• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG SAHAN

7. Pembatasan Pemindahan Hak Atas

Prinsip pemindahan hak atas saham pada dasarnya diserahkan pengaturanya kepada anggaran dasar. Dalam anggaran dasar dapat diatur ketentuan pembatasan pemindahan hak atas saham yaitu :

a. Keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada kelompok pemegang saham tertentu atau pemegang saham lainya; dan atau

b. Keharusan mendapatkan persetujuan lebih dahulu dari organ perseroan (Pasal 50 UUPT).

Pembatasan pemindahan hak atas saham yang diatur dalam Pasal 50 UUPT yang berbunyi:

Dalam Anggaran Dasar dapat diatur ketentuan pembatasan pemindahan hak atas saham yaitu:

(1). keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada kelompok pemegang saham tertentu atau pemegang saham lainnya; dan atau

(2). Keharusan mendapatkan persetujuan dari organ perusahaan.”

Menurut Pasal 51 ayat (1) UUPT dijelaskan juga bahwa dalam hal anggaran dasar mengharuskan pemegang saham menawarkan lebih dahulu sahamnya kepada kelompok pemegang saham tertentu atau pemegang saham lain yang tidak dipilihnya sendiri, perseroan wajib menjamin bahwa semua saham yang ditawarkan dibeli dengan harga yang wajar dan dibayar tunai dalam waktu 30 (tigapuluh) hari terhitung sejak penawaran dilakukan; yang dimaksud dengan harga yang wajar adalah dapat berupa harga pasar atau harga yang ditetapkan oleh ahli penilai harga saham yang tidak terikat pada perseroan. Penetapan waktu 30 (tiga puluh) hari dimaksudkan agar terdapat kepatian bahwa setelah jangka waktu tersebut pemegang saham mempunyai kebebasan untuk menawarkan saham tersebut kepada pihak lain.52

B. PERIHAL GADAI SAHAM 1. Pengertian Gadai Saham

Saham dari suatu Perseroan Terbatas digolongkan sebagai benda bergerak yang tidak berwujud (Pasal 511 KUHPerdata) saham dapat dialihkan oleh pemiliknya kepada orang lain,

diantaranya yaitu diperjualbelikan, dihibahkan atau dijadikan sebagai jaminan hutang.

Apabila saham digadaikan, maka gadai saham tersebut haruslah sesuai dengan ketentuan-ketentuan mengenai gadai yang diatur dalam Pasal 1150-1160 buku II bab XX. Perjanjian gadai merupakan ketentuan yang mengikat, oleh karena itu para pihak tidak boleh melakukan perjanjian gadai menyimpang dari hal-hal yang telah ditentukan.

Pengertian gadai menurut Pasal 1150 KUHPerdata adalah sebagi berikut:

“Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berhutang atau oleh orang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya;dengan dan biaya yang telah

dikeluarkan untuk menyelamatkannya”.

Gadai merupakan perjanjian yang bersifat acessoir, sehingga perjanjian gadai muncul bila telah ada perjanjian yang obligatoir yaitu perjanjian hutang piutang.

Hak gadai merupakan hak kebendaan yang memberikan jaminan, mempunyai sifat dapat dipertahankan terhadap siapapun, dan selalu mengikuti benda yang dijaminkan (droit

de suite). Kreditur pemegang gadai kedudukannya preferen dibandingkan kreditur-kreditur yang lain. Obyek gadai adalah benda-benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.

2. Syarat Sahnya Perjanjian Gadai Saham

Syarat-syarat perjanjian gadai saham antara lain adalah:

a. Harus dipenuhi persyaratan umum sahnya suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam KUHPerdata, buku III bab II, tentang syarat-syarat yang diperlukan untuk sahnya persetujuan dimulai dengan Pasal 1320 dan seterusnya;

b. Hak gadai bersifat accesoir sehingga untuk sahnya hak gadai atas saham, harus terlebih dahulu ada perjanjian pokok tentang piutang yang sah.

c. Sebagaimana diatur dalam Pasal 1152 KUHPerdata yaitu bahwa barang yang digadaikan tidak dalam kekuasaan pemberi gadai atau debitur dan diserahkan kedalam kekuasaan kreditur atau orang ketiga yang disetujui kreditur.

d. Dalam perjanjian gadai tidak boleh dibuat klausula bahwa apabila siberhutang atau pemberi gadai tidak memenuhi kewajiban-kewajibanya maka kreditur dengan sendirinya dapat memiliki barang yang digadaikan. Segala janji yang bertentangan dengan ini adalah batal.

