• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 7 Rencana Pembangunan Infrastruktur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab 7 Rencana Pembangunan Infrastruktur"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

Bab 7 - 1

100-0-100

Bab 7 Rencana Pembangunan

Infrastruktur

"Jika seseorang belum menemukan sesuatu untuk diperjuangkan hingga akhir hayatnya, maka kehidupannya tidak berharga." Martin Luther King Jr

(2)

Bab 7 - 2 Bagian ini menjabarkan rencana pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya yang mencakup empat sektor yaitu pengembangan permukiman, penataan bangunan dan lingkungan, pengembangan air minum, serta pengembangan penyehatan lingkungan permukiman yang terdiri dari air limbah, persampahan, dan drainase. Penjabaran perencanaan teknis untuk tiap-tiap sektor dimulai dari pemetaan isu-isu strategis yang mempengaruhi, penjabaran kondisi eksisting sebagai baseline awal perencanaan, serta permasalahan dan tantangan yang harus diantisipasi. Tahapan berikutnya adalah analisis kebutuhan dan pengkajian terhadap program-program sektoral, dengan mempertimbangkan kriteria kesiapan pelaksanaan kegiatan. Kemudian dilanjutkan dengan merumuskan usulan program dan kegiatan yang dibutuhkan.

7.1 Pengembangan Permukiman

Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai,

bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan

Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman baru dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman perdesaan, kawasan pusat pertumbuhan, serta desa tertinggal.

7.1.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan perundangan, antara lain:

1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional. Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.

2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c), penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f).

3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah.

4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.

Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.

(3)

Bab 7 - 3 5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 1/PRT/M/2014 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.

Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh di kawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014. Mengacu pada Permen PU No. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan Permukiman mempunyai tugas di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pembinaan teknik dan pengawasan teknik, serta standardisasi teknis dibidang pengembangan permukiman.

7.1.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan a. Isu Strategis Pengembangan Permukiman

Berbagai isu strategis nasional yang berpengaruh terhadap pengembangan permukiman saat ini adalah:

 Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.

 Percepatan pencapaian target MDGs 2020 yaitu penurunan proporsi rumahtangga kumuh perkotaan.

 Perlunya dukungan terhadap pelaksanaan Program-Program Direktif Presiden yang tertuang dalam MP3EI dan MP3KI.

 Percepatan pembangunan di wilayah timur Indonesia (Provinsi NTT, Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat) untuk mengatasi kesenjangan.

 Meminimalisir penyebab dan dampak bencana sekecil mungkin.

 Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsi penduduk perkotaan yang bertambah, tingginya kemiskinan penduduk perkotaan, dan bertambahnya kawasan kumuh.  Belum optimalnya pemanfaatan Infrastruktur Permukiman yang sudah dibangun.

 Perlunya kerjasama lintas sektor untuk mendukung sinergitas dalam pengembangan kawasan permukiman.

 Belum optimalnya peran pemerintah daerah dalam mendukung pembangunan permukiman. Ditopang oleh belum optimalnya kapasitas kelembagaan dan kualitas sumber daya manusia serta perangkat organisasi penyelenggara dalam memenuhi standar pelayanan minimal di bidang pembangunan perumahan dan permukiman.

Isu-isu strategis di atas merupakan isu terkait pengembangan permukiman yang terangkum secara nasional. Namun, di masingmasing kabupaten/kota terdapat isu-isu yang bersifat lokal dan spesifik yang belum tentu dijumpai di kabupaten/kota lain. Penjabaran isu-isu strategis pengembangan permukiman yang bersifat lokal perlu dijabarkan sebagai informasi awal dalam perencanaan.

b. Kondisi Eksisting Pengembangan Permukiman

Kondisi eksisting pengembangan permukiman hingga tahun 2012 pada tingkat nasional mencakup 180 dokumen RP2KP, 108 dokumen RTBL KSK, untuk di perkotaan meliputi 500 kawasan kumuh di perkotaan yang tertangani, 385 unit RSH yang terbangun, 158 TB unit Rusunawa terbangun. Sedangkan di perdesaan adalah 416 kawasan perdesaan potensial yang terbangun infrastrukturnya, 29 kawasan rawan bencana di perdesaan yang terbangun infrastrukturnya, 108 kawasan perbatasan dan pulau kecil di perdesaan yang terbangun infrastrukturnya, 237 desa dengan komoditas unggulan yang tertangani infrastrukturnya, dan 15.362 desa tertinggal yang tertangani infrastrukturnya. Kondisi eksisting pengembangan permukiman terkait dengan capaian suatu kota/ kabupaten dalam menyediakan kawasan permukiman yang layak huni. Terlebih dahulu perlu diketahui peraturan perundangan di tingkat kabupaten/kota (meliputi peraturan daerah, peraturan gubernur, peraturan walikota/bupati, maupun peraturan lainya) yang mendukung seluruh tahapan proses perencanaan, pembangunan, dan pemanfaatan pembangunan permukiman.

(4)

Bab 7 - 4 Selain itu data yang dibutuhkan untuk kondisi eksisting adalah mengenai kawasan kumuh, jumlah RSH terbangun, dan Rusunawa terbangun di perkotaan, maupun dukungan infrastruktur dalam program-program perdesaan seperti PISEW (RISE), PPIP, serta kawasan potensial, rawan bencana, perbatasan, dan pulau terpencil. Data yang dibutuhkan adalah data untuk kondisi eksisting lima tahun terakhir.

Tabel 7.1 peraturan daerah/peraturan gubernur/perturan bupati/peraturan lainnya terkait pengembangan permukiman

No Perda/pergub/perwal/perbup/peraturan lainnya Amanat kebijakan pemerintah Jenis produk pengaturan No./tahun perihal

(1) (2) (3) (4) (5) 1 Surat Keputusan BupatiSukabumi Nomor /2014 Kawasan Permukiman Kumuh Penuntasan Kawasan Permukiman Kumuh

Table 7.2 data kawasan kumuh kabupaten Sukabumi

No Lokasi kawasan kumuh Luas kawasan Jumlah rumah permanen Jumlah rumah semi permanen Jumlah penduduk (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1 Kelurahan Palabuhanratu 53,84 Ha - - 90.130 2 Kelurahan Cibadak 23,81 Ha - - 107.001

c. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman

Permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman pada tingkat nasional antara lain: Permasalahan pengembangan permukiman diantaranya:

1. Masih luasnya kawasan kumuh sebagai permukiman tidak layak huni sehingga dapat menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan, dan pelayanan infrastruktur yang masih terbatas. 2. Masih terbatasnya prasarana sarana dasar pada daerah tertinggal, pulau kecil, daerah terpencil, dan kawasan perbatasan.

3. Belum berkembangnya Kawasan Perdesaan Potensial. Tantangan pengembangan permukiman diantaranya: 1. Percepatan peningkatan pelayanan kepada masyarakat

2. Pencapaian target/sasaran pembangunan dalam Rencana Strategis Ditjen Cipta Karya sektor Pengembangan Permukiman.

3. Pencapaian target MDG’s 2015, termasuk didalamnya pencapaian Program-Program Pro Rakyat (Direktif Presiden).

4. Perhatian pemerintah daerah terhadap pembangunan bidang Cipta Karya khususnya kegiatan Pengembangan Permukiman yang masih rendah.

5. Memberikan pemahaman kepada pemerintah daerah bahwa pembangunan infrastruktur permukiman yang saat ini sudah menjadi tugas pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota. 6. Penguatan Sinergi RP2KP/RTBL KSK dalam Penyusunan RPI2JM bidang Cipta Karya pada Kabupaten/Kota.

(5)

Bab 7 - 5 Sebagaimana isu strategis, di masing-masing kabupaten/kota terdapat permasalahan dan tantangan pengembangan yang bersifat lokal dan spesifik serta belum tentu djumpai di kabupaten/kota lain. Penjabaran permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman yang bersifat lokal perlu dijabarkan sebagai informasi awal dalam perencanaan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman di Kabupaten/Kota yang bersangkutan serta merumuskan alternatif pemecahan dan rekomendasi dari permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman yang ada di wilayah Kabupaten/Kota bersangkutan.

Kondisi Permukiman Kabupaten Sukabumi saat ini dalam banyak hal dapat dikatakan masih belum layak. Kondisi tersebut timbul akibat masih belum terpenuhinya sarana dan prasarana di permukiman berupa jalan lingkungan, jalan setapak, sarana air bersih, sarana air limbah, sarana persampahan dan sarana drainase. Di beberapa tempat/lokasi masih terdapat permukiman-permukiman kumuh.

