• Tidak ada hasil yang ditemukan

Carbon Accounting

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

3. Pembangunan Sistem Pemantauan Emisi Karbon

Dalam mencapai tujuan pemerintah Indonesia dengan melakukan penurunan emisi karbon, melalui KLHK, saat ini telah dikembangkan sistem pemantauan untuk mengukur emisi GRK yang terangkat di udara melalui foto satelit luar angkasa, yaitu Indonesian National Carbon Accounting System (INCAS). Tom Harvey, manajer program INCAS Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR’s) mengatakan “INCAS dirancang sebagai wahana tunggal nasional”. Artinya sumber daya ini dapat digunakan sebagai satu sistem tersentralisasi yang menghasilkan dugaan GRK untuk semua kebutuhan pelaporan emisi Indonesia, dan bukan untuk kebutuhan pengembangan dan pengoperasian beberapa sistem individual berbeda. Sistem Penghitungan Karbon Nasional Indonesia (INCAS) menjadi dasar sistem Pengukuran, Pelaporan dan Verifikasi (MRV) negara untuk sektor lahan, yang diperlukan negara di bawah Kesepakatan Kerangka Kerja Perubahan Iklim PBB (UNFCC). Seperti yang diungkapkan sebelumnya, dalam INCAS sendiri, sistem pelaporan emisi karbon masih sebatas pada pemantauan untuk kebutuhan pelaporan emisi karbon secara umum saja, sehingga masih belum dimungkinkan untuk melakukan pelaporan baik internal maupun eksternal mengenai program pengurangan dan kemajuan dalam mencapai target dalam Carbon Accounting.

Carbon Accounting dalam Laporan Akuntansi Sosial dan Lingkungan

Penerapan akuntansi sosial dan lingkungan belum sepenuhnya diterapkan oleh perusahaan publik di Indonesia, khususnya terkait akuntansi lingkungan. Suaryana (2009) dalam hasil penelitiannya menunjukkan bahwa masih sedikit perusahaan publik yang melaporkan laporan pertanggungjawaban sosial dan lingkungan dalam laporan tahunan, sehingga perlu dicari jalan keluar untuk meningkatkan penerapannya. Sejalan dengan penelitian sebelumnya yang

24

dilakukan oleh Anggraini (2006) dan Ja’far, dan Arifah (2006), ditunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan perbankan dan asuransi (lebih dari 50 persen) mengungkapkan informasi mengenai praktik kerja, yaitu informasi yang berkaitan dengan tanggung jawab perusahaan dalam pengembangan Sumber Daya Manusia. Selain itu perusahaan juga mengungkapkan kegiatan-kegiatan sosial, berupa pemberian sumbangan, serta tanggung jawab perusahaan terhadap kualitas produk yang dihasilkan. Adapun dalam laporan ini, Akuntasi sosiallah yang lebih ditonjolkan daripada akuntansi lingkungan. Adapun penelitian dalam konteks akuntansi lingkungan dilakukan oleh Ja’far S. dan Arifah (2006), dimana ditemukan bahwa dari 53 perusahaan sampel yang ada, 20 perusahaan menerbitkan Environmental Disclosure atau pengungkapan lingkungan dalam laporan tahunannya. Dari perbandingan atas kedua penelitian yang disebutkan diatas, dapat dikatakan bahwa ada beberapa perusahaan yang telah mengungkapkan aktivitas sosialnya dalam laporan tahunannya, namun sebagai kontrasnya, pengungkapan terhadap aktivitas lingkungan masih sangat sedikit dilakukan.

Terkait dengan pengimplementasian Carbon Accounting, Dwijayanti, (2011) mengungkapkan bahwa dengan semakin bertambahnya jumlah industri di Indonesia, polusi industri juga meningkat, khususnya polusi udara. Oleh karena itu, masalah lingkungan saat ini menjadi hal yang penting untuk dibicarakan dan dicarikan solusinya oleh pemerintah dan Carbon Accounting bisa menjadi solusi yang baik untuk Indonesia. Namun sayang, Carbon Accounting ini belum sepenuhnya diterapkan di Indonesia. Seperti yang diketahui, pada tanggal 28 Juli 2004, pemerintah Indonesia sudah meratifikasi Protokol Kyoto. Hal ini menunjukkan bahwa Carbon Accounting sebenarnya sudah berjalan di Indonesia. Namun, pada penerapan barunya Carbon Accounting belumlah sepenuhnya diimplementasikan di Indonesia.

Seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa pengungkapan laporan aktivitas lingkungan yang ada masih sangat kurang dilakukan, padahal pada dasarnya laporan aktivitas lingkungan ini sangat diperlukan. Dari pandangan

25

ekonomi sendiri dan berbagai sumber yang ada, kedepannya para pemegang saham akan cenderung lebih memperhatikan dan menitik beratkan pada laporan lingkungan untuk ditinjau (Akuntan Indonesia, 2007). Adapun beberapa pertimbangan yang ada yakni seperti mempertimbangkan perusahaan yang peduli lingkungan dan perusahaan yang going concern. Selanjutnya, Pamela (2010) dalam penelitiannya tentang “Akuntansi Karbon sebagai Perspektif Baru di Indonesia dalam Akuntansi Lingkungan” mengungkapkan bahwa Carbon

Accounting adalah bentuk baru dalam ilmu akuntansi yang merupakan bagian

akuntansi lingkungan sebagai bentuk pertanggungjawaban perusahaan terhadap lingkungan, yang dalam hal ini untuk mengurangi emisi gas karbon yang dihasilkan oleh kegiatan produksi perusahaan manufaktur yang berkaitan dengan pengolahan alam. Dalam penelitiannya, Pamela menyebutkan bahwa pemerintah belum mengimplementasikan perdagangan karbon ke setiap perusahaan yang ada di Indonesia karena hukum dan SDM di Indonesia yang tergolong masih rendah. Kemudian Hariyani dan Martini (2012) menambahkan bahwa penerapan Carbon

Accounting di Indonesia masih sulit, karena Indonesia belum memiliki standar

baku dalam melakukan pengukuran karbon. Dari kedua kasus ini dapat dikatakan bahwa hal ini sebenarnya menjadi hal yang cukup penting untuk diperhatikan oleh pemerintah. Selanjutnya Taurisianti dan Kurniawati (2014) dalam penelitian mereka untuk melihat bagaimana pengukuran serta perlakuan akuntansi karbon di Indonesia berdasarkan KPMG UK (2008) mengungkapkan bahwa perusahaan-perusahaan yang beroperasi di negara yang menerapkan kebijakan Carbon Tax ataupun Carbon Trade mengalami kerancuan dalam pencatatan transaksi terkait karbon karena sejauh ini belum terdapat standar dalam International Financial

Reporting Standard (IFRS) yang mengatur terkait karbon. Dalam hal ini pemetaan

penelitian untuk mengkaji kendala-kendala yang dihadapi dalam pembuatan laporan Carbon Accounting ada baiknya diungkapkan, supaya kedepannya, dapat ditemukan solusi-solusi untuk memecahkan masalah Carbon Accounting ini. Apalagi ketika hal ini, menjadi hal yang cukup serius untuk diperhatikan.

26

Aturan-Aturan terkait dengan Carbon Accounting

Dari pembahasan diatas dapat dilihat bahwa pada akhirnya penerapan akuntansi sosial dan lingkungan memang menjadi perhatian perusahaan untuk mengimplementasikan Carbon Accounting, khususnya terkait akuntansi lingkungan, perlu diintegrasikan dan menjadi hal yang bersifat mandatory dan bukan volountary. Selama ini aturan dan hukum yang ada belum spesifik mengatur tentang pentingnya pengungkapan laporan lingkungan, khususnya yang berkaitan dengan Carbon Accounting. Adapun UU yang ada seperti akuntansi dampak lingkungan dari aktivitas perusahaan telah diatur SAK. PSAK No. 1 paragraf 9 telah memberikan penjelasan mengenai penyajian dampak lingkungan meskipun PSAK No. 1 belum mengatur dengan tegas dalam pengaturan pengungkapan dampak lingkungan. Perlakuan akuntansi dampak lingkungan juga diatur di dalam PSAK No. 32 mengenai Akuntansi Kehutanan dan PSAK No. 33 tentang Akuntansi Pertambangan Umum. Selain itu Tanggung jawab sosial dan lingkungan tertuang dengan jelas pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40, Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, terkhususnya pada Pasal 74 (Suaryana, 2009). Dalam hal ini, jelaslah bahwa aturan yang sudah ada lebih mengatur pada CSR dan SR. Padahal seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa Carbon Accounting sebenarnya merupakan hal yang sama pentingnya untuk diperhatikan atau bahkan butuh perhatian lebih dari pemerintah.

