• Tidak ada hasil yang ditemukan

6.1. Pengembangan Permukiman - DOCRPIJM b6e4f9eb12 BAB VIBAB 6

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "6.1. Pengembangan Permukiman - DOCRPIJM b6e4f9eb12 BAB VIBAB 6"

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)

6-1 BAB VI

ASPEK TEKNIS PERSEKTOR

Bagian ini menjabarkan rencana pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya yang mencakup empat sektor yaitu pengembangan permukiman, penataan bangunan dan lingkungan, pengembangan air minum, serta pengembangan penyehatan lingkungan permukiman yang terdiri dari air limbah, persampahan, dan drainase. Penjabaran perencanaan teknis untuk tiap-tiap sector di mulai dari pemetaan isu-isu strategis yang mempengaruhi, penjabaran kondisi eksisting sebagai baseline awal perencanaan, serta permasalahan dan tantangan yang harus di antisipasi. Tahapan berikutnya adalah analisis kebutuhan dan pengkajian terhadap program-program sektoral, dengan mempertimbangkan kriteria kesiapan pelaksanaan kegiatan. Kemudian dilanjutkan dengan merumuskan usulan program dan kegiatan yang di butuhkan.

6.1. Pengembangan Permukiman

Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman di definisikan sebagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan.

Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman baru dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman perdesaan, kawasan pusat pertumbuhan, serta desa tertinggal.

6.1.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan perundangan, antara lain:

(2)

6-2 Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian yang di lengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.

2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c), penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f).

3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun Negara merupakan tanggung jawab pemerintah.

4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.

Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang di implementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.

5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.

Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh di kawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014.

(3)

6-3 pengawasan teknik, serta standar di sasi teknis di bidang pengembangan permukiman. Adapun fungsi Direktorat Pengembangan Permukiman adalah:

a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan permukiman di perkotaan dan perdesaan;

b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan kawasan permukiman baru di perkotaan dan pengembangan kawasan perdesaan potensial; c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman

kumuh termasuk peremajaan kawasan dan pembangunan rumah susun sederhana; d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman

di kawasan tertinggal, terpencil, daerah perbatasan dan pulau-pulau kecil termasuk penanggulangan bencanaalam dan kerusuhan sosial;

e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang pengembangan permukiman; f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.

6.1.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan

A. Isu Strategis Pengembangan Permukiman

Berbagai isu strategis nasional yang berpengaruh terhadap pengembangan permukiman saat ini adalah:

• Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.

• Percepatan pencapaian target MDGs 2020 yaitu penurunan proporsi rumah tangga kumuh perkotaan.

• Perlunya dukungan terhadap pelaksanaan Program-Program Direktif Presiden yang tertuang dalam MP3EI dan MP3KI.

• Percepatan pembangunan di wilayah timur indonesia

(4)

6-4

• Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsi penduduk perkotaan yang bertambah, tingginya kemiskinan penduduk perkotaan, dan bertambahnya kawasan kumuh.

• Belum optimalnya pemanfaatan Infrastruktur Permukiman yang sudah di bangun.

• Perlunya kerjasama lintas sector untuk mendukung sinergitas dalam pengembangan kawasan permukiman.

• Belum optimalnya peran pemerintah daerah dalam mendukung pembangunan permukiman. Ditopang oleh belum optimalnya kapasitas kelembagaan dan kualitas sumber daya manusia serta perangkat organisasi penyelenggara dalam memenuhi standar pelayanan minimal di bidang pembangunan perumahan dan permukiman. Isu-isu strategis di atas merupakan isu terkait pengembangan permukiman yang terangkum secara nasional. Namun, di masing- masing kabupaten/kota terdapat isu-isu yang bersifat local dan spesifik yang belum tentu di jumpai di kabupaten/kota lain. Penjabaran isu-isu strategis pengembangan permukiman yang bersifat lokal perlu di jabarkan sebagai informasi awal dalam perencanaan.

Tabel 6.1. Isu-Isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman Skala Kabupaten Aceh Besar

No. Isu Strategis Keterangan

1 a. mengendalikan perkembangan kawasan cepat tumbuh

b. mengendalikan kegiatan budidaya secara ketat di kawasan lindung;

c. membatasi perkembangan permukiman sesuai daya dukung dan daya tampung; mengembangkan kegiatan budidaya terbatas kawasan rawan bencana;

d. mengembangkan sistem mitigasi bencana pada kawasan rawan bencana.

Arahan RTRW Kab. Aceh Besar

Strategi untuk kebijakan pengendalian perkembangan kawasan dengan memperhatikan daya dukung, daya tampung, dan kebencanaan.

2 Meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana publik dengan memperhatikan kelestarian lingkungan dan mengurangi dampak

(5)

6-5

resiko bencana

B. Kondisi Eksisting Pengembangan Permukiman

Kondisi eksisting pengembangan permukiman terkait dengan capaian kabupaten Aceh Besar dalam menyediakan kawasan permukiman yang layak huni. Terlebih dahulu perlu di ketahui peraturan perundangan di tingkat kabupaten (meliputi peraturan daerah, peraturan bupati, maupun peraturan lainya) yang mendukung seluruh tahapan proses perencanaan, pembangunan, dan pemanfaatan pembangunan permukiman.

Untuk m e n g e t a h u i kondisi eksisting p e n g e m b a n g a n p e r m u k i m a n adalah mengenai kawasan kumuh, jumlah RSH terbangun,dan Rusunawa terbangun di perkotaan, maupun dukungan infrastruktur dalam program-program perdesaan seperti PISEW (RISE), PPIP, serta kawasan potensial, rawan bencana, perbatasan, dan pulau terpencil.

Tabel 6.2 Peraturan Daerah /Peraturan Gubernur/PeraturanBupati/peraturan lainnya terkait Pengembangan Permukiman

No. Qanun/Pergub/Perbup/Peraturan lain Amanat Kebijakan Daerah Jenis Produk Peraturan No. Tahun Perihal

1 Qanun Kabupaten Aceh Besar Nomor 13 Tahun 2011 Retribusi Persampahan

3 Qanun Kabupaten Aceh Besar Nomor 08 Tahun 2014 Pengelolaan Persampahan

(6)

6-6 Tabel 6.3 Data Kawasan Kumuh di Kabupaten Aceh Besar Tahun 2014

No. Lokasi Kawasan Kumuh Luas Kawasan

(Ha)

Jumlah Penduduk (Jiwa)

I Tingkat Kekumuhan berat

Jantho Makmur 53,91 1.221

Gampong Pasar Lambaro 32,14 1.669

Gampong Reuhat Tuha 18,84 624

II Tingkat Kekumuhan sedang

Buket Meusara 13,65 1.291

Gampong Lambada Peukan 12,39 707

Gampong Lambro Bileu 10,41 1.527

Gampong Sinyeu 10,68 784

III Tingkat Kekumuhan ringan

Gampong Meunasah Keudee 8,98 1.357

Gampong Garut 7,1 6.067

Lhok Seunong 6,81 -

Gampong Lampeunurut Ujung Blang 6,79 2.095

Gampong Banda Safa 6,68 495

Gampong Lambaro Sibreh 6,5 315

Gampong Meunasah Kulam 6,3 821

Gampong Cadek 5,63 953

Gampong Meunasah Mon 5,24 1.445

Gampong Lamtui 4,39 484

Gampong Pasar Indrapuri 3,46 158

Gampong Baet 2,56 2.088

Dusun Jawa 2.17 -

Dusun Stasiun 1,85 -

(7)

6-7 Tabel 6.4 Data Kondisi RSH di Kabupaten Aceh Besar

No. Lokasi RSH Tahun Pembangunan

Pengelola Jumlah Penghuni

Kondisi Prasaran CK Yang Ada

1 Aceh Besar NA NA NA NA

Tabel 6.4 kosong dikarenakan belum ada data kondisi RSH di Kabupaten Aceh Besar.