Oleh karena itu, pengembangan dan pembangunan perumahan & kawasan permukiman Kabupaten Sukabumi diarahkan mempunyai sasaran sebagai berikut :

1. Penyusunan berbagai macam peraturan dalam penyelenggaraan perumahan dan permukiman. 2. Pemanfaatan kelembagaan dengan mendorong terbentuknya perumahan dan permukiman yang

handal dan responsif serta peningkatan kapasitas para pelaku ditingkat lokal.

3. Pemenuhan kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau dengan menitikberatkan pada masyarakat miskin dan berperpendapatan rendah, dalam bentuk :

a. Pengembangan system pembiayaan dan pemberdayaan pasar perumahan (primer/sekunder).

b. Pengembangan perumahan swadaya.

c. Pengembangan berbagai jenis dan mekanisme subsidi perumahan.

d. Pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman dampak bencana alam

4. Perwujudan kondisi lingkungan yang sehat, aman, harmonis dan berkelanjutan, berupa: a. Peningkatan kualitas lingkungan permukiman.

b. Pengembangan penyediaan prasarana dan sarana lingkungan permukiman. c. Penerapan tata lingkungan permukiman.

7.1.4 Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman

Analisis kebutuhan merupakan tahapan selanjutnya dari identifikasi kondisi eksisting. Analisis kebutuhan mengaitkan kondisi eksisting dengan target kebutuhan yang harus dicapai. Terdapat arahan kebijakan yang menjadi acuan penetapan target pembangunan bidang Cipta Karya khususnya sektor pengembangan permukiman baik di tingkat Pusat maupun di tingkat kabupaten/kota. Di tingkat Pusat acuan kebijakan meliputi RPJMN 2010-2014, MDGs 2015 (pengurangan proporsi rumah tangga kumuh tahun 2020), Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk pengurangan luasan kawasan kumuh tahun 2014 sebesar 10%, arahan MP3EI dan MP3KI, percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat, arahan Direktif Presiden untuk program pro-rakyat, serta Renstra Ditjen Cipta Karya 2010-2014.

Sedangkan di tingkat kabupaten/kota meliputi target RPJMD, RTRW Kabupaten/Kota, maupun Renstra SKPD. Acuan kebijakan tersebut hendaknya menjadi dasar pada tahapan analisis kebutuhan pengembangan permukiman.

(6)

Bab 7 - 6 7.1.5 Program-Program Sektor Pengembangan Permukiman

Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.

Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari:

1) pengembangan kawasan permukiman baru dalam bentuk pembangunan Rusunawa serta 2) peningkatan kualitas permukiman kumuh dan RSH.

Sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari:

1) pengembangan kawasan permukiman perdesaan untuk kawasan potensial (Agropolitan dan Minapolitan), rawan bencana, serta perbatasan dan pulau kecil,125

2) pengembangan kawasan pusat pertumbuhan dengan program PISEW (RISE), 3) desa tertinggal dengan program PPIP dan RIS PNPM.

Selain kegiatan fisik di atas program/kegiatan pengembangan permukiman dapat berupa kegiatan non-fisik seperti penyusunan RP2KP dan RTBL KSK ataupun review bilamana diperlukan.

Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan  Infrastruktur kawasan permukiman kumuh  Infrastruktur permukiman RSH

 Rusunawa beserta infrastruktur pendukungnya Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan

 Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial (Agropolitan/Minapolitan)  Infrastruktur kawasan permukiman rawan bencana

 Infrastruktur kawasan permukiman perbatasan dan pulau kecil  Infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan sosial (PISEW)  Infrastruktur perdesaan PPIP

 Infrastruktur perdesaan RIS PNPM

(7)

Bab 7 - 7 Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria)

Dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria yang menentukan, yang terdiri dari kriteria umum dan khusus, sebagai berikut.

1. Umum

 Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas.

 Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra.  Kesiapan lahan (sudah tersedia).

 Sudah tersedia DED.

 Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis Kawasan (RP2KP, RTBL KSK, Masterplan. Agropolitan & Minapolitan, dan KSK)

 Tersedia Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana daerah untuk pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem bisa berfungsi.127

 Ada unit pelaksana kegiatan.

 Ada lembaga pengelola pasca konstruksi. 2. Khusus Rusunawa

 Kesediaan Pemda utk penandatanganan MoA  Dalam Rangka penanganan Kws. Kumuh

 Kesanggupan Pemda menyediakan Sambungan Listrik, Air Minum, dan PSD lainnya  Ada calon penghuni RIS PNPM

 Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra.

 Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya.  Tingkat kemiskinan desa >25%.

(8)

Bab 7 - 8  Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan menyediakan BOP minimal 5% dari BLM. PPIP  Hasil pembahasan dengan Komisi V - DPR RI

 Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang belum ditangani program Cipta Karya lainnya

 Kabupaten reguler/sebelumnya dengan kinerja baik  Tingkat kemiskinan desa >25% PISEW

 Berbasis pengembangan wilayah

 Pembangunan infrastruktur dasar perdesaan yang mendukung (i) transportasi, (ii) produksi pertanian, (iii) pemasaran pertanian, (iv) air bersih dan sanitasi, (v) pendidikan, serta (vi) kesehatan

 Mendukung komoditas unggulan kawasan

Selain kriteria kesiapan seperti di atas terdapat beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam pengusulan kegiatan pengembangan permukiman seperti untuk penanganan kawasan kumuh di perkotaan. Mengacu pada UU No. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman kumuh memiliki ciri

(1) ketidakteraturan dan kepadatan bangunan yang tinggi, (2) ketidaklengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum,

(3) penurunan kualitas rumah, perumahan, dan permukiman, serta prasarana, sarana dan utilitas umum, serta

(4) pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.

Lebih lanjut kriteria tersebut diturunkan ke dalam kriteria yang selama ini diacu oleh Ditjen. Cipta Karya meliputi sebagai berikut:

1. Vitalitas Non Ekonomi

a. Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota atau RDTK, dipandang perlu sebagai legalitas kawasan dalam ruang kota.

b. Fisik bangunan perumahan permukiman dalam kawasan kumuh memiliki indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh dalam hal kelayakan suatu hunian berdasarkan intensitas bangunan yang terdapat didalamnya.

c. Kondisi Kependudukan dalam kawasan permukiman kumuh yang dinilai, mempunyai indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh berdasarkan kerapatan dan kepadatan penduduk.

2. Vitalitas Ekonomi Kawasan

a. Tingkat kepentingan kawasan dalam letak kedudukannya pada wilayah kota, apakah apakah kawasan itu strategis atau kurang strategis.

b. Fungsi kawasan dalam peruntukan ruang kota, dimana keterkaitan dengan faktor ekonomi memberikan ketertarikan pada investor untuk dapat menangani kawasan kumuh yang ada. Kawasan yang termasuk dalam kelompok ini adalah pusat-pusat aktivitas bisnis dan perdagangan seperti pasar, terminal/stasiun, pertokoan, atau fungsi lainnya.

c. Jarak jangkau kawasan terhadap tempat mata pencaharian penduduk kawasan permukiman kumuh.

3. Status Kepemilikan Tanah

a. Status pemilikan lahan kawasan perumahan permukiman. b. Status sertifikat tanah yang ada.

(9)

Bab 7 - 9 4. Keadaan Prasarana dan Sarana: Kondisi Jalan, Drainase, Air bersih, dan Air limbah.

5. Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota

a. Keinginan pemerintah untuk penyelenggaraan penanganan kawasan kumuh dengan indikasi penyediaan dana dan mekanisme kelembagaan penanganannya.

b. Ketersediaan perangkat dalam penanganan, seperti halnya rencana penanganan (grand scenario) kawasan, rencana induk (master plan) kawasan dan lainnya.

7.1.5 Usulan Program dan Kegiatan

a. Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman

Setelah melalui tahapan analisis kebutuhan untuk mengisi kesenjangan antara kondisi eksisting dengan kebutuhan maka perlu disusun usulan program dan kegiatan. Namun usulan program dan kegiatan terbatasi oleh waktu dan kemampuan pendanaan pemerintah kabupaten/kota. Sehingga untuk jangka waktu perencanaan lima tahun dalam RPI2JM dibutuhkan suatu kriteria untuk menentukan prioritasi dari tahun pertama hingga kelima.