Syarat sahnya perjanjian gadai saham juga diatur dalam ketentuan penjelasan Pasal 53 ayat (3) UUPT, yang menyatakan:

“ Gadai saham harus dicatat dalam daftar Pemegang Saham

dan Daftar Khusus sebagaimana di maksud dalam Pasal 43”.

Ketentuan ini dimaksudkan agar perseroan atau pihak lain yang berkepentingan dapat mengetahui mengenai status saham tersebut.

3. Saham Yang Menjadi Objek Gadai

Dalam Pasal 40 KUHD dapat disimpulkan bahwa saham merupakan bagian dari modal perseroan/perusahaan atau menurut SK. Direktur Bank Indonesia No. 26/68/Kep/Dir tanggal 7 Desember 1993, saham merupakan pemilikan suatu perusahaan yang berbadan hukum Indonesia. Menurut Keppres

No.52 Tahun 1976 tentang pasar modal, saham dirumuskan sebagai tanda penyertaan modal pada perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam Pasal 40 KUHD.

Pemilikan atas saham dapat dibuktikan dengan surat saham (kolektif) atau berupa daftar saham yang disimpan oleh pengurus perseroan. Pemilik dapat meminta turunan resmi dari daftar tersebut. Seperti dijelaskan diatas, dalam hal gadai saham, jenis saham yang dapat di jadikan objek dalam perjanjian gadai saham adalah :

1. Saham atas nama (op naam)

Pada jenis saham ini dituliskan nama pemiliknya atau si pembeli saham, yang merupakan alat pembuktian bagi perseroan sebagai pemegangnya. Di dalam saham tersebut juga termuat nomor urut saham yang ditandatangani oleh direksi. Cara penyerahan dari saham atas nama ini dilakukan dengan berpedoman pada Pasal 42 KUHD, yang merupakan kekhususan dari Pasal 613 ayat (1) dan (2) KUHPer. Isi pokok dari Pasal 42 KUHD adalah bahwa dalam akta pendirian (anggaran dasar) harus ditentukan bagaimana cara penyerahan saham atas nama kepada orang lain yang mana dalam Pasal 42 tersebut memberi dua contoh yaitu:

- Pemilik dan calon pembeli membuat pernyataan tentang pengalihan saham tersebut secara resmi dan memberitahukan kepada direksi.

- Pernyataan itu kemudian dibukukan ke dalam buku perseroan yang khusus dibuat untuk hal tersebut, kemudian ditandatangani oleh kedua belah pihak atau atas namanya.

Selain itu cara penyerahan lain juga dapat ditetapkan dalam Anggaran Dasar perseroan. Mengenai saham atas nama ini boleh saja diserahkan atau dikeluarkan kepada pemegangnya walaupun harga saham-saham tersebut belum dilunasi, karena di dalam saham-saham atas nama tersebut tercantum nama dari pemegangnya sehingga kemana saja saham atas nama itu akan diserahkan, pengurus selalu masih dapat menuntut sisa harga dari saham yang belum dilunasi tersebut.

2. Saham atas tunjuk (aan toonder)

Pada jenis saham ini, nama pemilik atau si pembeli saham tidak dituliskan di dalam saham tersebut. Saham atas tunjuk ini hanya membuktikan bahwa pemegang saham merupakan pemilik yang sah, kecuali apabila ada pembuktian sebaliknya (Pasal 534 KUHPer). Dalam Pasal

534 KUHPer ini menentukan bahwa seorang dianggap menguasai sesuatu bagi dirinya selama belum terbukti bahwa dia hanya memegang bagi kepentingan orang lain.