Tabel 6.5 Data Kondisi Rusunawa di Kabupaten Aceh Besar No. Lokasi

Kondisi Prasarana CK Yang Ada

1 Aceh Besar NA NA NA NA NA

Tabel 6.6 Data Program Pedesaan di Kabupaten Aceh Besar

No. Program/Kegiatan Lokasi Volume/Satuan Kondisi Infrastruktur

2. Perkerasan Tanah Dasar

LAMPAYA

3. Perkerasan Pondasi Bawah

TEUREUBEH

214

Baik

Gorong-gorong / Plat

Duicker 2 Unit

(8)

6-8

9. Perkerasan Tanah Dasar LIEUE 144 Baik

Tembok Penahan Tanah/Plenghsengan / Talud

135 m

10. Perkerasan Beton COT 507 Baik

11. Perkerasan Beton TANJUNG SELAMAT 304 Kurang

12. Perkerasan Pondasi Bawah COT PAYA 395 Baik

13.

Peningkatan Tambatan

Dermaga Laut LAMBADA LHOK 1 Baik

14. Perkerasan Beton LABUY 370 Baik

Drainase / Parit Tepi 95 m

Gorong-gorong / Plat

Duicker 2 Unit

15. Perkerasan Beton

BAROH

(9)

6-9

20. Perkerasan Tanah Dasar JEUMPET AJUN 485 Baik Tembok Penahan

Tanah/Plenghsengan / Talud

102

Baik

21. Perkerasan Pondasi Bawah

GUE GAJAH

22. Perkerasan beton

(10)

6-10 No. Program/Kegiatan Lokasi Volume/Satuan Kondisi

Infrastruktur

Tahun

(1) (2) (3) (4) (5) 2015

1.

Saluan Air Kotor /

Pembuangan LAMKUTA BLANG MEE 206 m Baik

2. Perkerasan Beton LAMPAYA 502 m Baik

3.

Perkerasan Sirtu TEUREUBEH

200 m

Duicker MEUNASAH KEUDEE 1 Unit Baik

Perkerasan Beton 160 m Baik

Pembuatan Tambatan

Tepi Sungai 1 Unit Baik

5.

Perkerasan Beton LAMREH

(11)

6-11

Perkerasan Beton COT

341 m Baik

Irigasi TANJUNG SELAMAT 744 m

(12)

6-12

14. Perkerasan Beton

LABUY

375 m

Baik

Saluan Air Kotor /

Pembuangan 99 m Baik

Perkerasan Sirtu 132 m

Baik

Perkerasan Sirtu SEUBAM LHOK

267 m

Perkerasan Sirtu AJEE PAGAR AIR

(13)

6-13 19.

Perkerasan Beton ULEE TUY 516 m

Baik

20.

Perkerasan Sirtu JEUMPET AJUN

485 m

Baik

Perkerasan Sirtu 420 m

Baik

Perkerasan Sirtu LAMSIDAYA

(14)

6-14 C. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman

Permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman pada tingkat nasional antara lain:

Permasalahan pengembangan permukiman antara lain:

1. Masih luasnya kawasan kumuh sebagai permukiman tidak layak huni sehingga dapat menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan, dan pelayanan infrastruktur yang masih terbatas.

2. Masih terbatasnya prasarana sarana dasar pada daerah tertinggal, pulau kecil,daerah terpencil ,dan kawasan perbatasan.

3. Belum berkembangnya Kawasan Perdesaan Potensial Tantangan pengembangan permukiman di antaranya:

1. Percepatan peningkatan pelayanan kepada masyarakat

2. Pencapaian target/sasaran pembangunan dalam Rencana Strategis Ditjen Cipta Karya sektor Pengembangan Permukiman.

3. Pencapaian target MDG’s 2015, termasuk di dalamnya pencapaian Program-Program Pro Rakyat (Direktif Presiden)

4. Perhatian pemerintah daerah terhadap pembangunan bidang Cipta Karya khususnya kegiatan Pengembangan Permukiman yang masih rendah

5. Memberikan pemahaman kepada pemerintah daerah bahwa pembangunan infrastruktur permukiman yang saat ini sudah menjadi tugas pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota.

6. Penguatan Sinergi RP2KP/RTBLKSK dalam Penyusunan RPI2JM bidang Cipta Karya pada Kabupaten/Kota.

(15)

6-15 merumuskan alternative pemecahan dan rekomendasi dari permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman yang ada di wilayah Kabupaten Aceh Besar bersangkutan.

Tabel 6.7. Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman Kabupaten Aceh Besar

No. Permasalahan Pengembangan Permukiman

Tantangan Pengembangan Alternatif Solusi

1 Aspek Teknis :

1.Ketersediaan lahan Kasiba/ Lisiba

Penyediaan secara sdaya oleh swasta dan atau terutama di perkotaan seiring dengan perkembangan kota

Lembaga khusus penangan perumahan permukiman di bawah dinas Cipta Karya

3 Aspek Pembiayaan : Skim kredit yang berpihak

4 Aspek Peran serta Masyarakat/ Swasta :

1.Peran REI

2.Partisipasi masyarakat

Meningkatkan peran swasta dan masyarakat dalam penyediaan perumahan

Kampanye dan subsidi

5 Aspek Lingkungan Permukiman 1.Lingkungan sehat perumahan permukiman yang memperhatikan daya dukung lingkungan dan mitigasi bencana

6.1.3. Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman

(16)

6-16 dicapai. Terdapat arahan kebijakan yang menjadi acuan penetapan target pembangunan bidang Cipta Karya khususnya sektor pengembangan permukiman baik di tingkat Pusat maupun di tingkat kabupaten/kota.

Di tingkat Pusat acuan kebijakan meliputi RPJMN 2010-2014, MDGs 2015 (pengurangan proporsi rumah tangga kumuh tahun 2020), Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk pengurangan luasan kawasan kumuh tahun 2014 sebesar 10%, arahan MP3EI dan MP3KI, percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat, arahan Direktif Presiden untuk program pro-rakyat, serta Renstra Ditjen Cipta Karya 2010-2014.

(17)

6-17 Tabel 6.8 Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman di Perkotaan Untuk 5 Tahun

No. Uraian Unit 2015 2016 2017 2018 2019 Keterangan

(1) (2) (3) (4)

1 Jumlah Penduduk Jiwa 403.801 416.885 430.406 444.366 458.778 Rata-rata

pertumbuhan penduduk 3,24 %/tahun

Kepadatan Penduduk Jiwa/km2 139.07 143.58 148.24 153.04 158.01 Hasil analisis Proyeksi Persebaran

Penduduk

Jiwa/km2

171.83 177.40 183.15 189.09 195.22

Hasil analisis

Proyeksi Persebaran Penduduk Miskin

Jiwa/km2

10.91 11.26 11.62 12.00 12.39

Hasil analisis

2 Sasaran Penurunan Kawasan Kumuh

Ha

52.125 52.125 52.125 52.125 52.125

Hasil analisis

3 Kebutuhan Rusunawa TB 0 0 0 0 0

4 Kebutuhan RSH Unit 0 0 0 0 0

5 Kebutuhan Pengembangan Permukiman Baru

(18)

6-18 Tabel 6.9 Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman di

Perkotaan yang Membutuhkan Penanganan Untuk 5 Tahun

No. Uraian Unit 2015 2016 2017 2018 2019 Keterangan

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

1 Jumlah Penduduk Jiwa

403801 416885 430406 444366 458778 Rata-rata pertumbuhan penduduk 3,24

%/tahun

Kepadatan Penduduk Jiwa/km2 139.07 143.58 148.24 153.04 158.01

Hasil analisis Proyeksi Persebaran Penduduk Jiwa/km2 171.83 177.40 183.15 189.09 195.22 Hasil analisis Proyeksi Persebaran Penduduk Miskin Jiwa/km2 10.91 11.26 11.62 12.00 12.39 Hasil analisis