Tabel 7.4 Format Usulan dan Prioritas Program Infrastruktur Permukiman kabupaten Sukabumi No Program/kegiatan Volume/ satuan Biaya Rp lokasi Kriteria kesiapan (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1 Perencanaan Penataan Kawasan Kumuh dan DED Penataan Kawasan Kumuh 2 paket 1 M Kel.Palabuhanratu Kel.Cibadak SK Bupati Kawasan Kumuh 2 Penataan Kawasan Kumuh 2 Paket Blm teridentifikasi Kel.Palabuhanratu Kel.Cibadak -Perencanaan Kawasan dan DED Kawasan Kumuh -Surat Pernyataan Minat

7.2 Penataan Bangunan dan Lingkungan

7.2.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan PBL

Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya. Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undangundang dan peraturan antara lain:

1) UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman memberikan amanat bahwa penyelenggaraan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu. Pada UU No. 1 tahun 2011 juga diamanatkan pembangunan kaveling tanah yang telah dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan,

(10)

Bab 7 - 10 pemilikan yang tercantum pada rencana rinci tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

2) UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus diselenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung. Persyaratan administratif yang harus dipenuhi adalah:

a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah;133 b. Status kepemilikan bangunan gedung; dan

c. Izin mendirikan bangunan gedung.

Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan. Persyaratan tata bangunan ditentukan pada RTBL yang ditetapkan oleh Pemda, mencakup peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan pengendalian dampak lingkungan. Sedangkan, persyaratan keandalan bangunan gedung mencakup keselamatan, kesehatan, keamanan, dan kemudahan. UU No. 28 tahun 2002 juga mengamatkan bahwa dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang meliputi kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran, juga diperlukan peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah.

3) PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No. 36 Tahun 2005 tentang peraturan pelaksana dari UU No. 28/2002. PP ini membahas ketentuan fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat, dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Dalam peraturan ini ditekankan pentingnya bagi pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta alat pengendalian pengembangan bangunan gedung dan lingkungan.

4) Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan dokumen RTBL, maka telah ditetapkan Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa RTBL disusun pada skala kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan yang meliputi kawasan baru berkembang cepat, kawasan terbangun, kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana, serta kawasan gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL yang disusun kemudian ditetapkan melalui peraturan walikota/bupati. 5) Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

Permen PU No: 14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis dan mutu pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Pada Permen tersebut dilampirkan indikator pencapaian SPM pada setiap Direktorat Jenderal di lingkunganKementerian PU beserta sektor-sektornya.

7.2.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan A. Isu Strategis

Untuk dapat merumuskan isu strategis Bidang PBL, maka dapat dilihat dari Agenda Nasional dan Agenda Internasional yang mempengaruhi sektor PBL. Untuk Agenda Nasional, salah satunya adalah

(11)

Bab 7 - 11 Program PNPM Mandiri, yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, sebagai wujud kerangka kebijakan yang menjadi dasar acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. Agenda nasional lainnya adalah pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, khususnya untuk sektor PBL yang1mengamanatkan terlayaninya masyarakat dalam pengurusan IMB di kabupaten/kota dan tersedianya pedoman Harga Standar Bangunan Gedung Negara (HSBGN) di kabupaten/kota.

Agenda internasional yang terkait diantaranya adalah pencapaian MDG’s 2015, khususnya tujuan 7 yaitu memastikan kelestarian lingkungan hidup. Target MDGs yang terkait bidang Cipta Karya adalah target 7C, yaitu menurunkan hingga separuhnya proporsi penduduk tanpa akses terhadap air minum layak dan sanitasi layak pada 2015, serta target 7D, yaitu mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh pada tahun 2020.

Agenda internasional lainnya adalah isu Pemanasan Global (Global Warming). Pemanasan global yang disebabkan bertambahnya karbondioksida (CO2) sebagai akibat konsumsi energi yang berlebihan mengakibatkan naiknya suhu permukaan global hingga 6.4 °C antara tahun 1990 dan 2100, serta meningkatnnya tinggi muka laut di seluruh dunia hingga mencapai 10-25 cm selama abad ke-20. Kondisi inimemberikan dampak bagi kawasan-kawasan yang berada di pesisir pantai, yaitu munculnya bencana alam seperti banjir, kebakaran sertadampak sosial lainnya.

Agenda Habitat juga merupakan salah satu Agenda Internasional yang juga mempengaruhi isu strategis sektor PBL. Konferensi Habitat I yang telah diselenggarakan di Vancouver, Canada, pada 31 Mei-11 Juni 1976, sebagai dasar terbentuknya UN Habitat pada tahun 1978, yaitu sebagai lembaga PBB yang mengurusi permasalahan perumahan dan permukiman serta pembangunan perkotaan. Konferensi Habitat II yang dilaksanakan di lstanbul, Turki, pada 3 - 14 Juni 1996 dengan dua tema pokok, yaitu "Adequate Shelter for All" dan "Sustainable Human Settlements Development in an Urbanizing World", sebagai kerangka dalam penyediaan perumahan dan permukiman yang layak bagimasyarakat.

Dari agenda-agenda tersebut maka isu strategis tingkat nasional untuk bidang PBL dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:

1) Penataan Lingkungan Permukiman

a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL;

b. PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan;

c. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau (RTH) di perkotaan;

d. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan bangunan bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh kembangnya ekonomi lokal;

e. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal;

f. Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam penataan bangunan dan lingkungan.

2) Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

a. Tertib pembangunan dan keandalan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);

b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda bangunan gedung di kab/kota; c. Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, tertib, andal dan mengacu pada isu lingkungan/ berkelanjutan;

(12)

Bab 7 - 12 e. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung dan rumah Negara.

3) Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan

a. Jumlah masyarakat miskin pada tahun 2012 sebesar 29,13 juta orang atau sekitar 11,96% dari total penduduk Indonesia;

b. Realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuk sharing in-cash sesuai MoU PAKET; c. Keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan.

Isu strategis PBL ini terkait dengan dokumen-dokumen seperti RTR, skenario pembangunan daerah, RTBL yang disusun berdasar skala prioritas dan manfaat dari rencana tindak yang meliputi

a) Revitalisasi,9 b) RTH,

c) Bangunan Tradisional/bersejarah dan d) penanggulangan kebakaran, bagi pencapaian terwujudnya pembangunan lingkungan permukiman yang layak huni, berjati diri, produktif dan berkelanjutan.

B. Kondisi Eksisting

Untuk tahun 2012 capaian nasional dalam pelaksanaan program direktorat PBL adalah dengan jumlah kelurahan/desa yang telah mendapatkan fasilitasi berupa peningkatan kualitas infrastruktur permukiman perdesaan/kumuh/nelayan melalui program P2KP/PNPM adalah sejumlah 10.925 kelurahan/desa. Untuk jumlah Kabupaten/Kota yang telah menyusun Perda Bangunan Gedung (BG) hingga tahun 2012 adalah sebanyak 106 Kabupaten/Kota. Untuk RTBL yang sudah tersusun berupa Peraturan Bupati/Walikota adalah sebanyak 2 Kabupaten/Kota, 9 Kabupaten/Kota dengan perjanjian bersama, dan 32 Kabupaten/Kota dengan kesepakatan bersama. Berdasarkan Renstra Ditjen Cipta Karya 2010-2014, di samping kegiatan non-fisik dan pemberdayaan, Direktorat PBL hingga tahun 2013 juga telah melakukan peningkatan prasarana lingkungan permukiman di 1.240 kawasan serta penyelenggaraan bangunan gedung dan fasilitasnya di 377 kabupaten/kota. Dalam RPI2JM bidang Cipta Karya pencapaian di Kabupaten/Kota perlu dijabarkan sebagai dasar dalam perencanaan.