Cara penyerahan dari saham atas tunjuk ini cukup dilakukan dari tangan ke tangan atau secara fisik saja. Ketentuan ini berlaku sesuai dengan Pasal 613 ayat (3) KUHPer. Hal inilah yang menyebabkan Pasal 41 KUHD ini melarang pengeluaran saham atas tunjuk sebelum seluruh jumlah nilai saham disetorkan ke kas perseroan. Tujuan dari Pasal 41 KUHD ini ialah untuk melindungi para kreditur perseroan dari hal-hal yang merugikan, misalnya saham yang belum disetor penuh tersebut dijual kepada pihak lain, maka pembeli baru tersebut tidak tahu bahwa jumlah nilai saham belum seluruhnya ke kas perseroan dan juga perseroan tidak mengerti kalau saham tersebut sudah dijual. Dengan demikian maka kas perseroan menderita kerugian dan kepentingan kreditur terkena.

4. Cara Meletakkan Hak Gadai Atas Saham

Ketentuan yang mengatur gadai atas saham adalah KUHPerdata dan UUPT juga telah dijelaskan bahwa pada

dasarnya hanya terdapat dua macam saham yang dapat digadaikan, yaitu saham atas nama dan saham atas tunjuk.

Pada dasarnya dalam hal gadai atas saham sebagaimana juga dengan gadai atas benda bergerak lainnya, peletakannya terbagi menjadi dua tahap, tahap pertama yaitu tahap pembuatan perjanjian obligatoir (misalnya perjanjian hutang piutang) dan tahap kedua yaitu tahap pembuatan perjanjian kebendaan (zakelijke overeenkomst) (perjanjian gadai).

Perjanjian gadai, berdasarkan sifatnya yang khusus yaitu sebagai suatu perikatan riil, baru dianggap sempurna diletakkan/lahir jika telah dilakukan tindakan-tindakan tertentu untuk menyempurnakan peletakan perjanjian gadai yang bersangkutan. Penyempurnaan atas perjanjian-perjanjian gadai itu sendiri, caranya tergantung dari benda bergerak macam apa yang menjadi objek dari perjanjian gadai yang bersangkutan. Khusus untuk objek dari perjanjian gadai saham akan dijelaskan sebagi berikut :

a. peletakan gadai saham atas tunjuk

seperti halnya gadai atas benda bergerak tak berwujud, maka gadai saham atas tunjuk, berdasarkan Pasal 1152 KUHPerdata baru sempurna diletakan/lahir, yaitu sejak adanya penyerahan atas saham yang bersangkutan kepada

penerima gadai, yaitu pihak kreditur dari perjanjian pinjam-meminjam yang mendasari lahirnya perjanjian gadai yang bersangkutan.

b. peletakan gadai saham atas nama

untuk saham atas nama, seperti halnya dengan gadai atas benda bergerak tak berwujud , berdasarkan Pasal 1153 KUHPerdata yaitu sejak adanya penyerahan atas saham yang bersangkutan yang diikuti dengan suatu pemberitahuan (notification) perihal peletakan gadai yang bersangkutan kepada pihak terhadap siapa hak (saham) yang akan digadaikan tersebut dilaksanakan, yaitu Perseroan yang menerbitkan saham yang bersangkutan, yang diikuti dengan suatu persetujuan tertulis (written consent) dari Perseroan terhadap gadai yang bersangkutan.

Dalam praktek bisnis, bukti dari adanya suatu persetujuan tertulis (written consent) dari perseroan yang menerbitkan saham yang bersangkutan adalah berupa suatu bukti/konfirmasi tertulis perihal telah dilaksanakannya pencatatan atas gadai (notation of pledge) dalam daftar pemegang saham (daftar khusus pemegang saham) dari perseroan yang bersangkutan.

5. Perihal Gadai Saham Sebagai Hak Kebendaan

Saham selain sebagai penyertaan modal dalam suatu perseroan juga dapat dijadikan objek jaminan karena sifatnya sebagai benda bergerak yang memiliki nilai ekonomis dan memberikan hak kepemilikan atas suatu perseroan bagi pemegangnya. Sebagai benda bergerak lembaga jaminan yang tepat untuk saham adalah gadai, yang biasanya dituangkan dalam perjanjian gadai dan memberikan hak kebendaan bagi kreditur sebagai pihak pemegang gadai atas adanya perjanjian utang piutang dengan debitur sebagai pihak pemberi gadai.

Pengakuan akan hak kebendaan atas saham dapat juga dilihat dari rumusan Pasal 54 ayat (1) UUPT, yang menyatakan sebagai berikut:

“Saham merupakan benda bergerak dan memberikan hak kepemilikan kepada pemegangnya.”

