VII-1
Laporan Akhir
7.1. Sektor Pengembangan Kawasan Permukiman
7.1.1.Kondisi Eksisting
Kondisi eksisting pengembangan permukiman hingga tahun 2012 pada tingkat nasional mencakup 180 dokumen RP2KP, 108 dokumen RTBL KSK, untuk di perkotaan meliputi 500 kawasan kumuh di perkotaan yang tertangani, 385 unit RSH yang terbangun, 158 TB unit Rusunawa terbangun. Sedangkan di perdesaan adalah 416 kawasan perdesaan potensial yang terbangun infrastrukturnya, 29 kawasan rawan bencana di perdesaan yang terbangun infrastrukturnya, 108 kawasan perbatasan dan pulau kecil di perdesaan yang terbangun infrastrukturnya, 237 desa dengan komoditas unggulan yang tertangani infrastrukturnya, dan 15.362 desa tertinggal yang tertangani infrastrukturnya.
Kondisi eksisting pengembangan permukiman terkait dengan capaian suatu kota/ kabupaten dalam menyediakan kawasan permukiman yang layak huni. Terlebih dahulu perlu diketahui peraturan perundangan ditingkat kabupaten/kota (meliputi peraturan daerah, peraturan gubernur, zeraturan walikota/bupati, maupun peraturan lainya) yang mendukung seluruh tahapan proses perencanaan, pembangunan, dan pemanfaatan pembangunan permukiman.
VII-2
Laporan Akhir
program-program perdesaan seperti PISEW (RISE), PPIP, serta kawasan potensial, rawan bencana, perbatasan, dan pulau terpencil. Data yang dibutuhkan adalah data untuk kondisi eksisting lima tahun terakhir.
Tabel 7.1
Peraturan Daerah terkait Pengembangan Permukiman Perkotaan
No Perda/Pergub/Perbup/Peraturan lainnya
Jenis Produk Pengaturan No./Tahun Perihal
(1) (2) (3) (4)
1 Perda Provinsi Jawa Timur No. 5 Tahun 2012 Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi Jawa Timur Tahun
2011-2031
2 Perda Kabupaten Blitar No. 5 Tahun 2011 Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Blitar Tahun 2011-2031
Tabel 7.2
Data Kawasan Kumuh di Kabupaten Blitar Tahun 2015
NO Lokasi Kawasan Kumuh Luas Kawasan
(Ha)
Jumlah Rumah
Permanen
Jumlah
Rumah Semi
Permanan
Jumlah
Penduduk
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 Babadan 159 3.971
2 Tangkil 6,7 40 990
3 Wlingi 10,23 113 2692
4 Satrean 2,86 6 521
VII-3
Laporan Akhir
Tabel 7.3
Data Kondisi RSH di Kabupaten Blitar
NO Lokasi RSH
Tahun
Pembangunan Pengelola
Jumlah
Data Kondisi Rusunawa di Kabupaten Blitar
NO Lokasi
Rusunawa
Tahun
Pembangunan Pengelola
Jumlah
Penghuni Kondisi
Prasarana CK yang Ada
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (6)
1 Tidak ada Rusunawa - - - - -
Tabel 7.5
Data Program Perdesaan Di Kab. Blitar
No Program/Kegiatan Lokasi Volume/ Satuan Status Kondisi infrastruktur
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1
Monitoring dan Evaluasi Progam Pengembangan
Kab. Blitar 28 Kawasan
Terbangun
2
Database dan Peta jaringan Jalan Lingkungan
Kab. Blitar 22 Kecamatan
Terbangun
3 Pengaspalan Jalan Ds.
Wates Kec. Wates 3 X 300 M
Terbangun
4
Pembangunan Rabat Beton Rt 17, 18 Ds. Sukorejo Ds. Mojorejo
VII-4
Laporan Akhir
No Program/Kegiatan Lokasi Volume/ Satuan
Status Kondisi infrastruktur
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
7 Jalan Makadam Ds.
Gandean RW. 6 Kec.Wonodadi 3 X 350 M
Terbangun
8 Aspal jalan ling. Ponpes
Al-Kamal Ds. Kunir Kec. Wonodadi 3 x 500 M
Terbangun
9 Pengaspalan jalan Ds.
Wonodadi Kec. Wonodadi 2,5 x 100 M
Terbangun
10 Pengaspalan Jalan
Ds.Sidomulyo Kec. Bakung 3 X 140 M
13 Pembangunan Rabat
Beton Desa Bendosari
Kec.
Kademangan 3 x 350 m
Terbangun
14 Pembangunan Rabat
Beton Desa Maron
Kec.
Kademangan 3 x 400 m
Terbangun
15 Pembangunan Talud
Desa Pakisaji
Kec.
Kademangan 2,5 x 150 m
Terbangun
16 Pengaspalan jalan lingk.
Kel Kademangan
Kec.
Kademangan 2,5 x 100 M
Terbangun
17 Pengaspalan jalan lingk.
Kademangan
Ds.Umbuldamar Kec. Binangun 2,5 X 300 M
Terbangun
23 Rehabilitasi Jembatan
VII-5
Laporan Akhir
No Program/Kegiatan Lokasi Volume/ Satuan
Status Kondisi infrastruktur menghubungkan lingk. Dadapan Sumberdiren-Dsn Manukan Ds Pojok