2 Desa Potensial untuk Agropolitan Desa 7 7 7 7 7 rtrw

3 Desa Potensial untuk Minapolitan Desa 11 11 11 11 11 rtrw

4 Kawasan Rawan Bencana Kws 16 16 16 16 16 rtrw

5 Kawasan Perbatasan Kws 1 1 1 1 1 rtrw

6 Kawasan Permukiman Pulau-Pulau Kecil Kws 3 3 3 3 3 rtrw

7 Kawasan dengan Komoditas Unggulan Kws - - - Monopolitan

(19)

6-19 6.1.4 Program-Program Sektor Pengembangan Permukiman

Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari:

1) pengembangan kawasan permukiman baru dalam bentuk pembangunan Rusunawa serta

2) peningkatan kualitas permukiman kumuh dan RSH. Sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari:

1) pengembangan kawasan permukiman perdesaan untuk kawasan potensial (Agropolitan dan Minapolitan), rawan bencana, serta perbatasan dan pulau kecil 2) pengembangan kawasan pusat pertumbuhan dengan program PISEW (RISE), 3) desa tertinggal dengan program PPIP dan RISPNPM.

Selain kegiatan fisik di atas program/kegiatan pengembangan permukiman dapat berupa kegiatan non-fisik seperti penyusunan RP2KP dan RTBL KSK ataupun review bila mana di perlukan.

Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan

• Infrastruktur kawasan permukiman kumuh

• Infrastruktur permukiman RSH

• Rusunawa beserta infrastruktur pendukungnya Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan

• Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial (Agropolitan/Minapolitan)

• Infrastruktur kawasan permukiman rawan bencana

• Infrastruktur kawasan permukiman perbatasan dan pulau kecil

• Infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan social (PISEW)

• Infrastruktur perdesaan PPIP

(20)

6-20 Adapun alur fungsi dan program pengembangan permukiman tergambar dalam gambar 6.1.

Sumber:Dit.Pengembangan Permukiman,2012

Gambar 6.1. Alur Program Pengembangan Permukiman

Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria)

Dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria yang menentukan, yang terdiri dari kriteria umum dan khusus, sebagai berikut:

1. Umum

• Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas.

• Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra.

• Kesiapan lahan (sudah tersedia).

• Sudah tersedia DED.

(21)

6-21 Masterplan. Agropolitan & Minapolitan, dan KSK)

• Tersedia Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana daerah untuk pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem bisa berfungsi

• Ada unit pelaksana kegiatan.

• Ada lembaga pengelola pasca konstruksi.

2.Khusus Rusunawa

• Kesediaan Pemda utk penandatanganan MoA

• Dalam Rangka penanganan Kws. Kumuh

• Kesanggupan Pemda menyediakan Sambungan Listrik, Air Minum, dan PSD lainnya

• Ada calon penghuni

3. RIS PNPM Mandiri Perkotaan

• Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra.

• Gampong di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya.

• Tingkat kemiskinan desa >25%.

• Walikota menyanggupi mengikuti pedoman dan menyediakan

• BOP minimal 5% dari BLM.

4. PPIP

• Hasil pembahasan dengan Komisi V - DPR RI

• Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang belum ditangani program Cipta Karya lainnya

• Kabupaten reguler/sebelumnya dengan kinerja baik

• Tingkat kemiskinan desa >25% PISEW

• Berbasis pengembangan wilayah

(22)

6-22 (ii) produksi pertanian, (iii) pemasaran pertanian, (iv) air bersih dan sanitasi, (v) pendidikan, serta (vi) kesehatan

• Mendukung komoditas unggulan kawasan

Selain kriteria kesiapan seperti di atas terdapat beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam pengusulan kegiatan pengembangan permukiman seperti untuk penanganan kawasan kumuh di perkotaan. Mengacu pada UU No. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman kumuh memiliki ciri (1) ketidakteraturan kepadatan bangunan yang tinggi, (2) ketidaklengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum, (3) penurunan kualitas rumah, perumahan, dan permukiman, serta prasarana, sarana dan utilitas umum, serta (4) pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. Lebih lanjut kriteria tersebut diturunkan ke dalam kriteria yang selama ini diacu oleh Ditjen. Cipta Karya meliputi sebagai berikut: 1. Vitalitas Non Ekonomi

a. Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota atau RDTK, di pandang perlu sebagai legalitas kawasan dalam ruang kota.

b. Fisikbangunan perumahan permukiman dalam kawasan kumuh memiliki indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh dalam hal kelayakan suatu hunian berdasarkan intensitas bangunan yang terdapat di dalamnya.

c. Kondisi Kependudukan dalam kawasan permukiman kumuh yang di nilai,mempunyai indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh berdasarkan kerapatan dan kepadatan penduduk.

2. Vitalitas Ekonomi Kawasan

a. Tingkat kepentingan kawasan dalam letak kedudukannya pada wilayah kota, apakah apakah kawasan itustrategis atau kurang strategis.

(23)

6-23 dalam kelompok ini adalah pusat-pusat aktivitas bisnis dan perdagangan seperti pasar, terminal/stasiun, pertokoan, atau fungsil ainnya.

c. Jarak jangkau kawasan terhadap tempat mata pencaharian penduduk kawasan permukiman kumuh.

3. Status Kepemilikan Tanah

a. Status pemilikan lahan kawasan perumahan permukiman. b. Status sertifikat tanah yang ada.

4. Keadaan Prasarana dan Sarana: Kondisi Jalan, Drainase, Air bersih, dan Air limbah 5. Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota

a. Keinginan pemerintah untuk penyelenggaraan penanganan kawasan kumuh dengan indikasi penyediaan dana dan mekanisme kelembagaan penanganannya.

b. Ketersediaan perangkat dalam penanganan, seperti halnya rencana penanganan (grandscenario) kawasan,rencana induk (masterplan) kawasan dan lainnya.

6.1.5 Usulan Program dan Kegiatan

a.Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman

Setelah melalui tahapan analisis kebutuhan untuk mengisi kesenjangan antara kondisi eksisting dengan kebutuhan maka di susun usulan program dan kegiatan. Namun usulan program dan kegiatan terbatasi oleh waktu dan kemampuan pendanaan Pemerintah Kabupaten Aceh Besar. Sehingga untuk jangka waktu perencanaan lima tahun dalam RPI2-JM di butuhkan suatu kriteria untuk menentukan prioritasi dari tahun pertama hingga ke lima.

