• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERJANJIAN GADAI SAHAM ANTARA DEUTSCHE BANK DENGAN PT. ASMINCO BARA UTAMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PERJANJIAN GADAI SAHAM ANTARA DEUTSCHE BANK DENGAN PT. ASMINCO BARA UTAMA"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA

JUDUL

ANALISIS PERJANJIAN GADAI SAHAM ANTARA DEUTSCHE BANK DENGAN PT. ASMINCO BARA UTAMA

S. SUPASTI WULANDARI 050323180X

SYARAT GUNA MENCAPAI GELAR SARJANA HUKUM

PROGRAM KEKHUSUSAN I

HUKUM TENTANG HUBUNGAN SESAMA ANGGOTA MASYARAKAT

▸ Baca selengkapnya: surat perjanjian gadai motor perorangan

(2)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS INDONESIA

LEMBAR PENGESAHAN NAMA : S. SUPASTI WULANDARI

NPM : 050323180X

PROGRAM KEKHUSUSAN : I (HUKUM TENTANG HUBUNGAN SESAMA ANGGOTA MASYARAKAT)

JUDUL SKRIPSI : ANALISIS PERJANJIAN GADAI SAHAM ANTARA DEUTSCHE BANK DENGAN PT. ASMINCO BARA UTAMA

Depok, 11 Juli 2007

Pembimbing I Pembimbing II

(DR. Frieda H. Hasbullah S.H., M.H) (Ahmad Budi Cahyono S.H., M.H)

Mengetahui,

Ketua Bidang Studi Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Indonesia

(3)

Dahi-dahi bersujud kepada-Nya dan bibir-bibir pun mentauhidkan-Nya.

Dialah Allah yang benar lagi yang menjelaskan, yang lebih benar dan lebih jelas daripada yang dilihat mata. Dia tidak dapat dicapai oleh akal dengan pembatasan, maka tiadalah Dia dapat dipersamakan. Tidak pula Dia ditimpa oleh waham dengan perkiraan, maka dia tidak dapat diserupakan. Tidak ada dalam keawalan-Nya permulaan dan tidak ada dalam keazalian-Nya kesudahan. Dialah yang awal dan senantiasa awal, dan Dia maha kekal tanpa ada batas waktu.

Ya Rabbi… izinkan aku menjadi kekasihMu

menjadi kekasih Allah.

(4)

KATA PENGANTAR

Dalam tiap lembar, tiap goresan tinta dan untaian kata-kata yang tersusun didalamnya adalah karena kuasa-Nya dan kemurahan hati-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini pada waktunya.Alhamdullillahirabbil alamin.

Sebuah karya tulis dari hasil penelitian yang penulis hadirkan di sini adalah merupakan hasil pembelajaran baik

di bangku kuliah maupun dari “sekolah hidup” yang penulis

lalui. Harapan penulis agar skripsi ini dapat berguna dan menambah wawasan dan pengetahuan huum bagi pembaca skripsi ini,khususnya dalam bidang hukum tentang sesama anggota masyarakat (hukum keperdataan). Kesempurnaan hanya milik ALLAH S.W.T., penulis sadar masih banyak kekurangan dari skripsi ini maka penulis memohon maaf dan mengharapkan masukan dan kritik terhadap hasil kerja ini.

Ketulusan dan kerendahan hati, penulis dapatkan dari pihak-pihak yang membantu untuk selesainya skripsi ini. Atas semua kebaikan mereka penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Bapak Supardi S.E dan Ibu Fury Astuti, kedua orang tua penulis yang senantiasa terbangun dikala malam hari dan dikala teriknya mentari untuk membasuh badan dan membentangkan sajadah dan menengadahkan tangan serta

meminta “ supaya si ndo lulus kuliahnya” I really…really…really Love you Pak..Bu..dan ngga tau gimana membalasnya selain mengucapkan “Rabigh firli waliwa lidaya warhamhumma kama robbya nisogiro” Amien ya rabbal alamin.

2. Mas Harry, Ade Ardy dan Fitri, satu S.E, dua Ir dan satu S.H is coming

(5)

penciptaan. Semoga aku bisa jadi “Hawa”nya kamu yang

diciptakan dari sesuatu yang hidup dan bisa membuat hati terasa hidup dan nyaman. I love you…

4. Bapak Ir. Benny Subianto, seorang bapak pimpinan di salah satu gedung di daerah Kuningan-Jakarta.

Phiew…melihatnya selalu dibuat kagum atas kebaikan, ketulusan, segudang ilmu dan sense “kebapak”an yang dimilikinya. Terima kasih Pak untuk “ apa yang kau cari

palupi”nya, “becarefull with your dream”nya dan “ini lah sekolah hidup”nya. Kata-kata yang selalu aku ingat dan menjadi penyemangat dalam hidupku. Terima kasih untuk Ibu Meity Subianto seorang Super Woman yang tak

pernah “Low Batt” memberikan perhatian untuk keluarga di Kuningan, orang –orang yang dicintainya dan juga di lantai 10 dan terimakasih pula kepada Bp.Ibu. Andre Mamuaya, Bp.Ibu. Crescento Hermawan dan Bp.Ibu. Toddy Sugoto.

5. Ibu Hj.Frieda H.Hasbullah, S.H., M.H. yang telah menyediakan waktu ekstra untuk arahan, bimbingan dan sharing ilmu nya di kampus dan di rumah beliau.

6. Bapak Ahmad Budi Cahyono, S.H., M.H. yang juga telah

meluangkan waktu nya untuk membimmbing dan “ngobrolin”

ilmu hukum selama penyusunan skripsi ini.

7. Ibu Siti Hawa Nuraya R., S.H., M.Huk., yang selama ini menjadi pembimbing akademik penulis.

8. “Da Sista” para pemakan kangkung di kosan dan para ‘member muke’ di tempat-tempat hiburan di Jakarta (jaman duluuuu); Intan, Mona, Veni, Ovie, Ratu,

Vina…”Kam…one of us ada yang jadi sarjana neh…”

9. Sahabat-sahabat penulis dari jaman dulu, Irna dan Lanie.

10. Bang Rully Simorangkir dan Iwan, I thank you buat extra kesabarannya untuk nemenin, ngajarin, kasih ilmu and

tips, tricks, do and dont’s nya dalam menyusun skripsi

ini…thanks guys…

11. Teman-teman belajar di kampus, Mba Nisye ‘siteman seperjuangan untuk ngga mau repot dalam menghadapi

dunia perkuliahan”,Christine, ‘Tante’ Lizbeth, Dimasz,

Charles, Adi dan Putri, Arfa, Andre, Ema dan Frieda 12. “My Family” di 10C Menara Kadin, Pak Budhi, Pak Bahar,

Pak O’ong, Pak Sarmili (“the natural legal man”)Pak

(6)

atas dukungan, perhatian dan pengertiannya kalo aku harus keluar kantor duluan menuju UI Depok.

13. Keluarga besar Curup dan Solo.

14. Teman-teman kantin, Bang Irwan, Abi, Gerry, Patty, Vito, Soma dan semua teman-teman di UI yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

15. Rici dan Lia, kita sekarang perempuan-perempuan 30 loh… 16. My B 261 TC yang selalu setia menemani menembus

belantara UI Depok.

“Ilmu adalah sebaik-baiknya perbendaharaan dan yang paling indahnya. Ia ringan dibawa, namun besar manfaatnya. Ditengah-tngah orang banyak ia indah, sedangkan dalam

kesendirian ia menghibur” (Ali bin Abhi Thalib).