Dengan rumusan tersebut, UUPT jelas menyatakan bahwa setiap pemegang saham memiliki hak kebendaan dalam bentuk hak milik, yaitu hak kebendaan yang paling tinggi yang memberikan hak dan kewenangan yang penuh bagi pemiliknya, baik untuk menikmati hak-hak kebendaan dari saham tersebut,

sebagaimana diberikan dalam KUHPerdata secara umum, UUPT dan Undang-undang Pasar modal secara khusus (dalam bentuk efek bersifat ekuitas), hak untuk mengalihkan, menjual, maupun membebani saham tersebut dengan hak-hak kebendaan lainnya yang lebih rendah tingkatannya atau dengan kata lain hak milik tersebut memberikan kepada pemiliknya hak untuk menjaminkan benda tersebut dalam bentuk gadai. Dalam hal gadai saham ini pihak kreditur tidak dapat memiliki objek gadai secara otomatis dan hak milik tetap ada pada pihak debitur hanya penguasaan atas objek gadai yang berpindah. Dengan dibebankannya saham dengan gadai, sesuai ketentuan dalam KUHPerdata, objek gadai harus dilepaskan dari kekuasaan debitur (pemberi gadai) dan berada dalam kekuasaan keditur (pemegang gadai).

BAB IV

ANALISIS PERJANJIAN GADAI SAHAM ANTARA DEUTSCHE BANK DENGAN PT. ASMINCO BARA UTAMA

A. Hak – Hak Yang Beralih Kepada Penerima Gadai Saham Atau Kreditur

Pada Bab sebelumnya penulis telah menerangkan bahwa sesuai dengan apa yang telah di tetapkan dalam Pasal 1153 KUHPerdata yaitu untuk sahnya gadai maka penguasaan barang gadai harus dilepaskan terlebih dahulu dari pemegang gadai kemudian diberikan kepada penerima gadai. Saham itu sendiri sebagaimana penjelasan Pasal 46 (3) UUPT, mengandung hak-hak untuk pemiliknya, yaitu hak-hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham; hak menerima pembagian deviden; hak menerima sisa kekayaan dalam proses likuidasi. Hak-hak tersebut adalah hak kebendaan yang memberikan jaminan, mempunyai sifat dapat dipertahankan terhadap siapapun, dan selalu mengikuti benda yang dijaminkan (droit de suite).

Hal yang menarik untuk diperhatikan dalam hal ini adalah mengenai cara yang dapat dilakukan oleh pemberi gadai agar tetap dapat menikmati hak-hak atas saham yang dimilikinya sementara secara fisik saham tersebut berada dalam penguasaan orang lain (pemegang gadai). Kemudian juga menarik untuk diperhatikan bagaimana penerima gadai dapat menikmati hak-hak atas saham yang berada dalam penguasaannya. Untuk itu penulis merasa perlu melihat penjabaran mengenai saham sebagai benda bergerak tak berwujud, yang dijadikan sebagai jaminan kredit dalam gadai dapat dilihat dari ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal KUHPerdata, yaitu :

Pada Pasal 1150 KUHPerdata, disebutkan :

“Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang

atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya; dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan”.

Pada Pasal 1152 KUHPerdata, disebutkan:

“Hak gadai atas benda-benda bergerak dan atas piutang-piutang bawa diletakkan dengan membawa barangnya gadai di bawah kekuasaan si berpiutang atau seorang pihak ke tiga,tentang siapa telah disetujui oleh kedua belah pihak.”

Pada Pasal 1153 KUHPerdata, disebutkan :

“Hak gadai atas benda-benda bergerak yang tak berwujud, kecuali surat-surat tunjuk atau surat-surat bawa, diletakkan dengan pemberitahuan perihal penggadaiannya, kepada orang terhadap siapa hak yang digadaikan itu harus dilaksanakan. Oleh orang ini, tentang hal pemberitahuan tersebut serta tentang ijinnya si pemberi gadai dapat

dimintanya suatu bukti tertulis.”

