• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PERLAKUAN YANG DIBERIKAN PEMERINTAH

C. Bentuk Fasilitas Yang Diberikan Pemerintah Kepada

4. Pembebasan atau Penangguhan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

5. Penyusutan dan Amortisasi yang Dipercepat

6. Keringanan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

7. Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan 8. Fasilitas Hak atas Tanah

9. Fasilitas Keimigrasian 10.Perizinan Impor

Pemberian fasilitas tersebut membutuhkan koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Pemerintah daerah memiliki otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan penyelenggara dan penanaman modal. Oleh karena itu, peningkatan koordinasi harus dapat diukur kecepatannya dengan pemberian perizinan dan fasilitas penanaman modal yang memiliki daya saing.

Selanjutnya fasilitas penanaman modal diberikan dengan pertimbangan tingkat daya saing perekonomian dan kondisi keuangan negara dan harus promotif dibandingkan dengan fasilitas yang diberikan oleh negara lain. Pentingnya kepastian fasilitas penanaman modal ini mengharuskan pengaturan yang lebih detail terhadap bentuk fasilitas fiskal, fasilitas hak atas tanah, imigrasi dan fasilitas perizinan impor. Pemberian fasilitas tersebut setidaknya merupakan upaya untuk mendorong penyerapan tenaga kerja.

Dalam memberdayakan penanaman modal, Indonesia harus melalui beberapa tantangan, yaitu:8

1. Persaingan kebijakan investasi yang dilakukan oleh negara pesaing seperti Cina, Vietnam, Thailand, dan Malaysia;

2. Lemahnya insentif investasi

3. Kualitas SDM yang rendah dan terbatasnya infrastruktur

4. Tidak adanya kebijakan yang jelas untuk mendorong pengalihan teknologi dari PMA

5. Masih tingginya biaya ekonomi karena tingginya kasus korupsi, keamanan dan penyalahgunaan wewenang;

6. Meningkatnya nilai tukar riil efektif rupiah

7. Belum optimalnya pemberian insentif dan fasilitas

Hingga tahun 2012 ini, dalam rangka menarik penanam modal asing maupun dalam negeri serta dalam memberikan kepastian hukum dalam berinvestasi di Indonesia, pemerintah Indonesia telah dan terus menetapkan serangkaian peraturan baru di bidang penanaman modal, yang akan memudahkan para investor untuk berinvestasi di Indonesia. Kemudahan tersebut tercermin antara lain dalam penerapan mekanisme Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dan penyederhanaan prosedur perijinan investasi. Arah baru regulasi di bidang penanaman modal ini diharapkan mampu meningkatkan daya saing Indonesia ditengah persaingan global sehingga mampu membawa Indonesia menjadi negara tujuan investasi terdepan.

8

Akan tetapi, mulai banyak juga kasus-kasus yang terungkap, yang secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan bidang penanaman modal yang dilatarbelakangi karena penanaman modal tersebut dirasakan tidak berpihak kepada masyarakat banyak, khususnya masyarakat di sekitar daerah itu. Hal ini terjadi karena penyelenggaraan penanaman modal di Indonesia belum dapat menjawab tantangan-tantangan tersebut sehingga rakyatlah yang menjadi korban dari para penguasa dan pengusaha. Banyak masyarakat jadi beranggapan bahwa pemerintah lebih memihak kepada penanam modal daripada rakyatnya karena lebih mengutamakan kontrak yang telah mereka sepakati. Bahkan penanam modal (investor) seperti mendapat kekebalan hukum dan perlindungan khusus yang berlebihan.