Depok,10 Juli 2007

(7)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

ABSTRAK ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B.Pokok Permasalahan ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Definisi Operasional ... 13

E. Metode Penelitian ... 14

F. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN GADAI A. Pengertian dan Jenis Perjanjian ... 19

1. Pengertian Perjanjian ... 19

2. Tidak Terlaksananya Perjanjian ... 25

B.Perjanjian Gadai ... 31

1. Pengertian Gadai ... 31

(8)

3. Objek dan Subjek dalam

Perjanjian Gadai ... 33

4. Hak dan Kewajiban Pemegang Gadai ... 34

5. Kewajiban Pemegang Gadai ... ... 37

6. Terjadinya Perjanjian Gadai ... 38

7. Berakhirnya Perjanjian Gadai ... 39

C. Eksekusi Perjanjian Gadai ... 40

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG SAHAN A. Perihal Saham ... 43

1. Pengertian Saham ... 43

2. Klasifikasi Saham ... 45

3. Jenis Saham ... 47

4. Nilai Nominal Saham ... 50

5. Bukti Hak Kepemilikan Saham ... 52

6. Pemindahan Hak Atas Saham ... 53

(9)

B. Perihal Gadai Saham ... 55 1. Pengertian Gadai Saham ... 55 2. Syarat Sahnya Perjanjian Gadai

Saham ... 57 3. Saham Yang Menjadi Objek Gadai ... 58 4. Cara Meletakan Hak Gadai Atas

Saham ... 61 5. Perihal Gadai Saham Sebagai Hak

Kebendaan ... 64

BAB IV ANALISIS PERJANJIAN GADAI SAHAM ANTARA DEUTSCHE BANK DENGAN PT. ASMICO BARA UTAMA

A.Hak-hak Yang Beralih Kepada Penerima

Gadai Saham Atau Kreditur ... 66 B. Prosedur Eksekusi Barang Jaminan

Gadai Jika Debitur Wanprestasi ... 80 1. Teknis Penyelesaian Kredit

Bermasalah ... 85 2. Perihal Somasi Sebelum Eksekusi

(10)

3.Pelaksanaan Eksekusi Berdasarkan Pasal 1155 dan Pasal 1156

KUHPerdata ... 90 C.Kendala Yang Dihadapi Dalam

Pelaksanaan Eksekusi ... 92 1.Kendala Dalam Pelaksanaan

Eksekusi Barang Gadai Berdasarkan Pasal 1155 KUHPerdata atau Secara

Parate Eksekusi... 92 2.Kendala Dalam Pelaksanaan

Ekseksusi Barang Gadai Berdasarkan Pasal 1156 KUHPerdata

atau Secara Rieel Executie... 93

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 97 B. Saran ... 100

(11)

ABSTRAK

(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kebutuhan akan dana bagi suatu perusahaan dalam melakukan kegiatan usahanya tidak diragukan lagi adalah merupakan kebutuhan yang sangat esensial. Dana bagi perusahaan dapat diperoleh dari berbagai sumber yaitu dapat berupa modal (equity) atau utang (loan). Dana yang berupa modal (equity) dapat diperoleh dari para pemegang sahamnya yaitu berupa setoran modal pemegang saham. Dana yang berupa utang (loan) dapat diperoleh oleh perusahaan tersebut dari berbagai sumber, salah satunya diperoleh dari bank.

(13)

dalam penelitian ini adalah institusi perbankan selanjutnya disebut sebagai bank.

Undang-undang Tentang Perbankan yaitu Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 (UU Perbankan) mensyaratkan bahwa bank harus memastikan kemampuan dari debitur untuk mengembalikan kredit yang diterimanya. Hal ini diatur dalam Pasal 8 UU Perbankan dalam memberikan kredit. Pasal 8 UU Perbankan:

“Bank umum wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai

dengan yang diperjanjikan.”

Dalam penjelasan dari Pasal 8 dinyatakan bahwa kredit yang diberikan oleh bank mengandung risiko. Untuk itu pemberian kredit harus diberikan hanya setelah bank melakukan penilaian terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari debitur. 1 Berbeda dengan

pegadaian yang memberikan pinjaman uang (kredit) kepada nasabah sepanjang memiliki agunan, bank mengucurkan kreditnya lebih berdasarkan pada penilaian atas hal-hal tersebut di atas, bukan semata-mata berdasarkan jaminan. Namun demikian posisi jaminan adalah penting karena jaminan

1Indonesia (a), Undang-undang Tentang Perbankan, UU No. 7 tahun

(14)

adalah benteng pertahanan terakhir bagi bank. Demikian pendapat seorang pengamat perbankan:

”kolateral itulah yang akan menjadi benteng terakhir pertahanan bank, apalagi setelah dihapusnya fasilitas likuiditas Bank Indonesia. Kualitas kolateral itu pula yang menentukan apakah bank dapat memperoleh kembali dana yang disalurkan bila debitur tersebut dikemudian hari ternyata gagal melakukan pembayaran”.2

Dalam pengertian umum Retnowulan Sutantio memberikan pendapat bahwa jaminan adalah segala sesuatu yang mempunyai nilai, mudah diuangkan, yang diikat dengan janji untuk dijadikan jaminan untuk pembayaran utang debitur.3 Ignatius

Ridwan Widyadharma dalam bukunya berjudul Hukum Sekitar Perjanjian Kredit menyimpulkan bahwa jaminan adalah orang atau benda yang dijadikan alat penopang dari perjanjian kredit.4

Jaminan, meliputi jaminan umum dan jaminan khusus. Jaminan umum adalah jaminan yang menurut undang-undang akan

2 Prajoto, Perbankan, Waspadai Perjanjian Gadai Saham,

www.kompas.com, Senin, 5 Juni 2006, diakses 1 Oktober 2006

3 Mahkamah Agung Republik Indonesia, Proyek Pembinaan Teknis

Yustisia, Pustaka Peradilan I, (Jakarta: MARI, 1994).

4 Ignatius Ridwan Widyadharma, Hukum Sekitar Perjanjian Kredit,

(15)

selalu didapat oleh seorang kreditur dari debiturnya. Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata) disebutkan bahwa:

“Segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan perorangan

debitur itu.”

Melalui pengaturan ini undang-undang menjamin bahwa tidak ada kredit yang tidak memiliki jaminan 5 , dimana Jaminan

umum meliputi seluruh harta debitur dan berlaku bagi semua kreditur. Artinya bahwa seluruh kreditur memiliki hak yang sama tinggi atas jaminan tersebut.6

Dikaitkan dengan risiko pemberian kredit, dalam hal terjadi non-pembayaran dari pihak debitur, seluruh harta debitur akan digunakan untuk memenuhi seluruh utang kepada seluruh kreditur. Hal ini dapat merugikan kreditur sebab bisa saja terjadi bahwa seorang atau beberapa kreditur tidak menerima kembali seluruh piutangnya karena harta debitur tidak cukup untuk membayarnya.7 Dengan penjabaran

5 J. Satrio (a), Parate Eksekusi Sebagai Sarana Mengatasi Kredit

Macet,(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,1993), hal. 2.

(16)

ini maka menjadi jelas bahwa mekanisme jaminan umum ini tidak dapat menjamin kebutuhan kreditur untuk mendapatkan kepastian pengembalian piutangnya. Sehingga sering kali kreditur meminta hak yang didahulukan atas barang jaminan.

Dalam hal seorang kreditur merasa perlu untuk mendapatkan hak yang didahulukan atas barang jaminan, diberi kesempatan untuk secara khusus memperjanjikan hak-hak jaminan. Hak jaminan seperti ini disebut hak-hak jaminan khusus. Hak ini memberikan kepada krediturnya kedudukan yang lebih baik.8 Hal tersebut sesuai dengan ketentuan yang

diatur dalam Pasal 1132 KUHPerdata yang menyatakan bahwa:

“Barang-barang itu menjadi jaminan bersama bagi semua kreditur terhadapnya hasil penjualan barang-barang itu dibagi menurut perbandingan piutang masing-masing kecuali bila di antara para kreditur itu ada

alasan-alasan sah untuk didahulukan.”

Pada prinsipnya bank secara teoritis diharuskan oleh undang-undang untuk selalu meminta jaminan khusus 9 .

Sehingga dapat diartikan dalam dunia perbankan kata agunan

7 R. Subekti (a), Aneka Perjanjian, cet. Ke-10, (Bandung: PT.

Citra Aditya Bakti, 1995), hal. 163.

8 J. Satrio (a), op.cit., hal. 5.

(17)

dalam Pasal 8 UU Perbankan di atas harus diartikan sebagai jaminan khusus.

Jaminan khusus dibagi lagi menjadi jaminan kebendaan dan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan mempunyai ciri-ciri dalam arti memberikan hak mendahului di atas benda-benda tertentu dan mempunyai sifat melekat dan mengikuti benda yang bersangkutan. Sedangkan jaminan perorangan tidak memberikan hak mendahului atas benda-benda tertentu, tetapi hanya dijamin oleh harta kekayaan seseorang lewat orang

yang menjamin pemenuhan perikatan yang bersangkutan.10

Menurut M. Yahya Harahap dalam bukunya Segi-segi Hukum Perjanjian, jaminan perorangan berbeda dengan jaminan kebendaan. Perbedaannya adalah karena jaminan yang diberikan bukan benda, tetapi perseorangan. Orang yang memberikan jaminan disini adalah seorang pihak ketiga yang tidak memiliki kepentingan apapun, baik terhadap debitur maupun terhadap kreditur yang dengan sukarela memberikan jaminan terhadap utang dari debitur.11 Jaminan perorangan

10 H.Salim HS, (hasil Seminar Badan Pembinaan Hukum Nasional yang

diselenggarakan di Yogyakarta, dari tanggal 20 sampai dengan 30 Juli

1977), “Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia” (Jakarta : PT

(18)

tidak memberikan hak mendahului atas benda-benda tertentu.12 Tetapi sekalipun tidak ada hak atas benda, jaminan perorangan tetap memberikan kedudukan yang lebih baik bagi kreditur karena adanya lebih dari seorang debitur yang dapat ditagih.13

Jaminan kebendaan dibagi menjadi jaminan benda bergerak dan benda tidak bergerak. Yang termasuk jaminan benda bergerak meliputi gadai dan fidusia. Sedangkan jaminan benda tidak bergerak meliputi hak tanggungan, fidusia dan hipotek. Sedangkan untuk jaminan perorangan dapat digunakan borgtocht, tangung-menanggung (tanggung renteng), dan garansi bank.14

Jaminan kebendaan sebagai sarana penjamin pelunasan pinjaman uang dalam perjanjian hutang-piutang, telah menjadi faktor krusial dalam pemberian pinjaman uang. Bentuk dan macam jaminan kebendaan menjadi semakin

11 M. Yahya Harahap (a), Segi-segi Hukum Perjanjian, cet.II,

(Bandung: PT. Alumni, 1986), hal 315.