Dari pasal-pasal tersebut di atas, terdapat kata-kata yang dapat kita kutip untuk pembahasan saham sebagai benda bergerak tak berwujud yang dijadikan sebagai jaminan kredit dalam gadai, yaitu benda bergerak (pada Pasal 1150), benda-benda bergerak dan piutang-piutang bawa (pada Pasal 1152 KUHPerdata), surat-surat tunjuk (pada Pasal 1153 KUHPerdata) dan benda-benda bergerak yang tak berwujud (pada Pasal 1153 KUHPerdata), sedangkan ketentuan saham atau sero sebagai benda bergerak dapat kita temukan pada Pasal 511 KUHPerdata yang antara lain menyebutkan bahwa:

“Sebagai Kebendaan bergerak karena ketentuan Undang-undang harus dianggap:

1. Hak pakai hasil dan hak pakai atas Kebendaan bergerak;

2. Hak atas bunga-bunga yang diperjanjikan, baik bunga yang diabadikan, maupun bunga cagak hidup;

3. Perikatan-perikatan dan tuntutan-tuntutan mengenai jumlah-jumlah uang yang dapat ditagih atau yang mengenai benda-benda bergerak;

4. Sero-sero atau andil-andil dalam persekutuan perdagangan uang, persekutuan dagang atau persekutuan perusahaan, sekalipun benda-benda persekututan yang bersangkutan dan perusahaan itu adalah kebendaan tak bergerak. Sero-sero atau andil-andil itu dianggap merupakan Kebendaan bergerak akan tetapi hanya terhadap para pesertanya selama persekutuan berjalan;

5. Andil dalam perutangan atas beban Negara Indonesia, baik andil-andil karena pendaftaran dalam buku besar, maupun sertifikat-sertifikat, surat-surat pengakuan hutang, obligasi atau surat-surat lain yang berharga, beserta kupon-kupon atau surat tanda bunga, yang termasuk didalamnya;

6. Sero-sero atau kupon obligasi dalam perutangan lain, termasuk juga perutangan yang dilakukan

negara-negara asing.”

Dalam Buku II Tentang Kebendaan ditentukan saham sebagai benda yang tak berwujud, hal ini dapat dilihat dari ketentuan Pasal 499 KUH Perdata disebutkan bahwa yang dinamakan Kebendaan adalah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak. Sedangkan dalam Pasal 504 KUH Perdata disebutkan bahwa Tiap-tiap Kebendaan adalah berwujud atau tak berwujud. Dalam ketentuan Pasal 504 KUH Perdata disebutkan Tiap-tiap Kebendaan adalah bergerak atau tak bergerak.

Terhadap hal tersebut di atas dapat dilihat bahwa benda (Kebendaan) terdiri dari barang dan hak. Barang adalah segala benda yang bertubuh/berwujud. Sedangkan hak adalah segala benda yang tak bertubuh/tak berwujud.

Barang dapat dibagi atas barang bergerak dan barang tak bergerak. Hak juga dapat dibagi atas hak atas barang bergerak dan hak atas barang tak bergerak.

Berdasarkan pembedaan Kebendaan pada Buku II KUHPerdata tersebut, dapat disimpulkan bahwa saham atau sero adalah merupakan benda bergerak karena ketentuan Undang-undang (Pasal 511 KUHPerdata) dan termasuk ke dalam benda yang tak berwujud (Pasal 503 KUHPerdata) serta digolongkan kepada Hak (Pasal499 KUHPerdata).

Yang dimaksud dengan gadai saham dalam hal ini adalah penyerahan saham oleh seseorang debitur kepada seorang kreditur yang mengakibatkan kreditur mempunyai hak dan kewenangan atas saham tersebut guna menjamin pelunasan suatu hutang debitur kepada kreditur terlebih dahulu dari kreditur-kreditur lain. Tujuan dari gadai saham adalah sebagai jaminan tambahan atas kredit yang diberikan oleh bank kepada nasabahnya sebagaimana ditetapkan dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 26/68/KEP/DIR

tanggal 7 September 1993, saham dapat dipergunakan sebagai jaminan kredit dan peraturan tersebut juga menetapkan bahwa bank diperbolehkan untuk memberikan kredit dengan agunan tambahan berupa saham yang telah terdaftar di Bursa Efek.

Dengan adanya gadai atas saham tersebut maka muncul hak dan kewajiban baik dari pemberi gadai saham dan penerima gadai saham seperti yang penulis telah jelaskan pada Bab II dari skripsi ini. Skripsi ini menitikberatkan kepada hak-hak yang beralih kepada penerima gadai saham.