Tabel 7.5 Peraturan Daerah/Peraturan Walikota/Peraturan Bupati terkait Penataan Bangunan dan Lingkungan

No

Perda/Peraturan Gubernur/Peraturan Walikota/Peraturan Bupati/Peraturan lainnya

Amanat

Jenis Produk Pengaturan

Nomor

& Tahun Tentang

(1) (2) (3) (4) (5)

1 Perda No. 3/2015 Bangunan

Gedung

UU no 28 tahun 2002 tentang BG

2 Perda No.6/2010 Retribusi IMB UU no 28 tahun

2002 tentang BG

3 Perda No. 2/2014 Pencegahan dan

Penanggulangan Bahaya Kebakaran serta Retribusi Pemerikasaan Alat Kebakaran UU no 28 tahun 2002 tentang BG

(13)

Bab 7 - 13 Tabel 7.6 Penataan Lingkungan Permukiman

Kawasan

Tradisional/

Bersejarah

RTH

Pemenuhan SPM

Penanganan

kebakaran

Nama Kawasan Dukunga n infrastruk tur CK Lokasi nama/RTH Luas RTH % Luas RTH Keterse diaan IMB % IMB HS BGN instansi Prsarana kebakaran (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) Ciptagelar Jalan lingkungan Cicurug 1.475 5.69% 4,2 % 2,28% 2,10 8,55% 4,81% 1,31% 0,97% 1,1% Kec. A: Tersedia (lihat sk harga bupati) Kantor Pemadam Kebakaran Stasiun damkar MCK Cibadak 1.089 Cisaat 590 Sukaraja 545 Palabuhanratu 2217 Kec. C: Jampangtengah 1248 Jampangkulon 340 Surade 251 Sagaranten 284 Kec. D :

Tabel 7.7 Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan

No Kecamatan Kegiatan PNPM perkotaan(P2KP) Kegiatan pemberdayaan lainnya (1) (2) (3) (4)

C. Permasalahan dan Tantangan

Dalam kegiatan penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi, antara lain:

Penataan Lingkungan Permukiman:

• Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana sistem proteksi kebakaran;

• Belum siapnya landasan hukum dan landasan operasional berupa RTBL untuk lebih melibatkan pemerintah daerah dan swasta dalam penyiapan infrastruktur guna pengembangan lingkungan permukiman;

• Menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan ekonomi utama kota, kawasan tradisional bersejarah serta heritage;

• Masih rendahnya dukungan pemda dalam pembangunan lingkungan permukiman yang

(14)

Bab 7 - 14 dalam rangka pemenuhan SPM.

Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara:

• Masih adanya kelembagaan bangunan gedung yang belum berfungsi efektif dan efisien dalam pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;

• Masih kurangnya perda bangunan gedung untuk kota metropolitan, besar, sedang, kecil di seluruh Indonesia;

• Meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitan dengan pengelolaan dan

penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan); • Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan Gedung termasuk pada daerah-daerah rawan bencana;

• Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak berfungsi dan kurang mendapat perhatian;

• Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung di daerah serta rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan;

• Banyaknya Bangunan Gedung Negara yang belum memenuhi persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan;

• Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang tertib dan efisien; • Masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasikan dengan baik.

Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau:

• Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana lingkungan hijau/terbuka, sarana olah raga. Kapasitas Kelembagaan Daerah:

• Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan;

• Masih adanya tuntutan reformasi peraturan perundang-undangan dan peningkatan pelaksanaan otonomi dan desentralisasi;

• Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan gedung di daerah dalam fasilitasi penyediaan perangkat pengaturan.

7.2.3. Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan

Analisis kebutuhan Program dan Kegiatan untuk sektor PBL oleh Kab/Kota, hendaknya mengacu pada Lingkup Tugas DJCK untuk sektor PBL yang dinyatakan pada Permen PU No. 8 Tahun 2010, seperti yang telah dijelaskan pada Subbab 6.2.1.

Pada Permen PU No.8 tahun 2010, dijabarkan kegiatan dari Direktorat PBL meliputi: a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman

Dengan kegiatan yang terkait adalah penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK), pembangunan prasarana dan sarana lingkungan permukiman tradisional dan bersejarah, pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM), dan pemenuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan.

RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan)

RTBL berdasarkan Permen PU No. 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan didefinisikan sebagai panduan rancang bangun suatu lingkungan/kawasan yang dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan lingkungan/kawasan. Materi pokok dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan meliputi:

(15)

Bab 7 - 15  Program Bangunan dan Lingkungan;

 Rencana Umum dan Panduan Rancangan;  Rencana Investasi;

 Ketentuan Pengendalian Rencana;  Pedoman Pengendalian Pelaksanaan.

RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran

RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran seperti yang dinyatakan dalam Permen PU No. 26 tahun 2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, bahwa Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan adalah sistem yang terdiri atas peralatan, kelengkapan dan sarana, baik yang terpasang maupun terbangun pada bangunan yang digunakan baik untuk tujuan sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif maupun cara-cara pengelolaan dalam rangka melindungi bangunan dan lingkungannya terhadap bahaya kebakaran.

Penyelenggaraan sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungannya.

RISPK terdiri dari Rencana Sistem Pencegahan Kebakaran dan Rencana Sistem Penanggulangan Kebakaran di Kabupaten/Kota untuk kurun waktu 10 tahun. RISPK memuat rencana kegiatan pencegahan kebakaran yang terdiri dari kegiatan inspeksi terhadap ancaman bahaya kebakaran pada kota, lingkungan bangunan dan bangunan gedung, serta kegiatan edukasi pencegahan kebakaran kepada masyarakat dan kegiatan penegakan Norma, Standar, Pedoman dan Manual (NSPM).

RISPK juga memuat rencana tentang penanggulangan kebakaran yang terdiri dari rencana kegiatan pemadaman kebakaran serta penyelamatan jiwa dan harta benda.

Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional/Bersejarah

Pendekatan yang dilakukan dalam melaksanakan Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional adalah:

1. Koordinasi dan sinkronisasi dengan Pemerintah Daerah;

2. Pendekatan Tridaya sebagai upaya pemberdayaan terhadap aspek manusia, lingkungan dan kegiatan ekonomi masyarakat setempat;

3. Azas "berkelanjutan" sebagai salah satu pertimbangan penting untuk menjamin kelangsungan kegiatan;

4. Rembug warga dalam upaya menggali sebanyak mungkin aspirasi masyarakat, selain itu juga melakukan pelatihan keterampilan teknis dalam upaya pemberdayaan masyarakat.

Standar Pelayanan Minimal (SPM)

Analisa kebutuhan Program dan Kegiatan juga mengacu pada Permen PU No.1 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang. Khusus untuk sektor PBL, SPM juga terkait dengan SPM Penataan Ruang dikarenakan kegiatan penataan lingkungan permukiman yang salah satunya melakukan pengelolaan kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan.

b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara Kegiatan penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negarameliputi:

(16)

Bab 7 - 16 1. Menguraikan kondisi bangunan gedung negara yang belum memenuhi persyaratan keandalan yang mencakup (keselamatan, keamanan, kenyamanan dan kemudahan);

2. Menguraikan kondisi Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara; 3. Menguraikan aset negara dari segi administrasi pemeliharaan.

Untuk dapat melakukan pendataan terhadap kondisi bangunan gedung dan rumah negara perlu dilakukan pelatihan teknis terhadap tenaga pendata HSBGN, sehingga perlu dilakukan pendataan kegiatan pembinaan teknis penataan bangunan gedung.

149

c. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan

Program yang mencakup pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinan adalah PNPM Mandiri, yang dilaksanakan dalam bentuk kegiatan P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan). P2KP merupakan program pemerintah yang secara substansi berupaya menanggulangi kemiskinan melalui pemberdayaaan masyarakat dan pelaku pembangunan lokal lainnya, termasuk Pemerintah Daerah dan kelompok peduli setempat.

7.2.4. Program-Program dan Kriteria Kesiapan Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan Program-Program Penataan Bangunan dan Lingkungan, terdiri dari:

a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman;

b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara; c. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan.

Untuk penyelenggaraan program-program pada sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) maka dibutuhkan Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria) yang mencakup antara lain rencana kegiatan rinci, indikator kinerja, komitmen Pemda dalam mendukung pelaksanaan kegiatan melalui penyiapan dana pendamping, pengadaan lahan jika diperlukan, serta pembentukan kelembagaan yang akan menangani pelaksanaan proyek serta mengelola aset proyek setelah infrastruktur

dibangun. 151

Kriteria Kesiapan untuk sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan adalah: Fasilitasi RanPerda Bangunan Gedung Kriteria Khusus:

• Kabupaten/kota yang belum difasilitasi penyusunan ranperda Bangunan Gedung; • Komitmen Pemda untuk menindaklanjuti hasil fasilitasi Ranperda BG

Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas

Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas:

• Kawasan di perkotaan yang memiliki lokasi PNPM-Mandiri Perkotaan;

• Pembulatan penanganan infrastruktur di lokasi-lokasi yang sudah ada PJM Pronangkis-nya; • Bagian dari rencana pembangunan wilayah/kota;

• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat; • Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Penyusunan Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan (RTBL) Kriteria Lokasi :

• Sesuai dengan kriteria dalam Permen PU No.6 Tahun 2006; • Kawasan terbangun yang memerlukan penataan;

• Kawasan yang dilestarikan/heritage; • Kawasan rawan bencana;

(17)

Bab 7 - 17 • Kawasan gabungan atau campuran (fungsi hunian, fungsi usaha, fungsi sosial/ budaya dan/atau keagamaan serta fungsi khusus, kawasan sentra niaga (central business district);

• Kawasan strategis menurut RTRW Kab/Kota;

• Komitmen Pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintah daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan rencana tata ruang dan/atau pengembangan wilayahnya; • Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat;

• Pekerjaan dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat.