Misalnya dalam pemberian fasilitas hak atas tanah kepada penanam modal, yang justru semakin banyak memunculkan kasus-kasus pertanahan. Semakin bertambahnya status tanah-tanah milik masyarakat adat maupun perorangan dengan status tanah sengketa. Hal tersebut seharusnya menjadi menjadi tanda tanya besar dan juga menjadi perhatian pemerintah. Bahkan dengan terungkapnya Kasus Mesuji, yang memakan korban jiwa baik dari masyarakat setempat dan dari pihak perusahaan karena status kepemilikan lahan yang tidak jelas. Hal tersebut disebabkan oleh Pemerintah yang tidak melakukan kontrol yang berkala atau terus menerus. Pemerintah seharusnya dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan cepat, penuh tanggung jawab dan bijaksana khususnya dipandang dari segi hukum ekonominya, baik itu Pemerintah Pusat, maupun

Pemerintah Daerah yang telah diberi kewenangan khusus oleh UU Otonomi Daerah.

Untuk itu, penting rasanya mengkaji kembali tentang perlakuan dan pemberian fasilitas kepada penanam modal. Sehingga dengan memahami hal-hal tersebut, dapat diketahui dengan jelas tentang perlakuan dan fasilitas apa saja yang diberikan kepada penanam modal menurut prespektif UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Sehingga, akan lebih mudah menyikapi dan menganalisa perkembangan dunia penanaman modal di Indonesia bahkan untuk kasus-kasus yang terjadi dan kewenangan pemerintah yang seharusnya dilaksanakan dalam mengawasi dan menangani masalah-masalah yang terjadi itu, sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku.

B. Perumusan Masalah

Tulisan ini terutama merupakan kajian secara yurudis normatif terhadap pelaksanaan penanaman modal yang ada di Indonesia yang dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang dan peraturan pendukung lain yang berkenaan dengan perlakuan dan pemberian fasilitas kepada penanam modal dalam kegiatan penanaman modal.

Suatu pengajuan permasalahan adalah untuk membatasi ruang lingkup permasalahan agar tidak melebar sehingga akan mengaturkan tujuan pembahasan dapat menjawab permasalahan tersebut.

Adapun masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana perlakuan yang diberikan pemerintah kepada penanam modal berdasarkan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal?

2. Bagaimana ketentuan fasilitas yang diberikan pemerintah kepada penanam modal berdasarkan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal? 3. Bagaimana pengawasan pemerintah terhadap penanam modal yang

diberikan fasilitas penanaman modal?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan utama penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi syarat tugas akhir untuk mendapatkan gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Namun berdasarkan permasalahan di atas maka tujuan yang dicapai adalah:

1. Untuk mengetahui perlakuan yang diberikan pemerintah kepada penanam modal berdasarkan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 2. Untuk mengetahui ketentuan fasilitas yang diberikan pemerintah kepada

penanam modal berdasarkan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

3. Untuk mengetahui bentuk pengawasan pemerintah terhadap penanam modal yang diberikan fasilitas penanaman modal dan perekmbangannya. Manfaat penulisan yang diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

Secara Teoritis, pembahasan terhadap perlakuan dan pemberian fasilitas yang akan dibahas akan menimbulkan pengertian baru bagi pembaca tentang perlakuan dan pemberian fasilitas dalam penanaman modal yang dilakukan oleh pemerintah terhadap penanam modal baik asing maupun domestik. 2. Secara Praktis

Pembahasan ini diharapkan dapat memberi masukan bagi pembaca terutama bagi para penanam modal di Indonesia, juga sebagai bahan bagi para akademisi dalam menambah wawasan dan pengetahuan di bidang perlakuan terhadap penanam modal dan pemberian fasilitas penanaman modal.

D. Keaslian Penulisan

Untuk mengetahui keaslian penulisan, sebelum melakukan penulisan skripsi berjudul “Perlakuan dan Pemberian Fasilitas Kepada Penanam Modal Menurut Prespektif UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal”,

Layaknya suatu karya ilmiah, penulisan skripsi ini didasarkan pada ide-ide, gagasan maupun pemikiran dari penulis pribadi dan bukan hasil karya penggandaan dari karya tulis orang lain. Adapun kutipan atau pendapat yang berasal dari sumber lain hanyalah sebagai referensi guna menambah manfaat dan kesempurnaan tulisan ini.