12 H.Salim HS, op.cit.

13 J. Satrio (c), op.cit., hal. 13.

14 Arie S. Hutagalung, Aspek Legal Jaminan Sehubungan Dengan Bad

Debt, (Dipersiapkan untuk Bahan Seminar “Know Your Legal Collect-Debt”

(19)

bervariatif hingga menyentuh instrumen pasar modal yaitu saham.

Saham merupakan salah satu ciri khas instrumen dari suatu perseroan terbatas dalam pasar modal, yang ketentuannya diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT). Rumusan mengenai saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat 1 UUPT, dapat diketahui bahwa harta kekayaan perseroan terbatas yang merupakan modal perseroan terbatas dibagi ke dalam saham-saham, dimana saham merupakan bukti kepemilikan serta atas modal suatu perseroan yang memberikan hak kepada pemegangnya atas harta kekayaan perseroan15. Ditentukan pula

dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 26/68/KEP/DIR tanggal 7 September 1993 16 Tentang Saham

Sebagai Agunan Tambahan Kredit, ditentukan bahwa bank diperbolehkan memberikan kredit dengan agunan tambahan berupa saham yang telah terdaftar di Bursa Efek.

15 Indonesia (b), Undang-undang Tentang Perseroan Terbatas, UU

No. 1 tahun 1995, LN 1995/13, TLN. No. 3587, Pasal 1 ayat (1).

16 Bank Indonesia, Keputusan Direksi Bank Indonesia Tentang

(20)

Saham sebagai benda bergerak tidak berwujud dapat dijadikan sebagai jaminan melalui lembaga gadai sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1153 KUHPerdata. Berdasarkan Pasal 1153 maka objek gadai harus dilepaskan dari kekuasaan debitur (pemberi gadai) dan berada dalam kekuasaan kreditur (penerima gadai). Namun pihak kreditur tidak dapat memiliki objek gadai secara otomatis, sehingga hak milik tetap ada pada pihak debitur hanya penguasaan atas objek gadai yang berpindah. Pada gadai saham terjadi penyerahan saham oleh seorang debitur kepada seorang kreditur yang mengakibatkan kreditur mempunyai hak dan kewenangan atas saham tersebut guna menjamin pelunasan suatu hutang debitur kepada kreditur sehingga menimnbulkan hak dan kewajiban dari pemberi gadai kepada penerima gadai. Berdasarkan Klasifikasi Saham, saham memberikan hak-hak tertentu kepada pemiliknya. Saham biasa menurut Pasal 46 ayat (3) UUPT adalah suatu saham yang memberikan kepada pemiliknys hak-hak atas pemilikan saham tersebut yaitu: hak-hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham; hak menerima pembagian deviden; hak menerima sisa kekayaan dalam proses likuidasi.

(21)

KUHPerdata ditentukan bahwa apabila si berutang atau si pemberi gadai tidak memenuhi kewajibannya (wanprestasi), maka tak diperkenankan si berpiutang memiliki barang yang digadaikan.

Selain itu, mengenai wanprestasi, maka khusus gadai KUHPerdata mengaturnya pada Pasal 1155 dan Pasal 1156 .

B. Pokok Permasalahan

(22)
(23)

prestasinya 17 . Sehingga pokok permasalahan yang dapat

dikemukakan disini adalah :

1. Bagaimana hak – hak yang beralih kepada penerima

gadai saham atau kreditur

2. Kapan dan bagaimana prosedur eksekusi barang jaminan gadai dapat dilakukan jika debitur wanprestasi

3. Kendala-kendala apa yang muncul berkaitan dengan

eksekusi barang yang digadaikan

C. TUJUAN PENELITIAN

Berangkat dari latar belakang masalah, adapun tujuan dari penelitian hukum ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

Penelitian ini secara umum memberikan informasi dan pengetahuan hukum kepada masyarakat awam dan pelaku bisnis mengenai eksekusi perjanjian gadai saham sebagai jaminan kredit antara pihak perbankan dengan pelaku bisnis di Indonesia.

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan dalam permasalahan :

17 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari

(24)

1. Mengenai hak – hak yang beralih kepada penerima gadai saham atau kreditur.

2. Mengenai prosedur eksekusi barang jaminan gadai

dapat dilakukan dilakukan jika debitur wanprestasi. 3. Mengenai kendala-kendala yang muncul berkaitan

dengan eksekusi barang yang digadaikan.

D. DEFINISI OPERASIONAL

Dalam penulisan skripsi ini penulis juga memberikan beberapa pengertian dasar mengenai segala hal yang berkaitan dengan eksekusi perjanjian gadai saham sebagai jaminan kredit pada bank yang bersumber pada undang-undang dan beberapa literatur, yaitu :

1. Gadai

“Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berhutang atau oleh orang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya; dengan dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.”18

18 Kitab_Undang-undang_Hukum_Perdata_[Burgelijk_Wetboek],

(25)

2. Saham

”Saham adalah hak atas sebagian dari suatu perusahaan,

misalnya saham dalam suatu perseroan terbatas; atau suatu bukti penyertaan atau partisipasi dalam modal suatu perusahaan. Penyertaan dalam modal dasar suatu

perusahaan.”19

3. Kredit

“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah

bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan.”20

4. Bank

“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari

masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup

rakyat banyak.”21

E. Metode Penelitian a. Jenis penelitian

Dalam penulisan skripsi ini metode penelitian yang digunakan adalah metode kepustakaan. Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis dan

19 E.A.Koetin, Suatu Pedoman Investasi Dalam Efek di Indonesia,

diterbitkan dengan bantuan U.S. Agency for International

Development-Financial Markets Project, hal. 22.

20 Indonesia (a) , op.cit., Pasal 1 butir 12.

(26)

konstruksi yang dilakukan dengan metode tertentu, bersifat sistematis dan konsisten untuk mengungkapkan kebenaran. b. Jenis Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data sekunder, dibedakan atas tiga bagian, yaitu:22

1.Bahan hukum primer merupakan bahan yang diperoleh dari masyarakat langsung.

2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang tidak

mempunyai kekuatan mengikat tapi bersifat membahas/menjelaskan buku-buku, artikel dalam majalah/harian. Laporan penelitian, makalah yang disajikan dalam pertemuan ilmiah, catatan kuliah. Serta produk peraturan perundang-undangan, kamus maupun ensiklopedi.

3.Bahan hukum tersier merupakan penunjang dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang meliputi buku pegangan.

c. Metode Pengumpulan Data

Penulisan skripsi ini juga dilakukan melalui studi kepustakaan dimana bahan usul penelitian ini diperoleh

22 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet.3,

(27)

dengan mengumpulkan data-data dari buku-buku/bahan bacaan serta peraturan-peraturan yang terkait Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT), Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan (UU Perbankan), Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Keputusan Direksi Bank Indonesia tentang Saham Sebagai Agunan Tambahan ( SK.Dir.BI No.26/68/KEP/DIR 7 September 1993) yang memberikan gambaran umum mengenai persoalan yang akan dibahas. Pengumpulan data yang digunakan selain dari informasi yang ada dimedia massa baik cetak maupun elektronik dan juga dari internet.

d. Analisa Data

Dalam menganalisa data, penulisan skripsi ini mengunakan metode deskriptif yang bersifat kualitatif yaitu suatu metode yang berusaha untuk memaparkan data disertai analisa yang mendalam.

F. Sistimatika Penulisan

(28)

BAB I Pendahuluan

Dalam bab ini penulis menguraikan tentang latar belakang permasalahan; pokok permasalahan;tujuan penelitian; kerangka penulisan;metode penelitian dan sistimatika penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN GADAI

Dalam bab ini membahas tinjauan umum perjanjian gadai yang meliputi tentang pengertian perjanjian itu sendiri; tidak terlaksananya perjanjian;pengertian gadai; sifat gadai; objek dan subjek dalam perjanjian gadai; terjadinya perjanjian gadai; berakhirnya perjanjian gadai; eksekusi perjanjian gadai.