Kec. Garum 700 x 2, 7 m
Terbangun
32 Jalan Makadam Ds.
Sumberejo Kec.Sanankulon 3 X 600 M
Terbangun
33 Jalan Makadam Ds.
Sumber Kec.Sanankulon 3 X 300 M
Terbangun
34 Jalan Makadam Ds.
Purworejo Kec.Sanankulon 3 X 1000 M
Terbangun
35 Jalan Makadam Ds.
Kalipucung Kec.Sanankulon 300 M
Terbangun
36 TPT Ds. Sumberejo,
Kembangan Kec. Sanankulon 0,8 x 300 m
Terbangun
37 Jalan Makadam Ds.
Kalipucung Kec. Sanankulon 2,5 x 300 m
Terbangun
38 Pengaspalan Jalan Ds.
Plosoarang Kec. Sanankulon 3 x 250 m
Terbangun
40 Pengaspalan Jalan
Inpres Ds. Ringinanyar Kec.Ponggok 2,75 X 700 M
Terbangun
41 Pemb. Pengaspalan Ds.
Kebonduren Kec. Ponggok 3 X 850 M
Terbangun
42 Pengaspalan Jalan Dsn.
JatianomDs. Jatilengger Kec. Ponggok 2,7 X 635 M
Terbangun
Jalan Makadam Lingkungan Kebonsari Jegu
47 Aspal Jalan Bacem Kec. Sutojayan 500 m Terbangun
48 Pemeliharaan jln Timur
Kantor Kec. Sutojayan Kec. Sutojayan 1paket
VII-6
Laporan Akhir
No Program/Kegiatan Lokasi Volume/ Satuan
Status Kondisi infrastruktur
Pembangunan Rabat Beton dan TPT jalan tembus mandesan
Kec. Selopuro 450 m
Terbangun
56 Pembangunan Jalan
Aspal Olak Alen Kec. Selopuro 250 x 3 m
Terbangun
57
Pembanguan Talut Penahan Tanah Ngrendeng
jalan TPT Ds. Tegalrejo Kec. Selopuro 100 M
Terbangun
Pemeliharaan jalan aspal lingk. Ds. Bendoagung
Kec. Selopuro 3 x 500 M
Terbangun
65
VII-7
Laporan Akhir
No Program/Kegiatan Lokasi Volume/ Satuan
Status Kondisi infrastruktur
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Sumbersuko,Ds. Sumberagung
70
Pembagunan Rabat Jalan, Dsn. Bangunrejo Desa Sukoanyar
Kec. Kesamben 560x( 1x2) m
Terbangun
71 Makadam Dsn. Dawung
Ds. Tepas Kec. Kesamben 3 x 700 M Mangkurejo Ds. Tapalrejo
Kec. Kesamben 3 x 300 M
Terbangun
74 Aspal Siraman Ds. Siraman jalan Dsn. Kec. Kesamben 3 x 500 M Terbangun
75 Pembangunan Talud
dsn. Genuk Kalimanis Kec. Doko 2,5 x 100 m
79 Pengaspalan Jalan
Krantil Srengat Kec. Srengat 3 x 650 m
Terbangun
80 Pengaspalan jalan Ds.
Srengat Kec. Srengat 2,5 x 100 M
Terbangun
81 Pengaspalan JalanKel.
Togogan Kec. Srengat 3 x 600 m
Rabat jalan Mejangan Danderkidul (TK. Pertiwi)
Kec. Talun 2,5 x 900 M
Terbangun
84 Makadan Ds. Talun Kec. Talun 3 x 400 M Terbangun
85 Makadam Ds. Selorejo Kec. Talun 3 Paket Terbangun
86 Aspal jalan lingk.
Sidomulyo Kec. Selorejo 3 x 750 M
Terbangun
87 Pengaspalan jalan Ds.
Udanawu Kec. Selorejo 3 Paket
VII-8
Laporan Akhir
7.1.2.Usulan Kebutuhan Program
Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman
Setelah melalui tahapan analisis kebutuhan untuk mengisi kesenjangan antara kondisi eksisting dengan kebutuhan maka perlu disusun usulan program dan kegiatan. Namun usulan program dan kegiatan terbatasi oleh waktu dan kemampuan pendanaan pemerintah kabupaten/kota. Sehingga untuk jangka waktu perencanaan lima tahun dalam RPI2JM dibutuhkan suatu kriteria untuk menentukan prioritasi dari tahun pertama hingga kelima.
Tabel 7.6
Format Usulan dan Prioritas Program Infrastruktur Permukiman Kabupaten/Kota No Program/
1 Penyediaan Infrastruktur Primer
Bagi MBR 1 Wilayah
Kab Blitar
2 Peningkatan PS Perdesaan Skala
kawasan Kawasan
Kab Blitar 3. Peningkatan atau pembangunan
jalan dan jembatan
Rehabilitasi pemeliharaan jaringan irigasi
4
Penanganan kawasan kumuh
1 Kawasan
1.320.000.000 Kab. Blitar 6 Penyusunan Data Base
Perumahan 1 Dokumen
250.000 Kab. Blitar
Usulan Pembiayaan Pengembangan Permukiman
VII-9
Laporan Akhir
Tabel 7.7
Contoh Usulan Pembiayaan Proyek N
O
Program/
Kegiatan APBN
APBD
2 Peningkatan PS Perdesaan Skala
kawasan
3 Peningkatan
atau
5 Rehabilitasi rumah tidak
VII-10
Laporan Akhir
Tabel 7.8
Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman Kabupaten/Kota
NO
OUTPUT Lokasi Vol Satuan Sumber Pendanaan Tahun
Indikator out put APBN
Rincian kegiatan MURNI PHLN DAK APBD
I
APBD
II BUMD Swasta Masy CSR 2017 2018 2019 2020 2021
1 2 3 4 5 6 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
A Pembinaan dan Pengembangan Kawasan Permukiman
Peraturan Pengembangan Kawasan Permukiman
Peraturan Pengembangan Kawasan Permukiman
Peraturan
Pengembangan Kawasan Permukiman
Penyusunan RP2KPKP
- 1 NSPK 800,000 0 0 0 0 0 0 v
Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan
VII-11
Laporan Akhir
NO
OUTPUT Lokasi Vol Satuan Sumber Pendanaan Tahun
Indikator out put APBN
Rincian kegiatan MURNI PHLN DAK APBD
I
APBD
II BUMD Swasta Masy CSR 2017 2018 2019 2020 2021
1 2 3 4 5 6 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
VII-12
Laporan Akhir
NO
OUTPUT Lokasi Vol Satuan Sumber Pendanaan Tahun
Indikator out put APBN
VII-13
Laporan Akhir
NO
OUTPUT Lokasi Vol Satuan Sumber Pendanaan Tahun
Indikator out put APBN
Rincian kegiatan MURNI PHLN DAK APBD
I
APBD
II BUMD Swasta Masy CSR 2017 2018 2019 2020 2021
1 2 3 4 5 6 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Peningkatan Infrastruktur Permukiman Kawasan Prioritas Kel. Kanigoro
kanigoro/ kanigoro
3.1 Ha 4,000,000 0 0 0 0 0 0 v
Peningkatan Infrastruktur Permukiman Kawasan Prioritas Kel. Tangkil
wlingi/ tangkil
4.82 Ha 4,000,000 0 0 0 0 0 0 v
Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan
Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan Potensial
VII-14
Laporan Akhir
NO
OUTPUT Lokasi Vol Satuan Sumber Pendanaan Tahun
Indikator out put APBN
VII-15
Laporan Akhir
NO
OUTPUT Lokasi Vol Satuan Sumber Pendanaan Tahun
Indikator out put APBN
Rincian kegiatan MURNI PHLN DAK APBD
I
APBD
II BUMD Swasta Masy CSR 2017 2018 2019 2020 2021
1 2 3 4 5 6 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Pengembangan Infrastruktur Permukiman Kawasan Minapolitan
nglegok/ penataran
15 Ha 2,000,000 0 0 0 0 0 0 v
TOTAL 33,800,000 0 0 0 0 0 0 0
TOTAL DAK 0
Sub Total 2017 0 0 0 0 0 0 0 0
Sub Total 2018 31,800,000 0 0 0 0 0 0 0
Sub Total 2019 2,000,000 0 0 0 0 0 0 0
Sub Total 2020 0 0 0 0 0 0 0 0
VII-16
Laporan Akhir
7.2. Sektor Penataan Bangunan Dan Lingkungan 7.2.1. Kondisi Eksisting
Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya.Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undang-undang dan peraturan antara lain:
1) UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman memberikan amanat bahwa penyelenggaraan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.
Pada UU No. 1 tahun 2011 juga diamanatkan pembangunan kaveling tanah yang telah dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencana rinci tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).
2) UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus diselenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung.
Persyaratan administratif yang harus dipenuhi adalah:
a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah; b. Status kepemilikan bangunan gedung; dan
c. Izin mendirikan bangunan gedung.
VII-17
Laporan Akhir
keselamatan, kesehatan, keamanan, dan kemudahan. UU No. 28 tahun 2002 juga mengamatkan bahwa dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang meliputi kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran, juga diperlukan peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah.
1. PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung
Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No.36 Tahun 2005 tentang peraturan pelaksana dari UU No. 28/2002. PP ini membahas ketentuan fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat, dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung.Dalam peraturan ini ditekankan pentingnya bagi pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta alat pengendalian pengembangan bangunan gedung dan lingkungan. 2. Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan
Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan dokumen RTBL, maka telah ditetapkan Permen PU No. 06/PRT/M/2007tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa RTBL disusun pada skala kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan yang meliputi kawasan baru berkembang cepat, kawasan terbangun, kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana, serta kawasan gabungan darijenis-jenis kawasan tersebut.Dokumen RTBL yang disusun kemudian ditetapkan melalui peraturan walikota/bupati.
3. Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan
Umum dan Penataan Ruang
VII-18
Laporan Akhir
Lingkup Tugas dan Fungsi Direktorat PBL
Sebagaimana dinyatakan pada Permen PU No.8 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian PU, pada Pasal 608 dinyatakan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanakan kebijakan,penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang penataan bangunan dan lingkungan termasuk pembinaan pengelolaan gedung dan rumah negara.
Kemudian selanjutnya pada Pasal609 disebutkan bahwa Direktorat Penataan Bangunandan Lingkungan menyelenggarakan fungsi:
a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan termasuk gedung dan rumah negara;
b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik fasilitasi serta pembinaan pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara termasuk fasilitasi bangunan gedung istana kepresidenan;
c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan dan pengembangan keswadayaan masyarakat dalam penataan lingkungan;
d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi revitalisasikawasan dan bangunan bersejarah/tradisional, ruang terbuka hijau,serta penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;
e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan; dan
f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.
VII-19
Laporan Akhir
Sumber : Dit. PBL, DJCK, 2012
Gambar 7.1 Lingkup Tugas PBL
Lingkup kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang baik sehingga terjadi peningkatan kualitas permukiman dan lingkungan meliputi:
a. Kegiatan penataan lingkungan permukiman
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL); Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH);
Pembangunan Prasarana dan Sarana peningkatan lingkungan pemukiman kumuh dan nelayan;
Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan pemukiman tradisional. b. Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung
Diseminasi peraturan dan perundangan tentang penataan bangunan dan lingkungan; Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dangedung;
VII-20
Laporan Akhir
c. Kegiatan pemberdayaan masyarakat di perkotaan
Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan di perkotaan; Paket dan Replikasi.
Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan
A. Isu Strategis
Untuk dapat merumuskan isu strategis Bidang PBL, maka dapat dilihat dari Agenda Nasional dan Agenda Internasional yang mempengaruhi sektor PBL. Untuk Agenda Nasional, salah satunya adalah Program PNPM Mandiri, yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, sebagai wujud kerangka kebijakan yang menjadi dasar acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. Agenda nasional lainnya adalah pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, khususnya untuk sektor PBL yang mengamanatkan terlayaninya masyarakat dalam pengurusan IMB dikabupaten/kota dan tersedianya pedoman Harga Standar Bangunan Gedung Negara (HSBGN) di kabupaten/kota.
Agenda internasional yang terkait diantaranya adalah pencapaian MDG’s 2015, khususnya tujuan 7 yaitu memastikan kelestarian lingkungan hidup. Target MDGs yang terkait bidang Cipta Karya adalah target 7C, yaitu menurunkan hingga separuhnya proporsi penduduk tanpa akses terhadap air minum layak dan sanitasi layak pada 2015,serta target 7D, yaitu mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh pada tahun 2020.
Agenda internasional lainnya adalah isu Pemanasan Global (GlobalWarming). Pemanasan global yang disebabkan bertambahnya karbondioksida (CO2) sebagai akibat konsumsi energi yang berlebihan mengakibatkan naiknya suhu permukaan global hingga 6.4 °C antara tahun 1990 dan 2100, serta meningkatnnya tinggi muka laut di seluruh dunia hingga mencapai 10-25 cm selama abad ke-20. Kondisi ini memberikan dampak bagi kawasan-kawasan yang berada di pesisir pantai, yaitu munculnya bencana alam seperti banjir, kebakaran serta dampak sosial lainnya.
VII-21
Laporan Akhir
lembaga PBB yang mengurusi permasalahan perumahan dan permukiman serta pembangunan perkotaan. Konferensi Habitat II yang dilaksanakan di lstanbul, Turki, pada 3 - 14 Juni 1996 dengan dua tema pokok, yaitu "Adequate Shelter for All" dan "Sustainable HumanSettlements Development in an Urbanizing World", sebagai kerangka dalam penyediaan perumahan dan permukiman yang
layak bagi masyarakat.
Dari agenda-agenda tersebut maka isu strategis tingkat nasional untuk bidang PBL dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:
1) Penataan Lingkungan Permukiman
d. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL;
e. PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran diperkotaan;
f. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau (RTH) di perkotaan; g. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan bangunan bersejarah
berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh kembangnya ekonomi lokal;
h. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal; i. Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam penataan bangunan dan
lingkungan.
2) Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
a. Tertib pembangunan dan keandalan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);
b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda bangunan gedung di kab/kota;
c. Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, tertib, andal dan mengacu pada isu lingkungan/berkelanjutan;
d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung danrumah negara; e. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung dan rumah Negara. 3) Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
VII-22
Laporan Akhir
b. Realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuk sharing in-cash sesuai MoU PAKET;
c. Keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan.
Isu strategis PBL ini terkait dengan dokumen-dokumen seperti RTR,skenario pembangunan daerah, RTBL yang disusun berdasar skalaprioritas dan manfaat dari rencana tindak yang meliputi a) Revitalisasi,b) RTH, c) Bangunan Tradisional/bersejarah dan d) penanggulangan kebakaran, bagi pencapaian terwujudnya pembangunan lingkungan permukiman yang layak huni, berjati diri, produktif dan berkelanjutan.
Tabel 7.9
Isu Strategis sektor PBL di Kabupaten Blitar
No. Kegiatan Sektor PBL Isu Strategis sektor
PBL di Kabupaten Blitar
(1) (2) (3)
1 Penataan Lingkungan
Permukiman
a. Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) pada
beberapa Kawasan Strategis di Kabupaten Blitar;
b. Perencanan dan Pembangunan ruang terbuka publik dan ruang terbuka
hijau (RTH) di Kabupaten Blitar masih bersifat parsial;
c. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan
bangunan bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh kembangnya ekonomi lokal;
d. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar
Pelayanan Minimal;
e. Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam
penataan bangunan dan lingkungan.
2
Penyelenggaraan
Bangunan Gedung dan Rumah Negara
a. Belum memiliki perda BG
b. Bangunan fungsi hunian dan fungsi usaha masih banyak yang tidak
memiliki IMB;
c. Banyak bangunan hunian semi permanen/belum permanen terutama di
kawasan perdesaan yang rawan bencana;
d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung dan rumah
negara;
e. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung
dan rumah Negara.