Dalam proses pengajuan judul skripsi ini penulis harus terlebih dahulu mendaftarkan judul tersebut kebagian Departemen Hukum Ekonomi dan setelah diperiksa dan dipastikan judul yang diangkat oleh penulis dinyatakan disetujui oleh bagian Departemen Hukum Ekonomi.

Atas dasar pemikiran tersebut, penulis yakin bahwa judul yang diangkat beserta pembahasannya belum pernah ada penulisannya pada bagian Hukum Ekonomi khususnya dan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara pada umumnya, sehingga keaslian penulisan yang penulis tuangkan dijamin keasliannya dan dapat dipertanggungjawabkan.

E. Tinjauan Kepustakaan

Perlakuan terhadap penanam modal diatur dalam Bab V UU No. 25 Tahun 2007, Pasal 6, 7, 8, dan 9. Negara Indonesia yang menganut sistem ekonomi yang bebas terkendali atau mixed economy tidak terlepas dan sangat tergantung pada sistem perdagangan internasional.

Dewasa ini perdagangan internasional dipengaruhi oleh sistem, ketentuan dan mekanisme WTO (World Trade Organizations) dengan bentuk salah satu aturan main adalah TRIMs (Agrement on Trade Related Investment Measures). Atas dasar ketentuan tersebut, kegiatan penanaman modal di Indonesia secara logis-yuridis terikat kepada prinsip-prinsip penanaman modal internasional dari WTO dan TRIMs yaitu prinsip nondiskriminasi, prinsip Most Favoured Nations (MFN), prinsip National Treatment.9

Indonesia telah meratifikasi segenap peraturan dalam TRIMs dan GATS, atas dasar ketentuan tersebut penanaman modal di Indonesia secara logis-yuridis

9

terikat kepada prinsip-prinsip penanaman modal international dari WTO dan TRIMs, prinsip-prinsip tersebut adalah: 10

a. Prinsip Nondiskriminasi, prinsip ini mengharuskan negara tempat investasi untuk memperlakukan secara sama setiap penanam modal baik penanam modal asing atau penanam modal domestik di negara tempat penanaman modal dilakukan;

b. Prinsip Most Favoured Nations (MFN), prinsip ini menuntut perlakuan sama dari negara tempat investasi terhadap penanam modal dari negara asing yang satu dengan penanam modal asing dari negara lainnya yang melakukan aktivitas penanaman modal dinegara mana penanam modal tersebut dilakukan; dan

c. Prinsip National Treatment, prinsip ini mengharuskan negara tempat investasi untuk tidak membedakan perlakuan antara penanam modal asing dengan domestik.

TRIMs memuat ketentuan peraturan di bidang investasi yang mempengaruhi perdagangan bebas yang dapat dibagi atas TRIMs positif yang merupakan pemberian incentives dan TRIMs negatif karena izin investasi dikaitkan dengan persyaratan pemilikan saham nasional; penggunaan kandungan lokal; ketentuan ekspor, kapasitas produksi, jenis, alih teknologi, dll. Ketentuan

TRIMs bertentangan dengan WTO karena ada mengatur keharusan membeli produk dalam negeri; tidak sejalan dengan penghapusan quantitative restriction

10

Saepudin, http:// www.binatalentabangsa.com/Saepudin Online, diakses pada 25 April 2012, pukul 10.56 WIB

yakni dengan pembatasan produk yang dipakai dalam proses produksi atau produk senilai ekspor.11

Berdasarkan prinsip tersebut, Indonesia memberikan perlakuan yang sama antara penanam modal dalam negeri dengan penanam modal asing yang melakukan kegiatan penanaman modal di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.12

Fasilitas penanaman modal diatur dalam Bab X Undang-Undang No. 25 Tahun 2007, Pasal 18, 19, 20, 21, 22, 23, dan 24. Fasilitas penanam modal diberikan dengan pertimbangan tingkat daya saing perekonomian dan kondisi negara dan harus promotif dibandingkan dengan fasilitas yang diberikan negara lain. Pentingnya kepastian fasilitas penanaman modal ini mendorong peraturan secara lebih detail terhadap bentuk fasilitas perpajakan, fasilitas fiskal, fasilitas perizinan impor, fasilitas imigrasi dan fasilitas hak atas tanah. 13

Penanaman modal menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri mapun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.

Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri. Penanaman modal asing adalah kegiatan mananam modal untuk mlakukan usaha

11

Rahmi Janet, Hukum Investasi, http://www.fh.unair.ac.id/entryfile/Capital _Investmen_Law_S2.ppt, diakses pada 25 April 2012, pukul 10.50 WIB

12

Lihat Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Pasal 6

13

di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing sepenuhnya maupun yeng berpatungan dengan penanam mosal dalam negeri.14

Modal adalah aset dalam bentuk uang atau bentuk lain yang bukan uang yang dimiliki oleh penanam modal yang mempunyai nilai ekonomis. Modal tersebut dibagi menjadi modal dalam negeri dan modal asing. Modal dalam negeri adalah modal yang dimiliki oleh negara Republik Indonesia, perorangan warga negara Indonesia, atau badan usaha ang berbentuk badan hukm atu tidak berbadan hukum. Sedangkan modal asing adalah modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, badan hukm dan/atau badan hukum Indonesia yan sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing.15

Prosedur perizinan penanaman modal perlu bagi seorang penanam modal yang akan menanamkan modalnya di suatu negara, perlu mengetahui bagaimana prosedur atau tata cara penanaman modal di negara tersebut baik dalam bentuk penanaman modal asing ataupun dalam negeri.

Pelayanan terpadu satu pintu adalah kegiatan penyelenggaraan suatu perisinan dan nonperizinan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat.

Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara daerah.

14

Lihat Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Pasal 1

15 Ibid.

F. Metode Penulisan

Dalam Dalam skripsi ini untuk membahas masalah sangat membutuhkan adanya data dan keterangan yang dapat dijadikan bahan analitis. Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data dan keterangan tersebut penulis menggunakan metode sebagai berikut.

1. Spesifikasi Penelitian

Tipe penelitian hukum yang dilakukan adalah yuridis normative dengan pertimbangan bahwa titik tolak penelitian analisis terhadap perlakuan dan pemberian fasilitas kepada penanam modal menurut prespektif UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Maka tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian juridis normatif, yakni penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif mengenai perlakuan dan pemberian fasilitas kepada penanam modal.

Hal ini ditempuh dengan melakukan penelitian kepustakaan walaupun penelitian ini tidak lepas pula dari sumber lain selain sumber kepustakaan, yakni penelitian terhadap media massa ataupun dari internet. Oleh karena tipe penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan. Pendekatan tersebut melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan perlakuan dan pemberian fasilitas kepada penanam modal.

2. Bahan Penelitian

Materi dalam skripsi ini diambil dari data seperti dimaksud dibawah ini : a. Bahan Hukum Primer, yaitu :

Berbagai bahan hukum yang terdiri dari peraturan perundang-undangan di bidang hukum perdata yang mengikat, antara lain Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Peraturan Pemerintah No. 77 Tahun 2007 tentang Bidang Usaha yang Tertutup dan Terbuka dengan persyaratan di bidang Penanaman Modal, Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 Tentang Perubahan Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal, Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2009 Tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang-Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu :

Bahan-bahan yang berkaitan erat dengan bahan hukum primer dan dapat digunakan untuk menganalisis dan memahami bahan hukum primer yang ada. Semua dokumen yang dapat menjadi sumber informasi mengenai perlakuan dan pemberian fasilitas kepada penanam modal, seperti hasil seminar atau makalah dari pakar hukum, Koran, majalah, kasus-kasus yang berhubungan dengan pembahasan skripsi ini, dan juga sumber-sumber lain yakni internet yang memiliki kaitan erat dengan permasalahan yang dibahas.

c. Bahan Hukum Tertier, yaitu :

Mencakup kamus bahasa untuk pembenahan tata Bahasa Indonesia dan juga sebagai alat bantu pengalih bahasa beberapa istilah asing.