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG SAHAM

(29)

BAB IV ANALISIS PERJANJIAN GADAI SAHAM ANTARA DEUTSCHE BANK DENGAN PT. ASMINCO BARA UTAMA

Bab ini membahas mengenai hak dan kewajiban para pihak terkait dengan jaminan gadai; prosedur eksekusi barang jaminan gadai dapat dilakukan jika debitur wanprestasi; Kendala-kendala apa yang muncul berkaitan dengan eksekusi barang yang digadaikan beserta analisis.

BAB V PENUTUP

(30)

BAB II

TINJAUAN UMUM PERJANJIAN GADAI

A. PENGERTIAN DAN JENIS PERJANJIAN 1. Pengertian Perjanjian

Suatu perjanjian menurut Prof. Subekti :23

“suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada

seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal”.

Perjanjian diatur dalam buku Ketiga KUHPerdata yang

berjudul “Tentang Perikatan” dalam Pasal 1313 KUHPerdata disebutkan sebagai berikut : “suatu perjanjian adalah suatu

perbuatan dimana satu pihak atau lebih mengikatkan diri

terhadap pihak lain.”24

23 R. Subekti (b), Hukum Perjanjian, cet. Ke-21, (Jakarta ;

Intermasa,2005), hal 1.

24 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgelijk Wetboek], op.cit,

(31)

Perjanjian menerbitkan atau melahirkan perikatan antara dua orang yang membuatnya. Perikatan menurut Subekti :25

Adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdsarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak lain yang berkewajiban memenuhi tuntutan itu.

Dengan demikian maka hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian menerbitkan perikatan dan perjanjian adalah sumber perikatan disamping lainnya yaitu undang-undang. Menurut Pasal 1233 KUHPerdata, bahwa perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang-undang. Perikatan yang lahir dari perjanjian memang dikehendaki oleh dua orang atau dua phak, sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang diadakan oleh undang-undang diluar kehendak para pihak yang bersangkutan. Sebagai contoh perikatan yang lahir karena undang-undang : undang-undang mewajibkan orang tua untuk memelihara dan mendidik anaknya Pasal 298 KUHPerdata.

Seperti diuraikan diatas maka dapat dikatakan bahwa perikatan adalah hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak berdasarkan mana pihak yang satu menuntut sesuatu hal

(32)

dari pihak lain yang berkewajiban memenuhi tuntutan itu, maka dapat dilihat adanya subyek perikatan yang terdiri dari pihak yang berhak menuntut sesuatu dinamakan kreditur atau siberpiutang dan pihak yang berkewajiban memenuhi tuntutan dinamakan debitur atau siberutang. Sesuatu yang dituntut disebut prestasi yang menurut Pasal 1234 KUHPerdata dapat berupa memberikan sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu.26 Hubungan antara subyek hukum

dalam perikatan adalah merupakan hubungan hukum, yang berarti bahwa kreditur dijamin oleh hukum atau undang-undang yang apabila tuntutan tidak dipenuhi secara suka rela maka kreditur dapat menuntutnya di muka hakim.

Perjanjian berdasarkan buku III KUHPerdata tentang perikatan menganut sistim terbuka. Artinya adalah hukum perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja asal tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan.

Menurut Subekti pasal-pasal dari hukum perjanjian merupakan hukum pelengkap (avallund recht), yang berarti pasal-pasal itu boleh ditiadakan bila para pihak dalam

26 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgelijk Wetboek],

(33)

perjanjian menghendakinya dan juga para pihak diperbolehkan membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari pasal-pasal hukum perjanjian. 27 Jadi mereka diperbolehkan

membuat ketentuan sendiri demi kepentingan mereka dalam perjanjian-perjanjian yang mereka adakan itu dan jika mereka tidak mengaturnya maka untuk hal tersebut mereka tunduk pada undang-undang. Diartikan hukum pelengkap disini supaya bilamana terjadi perjanjian yang dibuat secara tidak lengkap disebabkan bahwa seringkali orang-orang atau pihak-pihak yang mengadakan perjanjian tidak mengatur secara terperinci semua persoalan yang bersangkutan dengan perjanjian itu atau para pihak hanya memuat yang pokok-pokok saja dan ada hal-hal kecil yang terlewatkan atau dianggap tidak penting maka bila terjadi sengketa maka hal yang kecil ini bisa menjadi sangat penting. Maka bila hal ini tidak diatur oleh mereka yang mengadakan perjanjian, undang-undanglah yang akan mengaturnya. Sistim terbuka yang mengandung asas kebebasan membuat perjanjian, dalam KUHPerdata Pasal 1338 ayat 1 dapat disimpulkan bahwa diperbolehkan membuat undang-undang bagi kita sendiri.

(34)

Pasal-pasal hukum perjanjian baru berlaku bila para pihak tidak mengadakan aturan sendiri dalam perjanjian yang mereka adakan.

(35)

a. Kata Sepakat

Kata sepakat dalam suatu perjanjian adalah pertemuan kehendak dari masing masing pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian tersebut artinya kehendak pihak yang satu di setujui oleh pihak yang lain. Mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik.

b. Cakap

Pada prinsipnya semua orang mampu membuat perjanjian, namun dalam Pasal 1330 KUHPerdata disebut orang-orang yang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian : orang-orang yang belum dewasa, mereka yang dibawah pengampuan, perempuan dalam hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

c. Hal Tertentu

(36)

menjelaskan, dalam perjanjian harus jelas apa yang menjadi objeknya, supaya perjanjian dapat dilaksanakan dengan baik. Kalau A meminjamkan uang kepada B harus jelas berapa jumlah uang yang dipinjamkan dan harus jelas pula kapan waktunya si B untuk mengembalikan uang tersebut.

d. Sebab yang halal

Dalam membicarakan sebab yang halal, yang dimaksud adalah mengenai isi perjanjian itu sendiri dengan melihat tujuannya, untuk apa suatu perjanjian itu diadakan, tujuan merupakan sebab adanya perjanjian, dan sebab yang di syaratkan undang-undang harus yang halal. Dalam Pasal 1337 KUHPerdata mengatur mengenai suatu sebab yang terlarang yaitu apabila bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan atau ketertiban umum.

2. Tidak Terlaksananya Perjanjian

Hal-hal yang menyebabkan tidak terlaksananya perjanjian adalah meliputi:

(37)

ad. a. Wanprestasi

Subekti dalam bukunya Pokok-Pokok Hukum Perdata mengatakan bahwa seorang debitur yang lalai, yang melakukan wanprestasi, dapat digugat di depan hakim dan hakim akan menjatuhkan putusan yang merugikan pada tergugat itu.28

Seorang debitur dikatakan lalai apabila ia tidak memenuhi kewajibannya atau terlambat memenuhinya atau memenuhinya tetapi tidak seperti yang diperjanjikan.29Bahwa

harus dilakukan peringatan secara resmi kepada debitur bilamana kelalaian atau wanprestasi terjadi. Peringatan secara resmi ini memperingatkan si kreditur itu agar melakukan pembayaran seketika atau dalam jangka waktu yang pendek atau dengan kata lain hutang itu harus ditagih terlebih dahulu. 30 Undang-undang juga mengaturnya bahwa

peringatan atau sommatie tersebut harus dilakukan secara tertulis sesuai dengan Pasal 1238 : bevel of soorgelijke akte, karena hakim tidak akan menganggap sah suatu

peringatan lisan.

28Ibid, hal,146.

29Ibid, hal,147.

(38)

ad. b. Overmacht

Overmacht adalah suatu keadaan yang menyebabkan tidak

terlaksananya suatu perjanjian karena alasan-alasan diluar kesalahan debitur.31 Peristiwa mana tidak dapat diketahui

atau diduga akan terjadi pada waktu membuat perikatan. Untuk dapat dikatakan suatu keadaan memaksa, selain keadaan itu, diluar kekuasaannya si berhutang dan memaksa, keadaan yang telah timbul itu juga harus berupa suatu keadaan yang tidak dapat diketahui pada waktu perjanjian itu dibuat.32Jika si kreditur dapat membuktikan adanya keadaan

yang demikian itu tuntutan si debitur akan ditolak oleh hakim dan si kreditur terluput dari penghukuman, baik yang berupa penghukuman untuk memenuhi perjanjian, maupun penghukuman untuk membayar penggantian kerugian. Dalam KUHPerdata dibebaskannya debitur dari kewajiban mengganti kerugian diatur dalam Pasal 1244 dan 1245 KUHPerdata.

Pada dasarnya overmacht membebaskan debitur dari kewajiban menanggung risiko, oleh karena itu dapat dikatakan bahwa akibat overmacht adalah:

31Ibid.