Kriteria penentuan prioritas Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman : - Masuk dalam kawasan kumuh perkotaan yang tercantum dalam SK Bupati

- Tingkat kepadatan penduduk tinggi - Ketersediaan infrastruktur perkim kurang - Rawan bencana

(24)

6-24 Tabel 6.10. Usulan dan Prioritas Program Infrastruktur Permukiman Kabupaten Aceh Besar

No. Program/Kegiatan Volume/Satuan Biaya (Rp. 1000) Lokasi Kriteria

Kesiapan

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1 Penyusunan Perda Kawasan Kumuh Perkotaan Kabupaten Aceh Besar

1 500,000 Aceh Besar Siap

2 Penyusunan RKP Kabupaten Aceh Besar 1 800,000 Aceh Besar Siap

3 Pembangunan Infrastruktur Permukiman Kumuh - Kec. Mesjid Raya

1 1,526,700 Mesjid Raya Siap

4 Pembangunan Infrastruktur Permukiman Kumuh - Pasar Lambaro

1 1,526,700 Pasar Lambaro-Kec. Ingin Jaya

Siap

5 Pembangunan Infrastruktur Permukiman Kumuh – Reuhat Tuha Kec. Sukamakmur

1 1,526,700 Kawasan Reuhat Tuha Kec. Sukamakmur

Siap 6 Pembangunan Infrastruktur Permukiman Kumuh

– Lambada Peukan Kec. Darussalam

1 1,526,700 Kawasan Lambada Peukan Kec. Darussalam

Siap 7 Pembangunan Infrastruktur Permukiman Kumuh

– Sinyeu Kec. Indrapuri

1 1,526,700 Kawasan Sinyeu Kec. Indrapuri

Siap

8 Pembangunan Jalan Poros Desa 1 2,494,000 Aceh Besar Siap

9 Pembangunan Jalan dan Saluran Kawasan Minapolitan

1 1,100,000 Aceh Besar Siap

10 Pembangunan Jalan dan Saluran Kawasan Minapolitan

1 2,329,000 Aceh Besar Siap

11 Pembangunan Jalan dan Saluran Kawasan Agropolitan

1 1,500,000 Saree Siap

12 Pembangunan Jalan dan Saluran Kawasan Agropolitan

(25)

6-25 b. Usulan Pembiayaan Pengembangan Permukiman

Dalam pengembangan permukiman, Pemerintah Daerah di dorong untuk terus meningkatkan alokasinya pada sektor tersebut serta mencari alternative sumber pembiayaan dari masyarakat dan swasta (KPS,CSR).

Untuk kondisi Kabupaten Aceh Besar pembiayaan pengembangan permukiman khususnya pengembangan infrastruktur perumahan permukiman, peran swadaya masyarakat masih sangat terbatas, disamping itu peran swasta ataupun dana CSR dari perusahaan swasta nasional belum pernah ada di Kabupaten Aceh Besar. Ke depan dapat dijajaki kerjasama dari perusahaan tambang batubara yang beroperasi di sekitar Kabupaten Aceh Besar untuk bisa menyisihkan sebagian keuntungan dalam bentuk Corporate Social Responsibility (CSR).

Tabel 6.11. Usulan Pembiayaan Proyek

No. Program/Kegiatan APBN APBD Prov APBD

Kab/Kota

Masyarakat Swasta CSR Total

(Rp 000)

-1 -2 -3 -4 -5 -6 -7 -8 -9

I Perencanaan Permukiman

1 Penyusunan Perda Kawasan Kumuh Perkotaan Kabupaten Aceh Besar

500,000 0 0 0 0 0 500,000

2 Penyusunan RKP Kabupaten Aceh Besar

800,000 0 0 0 0 0 800,000

No. Program/Kegiatan

-1 -2 -3 -4 -5 -6 -7 -8 -9

(26)

6-26 1 Pembangunan Infrastruktur

Permukiman Kumuh - Kec. Mesjid Raya

1,526,700 0 0 0 0 0 1,526,700

2 Pembangunan Infrastruktur Permukiman Kumuh - Pasar Lambaro

4 Pembangunan Jalan dan Saluran Kawasan Minapolitan 5 Pembangunan Jalan dan Saluran

Kawasan Minapolitan 6 Pembangunan Jalan dan Saluran

Kawasan Agropolitan 7 Pembangunan Jalan dan Saluran

(27)

6-27 Tabel 6.12. Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman

(28)

6-28 Tabel 6.12. Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman Kabupaten Aceh

(29)

6-29 Tabel 6.12. Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman Kabupaten Aceh

(30)

6-30 Tabel 6.12. Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman Kabupaten Aceh

(31)

6-31 6.2. Penataan Bangunan dan Lingkungan

6.2.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan PBL

Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya.

Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undang- undang dan peraturan antara lain:

1) UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman memberikan amanat bahwa penyelenggaraan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian,termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.

Pada UU No. 1 tahun 2011 juga di amanatkan pembangunan kaveling tanah yang telah di persiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencana rinci tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

2) UU No.28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus di selenggarakan secara tertib hukum dan di wujudkan sesuai dengan fungsinya, serta di penuhinya persyaratan administrative dan teknis bangunan gedung.

Persyaratan administrative yang harus di penuhi adalah:

a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah b. Status ke pemilikan bangunan gedung; dan

(32)

6-32 Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tata bangunan dan persyaratan ke andalan bangunan. Persyaratan tata bangunan ditentukan pada RTBL yang di tetapkan oleh Pemda, mencakup peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan pengendalian dampak lingkungan. Sedangkan, persyaratan ke andalan bangunan gedung mencakup keselamatan, kesehatan, keamanan, dan kemudahan. UU No. 28 tahun 2002 juga mengamatkan bahwa dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang meliputi kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran, juga di perlukan peranmasyarakat dan pembinaan oleh pemerintah.

3) PP36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 di jelaskan dalam PP No. 36

Tahun 2005 tentang peraturan pelaksana dari UU No.28/2002. PP ini membahas ketentuan fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat, dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Dalam peraturan ini di tekankan pentingnya bagi pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta alat pengendalian pengembangan bangunan gedung dan lingkungan.

4) Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

(33)

6-33 5) Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang

Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

Permen PU No:14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis dan mutu pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Pada Permen tersebut di lampirkan indicator pencapaian SPM pada setiap Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian PU beserta sektor-sektornya.

Lingkup Tugas dan Fungsi Direktorat PBL

Sebagaimana dinyatakan pada Permen PU No. 8 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian PU, pada Pasal 608 dinyatakan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanakan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang penataan bangunan dan lingkungan termasuk pembinaan pengelolaan gedung dan rumah negara. Kemudian selanjutnya pada Pasal 609 di sebutkan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan menyelenggarakan fungsi:

a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan termasuk gedung dan rumah negara;

b. Pembinaan teknik, pengawasanteknik, fasilitasi serta pembinaan pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara termasuk fasilitasi bangunan gedung istana ke presidenan;

c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan dan pengembangan keswadayaan masyarakat dalam penataan lingkungan

d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi revitalisasi kawasan dan bangunan bersejarah/tradisional, ruang terbuka hijau, serta penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;

(34)

6-34 kelembagaan penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan; dan f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.

Lingkup tugas dan fungsi tersebut di laksanakan sesuai dengan kegiatan pada sektor PBL, yaitu kegiatan penataan lingkungan permukiman, kegiatan penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah Negara dan kegiatan pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinan seperti di tunjukkan pada Gambar 6.2.

Sumber : Dit. PBL, DJCK, 2012

Gambar 6.2. Lingkup Tugas PBL

Lingkup kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang baik sehingga terjadi peningkatan kualitas permukiman dan lingkungan meliputi:

a. Kegiatan penataan lingkungan permukiman

• Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL);

• Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH);

(35)

6-35

• Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan pemukiman tradisional.

b. Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung

• Diseminasi peraturan dan perundangan tentang penataan bangunan dan lingkungan;

• Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan gedung; ▪ Pengembangan sistem informasi bangunan gedung dan arsitektur;

• Pelatihanteknis.

c. Kegiatan pemberdayaan masyarakat diperkotaan

• Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan di perkotaan;

• Paketdan Replikasi.

6.2.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan

A. Isu Strategis

Untuk dapat merumuskan isu strategis Bidang PBL, maka dapat dilihat dari Agenda Nasional dan Agenda Internasional yang mempengaruhi sector PBL. Untuk Agenda Nasional, salah satunya adalah Program PNPM Mandiri, yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, sebagai wujud kerangka kebijakan yang menjadi dasar acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. Agenda nasional lainnya adalah pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, khususnya untuk sektor PBL y a n g mengamanatkan terlayaninya masyarakat dalam pengurusan IMB di kabupaten/kota dan tersediany apedoman Harga Standar Bangunan Gedung Negara (HSBGN) di kabupaten/kota.