3. Data dan Teknik Pengumpulan Data

Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dikumpulkan dengan melakukan penelitian kepustakaan atau yang lebih dikenal dengan studi kepustakaan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang terdapat dalam buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, majalah, surat kabar, hasil seminar, dan sumber-sumber lain yang terkait dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini.

4. Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelusuran kepustakaan, dianalisis dengan deskriptif kualitatif. Metode deskriptif yaitu menggambarkan secara menyeluruh tentang apa yang menjadi pokok permasalahan. Kualitatif yaitu metode analisa data yang mengelompokkan dan menyeleksi data yang diperoleh menurut kualitas dan kebenarannya kemudian dihubungkan dengan teori yang diperoleh dari penelitian kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan yang diajukan.

G. Sistematika Penulisan

Dalam menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasannya harus diuraikan secara sistematis. Untuk memudahkan penulisan skripsi ini maka perlu adanya sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam setiap bab yang saling berkaitan satu dengan yang lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah:

BAB I : Berisikan pendahuluan yang merupakan pengantar yang di dalamnya terurai mengenai latar belakang pemilihan judul/penulisan skripsi, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan, kemudian diakhiri dengan sistematika penulisan.

BAB II : Merupakan bab yang membahas perkembangan ketentuan penanaman modal di Indonesia, tujuan dan manfaat penanaman modal, faktor- faktor yang mempengaruhi penanaman modal, kebijakan dasar dan prinsip penanaman modal, perlakuan terhadap penanam modal.

BAB III : Merupakan bab yang membahas tentang pengertian dan penggolongan fasilitas dalam penanaman modal, syarat dan ketentuan dalam memperoleh fasilitas penanaman modal, bentuk-bentuk fasilitas yang diberikan pemerintah kepada penanam modal.

BAB IV : Merupakan bab yang membahas tentang perkembangan kondisi pengawasan pemerintah terhadap penanam modal yang diberikan fasilitas penanam modal, kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah dalam penanaman modal, bentuk pengawasan pemerintah terhadap penanam modal.

BAB V : Kesimpulan dan saran

Bagian penutup dalam skripsi ini merupakan bab terakhir, dimana dikemukakan mengenai kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan pembahasan sebelumnya dalam skripsi ini.

BAB II

PERLAKUAN YANG DIBERIKAN PEMERINTAH KEPADA

PENANAM MODAL BERDASARKAN UU NO. 25 TAHUN 2007

TENTANG PENANAMAN MODAL

A. Perkembangan Ketentuan Penanaman Modal di Indonesia

Sebenarnya perkembangan penanaman modal asing di Indonesia telah dimulai sejak Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Rancangan Undang-undang penanaman modal asing pertama kali diajukan pada tahun 1952 pada masa kabinet Alisastroamidjojo, tetapi belum sempat diajukan ke parlemen karena jatuhnya kabinet ini. Kemudian pada tahun 1953 rancangan tersebut diajukan kembali tetapi ditolak oleh pemerintah. Secara resmi undang-undang yang mengatur mengenai penanaman modal asing untuk pertama kalinya adalah UU Nomor 78 Tahun 1958 tentang Penanaman Modal Asing, akan tetapi karena pelaksanaan undang-undang ini banyak mengalami hambatan, UU Nomor 78 Tahun 1958 tersebut pada tahun 1960 diperbaharui dengan UU Nomor 15 Tahun 1960.16

Pada perkembangan selanjutnya, karena adanya anggapan bahwa penanaman modal asing merupakan penghisapan kepada rakyat serta menghambat jalannya revolusi Indonesia, maka UU Nomor 15 Tahun 1960 ini dicabut dengan

16

M. Alfianto Romdoni, Investasi dan Penanaman Modal,

http://alfiantoromdoni.blogspot.com/2012/05/investasi-dan-penanaman-modal.html, diakses pada 6 Juni 2012, pukul 11.32 WIB