(39)

a.Kreditur tidak dapat menuntut pelaksanaan perikatan.

b. Kreditur tidak dapat menuntut ganti rugi.

c. Kreditur tidak dapat menuntut pembatalan pada

perjanjian timbal balik.

d.Risiko tidak beralih kepada debitur.

Keadaan memaksa ada yang bersifat mutlak (absolut), yaitu dalam halnya sama sekali tidak mungkin lagi melaksanakan perjanjiannya (misalnya baranganya sudah hapus karena bencana alam), tetapi ada juga yang bersifat tak mutlak (relatief), yaitu berupa suatu keadaan di mana perjanjian masih dapat juga dilaksanakan, tetapi dengan pengorbanan-pengorbanan yang sangat besar dari hak si kreditur. Misalnya pemerintah mengeluarkan suatu peraturan yang melarang dikirimnya barang sehingga si kreditur tidak dapat mengirimkan barangnya kepada si debitur.

Hal-hal tentang keadaan memaksa itu terdapat di dalam ketentuan-ketentuan yan mengatur ganti rugi (Pasal 1244 dan Pasal 1245 KUHPerdata), karena menurut pembentuk undang-undang, keadaan memaksa ini adalah suatu alasan pembenar (rechtvaardigingsgrond) untuk membebaskan seseorang dari

(40)

di atas diteliti, maka unsur-unsur dari keadaan memaksa itu adanya hal yang tidak terduga dan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan kepada seseorang. Sedangkan yang bersangkutan dengan segala daya berusaha secara patut memenuhi kewajibannya. 33 Oleh karenanya hanya debiturlah

yang dapat mengemukakan adanya keadaan memaksa, apabila setelah dibuat suatu perjanjian timbul suatu keadaan yang tidak terduga-duga akan terjadi, dan keadaan itu tidak dapat dipertanggung jawabkan kepadanya.

ad. c. Risiko

Risiko menurut Prof. Subekti, berarti kewajiban untuk memikul kerugian jikalau ada suatu kejadian di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa benda yang dimaksudkan dalam perjanjian.34

Diaturnya risiko dalam KUHPerdata, Pasal 1237 menetapkan bahwa suatu perjanjian yang meletakan kewajiban hanya pada satu pihak saja, namun Pasal 1237 ini hanyalah berlaku pada perjanjian sepihak, misalnya hibah. Dalam bagian khusus ditemukan beberapa pasal yang mengatur soal risiko, yaitu Pasal 1460 (risiko dalam jual beli), Pasal 1545 (risiko

33 Mariam Darus Badrulzaman, op. cit., hal. 35-36.

(41)

dalam tukar menukar). Jika dibandingkan kedua pasal itu, sangat berbeda satu sama lain, bahkan saling berlawanan. Menurut Pasal 1460 sejak perjanjian dibuat risiko ditanggung oleh kreditur (pembeli) dan kreditur ini wajib membayar walaupun barang belum diserahkan. Pasal 1460 mengutip Code Civil Perancis yang menganggap hak milik berpindah pada saat perjanjian ditutup. Pasal 1460 ini dianggap kurang / tidak mencerminkan keadilan. Sedangkan Pasal 1545 mengatur jika barang musnah, perjanjian gugur, tetapi pihak yang sudah menyerahkan berhak minta kembali barangnya. Subekti menyarankan untuk perjanjian timbal balik, berpedoman pada pasal ini.35 Kemudian disusul dengan

dekeluarkannya Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3/1963 yang menganjurkan untuk tidak memakai Pasal 1460.

(42)

B. PERJANJIAN GADAI 1. Pengertian Gadai

Gadai merupakan perjanjian yang bersifat acessoir, sehingga perjanjian gadai muncul bila telah ada perjanjian yang obligatoir yaitu perjanjian kredit.

Apa yang dimaksud dengan gadai Pasal 1150 KUHPerdata merumuskan sebagai berikut:

“Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang

berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berhutang atau oleh orang lain atas namanya, dan yang memberiakn kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya;dengan dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus

didahulukan”.

(43)

didahulukan diantara orang-orang berpiutang terbit dari hak-hak istimewa, hak gadai dan hak hipotik.36

2. Sifat Gadai

Gadai yang merupakan hak kebendaan mempunyai sifat-sifat dari hak kebendaan yaitu:

a. Selalu mengikuti benda (droit de suite);

b. Memberikan kekuasaan kepada seorang kreditur untuk

mengambil pelunasan dari hasil penjualan barang secara didahulukan daripada kreditur lainnya (droit de preference, asas prioriteit) ;

c. Dapat dipindahkan ;

d. Mempunyai kedudukan preferensi yaitu didahulukan

dalam pemenuhanya melebihi kreditur-kreditur lainya (Pasal 1133 KUH Perdata).

Selain dari sifat-sifat gadai tersebut diatas ada yang berbeda dengan hak-hak kebendaan yang lainya. Gadai itu adalah bersifat accesoir, yaitu merupakan tambahan saja dari perjanjian yang pokok yang berupa perjanjian pinjaman uang. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjaga jangan sampai

36 Frieda Husni Hasbullah, Hukum Kebendaan Perdata, Hak-Hak yang

(44)

debitur lalai membayar kembali hutangnya. Hak gadai ini berbeda dengan hak-hak kebendaan yang lain, yang merupakan hak yang bersifat memberi jaminan ; menjamin pembayaran kembali dari uang pinjaman itu.

3. Objek dan Subjek Dalam Perjanjian Gadai

Benda yang dijadikan jaminan gadai harus benda bergerak (Pasal 1150 jo Pasal 1152 KUHPerdata). Dengan adanya penyebutan secara khusus dan berturut-turut; hak gadai atas benda-benda bergerak dan atas piutang-piutang atas bawa atau tunjuk dapat disimpulkan bahwa gadai dapat diletakkan baik barang bergerak bertubuh/berwujud (lichamelijk) maupun yang tidak berwujud/tidak bertubuh

(onlichamelijk).

Untuk subjeknya tidak ditetapkan, artinya siapapun; jadi setiap manusia selaku pribadi (natuurlijke persoon) dan setiap badan hukum (rechts persoon) berhak menggadaikan bendanya yang penting merupakan orang atau pembawa hak yang cakap bertindak, atau orang yang berhak berbuat bebas terhadap suatu benda.37

(45)

4. Hak dan Kewajiban Pemegang Gadai

Pemegang Gadai mempunyai beberapa hak sebagai berikut: a. Menjual dengan kekuasaan sendiri (parate eksekusi)

Dalam Pasal 1155 KUHPerdata ditentukan :

Bila oleh pihak-pihak yang berjanji tidak disepakati lain, maka jika debitur atau pemberi gadai tidak memenuhi kewajibannya, setelah lampaunya jangka waktu yang ditentukan, atau setelah dilakukan peringatan untuk pemenuhan janji dalam hal tidak ada ketentuan tentang jangka waktu yang pasti, kreditur berhak untuk menjual barang gadainya di hadapan umum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat dan dengan persyaratan yang lazim berlaku, dengan tujuan agar jumlah utang itu dengan bunga dan biaya dapat dilunasi dengan hasil penjualan itu. Bila gadai itu terdiri dari barang dagangan atau dari efek-efek yang dapat diperdagangkan dalam bursa, maka penjualannya dapat dilakukan di tempat itu juga, asalkan dengan perantaraan dua orang makelar yang ahli dalam bidang itu.”38

Dari Pasal 1155 KUHPerdata tersebut ada beberapa hal yang dapat disimpulkan, yaitu :39

1. Bahwa ketentuan Pasal 1155 KUHPerdata merupakan

ketentuan yang bersifat penambah (aanvullendrecht), karena para pihak bebas menentukan lain.

38Kitab Undang-undang Hukum Perdata [Burgelijk Wetboek], op.cit., Pasal 1155

39 J. Stario (b), Hukum Benda dan Hak-hak Jaminan Kebendaan, Citra

(46)

2. Jika debitur atau pemberi gadai wanprestasi maka penerima gadai berhak untuk menjual barang gadai didepan umum menurut kebiasaan dan syarat-syarat tertentu.

3. Hak untuk menjual sendiri (parate eksekusi) diberikan oleh undang-undang tidak perlu diperjanjikan.

4. Untuk penjualan tersebut tidak diperlukan adanya titel

eksekutorial. Pemegang gadai dapat melaksanakan penjualan, dalam hal debitur wanprestasi, tanpa adanya penetapan pengadilan, tanpa perlu adanya juru sita maupun mendahuluinya dengan suatu sitaan.

b. Hak pemegang gadai Hak pemegang gadai untuk menjual barang gadai tanpa titel eksekutorial.