(36)

6-36 mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh pada tahun 2020.

Agenda internasional lainnya adalah isu Pemanasan Global (Global Warming). Pemanasan global yang di sebabkan bertambahnya karbon dioksida (CO2) sebagai akibat konsumsi energy yang berlebihan mengakibatkan naiknya suhu permukaan global hingga 6.4°C antara tahun 1990 dan 2100, serta meningkatnnya tinggi muka laut diseluruh dunia hingga mencapai 10-25cm selama abad ke-20. Kondisi ini memberikan dampak bagi kawasan-kawasan yang berada di pesisir pantai, yaitu munculnya bencana alam seperti banjir, kebakaran serta dampak social lainnya.

Agenda Habitat juga merupakan salah satu Agenda Internasional yang juga mempengaruhi isu strategis sector PBL. Konferensi Habitat I yang telah di selenggarakan di Vancouver, Canada, pada 31 Mei-11 Juni 1976, sebagai dasar terbentuknya UN Habitat pada tahun 1978, yaitu sebagai lembaga PBB yang mengurusi permasalahan perumahandan permukiman serta pembangunan perkotaan. Konferensi Habitat II yang di laksanakan di lstambul, Turki, pada 3-14 Juni 1996 dengan dua tema pokok, yaitu "Adequate Shelter fo rAll" dan "Sustainable Human Settlement Development inan Urbanizing World", sebagai kerangka dalam penyediaan perumahan dan permukiman yang layak bagi masyarakat. Dari agenda-agenda tersebut maka isu strategis tingkat nasional untuk bidang PBL dapat di rumuskan adalah sebagai berikut

1) Penataan Lingkungan Permukiman

a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL;

b. PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan; c. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka public dan ruang terbuka hijau

(RTH) diperkotaan;

(37)

6-37 e. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar

Pelayanan Minimal;

f. Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam penataan bangunan dan lingkungan.

2) Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

a. Tertib pembangunan dan ke andalan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);

b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda bangunan gedung di kab/kota;

c. Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, tertib, andal dan mengacu pada isu lingkungan/ berkelanjutan;

d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan gedung dan rumah negara;

e. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung dan rumah Negara.

3) Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan

a. Jumlah masyarakat miskin pada tahun 2012 sebesar 29,13 juta orang atau sekitar 11,96% dari total penduduk Indonesia;

b. Realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuk sharingin-cash sesuai MoU PAKET;

c. Keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan.

(38)

6-38 Tabel 6.13. Isu Strategis sektor PBL di Kabupaten Aceh Besar

No. Kegiatan Sektor PBL Isu Strategis sektor

PBL di Kab. Aceh Besar

(1) (2) (3)

Peraturan Penataan Bangunan Pembinaan dan Pengawasan

Penyelenggaraan Bangunan gedung Penyelenggaraan Bangunan Gedung Penyelenggaraan Penataan Bangunan

Penyelenggaraan Penataan Bangunan Kawasan Khusus.

1. masih kurangnya peraturan yang terkait dengan penataan bangunan (RTBL, RDTR, Masterplan)

2. penataan lingkungan permukiman tradisional yang belum tertata bangunan gedung dan fasilitasnya di 377 kabupaten/kota. Dalam RPI2JM bidang Cipta Karya pencapaian di Kabupaten/Kota perlu di jabarkan sebagai dasar dalam perencanaan.

Pemerintah Kabupaten Aceh Besar telah mengeluarkan Perda Bangunan Gedung/Qanun Kabupaten Aceh Besar Nomor 13 Tahun 2004 Tentang Bangunan Gedung.

Tabel 6.14 Peraturan Daerah Terkait Penataan Bangunan dan Lingkungan

No.

(39)

6-39 Tabel 6.15 Penataan Lingkungan Permukiman

Kawasan Tradisional/Bersejarah RTH Pemenuhan SPM Penanganan

Kebakaran

(40)

6-40 Tabel 6.16 Penyelanggara Bangunan Gedung dan Rumah Negara

No

Kawasan/Kec.

Jumlah BG Negara Berdasarkan Fungsi

Status Kepemilikan

Kondisi Bangunan

Ketersediaan Utilisan ZBG

(1) (2) (3) (4)

- - Fungsi hunian: - - -

- - - Unit - - -

- - Fungsi Keagamaaan - - -

- - - unit - - -

- - Fungsi sosial - - -

(41)

6-41 Tabel 6.17. Pemberdayaan Komunitas Dalam Penanggulanan Kemiskinan

No Kecamatan Kegiatan PNPM Perkotaan

(P2KP)

Kegiatan Pemberdayaan Lainnya

(1) (2) (3) (4)

1 Kecamatan Krueng Barona Jaya Program Pembinaan dan Pengembangan

Infrastruktur Permukiman Program Selaras:

- Lingkungan - Sosial - Ekonomi

(42)

6-42 C. Permasalahan dan Tantangan

Dalam kegiatan penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi, antara lain:

Penataan Lingkungan Permukiman:

• Masih kurang di perhatikannya kebutuhan sarana system proteksi kebakaran;

• Belum siapnya landasan hokum dan landasan operasional berupa

• RTBL untuk lebih melibatkan pemerintah daerah dan swastada

• penyiapan infrastruktur guna pengembangan lingkungan permukiman;

• Menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan ekonomi utama kota, kawasan tradisional bersejarah serta heritage;

• Masih rendahnya dukungan pemda dalam pembangunan lingkungan permukiman yang di indikasikan dengan masih kecilnya alokasi anggaran daerah untuk peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan SPM. Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara:

• Masih adanya kelembagaan bangunan gedung yang belum berfungsi efektif dan efisien dalam pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;

• Masih kurangnya perda bangunan gedung untuk kota metropolitan, besar, sedang, kecil di seluruh Indonesia;

• Meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitan dengan pengelolaan dan penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);

• Kurang di tegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan Gedung termasuk pada daerah-daerah rawan bencana;

• Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak berfungsi dan kurang mendapat perhatian;

• Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung di daerah serta rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan;

(43)

6-43

• Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang tertib dan efisien;

• Masih banyaknya aset Negara yang tidak teradministrasikan dengan baik.

Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau:

• Masih kurang di perhatikannya kebutuhan sarana lingkungan hijau/terbuka, sarana olahraga

Kapasitas Kelembagaan Daerah:

• Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan;

• Masih adanya tuntutan reformasi peraturan perundang-undangan dan peningkatan pelaksanaan otonomi dan desentralisasi;

• Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan

• Bangunan gedung di daerah dalam fasilitasi penyediaan perangkat pengaturan

Tabel 6.18. Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Penataan Bangunan dan Lingkungan

No AspekPB

I. KegiatanPenataan Lingkungan Permukiman

1 AspekTeknis

1). Kawasan fungsional cepat berkembang

2).Kawasan perkotaan yang cepat berkembang

Tidak didukung oleh infra CK

Pembangunan

2 Aspek Kelembagaan 1)Tidak ada lembaga pengelola kawasan

Kelembagaan baru

UPT dibawah Dinas CK 3 Aspek Pembiayaan 1) Belum ada anggaran studi Alokasi anggaran Bantek APBN

4

Aspek Peran Serta

Masyarakat/ Swasta

1) Peran serta masyarakat

(44)

6-44 6.2.3. Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan

Analisis kebutuhan Program dan Kegiatan untuk sektor PBL oleh Kabupaten Aceh Besar mengacu pada Lingkup Tugas DJCK untuk sektor PBL yang dinyatakan pada Permen PU No. 8 Tahun 2010.

Pada Permen PU No. 8 tahun 2010, di jabarkan kegiatan dari Direktorat PBL meliputi:

a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman

Dengan kegiatan yang terkait adalah penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK), pembangunan prasarana dan sarana lingkungan permukiman tradisional dan bersejarah, pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM), dan pemenuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan.

- RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan)

RTBL berdasarkan Permen PU No. 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan di definisikan sebagai panduan rancang bangun suatu lingkungan/kawasan yang di maksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan lingkungan/kawasan. Materi pokok dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan meliputi:

• Program Bangunan dan Lingkungan;

• Rencana Umum dan Panduan Rancangan;

• Rencana Investasi;

• Ketentuan Pengendalian Rencana;

• Pedoman Pengendalian Pelaksanaan.

- RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran

(45)

6-45 pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, bahwa Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan adalah sistem yang terdiri atas peralatan, kelengkapan dan sarana, baik yang terpasang maupun terbangun pada bangunan yang digunakan baik untuk tujuan sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif maupun cara-cara pengelolaan dalam rangka melindungi bangunan dan lingkungannya terhadap bahaya kebakaran.

Penyelenggaraan system roteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran system proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungannya.

RISPK terdiri dari Rencana Sistem Pencegahan Kebakaran dan Rencana Sistem Penanggulangan Kebakaran di Kabupaten/Kota untuk kurun waktu 10 tahun. RISPK memuat rencana kegiatan pencegahan kebakaran yang terdiri dari kegiatan inspeksi terhadap ancaman bahaya kebakaran pada kota, lingkungan bangunan dan bangunan gedung, serta kegiatan edukasi pencegahan kebakaran kepada masyarakat dan kegiatan penegakan Norma, Standar, Pedomandan Manual (NSPM). RISPK juga memuat rencana tentang penanggulangan kebakaran yang terdiri dari rencana kegiatan pemadaman kebakaran serta penyelamatan jiwa dan harta benda.

- Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional / Bersejarah Pendekatan yang di lakukan dalam melaksanakan Penataan Lingkungan Permukiman Tradision aladalah:

1. Koordinasi dan sinkronisasi dengan Pemerintah Daerah;

2. Pendekatan Tridaya sebagai upaya pemberdayaan terhadap aspek manusia, lingkungan dan kegiatan ekonomi masyarakat setempat;

3. Azas "berkelanjutan" sebagai salah satu pertimbangan penting untuk menjamin kelangsungan kegiatan;

(46)

6-46 - Standar Pelayanan Minimal (SPM)

Analisa kebutuhan Program dan Kegiatan juga mengacu pada Permen PU No.14 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang. Khusus untuk sektor PBL,SPM juga terkait dengan SPM Penataan Ruang di karenakan kegiatan penataan lingkungan permukiman yang salah satunya melakukan pengelolaan kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan. Standar SPM terkait dengan sektor PBL sebagaimana terlihat pada tabel 6.19. yang dapat dijadikan acuan bagi Kabupaten/Kota untuk menyusun kebutuhan akan sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan.

Tabel 6.19. SPM Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan

(47)

6-47 b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

Kegiatan penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara meliputi:

1. Menguraikan kondisi bangunan gedung negara yang belum memenuhi persyaratan ke andalan yang mencakup (keselamatan, keamanan, kenyamanan dan kemudahan);

2. Menguraikan kondisi Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara; 3. Menguraikan asset Negara dari segi administrasi pemeliharaan.

Untuk dapat melakukan pendataan terhadap kondisi bangunan gedung dan rumah Negara perlu di lakukan pelatihan teknis terhadap tenaga pendata HSBGN, sehingga perlu dilakukan pendataan kegiatan pembinaan teknis penataan bangunan gedung.

c. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan

(48)

6-48 Tabel 6.20 Kebutuhan Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan

No. Uraian Satuan

Lainnya / Peraturan Penataan

Bangunan,DED 4 6 5 3

(49)
(50)

6-50 6.2.4. Program-Program dan Kriteria Kesiapan Sektor Penataan Bangunan dan

Lingkungan.

Program-Program Penataan Bangunan dan Lingkungan, terdiri dari: a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman;

b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;

c. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan.

Untuk penyelenggaraan program-program pada sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) maka dibutuhkan Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria) yang mencakup antara lainr encana kegiatan rinci, indicator kinerja, komitmen Pemda dalam mendukung pelaksanaan kegiatan melalui penyiapan dana pendamping, pengadaan lahan jika diperlukan, serta pembentukan kelembagaan yang akan menangani pelaksanaan proyek serta mengelola asset proyek setelah infrastruktur dibangun.

Kriteria Kesiapan untuk sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan adalah: - Fasilitasi Ran Perda Bangunan Gedung

Kriteria Khusus:

Kabupaten/kota yang belum difasilitasi penyusunan ran perda Bangunan Gedung; Komitmen Pemda untuk menindak lanjuti hasil fasilitasi Ran perda BG

- Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas

Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas:

• Kawasan di perkotaan yang memiliki lokasi PNPM-Mandiri Perkotaan;

• Pembulatan penanganan infrastruktur di lokasi-lokasi yang sudah ada PJM Pronangkis-nya;

• Bagian dari rencana pembangunan wilayah/kota;

(51)

6-51 - Penyusunan Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan (RTBL)

Kriteria Lokasi:

• Sesuai dengan kriteria dalam Permen PU No. 6 Tahun 2006; • Kawasan terbangun yang memerlukan penataan;

• Kawasan yang dilestarikan/heritage; • Kawasan rawan bencana;

• Kawasan gabungan atau campuran (fungsi hunian, fungsi usaha, fungsi sosial/budaya dan/atau ke agamaan serta fungsi khusus, kawasan sentra niaga (central business district);

• Kawasan strategis menurut RTRW Kab/Kota;

• Komitmen Pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintah daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan rencana tata ruang dan/atau pengembangan wilayahnya

• Kesiapan pengelolaan oleh stake holder setempat; • Pekerjaan dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat.

- Penyusunan Rencana Tindak Revitalisasi Kawasan, Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Permukiman Tradisional/Bersejarah

Rencana Tindak berisikan program bangunan dan lingkungan termasuk elemen kawasan, program/rencana investasi, arahan pengendalian rencana dan pelaksanaan serta DAED/DED.

Kriteria Umum:

• Sudah memiliki RTBL atau merupakan turunan dari lokasi perencanaan RTBL (jika luas kawasan perencanaan> 5Ha) atau;

• Turunan dari Tata Ruang atau masuk dalam skenario pengembangan wilayah (jika luas perencanaan <5Ha);

(52)

6-52

• Kesiapan pengelolaan oleh stake holder setempat.

Kriteria Khusus: Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Penataan dan Revitalisasi Kawasan:

• Kawasan diperkotaan yang memiliki potensi dan nilai strategis;

• Terjadi penurunan fungsi, ekonomi dan/atau penurunan kualitas;

• Bagian dari rencana pengembangan wilayah/kota;

• Ada rencana pengembangan dan investasi pemda, swasta, dan masyarakat;

• Kesiapan pengelolaan oleh stake holder setempat.

Kriteria Khusus: Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Ruang Terbuka Hijau:

• Ruang public tempat terjadi interaksi langsung antara manusia dengan taman (RTH Publik)

• Area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman baik alamiah maupun ditanam (UU No.26/2007 tentang Tata ruang);

• Dalam rangka membantu Pemda mewujudkan RTH publik minimal 20% dari luas wilayah kota;

• Ada rencana pengembangandan investasi Pemda, swasta, masyarakat; • Kesiapan pengelolaan oleh stake holder setempat.

Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Tradisional Bersejarah:

• Lokasi terjangkau dan dikenal oleh masyarakat setempat (kota/kabupaten); • Memiliki nilai ketradisionalan dengan ciri arsitektur bangunan yang khas

dan estetis;

• Kondisi sarana dan prasarana dasar yang tidak memadai;

(53)

6-53 Kriteria Fasilitasi Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK):

• Ada Perda Bangunan Gedung;

• Kota/Kabupaten dengan jumlah penduduk >500.000 orang;

• Tingginya intensitas kebakaran per tahun dengan potensi resiko tinggi • Kawasan perkotaan nasional PKN, PKW, PKSN, sesuai PP No.26/2008

tentang Tata Ruang;

• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat; • Kesiapan pengelolaan oleh stake holder setempat.

Kriteria dukungan PSD Untuk Revitalisasi Kawasan, RTH Dan Permukiman Tradisional/Gedung Bersejarah:

• Mempunyai dokumen Rencana Tindak PRK/RTH/Permukiman Tradisional-Bersejarah

• Prioritas pembangunan berdasarkan program investasinya; • Ada DDUB;

• Dukungan Pemerintah Pusat maksimum selama 3 tahun anggaran;

• Khusus dukungan Sarana dan Prasarana untuk permukiman tradisional, di utamakan pada fasilitas umum/social, ruang-ruang publik yang menjadi prioritas masyarakat yang menyentuh unsur tradisionalnya;

• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat; • Kesiapan pengelolaan oleh stake holder setempat.

Kriteria dukungan Prasarana dan Sarana Sistem Proteksi Kebakaran:

• Memiliki dokumen RISPK yang telah disahkan oleh Kepala Daerah (minimalSK/peraturan bupati/walikota);

• Memiliki Perda BG (minimal Raperda BG dalam tahap pembahasan dengan DPRD);

(54)

6-54

• Ada lahan yang di sediakan Pemda;

• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;

• Kesiapan pengelolaan oleh stake holder setempat.

Kriteria Dukungan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan:

• Bangunan gedung negara/kantor pemerintahan;

• Bangunan gedung pelayanan umum (puskesmas, hotel, tempat peribadatan, terminal, stasiun, bandara);

• Ruang public atau ruang terbuka tempat bertemunya aktifitas social masyarakat (taman, alun-alun);

• Kesiapan pengelolaan oleh stake holder setempat

6.2.5 Usulan Program dan Kegiatan PBL

(55)

6-55 Tabel 6.21. Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman Penataan

(56)

6-56 Tabel 6.21. Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman Penataan

Bangunan dan Lingkungan Kabupaten Aceh Besar

(57)

6-57 Tabel 6.21. Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman Penataan

Bangunan dan Lingkungan Kabupaten Aceh Besar

(58)

6-58 Tabel 6.21. Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman Penataan

Bangunan dan Lingkungan Kabupaten Aceh Besar

(59)

6-59 Tabel 6.21. Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman Penataan

Bangunan dan Lingkungan Kabupaten Aceh Besar

(60)

6-60 6.3. Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM)

6.3.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

Penyelenggaraan pengembangan SPAM adalah kegiatan merencanakan, melaksanakan konstruksi, mengelola, memelihara, merehabilitasi, memantau, dan/atau mengevaluasi system fisik (teknik) dan non fisik penyediaan air minum. Penyelenggara pengembangan SPAM adalah badan usaha milik negara (BUMN)/badan usaha milik daerah (BUMD), koperasi, badan usaha swasta, dan/atau kelompok masyarakat yang melakukan penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum. Penyelenggaraan SPAM dapat melibatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan SPAM berupa pemeliharaan, perlindungan sumber air baku, penertiban sambungan liar, dan sosialisasi dalam penyelenggaraan SPAM.

Beberapa peraturan perundangan yang menjadi dasar dalam pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM) antara lain:

i) Undang-Undang No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

Pada pasal 40 mengamanatan bahwa pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM). Untuk pengembangan sistem penyediaan air minum menjadi tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

ii) Undang-Undang No.17 Tahun 2007 tentang Rencana Program Jangka Panjang (RPJP) Tahun 2005-2025

Perundangan ini mengamanatkan bahwa kondisi sarana dan prasarana masih rendah aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan.

iii) Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum

(61)

6-61 untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik dan sejahtera.

iv) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang

Peraturan ini menjelaskan bahwa tersedianya akses air minum yang aman melalui Sistem Penyediaan Air Minum dengan jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan terlindungi dengan kebutuhan pokok minimal 60 liter/orang/hari.

SPAM dapat dilakukan melalui sistem jaringan perpipaan dan/atau bukan jaringan perpipaan. SPAM dengan jaringan perpipaan dapat meliputi unit air baku, unit produksi, unit distribusi, unit pelayanan, dan unit pengelolaan. Sedangkan SPAM bukan jaringan perpipaan dapat meliputi sumur dangkal, sumur pompa tangan, bak penampungan air hujan, terminal air, mobil tangki air, instalasi air kemasan, atau bangunan perlindungan mata air. Pengembangan SPAM menjadi kewenangan/ tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk menjamin hak setiap orang dalam mendapatkan air minum bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif sesuai dengan peraturan perundang- undangan, seperti yang diamanatkan dalam PP No.16 Tahun 2005.

Pemerintah dalam hal ini adalah Direktorat Pengembangan Air Minum, Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum yang mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya dibidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang pengembangan sistem penyediaan air minum. Adapun fungsinya antara lain mencakup:

• Menyusun kebijakan teknis dan strategi pengembangan sistem penyediaan air minum;

• Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan sistem penyediaan air minum termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;

(62)

6-62

• Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang air minum.

6.3.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan A. Isu Strategis Pengembangan SPAM

Terdapat isu-isu strategis yang diperkirakan akan mempengaruhi upaya Indonesia untuk mencapai target pembangunan dibidang air minum. Isu ini didapatkan melalui serangkaian konsultasi dan diskusi dalam lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum khususnya Direktorat Jenderal Cipta Karya. Isu-isu strategis tersebut adalah:

1. Peningkatan Akses Aman Air Minum; 2. Pengembangan Pendanaan;

3. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan;

4. Pengembangan dan Penerapan Peraturan Perundang-undangan; 5. Pemenuhan Kebutuhan Air Baku untuk Air Minum;

6. Rencana Pengamanan Air Minum;

7. Peningkatan Peran dan Kemitraan Badan Usaha dan Masyarakat; dan

8. Penyelenggaraan Pengembangan SPAM yang Sesuai dengan Kaidah Teknis dan Penerapan Inovasi Teknologi

Setiap kabupaten/kota perlu melakukan identifikasi isu strategis yang ada di daerah masing-masing mengingat isu strategis ini akan menjadi dasar dalam pengembangan infrastruktur, prasarana dan sarana dasar di daerah, serta akan menjadi landasan penyusunan program dan kegiatan dalam Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur (RPI2-JM) yang diharapkan dapat mempercepat pencapaian cita-cita pembangunan nasional.

B. Kondisi Eksisting Pengembangan SPAM

Pembahasan yang perlu diperhatikan terkait dengan Kondisi Eksisting Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum di kabupaten Aceh Besar secara umum adalah:

i. Aspek Teknis

(63)

6-63 yang digunakan, serta kondisi pelanggan, sistem pengolahan air, dan jam pelayanan. besarnya unit konsumsi air minum (120 liter/orang/hari) untuk jaringan perpipaan dan bukan perpipaan. Pengelolaan air minum di Kabupaten Aceh Besar adalah PDAM Tirta Mountala.

ii. Aspek Pendanaan

Aspek Pendanaan pengelolaan air minum baik sistem jaringan perpipaan maupun jaringan bukan perpipaan, kemampuan masyarakat dalam pembiayaan air minum, pencapaian target pembayaran rekening air, prosenta sebesaran tunggakan rekening. Di Kabupaten Aceh Besar Tarif dasar air Rp. 1300,- dan harga dasar air yaitu Rp 2.500 m3.

iii. Kelembagaan

Kondisi organisasi pengelola sistem penyediaan air minum jaringan perpipaan berbentuk BUMD Kabupaten Aceh Besar dan kondisi perusahaan berada di bawah Kabupaten Aceh Besar.