3
Pemberdayaan Komunitas
dalam Penanggulangan
Kemiskinan
a. Keberlanjutan dan sinergi program pemerintah pusat dan daerah dalam
VII-23
Laporan Akhir
B. Kondisi Eksisting
Untuk tahun 2012 capaian nasional dalam pelaksanaan program direktorat PBL adalah dengan jumlah kelurahan/desa yang telah mendapatkan fasilitasi berupa peningkatan kualitas infrastruktur permukiman perdesaan/kumuh/nelayan melalui program P2KP/PNPM adalah sejumlah 10.925 kelurahan/desa. Untuk jumlah Kabupaten/Kota yang telah menyusun Perda Bangunan Gedung (BG) hingga tahun 2012 adalah sebanyak 106 Kabupaten/Kota. Untuk RTBL yang sudah tersusun berupa Peraturan Bupati/Walikota adalah sebanyak 2 Kabupaten/Kota, 9 Kabupaten/Kota dengan perjanjian bersama, dan 32 Kabupaten/Kota dengan kesepakatan bersama.
Berdasarkan Renstra Ditjen Cipta Karya 2010-2014, di samping kegiatan non-fisik dan pemberdayaan, Direktorat PBL hingga tahun2013 juga telah melakukan peningkatan prasarana lingkungan permukiman di 1.240 kawasan serta penyelenggaraan bangunan gedung dan fasilitasnya di 377 kabupaten/kota. Dalam RPI2JM bidang Cipta Karya pencapaian di Kabupaten/Kota perlu dijabarkan sebagai dasar dalam perencanaan.
Tabel 7.10
Peraturan Daerah/Peraturan Walikota/Peraturan Bupati terkait Penataan Bangunan dan Lingkungan
No.
Perda/Peraturan Gubernur/Peraturan
Walikota/Peraturan Bupati/Peraturan lainnya Amanat Jenis Produk
Pengaturan
Nomor
& Tahun Tentang
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Perda Provinsi Jawa Timur No. 5 Tahun 2012
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011-2031
Tabel 7.11
Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
No. Kecamatan Kegiatan PNPM
Perkotaan (P2KP)
Kegiatan Pemberdayaan Lainnya
(1) (2) (3) (4)
Kanigoro Gaprang PPIP, P4IP, USRI
Srengat PPIP
VII-24
Laporan Akhir
C. Permasalahan dan Tantangan
Dalam kegiatan penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi, antara lain:
Penataan Lingkungan Permukiman:
Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana sistem proteksi kebakaran;
Belum siapnya landasan hukum dan landasan operasional berupa RTBL untuk lebih melibatkan pemerintah daerah dan swasta dalam penyiapan infrastruktur guna pengembangan lingkungan permukiman;
Menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan ekonomi utama kota, kawasan tradisional bersejarah serta heritage;
Masih rendahnya dukungan pemda dalam pembangunan lingkungan permukiman yang diindikasikan dengan masih kecilnya alokasi anggaran daerah untuk peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan SPM.
Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara:
Masih adanya kelembagaan bangunan gedung yang belum berfungsi efektif dan efisien dalam pengelolaan Bangunan Gedungdan Rumah Negara;
Masih kurangnya perda bangunan gedung untuk kota metropolitan, besar, sedang, kecil di seluruh Indonesia;
Meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitan dengan pengelolaan dan penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan); Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan Gedung
termasuk pada daerah-daerah rawan bencana;
Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak berfungsi dan kurang mendapat perhatian;
Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung didaerah serta rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan;
Banyaknya Bangunan Gedung Negara yang belum memenuhi persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan;
VII-25
Laporan Akhir
Masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasikan dengan baik. Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau:
Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana lingkungan hijau/terbuka, sarana olah raga. Kapasitas Kelembagaan Daerah:
Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan;
Masih adanya tuntutan reformasi peraturan perundang-undangan dan peningkatan pelaksanaan otonomi dan desentralisasi;
Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan gedung di daerah dalam fasilitasi penyediaan perangkat pengaturan.
Tabel 7.12
Identifikasi Permasalahan dan TantanganPenataan Bangunan dan Lingkungan
NO Aspek PBL Permasalahan yang
dihadapi
I. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman
1 Aspek Teknis 1) Belum disusun RTBL
Pada beberapa
Kawasan Strategis
Kabupaten
2) Perencanan dan
Pembangunan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau (RTH) di Kabupaten Blitar masih bersifat parsial
3) Perlindungan terhadap cagar
budaya/bangunankuno masih kurang
1) Penyusunan RTBL
pada beberapa
Kawasan Strtegis
Kabupaten
2) Perencanan dan
Pembangunan ruang
terbuka publik dan
ruang terbuka hijau
(RTH) harus
menyeluruh skala
kabupaten
3) Belum ada Perda yang mengatur perlindungan dan pelesterian Cagar Budaya/bangunan Kuno
1) Diperlukan
Penyusunan RTBL
pada beberapa
Kawasan Strtegis
Kabupaten
2) Perlu menyusun
Perencanan dan
Pembangunan ruang
terbuka publik dan
ruang terbuka hijau
(RTH) secara
menyeluruh
3) Perlu disusun Perda
tentang perlindungan
dan pelesterian Cagar Budaya/bangunan Kuno
2 Aspek
Kelembagaan
Kawasan Tradisional/ Bersejarah masih dikelola oleh yayasan/swasta
Pemerintah Daerah
dituntut melakukan
pengembangan Kawasan Tradisional/Bersejarah
Perlu peningkatan peran Pemerintah Daerah agar
bersinergi dengan
yayasan/swasta dalam
pengembangan Kawasan Tradisional/Bersejarah
VII-26
Laporan Akhir
NO Aspek PBL Permasalahan yang
dihadapi
pendanaan di luar APBD APBN dan CSR
4 Aspek Peran Serta
Masyarakat/Swasta
Peran swasta
/masyarakat dalam
penataan bangunan dan lingkungan masih kurang
Peningkatan Peran swasta
/masyarakat dalam
penataan bangunan dan lingkungan
Perlu Peningkatan Peran
swasta /masyarakat
dalam penataan
bangunan dan lingkungan
5 Aspek Lingkungan
Permukiman
Kualitas lingkungan
masih rendah
Kualitas Lingkungan
Permukiman harus
memenuhi Standar
Pelayanan Minimal
Perlu Peningkatan
Kualitas Lingkungan
Permukiman sehingga
memenuhi Standar
Pelayanan Minimal
II. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
1 Aspek Teknis 1) Bangunan fungsi permanen terutama di
kawasan perdesaan
yang rawan banjir/ bencana angin puting beliung
1) Bangunan yang akan
didirikan harus
mendapat Surat IMB dari instansi terkait;
2) Terdapat
kecenderungan perkembangan
kawasan terbangun
kurang
mempertimbangkan kondisi geografisnya
1) Perlu Penyadaran
terhadap masyarakat
tentang pentingnya
IMB;
2) Perlu peningkatan
sosialisasi terkait
kesadaran masyarakat
tentang pentingnya
persyaratan teknis
bangunan gedung
2 Aspek
Kelembagaan
Pemkab belum
membentuk
lembaga/instansi yang
mengawal dalam proses tahapan
penyelenggaraan penyelenggaraan bangunan gedung
Dalam penerapan
penyelenggaraan
bangunan gedung Pemkab
harus membentuk
lembaga/instansi yang
mengawal dalam proses tahapan penyelenggaraan penyelenggaraan
bangunan gedung
Pemkab perlu membentuk
lembaga/instansi yang
mengawal dalam proses tahapan penyelenggaraan penyelenggaraan bangunan gedung
3 Aspek Pembiayaan Anggaran APBD terbatas Perlu dicarikan alternatif
pendanaan di luar APBD
Di usulkan ke APBD I, APBN
4 Aspek Peran Serta
Masyarakat/Swasta
Kesadaran masyarakat