Hak pemegang gadai untuk menjual barang gadai tanpa titel eksekutorial tanpa perlu penetapan pengadilan dan ataupun bantuan dari juru sita dan seakan-akan hak eksekusi dapat dilaksanakan setiap saat itulah yang disebut dengan parate eksekusi.

c. Hak untuk menjual barang gadai dengan perantaraan

hakim.

(47)

memohon pada hakim untuk menentukan cara penjualan benda gadai. Hal ini diatur pada Pasal1156 KUHPerdata. d. Hak untuk mendapat ganti rugi

Dalam Pasal 1157 KUHPerdata ditentukan bahwa pemegang gadai berhak untuk mendapatkan ganti rugi berupa biaya yang perlu dan berguna yang telah dikeluarkannya guna keselamatan barang gadai.

e. Hak Retensi

Pemegang gadai mempunyai hak retensi selama hutang pokok, bunga dan ongkos-ongkos yang menjadi tanggungan belum dilunasi. Hak ini diberikan dalam Pasal 1159 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan bahwa selama pemegang gadai tidak menyalahgunakan barang yang diberikan dalam gadai, maka si berhutang tidak berkuasa menuntut pengembaliannya, sebelum ia membayar sepenuhnya baik utang pokok maupun bunga dan biaya hutangnya, yang untuk menjaminnya barang gadai telah diberikan, beserta segala biaya yang telah dikeluarkan.

(48)

dikeluarkannya untuk merawat benda gadai (Pasal 1159 ayat (2) KUHPerdata)

f. Hak untuk didahulukan

Kreditur pemegang gadai mempunyai hak untuk didahulukan (kreditur preferen) pelunasannya terhadap tagihan-tagihan lainnya. Hal ini dapat disimpulkan dari Pasal1150 KUHPerdata, hak mana dapat diwujudkan melalui parate eksekusi ataupun dengan permohonan kepada hakim dalam cara bentuk penjualan barang gadai (Pasal 1155 dan Pasal 1156 KUHPerdata)

5. Kewajiban Pemegang Gadai

Kewajiban-kewajiban kreditur sebagai pemegang gadai antara lain :40

a. Bertanggung jawab untuk hilangnya atau merosotnya nilai barang gadai, sekedar itu telah terjadi karena kelalaiannya (Pasal 1157 ayat (1) KUHPerdata);

b. Memberitahukan pemberi gadai, jika barang gadai dijual

(Pasal 1156 ayat (2) KUHPerdata);

(49)

c. Bertanggung jawab terhadap hasil penjualan barang gadai (Pasal 1159 KUHPerdata);

d. Kreditur wajib mengembalikan benda gadai setelah hutang

pokok, bunga, biaya atau ongkos untuk penyelamatan benda yang bersangkutan telah dibayar lunas

6. Terjadinya Perjanjian Gadai

(50)

7. Berakhirnya Perjanjian Gadai Hak gadai hapus apabila:

a. Perikatan pokok yang menjadi dasar gadai hapus. Ini

sesuai dengan sifat accessoir daripada gadai, sehingga nasibnya bergantung kepada perikatan pokoknya. Perikatan pokok hapus antara lain dengan pelunasan, kompensasi, novasi dan penghapusan utang.

b.Benda jaminan terlepas dari kekuasaan pemegang gadai. Tetapi pemegang gadai masih mempunyai hak untuk menuntutnya kembali dan kalau berhasil, maka undang-undang menganggap perjanjian gadai tersebut tidak pernah terputus.

c.Benda jaminan hapus / musnah.

d. Benda gadai terlepas secara sukarela.

e. Terjadi percampuran, yaitu dalam hal pemegang gadai

menjadi pemilik barang gadai tersebut.

(51)

maka kreditur berdasarkan undang-undang berhak untuk

melakukan apa yang disebut “parate eksekusi”, yaitu

eksekusi serta merta yang bahkan dapat dilaksanakan tanpa perantaraan hakim.41

C. EKSEKUSI PERJANJIAN GADAI

Dalam hal eksekusi perjanjian gadai ini maka tidak terlepas untuk melihat peraturan atau pasal-pasal yang mengaturnya.

Menurut Pasal 1155 KUHPerdata dijelaskan ketentuan mengenai Parate Ekekusi, yaitu suatu eksekusi (penjualan) atas benda gadai tanpa perantaraan hakim dalam hal si pemberi gadai cidera janji yang dilakukan dengan maksud untuk melunasi perikatan pokok dari gadai yang bersangkutan. Eksekusi macam ini dilakukan berdasarkan undang-undang dan hanya jika tidak diperjanjikan lain dalam perjanjian gadai yang bersangkutan.

Cidera janjinya si pemberi gadai berdasarkan Pasal 1155 ayat (1) diatas dapat disimpulkan terjadi karena:

41 J. Satrio (c), Eksekusi Gadai Berdasarkan Pasal 1155 dan 1156

BW, (Makalah disampaikan pada seminar Aspek Hukum Jaminan Dalam

(52)

1. Lewatnya waktu yang diperjanjikan, sipemberi gadai tidak juga membayar (melunasi) utangnya, atau

2. Jika mengenai lewatnya waktu sebelumnya tidak diperjanjikan, maka cidera janji terjadi jika si pemberi gadai tidak juga melakukan pembayaran sekalipun telah diberikan sutu peringatan (somasi) untuk membayar.

Dalam suatu parate eksekusi ini sendiri terdapat dua cara untuk melakukan eksekusi yaitu :

(1) Untuk benda-benda yang umum (selain benda-benda yang diperjual belikan di pasar atau bursa).Eksekusi di muka umum ini harus dilakukan menurut kebiasaan-kebiasaan setempat serta atas syarat-syarat yang lazim berlaku (vide Pasal 1155 ayat (1) KUHPerdata).

(2) Untuk benda-benda yang diperjual belikan di pasar

(53)
(54)

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG SAHAM

A. PERIHAL SAHAM 1. Pengertian Saham

Saham merupakan salah satu jenis surat berharga jangka panjang yang dikeluarkan oleh perusahaan yang mempunyai fungsi dapat diperdagangkan, dan dapat dipindahtangankan dari pihak yang satu kepada pihak yang lain. Saham dalam bahasa Belanda disebut aandeel yang berarti andil, sero atau penyertaan modal dalam suatu perusahaan. Dalam Black’s Law Dictionary 6th edition, dijelaskan pemahaman mengenai

saham (share);

“Share means the unit into which the proprietary in a corporation are divided.”42

42 Steven H.Giffis, Law Dictionary, (Woodbury : Baron’s

(55)

Dari definisi diatas dapat dilihat bahwa saham berkaitan erat dengan pembentukan modal dan adanya badan hukum perusahaan,sehingga dapat dikatakan bahwa saham adalah wujud konkrit dari modal perseroan. 43 Jadi yang

dimaksud dengan saham adalah suatu kepentingan kepemilikan (ownership interest) dalam suatu perusahaan, yang biasanya

tercipta dengan memberikan kontribusi ke dalam modal dalam perusahaan yang bersangkutan.44

Lebih lanjut ada yang memberi arti kepada saham sebagai suatu bagian dalam kepemilikan suatu perusahaan, yaitu atas suatu modal yang ditanam dalam suatu perusahaan seperti yang diwakili oleh bagian-bagian dari modal itu yang dimiliki oleh individu-individu masing-masing dalam bentuk sertifikat saham. 45 Tentang saham, dalam peraturan

perundang-undangan di Indonesia dapat ditemukan dari Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) dan Undang-undang Perseroan Terbatas (UUPT).

43 Ahmad Yani dan Gunawan widjaja. “Seri Hukum Bisnis Perseroan

Terbatas”. (penerbit: Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000), hal. 55

44 Steven H. Giffis, op. cit.

45 A. Abdurahman, Ensikklopedia Ekonomi Keuangan dan Perdagangan,

(56)

Pasal 40 KUHD menentukan bahwa :

“Modal perseroan harus dibagi dalam beberapa sero atau saham, baik atas nama maupun dalam blanko.”46

Dari ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa saham adalah bagian dari modal perseroan. Dengan demikian hal tersebut juga selaras dengan Pasa l1 ayat 1 UUPT yang menyatakan :

“Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut dengan

perseroan adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar

yang seluruhnya terbagi dalam saham.”

Dari uraian diatas dapatlah dikatakan bahwa saham adalah bukti kepemilikan serta atas modal suatu perseroan yang memberikan hak kepada pemegangnya atas harta kekayaan perseroan.

2. Klasifikasi Saham

Suatu Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut PT) dapat memiliki satu jenis saham atau beberapa jenis saham sekaligus. Pembagian saham dalam berbagai jenis tersebut disebut klasifikasi saham. Menurut Penjelasan Pasal 46 ayat

(57)

(1) UUPT, yang dimaksud dengan klasifikasi saham adalah kelompok saham yang satu sama lain mempunyai karakteristik yang sama, dan karakteristik mana membedakannya dengan saham yang merupakan kelompok saham dari klasifikasi yang berbeda.