Kondisi eksisting kelembagaan SPAM adalah:

1. Organisasi Tata Laksana Penyelenggara SPAM baik untuk jaringan perpipaan maupun bukan perpipaan berbentuk BUMD milik pemerintah Kabupaten Aceh Besar

2. Adanya upaya penguatan kelembagaan terkait penyelenggaraan SPAM salah satunya dengan terbentuknya Asosiasi BP-SPAM.

3. Adanya Monitoring dan Evaluasi Pengkajian Kelembagaan SPAM.

iv. Peraturan Perundangan

(64)

6-64

v. Peran Serta Masyarakat

Peran serta masyarakat dalam pengelolaan air minum terkait dengan kepatuhan membayar retribusiair, inisiatif masyarakat mengembangan SPAM di wilayah mereka, peran serta masyarakat memelihara kuantitas dan kualitas sumber air.

Tabel 6.22 Kondisi Eksisting Pelayanan SPAM Kabupaten Aceh Besar

Sistem Jaringan

Daerah Pelayanan Tingkat Pelayanan Sumber Air

Luas

Wilayah Lokasi Debit

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

Perpipaan 373.178 119.096 32 - - -

Total

Kabupaten/Kota 373.178 119.096 32 - - -

Sumber: PDAM Tirta Mountala Kabupaten Aceh Besar 2014

C. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan SPAM

i. Permasalahan Pengembangan SPAM

Ada beberapa permasalahan pengembangan SPAM di Kabupaten Aceh Besar Adapun permasalahan pengembangan Air Minum pada tingkat Nasional antara lain:

1) Peningkatan Cakupan dan Kualitas

1. Tingkat pertumbuhan cakupan pelayanan air minum sistem perpipaan belum seimbang dengan tingkat perkembangan penduduk

2. Perkembangan pesat SPAM non-perpipaan terlindungi masih memerlukan pembinaan.

3. Tingkat kehilangan air pada sistem perpipaan cukup besar dan tekanan air pada jaringan distribusi umumnya masih rendah.

4. Pelayanan air minum melalui perpipaan masih terbatas dan harus membayar lebih mahal.

(65)

6-65 belum memadai.

6. Sebagian air yang diproduksi PDAM telah memenuhi criteria layak minum, namun kontaminasi terjadi pada jaringan distribusi.

7. Masih tingginya angka prevalensi penyakit yang di sebabkan buruknya akses air minum yang aman.

2) Pendanaan

1. Penyelenggaraan SPAM mengalami kesulitan dalam masalah pendanaan untuk pengembangan, maupun operasional dan pemeliharaan

2. Investasi untuk pengembangan SPAM selama ini lebih tergantung dari pinjaman luar negeri.

3. Komitmen dan prioritas pendanaan dari pemerintah daerah dalam pengembangan SPAM masih rendah.

3) Kelembagaan dan Perundang-Undangan

4. Lemahnya fungsi lembaga/dinas di daerah terkait penyelenggaraan SPAM. 5. Prinsip pengusahaan belum sepenuhnya di terapkan oleh penyelenggara

SPAM (PDAM).

6. Pemekaran wilayah di beberapa kabupaten/kota mendorong pemekaran badan pengelola SPAM di daerah.

4) Air Baku

1. Kapasitas daya dukung air baku diberbagai lokasi semakin terbatas. 2. Kualitas sumber air baku semakin menurun.

3. Adanya peraturan perijinan penggunaan air baku di beberapa daerah yang tidak selaras dengan peraturan yang lebih tinggi.

4. Belum mantapnya alokasi penggunaan air baku sehingga menimbulkan konflik kepentingan ditingkat pengguna.

5) Peran Masyarakat

(66)

6-66 2. Potensi yang ada pada masyarakat dan dunia usaha belum sepenuhnya

diberdayakan oleh Pemerintah.

3. Fungsi pembinaan belum sepenuhnya menyentuh masyarakat yang mencukupi kebutuhannya sendiri.

Setiap kabupaten/kota perlu melakukan identifikasi permasalahan yang ada di kabupaten/kota masing-masing sebagaimana di gambarkan seperti tabel 6.23. berikut ini.

Tabel 6.23. Identifikasi Permasalahan Pengembangan SPAM

No

Qanun tarif retribusi Air Minum Jaringan Distribusi

Sambungan Rumah Meter Pelanggan

Reservoir, jaringan distribusi, sambungan rumah

Penambahan SR Penambahan SR

(67)

6-67

ii. Tantangan Pengembangan SPAM

Beberapa tantangan dalam pengembangan SPAM yang cukup besar kedepan, agar dapat di gambarkan, misalnya:

1) Tantangan Internal:

a) Tantangan dalam peningkatan cakupan kualitas air minum saat ini adalah mempertimbangkan masih banyaknya masyarakat yang belum memiliki akses air minum yang aman yang tercermin pada tingginya angka prevalensi penyakit yang berkaitan dengan air. Tantangan lainnya dalam pengembangan SPAM adalah adanya tuntutan PP 16/2005 untuk memenuhi kualitas air minum sesuai kriteria yang telah di syaratkan.

b) Banyak potensi dalam hal pendanaan pengembangan SPAM yang belum di optimalkan. Sedangkan adanya tuntutan penerapan tariff dengan prinsip full cost recovery merupakan tantangan besar dalam pengembangan SPAM.

c) Adanya tuntutan untuk penyelenggaraan SPAM yang profesional merupakan tantangan dalam pengembangan SPAM dimasa depan.

d) Adanya tuntutan penjaminan pemenuhan standar pelayanan minimal sebagaimana disebutkan dalam PP No.16/2005 serta tuntutan kualitas air baku untuk memenuhi standar yang diperlukan.

e) Adanya potensi masyarakat dan swasta dalam pengembangan SPAM yang belum di berdayakan.

2) Tantangan Eksternal

1) Tuntutan pembangunan yang berkelanjutan dengan pilar pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup.

Gambar

Tabel 6.1. Isu-Isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman Skala
Tabel 6.2 Peraturan Daerah /Peraturan Gubernur/Peraturan Bupati/peraturan lainnya terkait Pengembangan Permukiman
Gambar 6.1. Alur Program Pengembangan Permukiman
Tabel 6.10. Usulan dan Prioritas Program Infrastruktur Permukiman Kabupaten Aceh Besar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bagian ini menguraikan peran serta masyarakat dan swasta dalam pengelolaan sistem drainase perkotaan yang meliputi kesediaan masyarakat peduli dan menjaga aliran

Untuk mendapatkan gambaran sanitasi untuk sub sektor air limbah, drainase, persampahan, air bersih dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) yang bersumber

Menguraikan peran serta masyarakat dan swasta dalam pengelolaan air limbah serta kondisi perilaku hidup bersih dansehat (PHBS) di dalam masyarakat Kota/Kabupaten

Menguraikan peran serta masyarakat dan swasta dalam pengelolaan persampahan serta kondisi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) didalam masyarakat Kota/ Kabupaten yang

Menguraikan peran serta masyarakat dan swasta dalam pengelolaan persampahan serta kondisi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di dalam masyarakat Kabupaten Ogan Komering

persampahan serta kondisi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di dalam masyarakat Kota Pagar Alam yang meliputi kesediaan masyarakat mem bayar retribusi, penerimaan

Menguraikan peran serta masyarakat dan swasta da lam pengelolaan persampahan serta kondisi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di dalam masyarakat Penukal Abab Lematang Ilir

Bagian ini menguraikan peran serta masyarakat dan swasta dalam pengelolaan sistem drainase perkotaan yang meliputi kesediaan masyarakat peduli dan menjaga aliran drainase,