kabupaten Aceh Besar
6-131 Isu-isu strategis dalam pengelolaan Sistem Drainase Perkotaan di Indonesia antara lain:
1. Belum adanya ketegasan fungsi sistem drainase
Belum ada ketegasan fungsi saluran drainase, untuk mengalirkan kelebihan air permukaan/mengalirkan air hujan, apakah juga berfungsi sebagai saluran air limbah permukiman (“greywater”). Sedangkan fungsi dan karakteristik sistem drainase berbeda dengan air limbah, yang tentunya akan membawa masalah pada daerah hilir aliran. Apalagi kondisi ini akan di perparah bila ada sampah yang dibuang kesaluran akibat penanganan sampah secara potensial oleh pengelola sampah dan masyarakat. 2. Pengendalian debit puncak
Untuk daerah-daerah yang relatif sangat padat bangunan sehingga mengurangi luasan air untuk meresap, perlu dibuatkan aturan untuk menyiapkan penampungan air sementara untuk menghindari aliran puncak. Penampungan-penampungan tersebut dapat dilakukan dengan membuat sumur-sumur resapan, kolam-kolam retensi diatap-atap gedung, didasar-dasar bangunan, waduk, lapangan,yang selanjutnya diatas untuk dialirkan secara bertahap.
3. Kelengkapan perangkat peraturan
Aspek hukum yang harus dipertimbangkan dalam rencana penanganan drainase permukiman di daerah adalah:
• Peraturan Daerah mengenai ketertiban umum perlu di siapkan
• Seperti pencegahan pengambilan air tanah secara besar- besaran, pembuangan sampah di saluran, pelarangan pengurugan lahan basah dan penggunaan daerah resapan air (wetland), termasuk sanksi yang diterapkan.
• Peraturan koordinasi dengan utilitas kota lainnya seperti jalur, ke dalaman, posisinya, agar dapat saling menunjang kepentingan masing-masing.
• Kejelasan keterlibatan masyarakat dan swasta, sehingga masyarakat dan swasta dapat mengetahui tugas, tanggung jawab dan wewenangnya.
• Bentuk danstruktur organisasi, uraian tugas dan kualitas personil yang di butuhkan dalam penanganan drainase harus dirumuskan dalam peraturan daerah.
6-132 4. Peran Serta Masyarakat dan Dunia Usaha/Swasta
Kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat dalam pengelolaan saluran drainase terlihat dari masih banyaknya masyarakat yang membuang sampah ke dalam saluran drainase, kurang peduli dalam perawatan saluran, maupun penutupan saluran drainase dan pengalihan fungsi saluran drainase sebagai bangunan, kolam ikan dll.
5. Kemampuan Pembiayaan
Kemampuan pendanaan terutama berkaitan dengan rendahnya alokasi pendanaan dari pemerintah daerah yang merupakan akibat dari rendahnya skala prioritas penanganan pengelolaan drainase baik dari segi pembangunan maupun biaya operasi dan pemeliharaan. Permasalahan pendanaan secara keseluruhan berdampak pada buruknya kualitas pengelolaan drainase perkotaan.
6. Penanganan Drainase Belum Terpadu
Pembangunan sistem drainase utama dan lokal yang belum terpadu, terutama masalah peil banjir, disain kala ulang, akibat banjir terbatasnya masterplan drainase sehingga pengembang tidak punya acuan untuk sistem lokal yang berakibat pengelolaan sifatnya hanya partial di wilayah yang dikembangkannya saja.
Setiap Kab./Kota wajib merumuskan isu strategis yang ada di daerah masing-masing. Isu strategis dalam pengembangan drainase perkotaan menjadi dasar dalam pengembangan infrastruktur, serta akan menjadi landasan penyusunan program dan kegiatan dalam Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) yang lebih berpihak kepada pencapaian MDGs, yang diharapkan dapat mempercepat pencapaian cita-cita pembangunan nasional.