Penyusunan Rencana Tindak Revitalisasi Kawasan, Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Permukiman Tradisional/Bersejarah

Rencana Tindak berisikan program bangunan dan lingkungan termasuk elemen kawasan, program/rencana investasi, arahan pengendalian rencana dan pelaksanaan serta DAED/DED.

Kriteria Umum:

• Sudah memiliki RTBL atau merupakan turunan dari lokasi perencanaan RTBL (jika luas kws perencanaan > 5 Ha) atau;

• Turunan dari Tata Ruang atau masuk dlm skenario pengembangan wilayah (jika luas perencanaan < 5 Ha);

• Komitmen pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintah daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan Rencana Tata Ruang dan/atau pengembangan wilayahnya; • Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Penataan dan Revitalisasi Kawasan: • Kawasan diperkotaan yang memiliki potensi dan nilai strategis;

• Terjadi penurunan fungsi, ekonomi dan/atau penurunan kualitas; • Bagian dari rencana pengembangan wilayah/kota;

• Ada rencana pengembangan dan investasi pemda, swasta, dan masyarakat; • Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Ruang Terbuka Hijau:

• Ruang publik tempat terjadi interaksi langsung antara manusia dengan taman (RTH Publik);153 • Area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman baik alamiah maupun ditanam (UU No. 26/2007 tentang Tata ruang);

• Dalam rangka membantu Pemda mewujudkan RTH publik minimal 20% dari luas wilayah kota; • Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, masyarakat;

• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Permukiman Tradisional Bersejarah: • Lokasi terjangkau dan dikenal oleh masyarakat setempat (kota/kabupaten);

• Memiliki nilai ketradisionalan dengan ciri arsitektur bangunan yang khas dan estetis; • Kondisi sarana dan prasarana dasar yang tidak memadai;

• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat; • Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Kriteria Fasilitasi Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK): • Ada Perda Bangunan Gedung;

• Kota/Kabupaten dengan jumlah penduduk > 500.000 orang;

• Tingginya intensitas kebakaran per tahun dengan potensi resiko tinggi

• Kawasan perkotaan nasional PKN, PKW, PKSN, sesuai PP No.26/2008 ttg Tata Ruang; • Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;

(18)

Bab 7 - 18 Kriteria dukungan PSD Untuk Revitalisasi Kawasan, RTH Dan Permukiman Tradisional/Ged

Bersejarah:

• Mempunyai dokumen Rencana Tindak PRK/RTH/Permukiman Tradisional-Bersejarah; • Prioritas pembangunan berdasarkan program investasinya;

• Ada DDUB;

• Dukungan Pemerintah Pusat maksimum selama 3 tahun anggaran;

• Khusus dukungan Sarana dan Prasarana untuk permukiman tradisional, diutamakan pada fasilitas umum/sosial, ruang-ruang publik yang menjadi prioritas masyarakat yang menyentuh unsur tradisionalnya;

• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat; • Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Kriteria dukungan Prasarana dan Sarana Sistem Proteksi Kebakaran:

• Memiliki dokumen RISPK yang telah disahkan oleh Kepala Daerah (minimal SK/peraturan bupati/walikota);

• Memiliki Perda BG (minimal Raperda BG dalam tahappembahasan dengan DPRD); • Memiliki DED untuk komponen fisik yang akan dibangun;

• Ada lahan yg disediakan Pemda;

• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat; • Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Kriteria Dukungan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan: • Bangunan gedung negara/kantor pemerintahan;

• Bangunan gedung pelayanan umum (puskesmas, hotel, tempat peribadatan, terminal, stasiun, bandara);

• Ruang publik atau ruang terbuka tempat bertemunya aktifitas sosial masyarakat (taman, alun-alun);

• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

7.3 Sistem Penyediaan Air Minum

7.3.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

Penyelenggaraan pengembangan SPAM adalah kegiatan merencanakan, melaksanakan konstruksi, mengelola, memelihara,merehabilitasi, memantau, dan/atau mengevaluasi sistem fisik (teknik)dan non fisik penyediaan air minum. Penyelenggara pengembangan SPAM adalah badan usaha milik negara (BUMN)/ badan usaha milik daerah (BUMD), koperasi, badan usaha swasta, dan/atau kelompokmasyarakat yang melakukan penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum. Penyelenggaraan SPAM dapat melibatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan SPAM berupa pemeliharaan, perlindungan sumber air baku, penertiban sambungan liar, dan sosialisasi dalam penyelenggaraan SPAM. Beberapa peraturan perundangan yang menjadi dasar dalam pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM) antara lain:

i) Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

Pada pasal 40 mengamanatan bahwa pemenuhan kebutuhan airbaku untuk air minum rumah tangga dilakukan denganpengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM). Untuk pengembangan sistem penyediaan air minum menjadi tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

(19)

Bab 7 - 19 ii) Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Program Jangka Panjang (RPJP) Tahun 2005-2025

Perundangan ini mengamanatkan bahwa kondisi sarana dan prasarana masih rendah aksesibilitas,kualitas, maupun cakupan pelayanan.

iii) Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum

Bahwa Pengembangan SPAM adalah kegiatan yang bertujuan membangun, memperluas dan/atau meningkatkan sistem fisik (teknik) dan non fisik (kelembagaan, manajemen, keuangan, peranmasyarakat, dan hukum) dalam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik. Peraturan tersebut juga menyebutkan asas penyelenggaraan pengembangan SPAM, yaitu asaskelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keberlanjutan, keadilan, kemandirian, sertatransparansi dan akuntabilitas.

iv) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum

Peraturan ini mengamanatkan bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan/ penyediaan air minum perlu dilakukan pengembangan SPAM yang bertujuan untuk membangun, memperluas, dan/atau meningkatkan sistem fisik dan non fisik daam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik dan sejahtera.

v) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang

Peraturan ini menjelaskan bahwa tersedianya akses air minum yang aman melalui Sistem Penyediaan Air Minum dengan jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan terlindungi dengan kebutuhan pokok minimal 60 liter/orang/hari. SPAM dapat dilakukan melalui sistem jaringan perpipaan dan/ataubukan jaringan perpipaan. SPAM dengan jaringan perpipaan dapat meliputi unit air baku, unit produksi, unit distribusi, unit pelayanan, dan unit pengelolaan. Sedangkan SPAM bukan jaringan perpipaan dapat meliputi sumur dangkal, sumur pompa tangan, bak penampungan airhujan, terminal air, mobil tangki air, instalasi air kemasan, atau bangunan perlindungan mata air. Pengembangan SPAM menjadikewenangan/ tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerahuntuk menjamin hak setiap orang dalam mendapatkan air minum bagikebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupan yangsehat, bersih, dan produktif sesuai dengan peraturan perundangundangan,seperti yang diamanatkan dalam PP No. 16 Tahun 2005.

161

7.3.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan A. Isu Strategis Pengembangan SPAM

Terdapat isu-isu strategis yang diperkirakan akan mempengaruhi upaya Indonesia untuk mencapai target pembangunan di bidang air minum.Isu ini didapatkan melalui serangkaian konsultasi dan diskusi dalam lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum khususnya Direktorat Jenderal Cipta Karya. Isu-isu strategis tersebut adalah:

1. Peningkatan Akses Aman Air Minum; 2. Pengembangan Pendanaan;

3. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan;

4. Pengembangan dan Penerapan Peraturan Perundang-undangan; 5. Pemenuhan Kebutuhan Air Baku untuk Air Minum;

6. Rencana Pengamanan Air Minum;

7. Peningkatan Peran dan Kemitraan Badan Usaha dan Masyarakat; dan

8. Penyelenggaraan Pengembangan SPAM yang Sesuai denganKaidah Teknis dan Penerapan Inovasi Teknologi

(20)

Bab 7 - 20 162

Setiap kabupaten/kota perlu melakukan identifikasi isu strategis yang ada di daerah masing-masing mengingat isu strategis ini akan menjadi dasar dalam pengembangan infrastruktur, prasarana dan sarana dasardi daerah, serta akan menjadi landasan penyusunan program dan kegiatan dalam Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur (RPI2JM) yang diharapkan dapat mempercepat pencapaian cita-cita pembangunan nasional.