masih rendah tentang pentingya IMB maupun
persyaratan administrsi
dan teknis terkait
penyelenggaraan bangunan gedung
Masyarakat dituntut sadar
dan paham ytentang
persyaratan administrsi
dan teknis terkait
penyelenggaraan bangunan gedung
Perlu peningkatan
sosialisasi terkait
kesadaran masyarakat
tentang pentingnya
persyaratan teknis
bangunan gedung secara
administratif maupun
teknis
5 Aspek Lingkungan
Permukiman
Kepadatan bangunan di perkotaan sangat tinggi (KDB 80-100) yang tidak
Penentuan garis
sempadan dan jarak
bebas bangunan KDB dan
Perlu diatur tentang
penentuan garis
VII-27
Laporan Akhir
NO Aspek PBL Permasalahan yang
dihadapi
didukung oleh proteksi kebakaran dan sumur resapan
KLB, serta perlunya
menyelenggarkan alat
perlengkapan proteksi
kebakaran pada kawasan permukiman padat
bebas bangunan KDB dan KLB, serta Pemkab perlu
menyelenggarkan alat
perlengkapan proteksi
kebakaran pada kawasan permukiman padat
III. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
1 Aspek Teknis 1) Data penduduk miskin
yang sebagian sudah tidak sesui (data PPLS tahun 2011)
2) Kegiatan
Pemberdayaan Penanggulangan kemiskinan dari pusat (P2KP) sebagian tidak tepat sasaran
1) Data yang digunakan
dalam menentukan
Penduduk miskin
adalah data resmi dari BPS
2) Program pemberdayaan dalam Penanggulangan kemiskinan harus tepat sasaran
1) Perlu dilakukan
verfikasi terhadap data yang tidak sesui dan
BPS segera
mengeluarkan data
terbaru
2) Pemkab membuat
Program Desa Model untuk penanggulangan kemiskinan
2 Aspek
Kelembagaan
Perencanaan Program
Penanggulangan kemiskinan tiap SKPD masih berjalan sendiri-sendiri
Pemberdayaan Komunitas
dalam Penanggulangan
Kemiskinan harus
dilaksanakan oleh multi sektoral
Perlu adanya koordinasi
antar SKPD didalam
Perencanaan Program
Penanggulangan kemiskinan
3 Aspek Pembiayaan Anggaran APBD terbatas Perlu dicarikan alternatif
pendanaan di luar APBD
Di usulkan ke APBD I, APBN dan CSR
4 Aspek Peran Serta
Masyarakat/Swasta
Peran swasta
/masyarakat dalam
Penanggulangan Kemiskinan masih rendah
Peningkatan peran swasta
/masyarakat dalam
Penanggulangan Kemiskinan
Memberikan
pendampingan pada kegiatan
pemberdayaan masyarakat miskin
5 Aspek Lingkungan
Permukiman
Taraf ekonomi
masyarakat sebagian
masih rendah
Peningkatan taraf ekonomi masyarakat miskin
Memberikan
VII-28
Laporan Akhir
7.2.2. Sasaran Program
Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan
Analisis kebutuhan Program dan Kegiatan untuk sektor PBL oleh Kab/Kota, hendaknya mengacu pada Lingkup Tugas DJCK untuk sektor PBL yang dinyatakan pada Permen PU No. 8 Tahun 2010, seperti yangtelah dijelaskan pada Subbab 8.2.1.
Pada Permen PU No.8 tahun 2010, dijabarkan kegiatan dari Direktorat PBL meliputi: a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman
Dengan kegiatan yang terkait adalah penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK), pembangunan prasarana dan sarana lingkungan permukiman tradisional dan bersejarah, pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM), dan pemenuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) diperkotaan.
RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan)
RTBL berdasarkan Permen PU No. 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan didefinisikan sebagai panduan rancang bangun suatu lingkungan/kawasan yang dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, danpedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan lingkungan/kawasan. Materi pokok dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan meliputi: Program Bangunan dan Lingkungan;
Rencana Umum dan Panduan Rancangan; Rencana Investasi;
Ketentuan Pengendalian Rencana; Pedoman Pengendalian Pelaksanaan.
RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran
VII-29
Laporan Akhir
Gedung dan Lingkungan adalah sistem yang terdiri atas peralatan, kelengkapan dan sarana, baik yang terpasang maupun terbangun pada bangunan yang digunakan baik untuk tujuan sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif maupun cara-cara pengelolaan dalam rangka melindungi bangunan dan lingkungannya terhadap bahaya kebakaran.
Penyelenggaraan sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedungdan lingkungan meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungannya.
RISPK terdiri dari Rencana Sistem Pencegahan Kebakaran dan Rencana Sistem Penanggulangan Kebakaran di Kabupaten/Kota untuk kurun waktu 10 tahun. RISPK memuat rencana kegiatan pencegahan kebakaran yang terdiri dari kegiatan inspeksi terhadap ancaman bahaya kebakaran pada kota, lingkungan bangunan dan bangunan gedung,serta kegiatan edukasi pencegahan kebakaran kepada masyarakat dan kegiatan penegakan Norma, Standar, Pedoman dan Manual (NSPM).RISPK juga memuat rencana tentang penanggulangan kebakaran yang terdiri dari rencana kegiatan pemadaman kebakaran serta penyelamatan jiwa dan harta benda.
Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional/Bersejarah
Pendekatan yang dilakukan dalam melaksanakan Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional adalah:
1. Koordinasi dan sinkronisasi dengan Pemerintah Daerah;
2. Pendekatan Tridaya sebagai upaya pemberdayaan terhadap aspek manusia, lingkungan dan kegiatan ekonomi masyarakat setempat;
3. Azas "berkelanjutan" sebagai salah satu pertimbangan penting untuk menjamin kelangsungan kegiatan;
VII-30
Laporan Akhir
Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Analisa kebutuhan Program dan Kegiatan juga mengacu pada Permen PU No.14 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang. Khusus untuk sektor PBL, SPM juga terkait dengan SPM Penataan Ruang dikarenakan kegiatan penataan lingkungan permukiman yang salah satunya melakukan pengelolaan kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan.Standar SPM terkait dengan sektor PBL sebagaimana terlihat padatabel 8.19, yang dapat dijadikan acuan bagi Kabupaten/Kota untuk menyusun kebutuhan akan sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan.
Tabel 7.13
SPM Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan
No Jenis Pelayanan Dasar
Standar Pelayanan Minimal
Waktu
Pencapaian Keterangan Indikator Nilai
VI. Penataan pengurusan IMB di kabupaten/ kota. Gedung Negara di kabupaten/kota.
100% 2014 Dinas yang membidangi Pekerjaan Umum.
VIII. Penataan Ruang luasan RTH publik sebesar 20% dari luas wilayah kota/ kawasan
b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan RumahNegara
VII-31
Laporan Akhir
negara perlu dilakukan pelatihan teknis terhadap tenaga pendata HSBGN, sehingga perlu dilakukan pendataan kegiatan pembinaan teknis penataan bangunan gedung.
c. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
Program yang mencakup pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinan adalah PNPM Mandiri, yang dilaksanakan dalam bentuk kegiatan P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan diPerkotaan). P2KP merupakan program pemerintah yang secara substansi berupaya menanggulangi kemiskinan melalui pemberdayaaan masyarakat dan pelaku pembangunan lokal lainnya, termasuk Pemerintah Daerah dan kelompok peduli setempat.