UU Nomor 16 Tahun 1965 . Sehingga mulai tahun 1965 sampai dengan tahun 1967 terdapat kekosongan hukum (rechts vacuum) dalam bidang penanaman modal asing. Baru pada tahun 1967, pemerintah Indonesia mempunyai undang-undang penanaman modal asing dengan diundang-undangkannya UU Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, yang disahkan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 10 Januari 1967 dan kemudian mengalami perubahan dan penambahan yang diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Perkembangan selanjutnya, pada tahun 1986, Pemerintah mengeluarkan PP Nomor 24 Tahun 1986 tentang Jangka Waktu Izin Perusahaan Penanaman Modal Asing yang diikuti dengan dikeluarkannya SK Ketua BKPM Nomor 12 Tahun 1986 disusul dengan dikeluarkan Keppres Nomor 17 Tahun 1986 tentang Persyaratan Pemilikan Saham Nasional.17

Kemudian pada tahun 1987, Pemerintah merubah Keppres Nomor 17 Tahun 1986 tersebut, diubah dengan Keppres Nomor 50 Tahun 1987 demikian pula Ketua BKPM mencabut SK Ketua BKPM Nomor 12 Tahun 1986 dicabut dan diganti dengan SK Ketua BKPM Nomor 5 Tahun 1987, yang pada prinsipnya sama dengan Keppres Nomor 50 Tahun 1987 tentang Perubahan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 1986 tentang Pemilikan Saham Nasional dalam Perusahaan Penanaman Modal Asing Diberi Perlakuan Sama Seperti Perusahaan Pananaman Modal Dalam Negeri yaitu memberikan kelonggaran-kelonggaran terhadap syarat-syarat yang telah ditentukan dalam keputusan sebelumnya.

17 Ibid.

Selanjutnya, Ketua BKPM sebagai pelaksana teknis penanaman modal asing di Indonesia, mengeluarkan Keputusan sebagaimana ternyata dalam Surat Keputusan Ketua BKPM Nomor 09/SK/1989. Perkembangan selanjutnya dapat dilihat dengan dikeluarkannya PP Nomor 17 Tahun 1992 yang antara lain mengatur mengenai penanaman modal asing di kawasan Indonesia Bagian Timur.

Perkembangan selanjutnya adalah dengan dikeluarkannya PP Nomor 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham Dalam Perusahaan yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing. PP Nomor 20 Tahun 1994 ini memberikan kemungkinan bagi investor asing untuk memiliki 100% saham dari perusahaan asing serta membuka peluang untuk berusaha pada bidang-bidang yang sebelumnya tertutup sebagaimana diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Perkembangan penanaman modal asing yang lain adalah mengenai Daftar Negatif Investasi (untuk selanjutnya disebut DNI), dahulu disebut Daftar skala Prioritas (DSP) pemerintah telah melakukan perubahan dan menyederhanakan dengan mengatur bidang-bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal dalam rangka penanaman modal asing. DNI berlaku selama 3 (tiga) tahun dan setiap tahun dilakukan peninjauan untuk disesuaikan dengan perkembangan. Pada tahun 1998, DNI ini diatur dalam Keppres Nomor 96 Tahun 1998 dan Keppres Nomor 99 Tahun 1998 tentang Usaha yang Dicanangkan untuk Jenis Usaha Kecil dan Jenis Usaha yang Terbuka untuk Usaha Menengah/Besar dengan Syarat Kemitraan. Kedua peraturan tersebut diubah dengan Keppres Nomor 96 Tahun 2000. Keppres Nomor 96 Tahun 2000 Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang yang Terbuka dengan Persyaratan Tertentu Bagi Pananam

Modal ini diubah dengan Keppres Nomor 118 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Keppres Nomor 96 Tahun 2000 tentang Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang yang Terbuka dengan Persyaratan Tertentu Bagi Pananam Modal . 18 Peraturan

Dokumen terkait