B. Kondisi Eksisting Pengembangan SPAM

Pembahasan yang perlu diperhatikan terkait dengan Kondisi Eksisting Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum di kabupaten/kotasecara umum adalah:

i. Aspek Teknis

Berisi hal-hal yang berkaitan dengan jenis dan jumlah sistem jaringan yang terdapat di dalam kota/kabupaten, tingkat pelayanan,sumber air baku yang digunakan, serta kondisi pelanggan, sistempengolahan air, dan jam pelayanan. Di dalam aspek teknis ini perlu juga dimunculkan besarnya unit konsumsi air minum (liter/orang/hari)untuk jaringan perpipaan dan bukan perpipaan.

ii. Aspek Pendanaan

Berisi uraian umum pembiayaan pengelolaan air minum baik sistemjaringan perpipaan maupun jaringan bukan perpipaan, kemampuan masyarakat dalam pembiayaan air minum, pencapaian targetpembayaran rekening air, prosentase besaran tunggakan rekening.Disebutkan pula tarif dasar air dan harga dasar air serta struktur pelanggan.

iii. Kelembagaan

Berisi penjelasan dan uraian mengenai kondisi organisasi pengelolasistem penyediaan air minum baik jaringan perpipaan maupun non perpipaan.Yang perlu disampaikan terkait kondisi eksisting kelembagaan SPAM adalah:

163

1. Organisasi Tata Laksana Penyelenggara SPAM baik untuk jaringan perpipaan maupun bukan perpipaan;

2. Sumber daya manusia penyelenggara SPAM; 3. Rencana Kerja Kelembagaan; dan

4. Monitoring dan Evaluasi Pengkajian Kelembagaan SPAM.

iv. Peraturan Perundangan

Berisi peraturan-perundangan (perda, SK walikota/kabupaten, SK Direktur PDAM dll) yang berkaitan dengan pengelolaan air minum dikota/ kabupaten serta permasalahan terkait dengan pelaksanaan/implementasi peraturan/perundangan tersebut.

v. Peran Serta Masyarakat

Berisi peran serta masyarakat dalam pengelolaan air minum terkait dengan kepatuhan membayar retribusi air, inisiatif masyarakat mengembangan SPAM di wilayah mereka, peran serta masyarakat memelihara kuantitas dan kualitas sumber air. Diuraikan pula permasalahan yang dihadapi terkait dengan peran negative masyarakat dalam menjaga keberlanjutan sumber air, jaringan yang ada dll.

(21)

Bab 7 - 21

NO. Sistem Jaringan

Daerah Pelayanan Tingkat Pelayanan Sumber Air

Luas Jml. Penduduk Jml. Penduduk % %

Lokasi Debit (l/dt) Wil. Pelayanan Wil. Pelayanan Terlayani Penduduk Wilayah

1 Palabuhanratu 10.287,91 76.388 44.190 41% 58% Sungai Citepus 870 2 Cicurug 4.637,60 113.990 43.962 35% 39% MA Cikombo II 122 MA Cipanas 258 3 Cibadak 6.289,29 100.728 30.126 26% 30% MA Cipanas 258 MA Cirosa 10 MA Cipalasari 10 MA Cikanyere 10 4 Parungkuda 3.182,75 45.288 18.492 27% 41% MA Cimacan 5 Teping Cipanas 258

5 Jampang Tengah 25.309,36 5.347 1.860 3% 35% DW Bj. Lopang 3 6 Kalapa Nunggal 7.501,37 39.995 11.106 24% 28% MA Kiara Rugrug 10

MA Cipadurenan 7 7 Cisolok-Cikakak 27.701,98 30.634 12.870 11% 42% MA Cikahuripan 7 S. Parakan Gedeg 200 S. Marinjung 600 8 Sagaranten-Purabaya 21.586,30 23.141 2.706 3% 12% MA Cipongpok 1 S. Cibening 600 9 Nagrak 7.027,22 45.348 8.016 9% 18% MA Citangkalak 10 10 Cikembar-Warungkiara 17.949,80 62.458 30.816 26% 49% KTH Ubrug 100 11 Parakansalak 6.426,68 42.480 11.838 28% 28% S. Tonjong 10 12 Sukalarang 2.203,89 31.593 4.986 11% 16% DW Sukamaju 2 MA Cisalopa 10

13 Bojong Genteng 2.656,68 15.889 7.638 21% 48% MA Cipadurenan 7 14 Cisaat 2.145,40 54.674 954 1% 2% DW Bojongnangka 10 15 Jampang Kulon 7.977,02 35.015 8.250 7% 24% S Leuwi Seket 150 16 Cidahu 2.916,90 26.329 7.008 11% 27% MA Cipanas 258 17 Ciambar 5.718,05 27.435 6.768 19% 25% S. Pasir Hantap 80 18 Kabandungan 14.675,33 23.576 7.686 19% 33% S. Citamiang 600 19 Citarik 661,50 20.499 10.310 50% 50% S. Citarik 1000 20 Caringin 2.319,50 47.561 414 1% 1% S. Cibening 600

(22)

Bab 7 - 22 C. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan SPAM

i. Permasalahan Pengembangan SPAM

Pada bagian ini, perlu dijabarkan permasalahan pengembangan SPAM sesuai dengan kondisi daerah masing-masing. Adapunpermasalahan pengembangan AM pada tingkat nasional antara lain:

1) Peningkatan Cakupan dan Kualitas

a) Tingkat pertumbuhan cakupan pelayanan air minum sistem perpipaan belum seimbang dengan tingkat perkembangan penduduk

b) Perkembangan pesat SPAM non-perpipaan terlindungi masih memerlukan pembinaan. c) Tingkat kehilangan air pada sistem perpipaan cukup besar dan tekanan air pada jaringan

distribusi umumnya masih rendah.

d) Pelayanan air minum melalui perpipaan masih terbatas dan harus membayar lebih mahal. e) Ketersediaan data yang akurat terhadap cakupan dan akses air minum masyarakat belum

memadai.

f) Sebagian air yang diproduksi PDAM telah memenuhi kriteria layak minum, namun kontaminasi terjadi pada jaringan distribusi.

g) Masih tingginya angka prevalensi penyakit yang disebabkan buruknya akses air minum yang aman.

2) Pendanaan

a) Penyelenggaraan SPAM mengalami kesulitan dalam masalah pendanaan untuk pengembangan, maupun operasional dan pemeliharaan.

b) Investasi untuk pengembangan SPAM selama ini lebih tergantung dari pinjaman luar negeri. c) Komitmen dan prioritas pendanaan dari pemerintah daerah dalam pengembangan SPAM masih rendah.

3) Kelembagaan dan Perundang-Undangan

a) Lemahnya fungsi lembaga/dinas di daerah terkait penyelenggaraan SPAM.

b) Prinsip pengusahaan belum sepenuhnya diterapkan oleh penyelenggara SPAM (PDAM).

c) Pemekaran wilayah di beberapa kabupaten/kota mendorong pemekaran badan pengelola SPAM di daerah.

4) Air Baku

a) Kapasitas daya dukung air baku di berbagai lokasi semakin terbatas. b) Kualitas sumber air baku semakin menurun.

c) Adanya peraturan perijinan penggunaan air baku dibeberapa daerah yang tidak selaras dengan peraturan yang lebih tinggi.

d) Belum mantapnya alokasi penggunaan air baku sehingga menimbulkan konflik kepentingan di tingkat pengguna.