7.2.3. Usulan Kebutuhan Program
VII-32
Laporan Akhir
Tabel 7.14
Contoh Tabel Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Penataan Bangunan dan Lingkungan Kabupaten/Kota
NO
OUTPUT Lokasi Vol Satuan Sumber Pendanaan Tahun
Indikator out put APBN
Rincian kegiatan MURNI PHLN DAK APBD I APBD
II BUMD Swasta Masy CSR 2017 2018 2019 2020 2021
1 2 3 4 5 6 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
B Pembinaan dan
Pengembangan Penataan Bangunan
Penyelenggaraan Penataan Bangunan dan Lingkungan
Penataan Bangunan Kawasan Strategis
Penataan Bangunan Kawasan Strategis
RTBL Kec Nglegok
nglegok/ penataran
1 M2 500,000 0 0 0 0 0 0 v
RTBL Kecamatan Srengat
srengat/ srengat
1 M2 500,000 0 0 0 0 0 0 v
Revitalisasi dan Pengembangan Kawasan Tematik Perkotaan
Penataan Kawasan Pengembangan Kota Hijau
Penataan Kawasan Pengembangan Kota Hijau
VII-33
Laporan Akhir
NO
OUTPUT Lokasi Vol Satuan Sumber Pendanaan Tahun
Indikator out put APBN
Rincian kegiatan MURNI PHLN DAK APBD I APBD Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kec. Wlingi
VII-34
Laporan Akhir
NO
OUTPUT Lokasi Vol Satuan Sumber Pendanaan Tahun
Indikator out put APBN
Rincian kegiatan MURNI PHLN DAK APBD I APBD
II BUMD Swasta Masy CSR 2017 2018 2019 2020 2021
1 2 3 4 5 6 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
TOTAL 10,600,000 0 0 0 0 0 0 0
TOTAL DAK 0
Sub Total 2017 6,000,000 0 0 0 0 0 0 0
Sub Total 2018 4,600,000 0 0 0 0 0 0 0
Sub Total 2019 0 0 0 0 0 0 0 0
Sub Total 2020 0 0 0 0 0 0 0 0
VII-35
Laporan Akhir
7.3. Sektor Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) 7.3.1. Kondisi Eksisting
7.3.1.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Penyelenggaraan pengembangan SPAM adalah kegiatan merencanakan, melaksanakan konstruksi, mengelola, memelihara,merehabilitasi, memantau, dan/atau mengevaluasi sistem fisik (teknik)dan non fisik penyediaan air minum. Penyelenggara pengembangan SPAM adalah badan usaha milik negara (BUMN)/ badan usaha milik daerah (BUMD), koperasi, badan usaha swasta, dan/atau kelompok masyarakat yang melakukan penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum. Penyelenggaraan SPAM dapat melibatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan SPAM berupa pemeliharaan, perlindungan sumber air baku, penertiban sambungan liar, dan sosialisasi dalam penyelenggaraan SPAM.
Beberapa peraturan perundangan yang menjadi dasar dalam pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM) antara lain:
i) Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
Pada pasal 40 mengamanatan bahwa pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM). Untuk pengembangan sistem penyediaan air minum menjadi tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
ii) Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Program Jangka Panjang (RPJP)
Tahun 2005-2025
Perundangan ini mengamanatkan bahwa kondisi sarana dan prasarana masih rendah aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan.
iii)Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air
Minum
VII-36
Laporan Akhir
keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keberlanjutan, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas.
iv)Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi
Pengembangan SistemPenyediaan Air Minum
Peraturan ini mengamanatkan bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan/ penyediaan air minum perlu dilakukan pengembangan SPAM yang bertujuan untuk membangun, memperluas, dan/atau meningkatkan sistem fisik dan non fisik daam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik dan sejahtera. v) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal
Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang
Peraturan ini menjelaskan bahwa tersedianya akses air minum yang aman melalui Sistem Penyediaan Air Minum dengan jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan terlindungi dengan kebutuhan pokok minimal 60 liter/orang/hari.
SPAM dapat dilakukan melalui sistem jaringan perpipaan dan/atau bukan jaringan perpipaan. SPAM dengan jaringan perpipaan dapat meliputi unit air baku, unit produksi, unit distribusi, unit pelayanan, danunit pengelolaan. Sedangkan SPAM bukan jaringan perpipaan dapat meliputi sumur dangkal, sumur pompa tangan, bak penampungan air hujan, terminal air, mobil tangki air, instalasi air kemasan, atau bangunan perlindungan mata air. Pengembangan SPAM menjadi kewenangan/ tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk menjamin hak setiap orang dalam mendapatkan air minum bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif sesuai dengan peraturan perundang-undangan, seperti yang diamanatkan dalam PP No. 16 Tahun 2005. Pemerintah dalam hal ini adalah Direktorat Pengembangan Air Minum, Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum yang mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi dibidang pengembangan sistem penyediaan air minum. Adapun fungsinya antara lain mencakup:
VII-37
Laporan Akhir
Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan sistem penyediaan air minum termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;
Pengembangan investasi untuk sistem penyediaan air minum; Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang air minum.
7.3.1.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan,dan Tantangan
A. Isu Strategis Pengembangan SPAM
Terdapat isu-isu strategis yang diperkirakan akan mempengaruhi upaya Indonesia untuk mencapai target pembangunan di bidang air minum.Isu ini didapatkan melalui serangkaian konsultasi dan diskusi dalam lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum khususnya Direktorat Jenderal Cipta Karya. Isu-isu strategis tersebut adalah:
1. Peningkatan Akses Aman Air Minum; 2. Pengembangan Pendanaan;
3. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan;
4. Pengembangan dan Penerapan Peraturan Perundang-undangan; 5. Pemenuhan Kebutuhan Air Baku untuk Air Minum;
6. Rencana Pengamanan Air Minum;
7. Peningkatan Peran dan Kemitraan Badan Usaha dan Masyarakat;dan
8. Penyelenggaraan Pengembangan SPAM yang Sesuai dengan Kaidah Teknis dan Penerapan Inovasi Teknologi
VII-38
Laporan Akhir
B. Kondisi Eksisting Pengembangan SPAM
Pembahasan yang perlu diperhatikan terkait dengan Kondisi Eksisting Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum di kabupaten/kota secara umum adalah:
i. Aspek Teknis
Berisi hal-hal yang berkaitan dengan jenis dan jumlah sistem jaringan yang terdapat di dalam kota/kabupaten, tingkat pelayanan,sumber air baku yang digunakan, serta kondisi pelanggan, sistempengolahan air, dan jam pelayanan. Di dalam aspek teknis ini perlu juga dimunculkan besarnya unit konsumsi air minum (liter/orang/hari) untuk jaringan perpipaan dan bukan perpipaan
ii. Aspek Pendanaan
Berisi uraian umum pembiayaan pengelolaan air minum baik sistem jaringan perpipaan maupun jaringan bukan perpipaan, kemampuan masyarakat dalam pembiayaan air minum, pencapaian target pembayaran rekening air, prosentase besaran tunggakan rekening. Disebutkan pula tarif dasar air dan harga dasar air serta struktur pelanggan.
iii.Kelembagaan
Berisi penjelasan dan uraian mengenai kondisi organisasi pengelola sistem penyediaan air minum baik jaringan perpipaan maupun nonperpipaan.