Tetapi bila terdapat lebih dari satu klasifikasi saham, Pasal 46 ayat (3) UUPT menentukan bahwa Anggaran Dasar perseroan harus menetapkan satu klasifikasi sebagai saham biasa. Menurut I.G. Rai Widjaya arti saham biasa adalah saham yang memberikan hak suara untuk mengambil keputusan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) mengenai segala hal yang berkaitan dengan berlangsungnya perseroan.47

Selain saham biasa menurut I.G. Rai Widjaya Anggaran Dasar perseroan, sesuai dengan Pasal 46 ayat (4) UUPT dapat menetapkan satu atau lebih klasifikasi saham yang memberikan kepada pemiliknya hak-hak sebagai berikut:

a. Hak suara khusus, bersyarat, terbatas atau tanpa hak

suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS);

b. Yang setelah jangka waktu tertentu dapat ditarik

kembali atau dapat ditukar dengan klasifikasi lain;

47 I.G. Rai Widjaya, Hukum Perusahaan, cet. Ke-enam, (Bekasi:

(58)

c.Hak Menerima pembagian deviden;

d. Hak menerima sisa kekayaan dalam proses likuidasi.

Dengan dianutnya sistem klasifikasi oleh UUPT, maka dimungkinkan munculnya bermacam variasi pemegang saham yaitu pemegang saham:

a.Dengan hak suara misalnya dengan saham biasa;

b. Tanpa hak suara, misalnya pada saham yang dimiliki

sendiri oleh perseroan yang bersangkutan;

c. Dengan hak suara khusus, misalnya pada saham

prioritas;

d. dengan hak suara terbatas/bersyarat misalnya saham

yang dimiliki oleh anggota bursa efek baru mempunyai hak suara apabila dipenuhi syarat tertentu.48

3. Jenis Saham

Ditinjau dari cara mengeluarkannya, menurut Pasal 40 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) juncto Pasal 24 ayat (2) UUPT, ada dua jenis saham, yaitu :

48 Abdul Kadir Muhamad, Hukum Perseroan Indonesia, cet. ke-1,

(59)

a. Saham atas nama

Saham atas nama adalah saham yang nama pemiliknya sudah tertera didalamnya. Nama pemiliknya yang tertera merupakan bukti pemegangnya. Saham ini biasanya dipergunakan agar tidak jatuh ke tangan orang yang tidak berkepentingan atau tidak di inginkan.

b. Saham atas tunjuk

Dalam saham atas tunjuk tidak disebutkan nama pemiliknya. saham ini sering disebut saham blanko. Dengan tidak disebutkan nama pemiliknya, maka rasionya adalah bahwa pemegangnya adalah pemilik yang terlegitimasi atas saham aan toonder, kecuali ada bukti sebaliknya. Rasionya berasal dari Pasal 534 KUHPerdata yang menentukan bahwa:

Tiap-tiap pemegang kedudukan selama tidak terbukti bahwa untuk orang lainlah kedudukan itu mulai dipegangnya, harus dianggap memegangnya untuk diri

(60)

Selain saham-saham yang dimaksudkan dalam KUHD dan UUPT tersebut diatas, dalam praktek dan perkembangannya,selain saham biasa yaitu saham atas nama dan saham atas tunjuk dikenal pula beberapa jenis saham yang lain, yaitu49:

a. Saham preferen atau saham prioritas

saham ini memiliki hak lebih dari saham biasa dalam hal keuntungan dan atau saldo. Pemegang saham prioritas ini mempunyai hak-hak istimewa dalam pembagian keuntungan atau hak-hak lain. Biasanya saham prioritas diterbitkan atas nama dan diberikan kepada para pendiri atau orang-orang yang dianggap berjasa dalam Perusahaan.

b. Saham preferen kumulatif

saham ini mempunyai hak lebih daripada saham utama, yaitu selain memberi hak atas keuntungan atas keuntungan saldo, saham preferen kumulatif memberi hak kepada pemegangnya untuk mendapat bagian dividen pada tahun berikutnya, jika pada suatu tahun tertentu perseroan tidak membagikan dividen karena mengalami kerugian.

49 Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang, Buku ke-2,

(61)

c. Saham bonus

yaitu jenis saham yang diberikan kepada pemegang saham lama tanpa penyetoran ke kas perseroan. Penerbitan saham bonus dilakukan untuk menjaga keseimbangan antara modal perseroan dengan kekayaan perseroan. Saham bonus ini seperti halnya saham biasa dan mengandung hak-hak seperti halnya saham biasa. Pemegang saham jenis ini tidak diharuskan membayar harga nominalnya kedalam kas perseroan.

d. Saham pendiri

yaitu saham yang diberikan kepada orang yang berjasa ikut mendirikan perseroan sebagai wujud penghargaan. Saham jenis ini tidak ada bedanya dengan saham biasa, terutama mengenai bagian keuntungan dan suara dalam rapat umum pemegang saham.

4. Nilai Nominal Saham

(62)

lembar saham yang mewakilinya. Saham tanpa nilai nominal tidak dapat dikeluarkan. Ini berlaku mutlak karena dalam ketentuan, UUPT melarang suatu perseroan untuk menerbitkan saham tanpa nilai nominal. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 42 UUPT yang menjelaskan bahwa:

1)nilai nominal saham harus dicantumkan dalam mata uang Republik Indonesia

2) saham tanpa nilai nominal tidak dapat dikeluarkan

3) saham atas tunjuk hanya dapat dikeluarkan apabila

nilai nominal saham atau nilai yang diperjanjikan disetor penuh.

Selain itu Pasal 40 KUHD menjelaskan bahwa modal perusahaan harus dibagi dalam beberapa saham, baik atas nama, maupun atas tunjuk. Karena saham-saham itu merupakan modal maka tiap-tiap saham merupakan bagian dari modal, yang menjelma dalam harga saham. Dalam tiap-tiap saham harga saham ini dinyatakan dalam tulisan yang jelas,

misalnya: ”Rp 10.000 (sepuluh ribu rupiah).” Harga Rp

(63)

boleh dijual dengan harga dibawah a pari artinya dibawah harga nominal.50

Nilai nominal saham bisa saja tidak sama dengan nilai pasar (harga pasar) dari saham yang bersangkutan, khususnya saham pada perusahaan yang sahamnya dijual dipasar modal; yaitu harga pasar ditetapkan melalui penilaian terhadap perusahaan dan dengan memperhatikan permintaan pembeli, karena itu bisa saja saham dijual dengan harga diatas nilai nominalnya. Ini sangat bergantung pada nilai perusahaan itu sendiri pada saat saham dijual. Jika harga pasar saham melebihi dari nilai nominal maka selisih harga tersebut disebut “Agio”.51

5. Bukti Hak Kepemilikan Saham

Kepada pemegang saham diberi bukti pemilikan saham yang dimilikinya. Bukti kepemilikan saham atas unjuk berupa surat saham, sedangkan bukti kepemilikan saham atas nama diserahkan kepada pihak-pihak dan ditetapkan dalam anggaran dasar sesuai dengan kebutuhan. Kepemilikan atas saham

50 Purwosutjipto, op.cit., hal. 111.

(64)

sebagai benda bergerak memberikan hak kebendaan kepada pemegangnya. Hak tersebut dapat dipertahankan pada setiap orang.

Selain bukti hak berupa saham masih ada bukti lain berupa segala catatan yang berkenaan dengan saham yaitu Daftar Pemegang Saham. Bukti ini diperlukan oleh pemegang selaku pemilik saham dalam mewujudkan kepentinganya, misalnya memperoleh pembayaran deviden, menggadaikan saham, atau memindahkan sahamnya kepada pihak lain. Jadi setiap saham mempunyai bukti siapa pemiliknya. Dalam ketentuan Pasal 44 UUPT dijelaskan bahwa:

“Kepada pemegang saham diberikan bukti kepemilikan saham untuk saham yang dimilikinya.”

6. Pemindahan Hak Atas Saham

Dalam Pasal 48 UUPT dijelaskan bahwa:

“Dalam Anggaran Dasar perseroan ditentukan cara pemindahan hak atas saham sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku”.

(65)

tersebut dapat dialihkan kepada setiap orang atau pihak, selama dan sepanjang dilakukan menurut ketentuan dan tata cara yang ditetapkan dalam UUPT dan Anggaran Dasar perseroan tersebut.

7. Pembatasan Pemindahan Hak Atas Saham

Prinsip pemindahan hak atas saham pada dasarnya diserahkan pengaturanya kepada anggaran dasar. Dalam anggaran dasar dapat diatur ketentuan pembatasan pemindahan hak atas saham yaitu :

a. Keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada kelompok

pemegang saham tertentu atau pemegang saham lainya; dan atau

b. Keharusan mendapatkan persetujuan lebih dahulu dari

organ perseroan (Pasal 50 UUPT).