5) Peran Masyarakat

a) Air masih dipandang sebagai benda sosial meskipun pengolahan air baku menjadi air minum memerlukan biayarelatif besar dan masih dianggap sebagai urusan pemerintah.

b) Potensi yang ada pada masyarakat dan dunia usaha belum sepenuhnya diberdayakan oleh Pemerintah.

c) Fungsi pembinaan belum sepenuhnya menyentuh masyarakat yang mencukupi kebutuhannya sendiri. Setiap kabupaten/kota perlu melakukan identifikasi permasalahan yang ada

(23)

Bab 7 - 23

No. Aspek Pengelolaan Air Minum Permasalahan

Tindakan Yang Sudah

Dilakukan Yang Sedang Dilakukan

(1) (2) (3) (4) (5)

A. Kelembagaan/Perundangan

1 Organisasi SPAM -

2

Tata Laksana (SOP, Koordinasi,

dll)

3 SDM -Tidak sesuai dengan basic pendidikan

B. Teknis Operasional

1 Sumber air baku - Tidak tersedianya Sumber Air Baku

- Debit Air Menurun

- Jauhnya lokasi sumber air

- Tidak sesuai dengan yang diharapkan secara

teknis

2 Bangunan Intake - Bangunan Intake yang rusak

- Design Bangunan Intake yang kurang tepat

3 IPA - Sebagian Bangunan IPA Rusak

- Bangunan IPA over kapasitas

4 Reservoir dan Pompa Distribusi - Keterbatasan Bangunan Reservoir

- Keterbatasan pompa

- Pompa sering rusak

- Pompa yang sudah mengalami penurunan

kapasitas/rusak

5 Jaringan Transmisi - Pipa Transmisi mengalami kebocoran

- Jaringan Transmisi terlalu panjang sehingga

menyulitkan -

dalam pemeliharaan

6 Jaringan Distribusi

- Pipa distribusi masih kurang menjangkau

daerah pelayanan

- Banyak pipa distribusi yang bocor, sudah

tua/rusak/korosif

7 Sambungan Rumah

- Masih rendah minat masyarakat untuk

menjadi pelanggan

- Masih rendah daya beli masyarakat

- Letak daerah yang terpencil

8 Meter Pelanggan - Tidak akurat, buram dan rusak

- Harga water meter yang tinggi

- Kualitas meteran yang rendah

C. Pembiayaan

1 Sumber-sumber pembiayaan

2 Tarif retribusi

3 Mekanisme penarikan retribusi

D. Peran Serta Masyarakat

1 Penyuluhan

2 Kemampuan membayar retribusi

(24)

Bab 7 - 24

ii. Tantangan Pengembangan SPAM

Beberapa tantangan dalam pengembangan SPAM yang cukup besar ke depan, agar dapat digambarkan, misalnya :

1) Tantangan Internal:

a) Tantangan dalam peningkatan cakupan kualitas air minum saa tini adalah mempertimbangkan masih banyaknya masyarakat yang belum memiliki akses air minum yang aman yang

tercermin pada tingginya angka prevalensi penyakit yang berkaitan denganair. Tantangan lainnya dalam pengembangan SPAM adalah adanya tuntutan PP 16/2005 untuk memenuhi kualitas air minum sesuai kriteria yang telah disyaratkan.

b) Banyak potensi dalam hal pendanaan pengembangan SPAM yang belum dioptimalkan. Sedangkan adanya tuntutan penerapan tarif dengan prinsip full cost recovery merupakan tantangan besar dalam pengembangan SPAM.

c) Adanya tuntutan untuk penyelenggaraan SPAM yang profesional merupakan tantangan dalam pengembangan SPAM di masadepan.

d) Adanya tuntutan penjaminan pemenuhan standar pelayanan minimal sebagaimana

disebutkan dalam PP No. 16/2005 serta tuntutan kualitas air baku untuk memenuhi standar yang diperlukan.

e) Adanya potensi masyarakat dan swasta dalam pengembangan SPAM yang belum diberdayakan.

2) Tantangan Eksternal

a) Tuntutan pembangunan yang berkelanjutan dengan pilar pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup.

b) Tuntutan penerapan Good Governance melalui demokratisasi yang menuntut pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan.

c) Komitmen terhadap kesepakatan Millennium Development Goals(MDGs) 2015 dan Protocol Kyoto dan Habitat, dimana pembangunan perkotaan harus berimbang dengan

pembangunan perdesaan.

d) Tuntutan peningkatan ekonomi dengan pemberdayaan potensi lokal dan masyarakat, serta peningkatan peran serta dunia usaha, swasta

e) Kondisi keamanan dan hukum nasional yang belum mendukung iklim investasi yang kompetitif.

7.3.3 Analisis Kebutuhan Sistem Penyediaan Air Minum

Kebutuhan sistem penyediaan air minum terjadi karena adanya gap antara kondisi yang ada saat ini dengan target yang akan dicapai padakurun waktu tertentu. Kondisi pelayanan air minum secara nasional sebesar 47, 71%, dilihat dari proporsi penduduk terhadap sumber airminum terlindungi (akses aman) yang mencakup 49,82% di perkotaan dan 45,72 di perdesaan. Setiap kabupaten/kota perlu melakukan analisis kebutuhan sistem penyediaan air minum di masing-masing kabupaten/kota sesuai dengan arahan dibawah ini.

A. Analisis Kebutuhan Pengembangan SPAM Kabupaten/Kota

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menganalisis kebutuhan Sistem Penyediaan Air Minum, baik sistem perpipaan maupun bukan perpipaan adalah menguraikan faktor-faktor yang mempengaruhi sistempenyediaan air minum. Melakukan analisis atas dasar besarnya kebutuhan penyediaan air minum, baik itu untuk pemenuhan kebutuhanmasyarakat (basic need) maupun kebutuhan pengembangan kota (development need). Pada bagian ini sudah harus diuraikan penetapan

(25)

Bab 7 - 25 kawasan/daerah yang memerlukan penanganan dari komponen penyediaan air minum baik sistem perpipaan maupun bukan perpipaan,serta diperlihatkan arahan struktur pengembangan prasarana kota yang telah disepakati.

Analisis kebutuhan Pengembangan SPAM merupakan hasil rangkaian analisis diantaranya adalah analisis hasil survey kebutuhan nyata (realdemand survey), analisis kebutuhan dasar air minum, analisis kebutuhan program pengembangan, analisis kualitas dan tingkat pelayanan serta analisis ekonomi. Hasil analisis kebutuhan dituangkan dalam tabel berikut ini.

No. Uraian Kondisi

Eksisting

Kebutuhan

Tahun I Tahun II Tahun III Tahun IV Tahun V

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

1. Sistem Perpipaan (PDAM)

a. Kebocoran (%) 30,89 28 26 24 22 20 b. Cakupan Pelayanan Penduduk (%)

27,63 34 40 47 53 60 c. Kebutuhan (liter/org/hari) 60 80 90 100 130 150

2. Sistem Bukan Perpipaan

a. Kebocoran (%) -

b. Cakupan Pelayanan Penduduk (%) -

c. Kebutuhan (liter/org/hari) -

3. Sistem Perpipaan Non PDAM

a. Kebocoran (%) -

b. Cakupan Pelayanan Penduduk (%) -

c. Kebutuhan (liter/org/hari) - 4. Kebocoran Total (%) 30,89 28 26 24 22 20 5. Jumlah Pelanggan 26.665 32.841 39.018 45.194 51.371 57.547 a. Proporsi Sambungan Langsung (%)

93 80 80 80 70 70

b. Proporsi Sambungan Umum (%)

7 20 20 20 30 30

c. Jumlah Sambungan Langsung

24.833 26.273 31.214 36.156 35.960 40.283 d. Jumlah Sambungan Umum

1.832 6.568 7.804 9.039 15.411 17.264 6. Unit Konsumsi

a. Sambungan Langsung, SL (L/org/hr)

101 110 120 130 150 170

b. Sambungan Umum, SU SL (L/org/hr)

21 30 30 30 30 30

c. Non Domestik (L/org/hr)

2 30 30 30 30 30

7. Kebutuhan Air

a. Kebutuhan Air Domestik (L/hr)

12.717.159 13.136.590 15.607.180 18.077.770 20.548.360 23.018.950 b. Kebutuhan Non Domestik (L/hr)

2.990.326 3.087.099 3.667.687 4.248.276 4.828.865 5.409.453 c. Sub Total Kebutuhan Air (L/hr)

15.707.485 16.223.689 19.274.867 22.326.046 25.377.224 28.428.403

8. Kebutuhan Air Rata-rata (Qr) (L/hr)

20.559.527 21.235.186 25.228.874 29.222.561 33.216.249 37.209.937 9.

Kebutuhan Air Maksimum (Qmax) (L/hr) 22.615.480 23.358.705 27.751.761 32.144.817 36.537.874 40.930.930 10.