Yang perlu disampaikan terkait kondisi eksisting kelembagaan SPAM adalah:
2. Organisasi Tata Laksana Penyelenggara SPAM baik untuk jaringan perpipaan maupun bukan perpipaan;
3. Sumber daya manusia penyelenggara SPAM; 4. Rencana Kerja Kelembagaan; dan
5. Monitoring dan Evaluasi Pengkajian Kelembagaan SPAM.
iv.Peraturan Perundangan
VII-39
Laporan Akhir
v. Peran Serta Masyarakat
Berisi peran serta masyarakat dalam pengelolaan air minum terkait dengan kepatuhan membayar retribusi air, inisiatif masyarakat mengembangan SPAM di wilayah mereka, peran serta masyarakat memelihara kuantitas dan kualitas sumber air. Diuraikan pula permasalahan yang dihadapi terkait dengan peran negative masyarakat dalam menjaga keberlanjutan sumber air, jaringan yang ada dll.
Tabel 7.15
Kondisi Eksisting Pelayanan SPAM Kabupaten Blitar
No Kecamatan Pemerintah dan Swadaya Penduduk yang dilayani Cakupan (%) PP PMA PAH SPT SGL
1 Bakung 240 - - - 7.187 37.135 74
2 Wonotirto 425 - - - 4.111 27.930 78
3 Panggungrejo 2.203 - - - 5.989 40.960 78
4 Wates 2.473 - - - 5.170 38.215 74
5 Binangun 1.760 - - - 2.774 22.670 78
6 Sutojayan 4.500 - - - 9.058 54.232 80
7 Kademangan 2.809 - - - 5.620 33.716 80
8 Kanigoro 4.420 - - - 8.852 53.088 88
9 Talun 4.325 - - - 8.770 52.380 89
10 Selopuro 2.809 - - - 6.677 37.944 82
12 Kesamben 5.468 - - - 10.936 65.616 76
12 Selorejo 3.620 - - - 7.480 44.400 74
13 Doko 3.190 - - - 6.701 49.455 82
14 Wlingi 2.810 - - - 5.675 42.425 88
15 Gandusari 2.320 - - - 5.090 37.050 92
16 Garum 4.001 - - - 8.104 60.525 90
17 Nglegok 4.608 - - - 9.981 72.945 87
18 Sanankulon 4.660 - - - 9.577 71.185 94
19 Ponggok 4.201 - - - 8.704 64.525 92
20 Srengat 3.870 - - - 8.009 59.395 94
21 Wonodadi 2.320 - - - 5.006 36.630 88
22 Udanawu 3.121 - - - 6.535 48.280 92
Kab. Blitar 2008 70.153 - - - 156.006 1.050.701 84
2007 199 57 28 322 115.668 789.604 88
2006 27.798 66 26 322 116.789 877.821 87
VII-40
Laporan Akhir
C. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan SPAM
i. Permasalahan Pengembangan SPAM
Pada bagian ini, perlu dijabarkan permasalahan pengembangan SPAM sesuai dengan kondisi daerah masing-masing. Adapun permasalahan pengembangan AM pada tingkat nasional antara lain:
1) Peningkatan Cakupan dan Kualitas
a) Tingkat pertumbuhan cakupan pelayanan air minum sistem perpipaan belum seimbang dengan tingkat perkembangan penduduk
b) Perkembangan pesat SPAM non-perpipaan terlindungi masih memerlukan pembinaan. c) Tingkat kehilangan air pada sistem perpipaan cukup besar dan tekanan air pada jaringan
distribusi umumnya masih rendah.
d) Pelayanan air minum melalui perpipaan masih terbatas dan harus membayar lebih mahal. e) Ketersediaan data yang akurat terhadap cakupan dan akses air minum masyarakat belum
memadai.
f) Sebagian air yang diproduksi PDAM telah memenuhi kriteria layak minum, namun kontaminasi terjadi pada jaringan distribusi.
g) Masih tingginya angka prevalensi penyakit yang disebabkan buruknya akses air minum yang aman.
2) Pendanaan
a) Penyelenggaraan SPAM mengalami kesulitan dalam masalah pendanaan untuk pengembangan, maupun operasional dan pemeliharaan.
b) Investasi untuk pengembangan SPAM selama ini lebih tergantung dari pinjaman luar negeri.
c) Komitmen dan prioritas pendanaan dari pemerintah daerah dalam pengembangan SPAM masih rendah.
3) Kelembagaan dan Perundang-Undangan
a) Lemahnya fungsi lembaga/dinas di daerah terkait penyelenggaraan SPAM.
VII-41
Laporan Akhir
c) Pemekaran wilayah di beberapa kabupaten/kota mendorong pemekaran badan pengelola SPAM di daerah.
4) Air Baku
a) Kapasitas daya dukung air baku di berbagai lokasi semakin terbatas. b) Kualitas sumber air baku semakin menurun.
c) Adanya peraturan perijinan penggunaan air baku dibeberapa daerah yang tidak selaras dengan peraturan yang lebih tinggi.
d) Belum mantapnya alokasi penggunaan air baku sehingga menimbulkan konflik kepentingan di tingkat pengguna.
5) Peran Masyarakat
a) Air masih dipandang sebagai benda sosial meskipun pengolahan air baku menjadi air minum memerlukan biaya relatif besar dan masih dianggap sebagai urusan pemerintah. b) Potensi yang ada pada masyarakat dan dunia usaha belum sepenuhnya diberdayakan
oleh Pemerintah.
c) Fungsi pembinaan belum sepenuhnya menyentuh masyarakat yang mencukupi kebutuhannya sendiri.
Setiap kabupaten/kota perlu melakukan identifikasi permasalahan yang ada di kabupaten/kota masing-masing sebagaimana digambarkan seperti tabel 8.23 dan 8.24 berikut ini.
Tabel 7.16
Identifikasi Permasalahan Pengembangan SPAM
No Aspek Pengelolaan AirMinum Permasalahan
Tindakan
Tata Laksana (SOP,koordinasi, dll) SDM
Kurangnya pembinaan HIPAM
Dilakukan pembinaan rutin oleh dinas terkait
Dilakukan pembinaan rutin oleh dinas terkait
B. Sumber Air Baku Bangunan Intake IPA
Reservoir dan Pompa Distribusi Jaringan Transmisi
Jaringan Distribusi
VII-42 Realisasi penerimaan retribusi
Daya beli masyarakat yang relative rendah
D. 1.
2. 3.