Pembatasan pemindahan hak atas saham yang diatur dalam Pasal 50 UUPT yang berbunyi:

Dalam Anggaran Dasar dapat diatur ketentuan pembatasan pemindahan hak atas saham yaitu:

(1). keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada kelompok pemegang saham tertentu atau pemegang saham lainnya; dan atau

(66)

Menurut Pasal 51 ayat (1) UUPT dijelaskan juga bahwa dalam hal anggaran dasar mengharuskan pemegang saham menawarkan lebih dahulu sahamnya kepada kelompok pemegang saham tertentu atau pemegang saham lain yang tidak dipilihnya sendiri, perseroan wajib menjamin bahwa semua saham yang ditawarkan dibeli dengan harga yang wajar dan dibayar tunai dalam waktu 30 (tigapuluh) hari terhitung sejak penawaran dilakukan; yang dimaksud dengan harga yang wajar adalah dapat berupa harga pasar atau harga yang ditetapkan oleh ahli penilai harga saham yang tidak terikat pada perseroan. Penetapan waktu 30 (tiga puluh) hari dimaksudkan agar terdapat kepatian bahwa setelah jangka waktu tersebut pemegang saham mempunyai kebebasan untuk menawarkan saham tersebut kepada pihak lain.52

B. PERIHAL GADAI SAHAM 1. Pengertian Gadai Saham

Saham dari suatu Perseroan Terbatas digolongkan sebagai benda bergerak yang tidak berwujud (Pasal 511 KUHPerdata) saham dapat dialihkan oleh pemiliknya kepada orang lain,

(67)

diantaranya yaitu diperjualbelikan, dihibahkan atau dijadikan sebagai jaminan hutang.

Apabila saham digadaikan, maka gadai saham tersebut haruslah sesuai dengan ketentuan-ketentuan mengenai gadai yang diatur dalam Pasal 1150-1160 buku II bab XX. Perjanjian gadai merupakan ketentuan yang mengikat, oleh karena itu para pihak tidak boleh melakukan perjanjian gadai menyimpang dari hal-hal yang telah ditentukan.

Pengertian gadai menurut Pasal 1150 KUHPerdata adalah sebagi berikut:

“Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berhutang atau oleh orang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya;dengan dan biaya yang telah

dikeluarkan untuk menyelamatkannya”.

Gadai merupakan perjanjian yang bersifat acessoir, sehingga perjanjian gadai muncul bila telah ada perjanjian yang obligatoir yaitu perjanjian hutang piutang.

(68)

de suite). Kreditur pemegang gadai kedudukannya preferen

dibandingkan kreditur-kreditur yang lain. Obyek gadai adalah benda-benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.

2. Syarat Sahnya Perjanjian Gadai Saham

Syarat-syarat perjanjian gadai saham antara lain adalah:

a. Harus dipenuhi persyaratan umum sahnya suatu

perjanjian sebagaimana diatur dalam KUHPerdata, buku III bab II, tentang syarat-syarat yang diperlukan untuk sahnya persetujuan dimulai dengan Pasal 1320 dan seterusnya;

b. Hak gadai bersifat accesoir sehingga untuk sahnya

hak gadai atas saham, harus terlebih dahulu ada perjanjian pokok tentang piutang yang sah.

c. Sebagaimana diatur dalam Pasal 1152 KUHPerdata

(69)

d. Dalam perjanjian gadai tidak boleh dibuat klausula bahwa apabila siberhutang atau pemberi gadai tidak memenuhi kewajiban-kewajibanya maka kreditur dengan sendirinya dapat memiliki barang yang digadaikan. Segala janji yang bertentangan dengan ini adalah batal.

Syarat sahnya perjanjian gadai saham juga diatur dalam ketentuan penjelasan Pasal 53 ayat (3) UUPT, yang menyatakan:

“ Gadai saham harus dicatat dalam daftar Pemegang Saham

dan Daftar Khusus sebagaimana di maksud dalam Pasal 43”.

Ketentuan ini dimaksudkan agar perseroan atau pihak lain yang berkepentingan dapat mengetahui mengenai status saham tersebut.

3. Saham Yang Menjadi Objek Gadai

(70)

No.52 Tahun 1976 tentang pasar modal, saham dirumuskan sebagai tanda penyertaan modal pada perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam Pasal 40 KUHD.

Pemilikan atas saham dapat dibuktikan dengan surat saham (kolektif) atau berupa daftar saham yang disimpan oleh pengurus perseroan. Pemilik dapat meminta turunan resmi dari daftar tersebut. Seperti dijelaskan diatas, dalam hal gadai saham, jenis saham yang dapat di jadikan objek dalam perjanjian gadai saham adalah :

1. Saham atas nama (op naam)

(71)

- Pemilik dan calon pembeli membuat pernyataan tentang pengalihan saham tersebut secara resmi dan memberitahukan kepada direksi.

- Pernyataan itu kemudian dibukukan ke dalam buku perseroan yang khusus dibuat untuk hal tersebut, kemudian ditandatangani oleh kedua belah pihak atau atas namanya.

Selain itu cara penyerahan lain juga dapat ditetapkan dalam Anggaran Dasar perseroan. Mengenai saham atas nama ini boleh saja diserahkan atau dikeluarkan kepada pemegangnya walaupun harga saham-saham tersebut belum dilunasi, karena di dalam saham-saham atas nama tersebut tercantum nama dari pemegangnya sehingga kemana saja saham atas nama itu akan diserahkan, pengurus selalu masih dapat menuntut sisa harga dari saham yang belum dilunasi tersebut.

2. Saham atas tunjuk (aan toonder)

(72)

534 KUHPer ini menentukan bahwa seorang dianggap menguasai sesuatu bagi dirinya selama belum terbukti bahwa dia hanya memegang bagi kepentingan orang lain.

Cara penyerahan dari saham atas tunjuk ini cukup dilakukan dari tangan ke tangan atau secara fisik saja. Ketentuan ini berlaku sesuai dengan Pasal 613 ayat (3) KUHPer. Hal inilah yang menyebabkan Pasal 41 KUHD ini melarang pengeluaran saham atas tunjuk sebelum seluruh jumlah nilai saham disetorkan ke kas perseroan. Tujuan dari Pasal 41 KUHD ini ialah untuk melindungi para kreditur perseroan dari hal-hal yang merugikan, misalnya saham yang belum disetor penuh tersebut dijual kepada pihak lain, maka pembeli baru tersebut tidak tahu bahwa jumlah nilai saham belum seluruhnya ke kas perseroan dan juga perseroan tidak mengerti kalau saham tersebut sudah dijual. Dengan demikian maka kas perseroan menderita kerugian dan kepentingan kreditur terkena.

4. Cara Meletakkan Hak Gadai Atas Saham

(73)

dasarnya hanya terdapat dua macam saham yang dapat digadaikan, yaitu saham atas nama dan saham atas tunjuk.

Pada dasarnya dalam hal gadai atas saham sebagaimana juga dengan gadai atas benda bergerak lainnya, peletakannya terbagi menjadi dua tahap, tahap pertama yaitu tahap pembuatan perjanjian obligatoir (misalnya perjanjian hutang piutang) dan tahap kedua yaitu tahap pembuatan perjanjian kebendaan (zakelijk

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana deposito berjangka dapat menjadi jaminan gadai dalam perjanjian kredit bank, bagaimana pihak kreditur (bank) dalam menetapkan pihak

Logikanya nasabah datang sendiri di kantor untuk mengajukan gadai polis, segala prosedur untuk mengajukan gadai dilakukan secara sadar, kemudian nasabah menandatangani

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap permasalahan tersebut dapat disimpulkan bahwa perjanjian gadai terhadap barang jaminan yang berasal dari hasil kejahatan

Sementara itu, proses penyelesaian wanprestasi perjanjian gadai di PT Pegadaian (Persero) Cabang Polewali Mandar adalah 1) bagi nasabah yang tidak membayar angsuran kredit atau

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap permasalahan tersebut dapat disimpulkan bahwa perjanjian gadai terhadap barang jaminan yang berasal dari hasil kejahatan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana deposito berjangka dapat menjadi jaminan gadai dalam perjanjian kredit bank, bagaimana pihak kreditur (bank) dalam menetapkan pihak

untuk mewakili dan karenanya bertindak untuk dan atas nama Pemberi Kuasa dalam kedudukan Pemberi Kuasa sebagai pemegang saham Perseroan, dalam hal menghadiri

Dalam hal ini nasabah dapat mendalilkan bahwa syarat perjanjian gadai yang memberi kewenangan kepada PT Pegadaian (Persero) untuk menetapkan suku bunga itu