Peak Hour Factor (Faktor Jam Puncak) (L/hr) 30.839.291 31.852.779 37.843.310 43.833.842 49.824.373 55.814.905

(26)

Bab 7 - 26 B. Kebutuhan Pengembangan SPAM Daerah

Berikut ini adalah kebutuhan Pengembangan SPAM yang mengacu dari Renstra DJCK tahun 2010-2014 khususnya dalam Kegiatan:Pengaturan, Pembinaan, Pengawasan, Pengembangan Sumber Pembiayaan Dan Pola Investasi, Dan Penyelenggaraan Serta Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum.Setiap kabupaten/kota perlu menggambarkan realisasi dan targetpengembangan sistem penyediaan air minum di masing-masingkabupaten/kota sesuai dengan tabel 8.26 dibawah ini.

7.3.4 Program-Program dan Kriteria Penyiapan, serta Skema Kebijakan Pendanaan Pengembangan SPAM

7.3.4.1 Program-Program Pengembangan SPAM

Program SPAM yang dikembangkan oleh Pemerintah antara lain:

A. Program SPAM IKK

Kriteria Program SPAM IKK (Sistem Penyediaan Air Minum-Ibu Kota Kecamatan)adalah:  Sasaran: IKK yang belum memiliki SPAM

Kegiatan:

 Pembangunan SPAM (unit air baku, unit produksi dan unit distribusi utama)  Jaringan distribusi untuk maksimal 40% target Sambungan Rumah (SR) total  Indikator:

 Peningkatan kapasitas (liter/detik)

 Penambahan jumlah kawasan/IKK yang terlayani SPAM

B. Program Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)

Kriteria Program Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) adalah:  Sasaran: Optimalisasi SPAM IKK

Kegiatan: Stimulan jaringan pipa distribusi maksimal 40% dari target total SR untuk MBR Indikator:

 Peningkatan kapasitas (liter/detik)

 Penambahan jumlah kawasan kumuh/nelayan yang terlayani SPAM

C. Program Perdesaan Pola Pamsimas

Kriteria Program Perdesaan Pola Pamsimas adalah:  Sasaran: IKK yang belum memiliki SPAM Kegiatan:

 Pembangunan SPAM (unit air baku, unit produksi dan unit distribusi utama)  Jaringan distribusi untuk maksimal 40% target Sambungan Rumah (SR) total  Indikator:

 Peningkatan kapasitas (liter/detik)

 Penambahan jumlah kawasan/IKK yang terlayani SPAM

D. Program Desa Rawan Air/Terpencil

Kriteria Program SPAM IKK adalah:

Sasaran: Desa rawan air, desa miskin dan daerah terpencil(sumber air baku relatif sulit) Kegiatan: Pembangunan unit air baku, unit produksi dan unit distribusi utama

Indikator: Penambahan jumlah desa yang terlayani SPAM

E. Program Pengamanan Air Minum

(27)

Bab 7 - 27Sasaran: PDAM-PDAM dalam rangka mengurangi resiko

Kegiatan: Pengendalian kualitas pelayanan air minum dari hulu sampai hilir Indikator: Penyediaan air minum memenuhi standar 4 K.

Selanjutnya pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) mengacu pada Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RISPAM) yang disusun berdasarkan:

1. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota; 2. Rencana pengelolaan Sumber Daya Air; 3. Kebijakan dan Strategi Pengembangan SPAM;

4. Kondisi Lingkungan, Sosial, Ekonomi, dan Budaya Masyarakat; 5. Kondisi Kota dan Rencana Pengembangan SPAM.

Kegiatan

Wilayah administrasi

kab/kota

Wilayah pelayanan

Satu wilayah Lintas kab.kota Lintas provinsi Penyusun Pemda Penyelenggara di Kab./Kota Penyelenggara Regional Penyelenggara Regional Acuan RTRW RTRW & RISPAM Kab./Kota RTRW & RISPAM Kab./Kota Terkait RTRW Provinsi, RTRW & RISPAM Kab./ Kota Terkait Penetapan Bupati/ Walikota Bupati/ Walikota Gubernur setelah berkonsultasi dengan Bupati/Walikota Terkait. Menteri setelah berkonsultasi dengan Gubernur dan Bupati/Walikota Terkait.

Konsultasi public Pemda

Penyelenggara dengan Fasilitasi dari Pemda Penyelenggara dengan fasilitasi dari Pemda terkait dan Gubernur Penyelenggara dengan fasilitasi dari Pemda terkait, Gubernur, dan menteri. Pelaksanaan

penyusunan Penyedia Jasa/ Penyedia Jasa/ Penyedia Jasa/ Penyedia Jasa/

7.3.4.2 Kriteria Penyiapan (Readiness Criteria)

Kelengkapan (readiness criteria) usulan kegiatan PengembanganSPAM pemerintah kabupaten/kota adalah sebagai berikut:

1. Tersedia Rencana Induk Pengembangan SPAM (sesuai PP No. 16/2005 Pasal 26 ayat 1 s.d 8 dan Pasal 27 tentang Rencana Induk Pengembangan SPAM.

2. Tersedia dokumen RPI2JM bidang Cipta Karya 3. Tersedia studi kelayakan/justifikasi teknis dan biaya

– Studi Kelayakan Lengkap: Penambahan kapasitas ≥ 20 l/detikatau diameter pipa JDU terbesar ≥ 250 mm

– Studi Kelayakan Sederhana: Penambahan kapasitas 15-20 l/detikatau diameter pipa JDU terbesar 200 mm;

– Justifikasi Teknis dan Biaya: Penambahan kapasitas ≤ 10 l/detik atau diameter pipa JDU terbesar ≤ 150 mm;;

4. Tersedia DED/Rencana Teknis (sesuai Permen No. 18/2007) 5. Ada indikator kinerja untuk monitoring

– Indikator Output: 100 % pekerjaan fisik

– Indikator Outcome: Jumlah SR/HU yang dimanfaatkan oleh masyarakat pada tahun yang sama 6. Tersedia lahan/ada jaminan ketersediaan lahan

7. Tersedia Dana Daerah Untuk Urusan Bersama (DDUB) sesuai kebutuhan fungsional dan rencana pemanfaatan sistem yang akan dibangun

Gambar

Tabel 7.4 Format Usulan dan Prioritas Program Infrastruktur Permukiman kabupaten Sukabumi  No  Program/kegiatan  Volume/  satuan  Biaya Rp  lokasi  Kriteria  kesiapan  (1)  (2)  (3)  (4)  (5)  (6)  1  Perencanaan  Penataan Kawasan  Kumuh dan DED  Penataan
Tabel 7.5  Peraturan Daerah/Peraturan Walikota/Peraturan Bupati  terkait Penataan Bangunan dan Lingkungan
Tabel 7.7 Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
Tabel 7.8 Cakupan Pelayanan Sistem On Site
+3

Referensi

Dokumen terkait

Sikap positif itu adalah pengendalian diri agar senantiasa berfikir dengan melihat sisi positif disetiap obyek yang terlihat, terdengar, atau bahkan dalam bentuk afirmasi

Karena ada penilaian dan stigma yang buruk dari masyarakat, kekhawatiran pada anak-anak yang dilahirkan juga memberikan stres yang besar pada ibu rumah tangga pengidap

Tidak adanya hubungan antara persepsi remaja terhadap harapan orangtua dengan pre stasi belajar kemungkinan disebabkan karena meskipun persepsi subyek dalam hal ini

BPRS Artha Amanah Ummat Ungaran mempunyai kebijakan bahwa pemberian bonus kepada nasabah yang mempunyai tabungan wadi’ah adalah separuh dari ER tabungan Amanah.. BPRS

Form Laporan Kartu Persediaan adalah form yang digunakan untuk menampilkan laporan kartu persediaan yang berasal dari tabel stock barang berupa kuantitas barang yang masuk

1 kg daging buah Phaleria macrocarpa yang telah dikeringkan ditumbuk halus, kemudian serbuk dimasukkan ke dalam alat soklet (kapasitas 50g) dan dilakukan ekstraksi dengan

Selanjutnya berdasarkan Tabel 12, dengan mengalikan luasan kebakaran hutan dengan nilai kerugian ekonomi akibat kebakaran maka diperoleh nilai degradasi akibat kebakaran

Pola arus sejajar pantai membuat material sedimen tersebar secara lateral dan luas, akan tetapi arus perairan yang lebih kuat membawa kembali muatan sedimen tersebut ke wilayah