Peran Serta Masyarakat Penyuluhan
Kemampuan membayarretribusi Kemauan berpartisipasi
Tidak ada masalah
Tidak ada masalah
Lapor bila ada
kebocoran
Sosialisasi Perda
Pelayanan PDAM Sudah ditindak lanjuti Menindaklanjuti
Sosialisasi Perda
Pelayanan PDAM Sudah ditindak lanjuti Menindaklanjuti
ii. Tantangan Pengembangan SPAM
Beberapa tantangan dalam pengembangan SPAM yang cukup besarke depan, agar dapat digambarkan, misalnya :
1) Tantangan Internal:
a) Tantangan dalam peningkatan cakupan kualitas air minum saat ini adalah mempertimbangkan masih banyaknya masyarakat yang belum memiliki akses air minum yang aman yang tercermin pada tingginya angka prevalensi penyakit yang berkaitan dengan air. Tantangan lainnya dalam pengembangan SPAM adalah adanya tuntutan PP 16/2005 untuk memenuhi kualitas air minum sesuai kriteria yang telah disyaratkan.
b) Banyak potensi dalam hal pendanaan pengembangan SPAM yang belum dioptimalkan. Sedangkan adanya tuntutan penerapan tarif dengan prinsip full cost recovery merupakan tantangan besar dalam pengembangan SPAM.
c) Adanya tuntutan untuk penyelenggaraan SPAM yang profesional merupakan tantangan dalam pengembangan SPAM di masa depan.
d) Adanya tuntutan penjaminan pemenuhan standar pelayanan minimal sebagaimana disebutkan dalam PP No. 16/2005 serta tuntutan kualitas air baku untuk memenuhi standar yang diperlukan.
VII-43
Laporan Akhir
2) Tantangan Eksternal
a) Tuntutan pembangunan yang berkelanjutan dengan pilar pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup.
b) Tuntutan penerapan Good Governance melalui demokratisasi yang menuntut pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan.
c) Komitmen terhadap kesepakatan Millennium Development Goals(MDGs) 2015 dan
Protocol Kyoto dan Habitat, dimana pembangunan perkotaan harus berimbang dengan
pembangunan perdesaan.
d) Tuntutan peningkatan ekonomi dengan pemberdayaan potensi lokal dan masyarakat, serta peningkatan peran serta dunia usaha, swasta
e) Kondisi keamanan dan hukum nasional yang belum mendukung iklim investasi yang kompetitif.
7.3.1.3 Analisis Kebutuhan Sistem Penyediaan Air Minum
Kebutuhan sistem penyediaan air minum terjadi karena adanya gap antara kondisi yang ada saat ini dengan target yang akan dicapai pada kurun waktu tertentu. Kondisi pelayanan air minum secara nasional sebesar 47, 71%, dilihat dari proporsi penduduk terhadap sumber airminum terlindungi (akses aman) yang mencakup 49,82% di perkotaan dan 45,72 di perdesaan. Setiap kabupaten/kota perlu melakukan analisis kebutuhan sistem penyediaan air minum di masing-masing kabupaten/kota sesuai dengan arahan dibawah ini.
A. Analisis Kebutuhan Pengembangan SPAM Kabupaten/Kota
VII-44
Laporan Akhir
baik sistem perpipaan maupun bukan perpipaan ,serta diperlihatkan arahan struktur pengembangan prasarana kota yang telah disepakati.
Analisis kebutuhan Pengembangan SPAM merupakan hasil rangkaian analisis diantaranya adalah analisis hasil survey kebutuhan nyata (realdemand survey), analisis kebutuhan dasar air minum, analisis kebutuhan program pengembangan, analisis kualitas dan tingkat pelayanan serta analisis ekonomi. Hasil analisis kebutuhan dituangkan dalam tabel seperti dicontohkan 6.20 berikut ini.
Tabel 7.17
Analisis Kebutuhan Air Kabupaten Blitar
No. Uraian Satuan
1 Jumlah Penduduk Jiwa 1,122,922 1,154,337 1,185,752 1,217,167 1,248,582
2 Tingkat Pelayanan % 44.21 56.67 66.67 76.67 86.67
3 Penduduk Terlayani Jiwa 496,450 654,124 790,501 933,161 1,082,104
4 Jumlah Penduduk per SR Jiwa 5 5 5 5 5
1 Jumlah Penduduk Jiwa 1,122,922 1,154,337 1,185,752 1,217,167 1,248,582
VII-45
Laporan Akhir
B. Kebutuhan Pengembangan SPAM Daerah
Berikut ini adalah kebutuhan Pengembangan SPAM yang mengacu dari Renstra DJCK tahun 2010-2014 khususnya dalam Kegiatan: Pengaturan, Pembinaan, Pengawasan, Pengembangan Sumber Pembiayaan Dan Pola Investasi, Dan Penyelenggaraan Serta Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum.
Setiap kabupaten/kota perlu menggambarkan realisasi dan target pengembangan sistem penyediaan air minum di masing-masing kabupaten.
Program dan Kriteria Kesiapan, serta Skema Kebijakan Pendanaan Pengembangan SPAM
Program-Program Pengembangan SPAM
Program SPAM yang dikembangkan oleh Pemerintah antara lain:
A. Program SPAM IKK Kriteria Program SPAM IKK adalah:
Sasaran: IKK yang belum memiliki SPAM Kegiatan:
Pembangunan SPAM (unit air baku, unit produksi dan unit distribusi utama) Jaringan distribusi untuk maksimal 40% target Sambungan Rumah (SR) total Indikator:
Peningkatan kapasitas (liter/detik)
Penambahan jumlah kawasan/IKK yang terlayani SPAM B. Program Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)
Kriteria Program Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) adalah: Sasaran: Optimalisasi SPAM IKK
Kegiatan: Stimulan jaringan pipa distribusi maksimal 40% dari target total SR untuk MBR Indikator:
Peningkatan kapasitas (liter/detik)
Penambahan jumlah kawasan kumuh/nelayan yang terlayani SPAM
C. Program Perdesaan Pola Pamsimas Kriteria Program Perdesaan Pola Pamsimas adalah:
VII-46
Laporan Akhir
Pembangunan SPAM (unit air baku, unit produksi dan unit distribusi utama) Jaringan distribusi untuk maksimal 40% target Sambungan Rumah (SR) total Indikator:
Peningkatan kapasitas (liter/detik)
Penambahan jumlah kawasan/IKK yang terlayani SPAM
D. Program Desa Rawan Air/Terpencil Kriteria Program SPAM IKK adalah:
Sasaran: Desa rawan air, desa miskin dan daerah terpencil (sumber air baku relatif sulit) Kegiatan: Pembangunan unit air baku, unit produksi dan unit distribusi utama
Indikator: Penambahan jumlah desa yang terlayani SPAM
E. Program Pengamanan Air Minum Kriteria Program Pengamanan Air Minum adalah:
Sasaran: PDAM-PDAM dalam rangka mengurangi resiko
Kegiatan: Pengendalian kualitas pelayanan air minum dari hulu sampai hilir Indikator: Penyediaan air minum memenuhi standar 4 K.
Selanjutnya pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) mengacu pada Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RISPAM) yang disusun berdasarkan:
1. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota; 2. Rencana pengelolaan Sumber Daya Air; 3. Kebijakan dan Strategi Pengembangan SPAM;
4. Kondisi Lingkungan, Sosial, Ekonomi, dan Budaya Masyarakat; 5. Kondisi Kota dan Rencana Pengembangan SPAM.
Tabel 7.18
Lingkup Penyusunan RISPAM
Kegiatan
Wilayah Administrasi
Kab/Kota
Wilayah Pelayanan
Satu Wilayah Lintas Kab./Kota Lintas Provinsi
Penyusun Pemda Penyelenggara di
Kab./Kota Penyelenggara Regional Penyelenggara Regional
Acuan RTRW RTRW &RISPAM
Kab./Kota
RTRW & RISPAM
Kab./Kota Terkait
RTRW Provinsi, RTRW &