Upaya-Upaya ke depan yang dapat dilakukan untuk Carbon Accounting

Dengan merujuk pada aturan-aturan yang sudah ada, kedepannya ada baiknya bila ada undang-undang dan standar akuntansi dari pemerintah yang mewajibkan perusahaan-perusahaan dalam industri terkait untuk membuat laporan lebih spesifik yang mengarah ke Carbon Accounting. Selanjutnya, terkait dengan isu lingkungan yang sedang hangat saat ini mengenai pemanasan global, jelas diketahui bahwa Carbon Accounting berperan dalam pengurangan emisi karbon serta melaporkannya. Dengan demikian, dalam hal ini akuntansi lingkungan perlu mendapat perhatian lebih dan terus ditinjau lebih lanjut dari berbagai disiplin ilmu

27

agar di masa depan Carbon Accounting bisa implementasikan dan menjadi bagian dari pelaporan yang terkait dalam CSR dan SR yang mana cakupannya menjadi semakin luas dan berkembang. Terakhir, dari sisi akuntan dan pengguna laporan, bahwa Carbon Accounting tidak hanya meninjau ke arah hutan saja, tetapi dari berbagai sisi. Ke depannya, Carbon Accounting bisa ditinjau baik dari sisi perusahaan penyerap karbon maupun sisi perusahaan penghasil karbon serta melaporkannya kepada publik.

Simpulan

Sampai dengan saat ini upaya yang telah dilakukan Indonesia untuk pengimplementasian Carbon Accounting: Pertama, Carbon Accounting masih sebatas pengukuran yaitu pengelolaan dan pengontrolan emisi karbon (carbon

management) dengan sistem MRV dalam REDD+ dan INCAS, tahap pencatatan

dan pengakuannya masih bersifat umum dan terdapat kendala dalam pelaporannya. Kedua, penentuan target pengurangan emisi, yakni sudah sebagian dilakukan, tetapi masih belum optimal. Ketiga, membangun sistem untuk memantau emisi karbon, yakni melalui INCAS. Namun dalam INCAS sendiri, pelaporan emisi karbon masih sebatas pada pemantauan emisi karbon saja.

Terkait pelaporan Carbon Accounting untuk diimplementasikan ke setiap perusahaan, sebenarnya hal ini masih sebatas perhatian dari para akuntan dan pengguna laporan saja, yang mendukung agar pelaporan Carbon Accounting dapat diimplementasikan, dan belum ada upaya dari pemerintah sendiri terkait standar dan aturan spesifik yang mengarah pada Carbon Accounting, hal ini juga terkait dengan pemetaan penelitian yang dilakukan sebelumnya, dimana pengungkapan aktivitas lingkungan dalam perusahaan sendiri masih sedikit dilakukan.

28

Pertama, kiranya ada upaya dari berbagai pihak untuk mendukung Carbon

Accounting, khususnya pemerintah untuk penetapan aturan dan standar bagi Carbon Accounting, pemerintah disini adalah dinas-dinas terkait. Kedua bagi

penelitian mendatang dapat mengkaji lebih terkait pengukuran, pencatatan dan pengakuan menggunakan objek perusahaan kehutanan dan non kehutanan agar ke depan Carbon Accounting bisa diimplementasikan ke seluruh perusahaan di Indonesia.

Dokumen terkait