Untuk menjamin hak-hak penerima gadai, maka pada saat ditandatanganinya perjanjian gadai saham lazimnya dimintakan jaminan dari pemberi gadai. Jaminan itu meliputi pernyataan dari pemberi gadai bahwa:

1. Saham-saham adalah milik/hak yang sah pemberi gadai sendiri;

2. Pemberi gadai berhak untuk menerima pembayaran deviden atas saham-saham;

3. Saham-saham tidak pernah dan tidak akan diberikan sebagai jaminan secara bagaimanapun kepada pihak lain; 4.Pemberi gadai tidak pernah dan tidak akan melalaikan

apapun juga dan untuk segala kewajiban lainnya terhadap Pemerintah Republik Indonesia;

5. Harga saham sudah disetor penuh;

6. Pemberi gadai berhak untuk menggadaikan saham kepada pihak yang dijamin dan untuk membuat perjanjian gadai ini telah diperoleh persetujuan yang disyaratkan anggaran dasar PT (debitur) dan peraturan perundangan yang berlaku;

7. Daftar pemegang saham PT yang diserahkan kepada kreditur adalah daftar yang sah dan bukti tentang kedudukan para pemegang saham dan susunan persahaman. Maksud dari Hak-hak yang beralih kepada penerima gadai saham adalah hak-hak pemberi gadai atas saham yang digadaikan, yang beralih kepada penerima gadai saham.

Seperti yang telah dijelaskan dalam skripsi ini di Bab III perihal saham maka berdasarkan Klasifikasi Saham, saham memberikan hak-hak tertentu kepada pemiliknya. Saham biasa menurut Pasal46 ayat (3) UUPT adalah suatu saham yang memberikan kepada pemiliknya hak-hak sebagai berikut:

1.Hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS); 2. Hak Menerima pembagian deviden;

Dari hak-hak tersebut, skripsi ini menitikberatkan pada Hak untuk menerima pembayaran deviden atas saham-saham serta hak menerima hasil likuidasi perusahaan, Hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yaitu hak menghadiri RUPS serta hak untuk mengeluarkan suara.

Pasal 1158 ayat (1) KUHPerdata menyatakan bahwa jika suatu piutang digadaikan, sedangkan piutang ini menghasilkan bunga, maka si berpiutang boleh memperhitungkannya dengan bunga yang harus dibayarkan kepadanya.

Apabila piutang dan bunga dalam pasal tersebut di atas diartikan masing-masing sebagai saham dan deviden, maka dari pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa penerima gadai saham dapat mengambil sendiri deviden saham tersebut dengan kewajiban memperhitungkannya dengan bunga yang harus dibayar oleh si berutang kepadanya. Maksudnya yaitu, deviden atas saham tersebut tidak boleh menjadi keuntungan bagi si penerima gadai dan merugikan pemberi gadai.

Dalam perjanjian gadai saham dapat dibuat janji bahwa penerima gadai dapat melaksanakan hak tagihan yang terkait dalam pemilikan saham, misalnya hak untuk menerima deviden dan balans likuidasi dari PT yang bersangkutan.

Penyerahan deviden mulai berlaku jika deviden sudah ada, pada waktu perjanjian gadai dibuat atau baru berlaku jika ada wanprestasi dalam hal pelunasan hutang di pihak debitur atau pemberi gadai.

Penyerahan hak atas deviden oleh pemberi gadai kepada penerima gadai dilakukan dengan cessie yang harus sesuai dengan Pasal 613 ayat (1) dan (2) untuk saham atas nama, dan Pasal613 ayat (3) untuk saham atas tunjuk.

Pasal 613 KUHPerdata menyatakan sebagai berikut:

1. Penyerahan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tak berwujud lainnya, dilakukan dengan jalan membuat sebuah akta otentik atau di bawah tangan, dengan mana hak-hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain.

2. Penyerahan yang demikian bagi si berhutang tiada akibatnya, melainkan setelah penyerahan itu diberitahukan kepadanya, atau secara tertulis disetujui dan diakuinya.

3. Penyerahan tiap-tiap piutang karena surat atas bawa/atas tunjuk dilakukan dengan penyerahan surat itu.

Mengenai hak untuk hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan memberikan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Undang-undang menentukan bahwa setiap pemegang

Dokumen terkait