• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PERLAKUAN YANG DIBERIKAN PEMERINTAH

C. Bentuk Fasilitas Yang Diberikan Pemerintah Kepada

10. Perizinan Impor

Fasilitas perizinan impor merupakan kemudahan yang diberikan kepada investor untuk memasukkan barang ke Indonesia. Fasilitas perizinan impor ini

telah ditentukan dalam pasal 21 huruf b dan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Fasilitas perizinan impor diberikan untuk impor:72

1. Barang yang selama tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

2. Barang yang tidak memberikan dampak negatif terhadap keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, dan moral bangsa;

3. Barang dalam rangka relokasi pabrik dari luar negeri ke Indonesia; dan 4. Barang modal atau bahan baku untuk kebutuhan produksi sendiri

72

BAB IV

PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PENANAM MODAL YANG DIBERIKAN FASILITAS PENANAM MODAL

D. Perkembangan Kondisi Pengawasan Pemerintah Terhadap Penanam Modal Yang Diberikan Fasilitas Penanam Modal

Dalam menarik investasi salah satu faktor yang menentukan adalah kemudahan dan kecepatan dalam pelayanan kepada para investor yang berminat melakukan investasi. Sementara kebijakan pelayanan perizinan penanaman modal di Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir selalu berubah-ubah sehingga dapat membingungkan penanam modal. Bila ditelusuri dalam kurun waktu 1993 sampai dengan tahun 2009 kebijakan pelayanan mengalami beberapa kali perubahan yaitu mulai dari Keppres No. 97/1993 yang diubah dengan Keppres No. 115/1998 jo. Keppres No. 117/1999 dan Keputusan Meninves/Kepala BKPM No.38/SK/1999, posisi provinsi adalah sebagai penyelenggara pelayanan administrasi pelayanan penanaman modal diberikan kewenangan mengeluarkan persetujuan penanaman modal dalam negeri (PMDN). Kebijakan tersebut diubah dengan Keppres No. 29/2004 tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal dalam rangka PMA dan PMDN melalui Sistem Pelayanan Terpadu Satu Atap yang pada intinya menarik kembali ke BKPM kewenangan persetujuan PMDN yang telah dilimpahkan ke provinsi.73

73

Sumarwan Ridwan, Investasi dan Penanaman Modal, http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/04/investasi-dan-penanaman-modal-2/, diakses pada 6 Juni 2012, pukul 11.56 WIB

Dalam perjalanannya ternyata pelayanan perizinan kita tidak mampu bersaing dengan negara lain dalam kecepatan penyelesaian izin memulai usaha. Setelah dievaluasi maka guna meningkatkan daya saing dengan negara lain, pemerintah mengeluarkan kebijakan pelayanan penanaman modal melalui sistem pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) berdasarkan Perpres No. 27 Tahun 2009 dimana kewenangan perizinan dan non perizinan kembali menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/ Kota sebagai pelaksanaan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.

Perusahaan penanaman modal yang akan melakukan kegiatan usaha sebelum menanamkan modal, penanam modal yang berbentuk badan hukum atau tidak badan hukum wajib memperoleh izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dari instansi yang memiliki kewenangan, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang. Izin tersebut diperoleh melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Pelayanan Terpadu Satu Pintu tersebut bertujuan membantu penanam modal dalam memperoleh kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal, dan informasi mengenai penanaman modal. Pelayanan terpadu satu pintu dilakukan oleh lembaga atau instansi yang berwenang dibidang penanaman modal yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan nonperizinan di tingkat pusat atau lembaga

atau instansi yang berwenang mengeluarkan perizinan dan nonperizinan di provinsi atau kabupaten/kota.74

E. Kewenangan Yang Dimiliki Oleh Pemerintah Dalam Penanaman Modal

Perlakuan dan pemberian fasilitas kepada penanam modal di Indonesia tidak langsung berhenti pada pemberian izinnya dan pemenuhan syarat-syarat dan ketentuan yang disepakati, namun juga harus dilanjutkan dengan peran serta pemerintah dalam mengontrol dan melakukakan pengawasan terhadap pelaksanaan hubungan perjanjian yang telah disepakati.

Tentu sangat tidaklah mudah bagi pemerintah untuk mengontrol semuanya, namun hal tersebut telah menjadi tanggung jawab pemerintah sebagai pintu masuk satu-satunya bagi investor dalam menjalankan kegiatannya di wilayah Negara Republik Indonesia. Pemerintah harus tetap memperhatikan kepentingan dan kesejahteraan masyarakatnya sehingga keuntungan dari segi pendapatan pemerintah bukan tujuan satu-satunya. Tidak ada gunanya pemerintah memperoleh banyak uang, tetapi rakyatnya hidup miskin, dan perusahaan yang didirikan tersebut tidak memberi dampak baik bagi kesejahteraan rakyat lingkungan wilayah perusahaan tesebut, misalnya munculnya kasus penyerobotan lahan oleh pihak perusahaan yang bekerjasama dengan oknum penguasa tertentu. Perilaku oknum tersebut akan muncul jika tidak ada pengawasan yang benar terhadap pelaksanaan atau penyelenggaraan penanaman modal.

74 Ibid.

Pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota mempunyai peranan yang sangat penting dalam meningkatkan pelaksanaan investasi di Indonesia. Dalam pasal 30 Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, telah ditentukan kewenangan antara pemerintah, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Yang diartikan dengan kewenangan Pemerintah adalah hak dan kekuasaan pemerintah untuk menentukan atau mengambil kebijakan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan (Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom).

Pada dasarnya, kewajiban pemerintah adalah menjamin kepastian dan keamanan berusaha bagi pelaksanaan penanaman modal. Untuk menjamin kepastian dan keamanan itu, perlu diatur kewenangan pemerintah, provinsi dan kabupaten/kota dalam penyelenggaraan penanaman modal.

Kewenangan pemerintah dalam penyelenggaraan penanaman modal, mencakup ruang lingkupnya lintas provinsi. Dalam pasal 2 ayat (3) pada angka 7 ditentukan tentang kewenangan pemerintah dalam bidang penanaman modal. Kewenangan itu meliputi: pemberian izin dan pengendalian penanaman modal untuk usaha berteknologi strategis yang mempunyai derajat kecanggihan tinggi dalam penerapannya, meliputi: persenjataan, nuklir dan rekayasa genetika.

Sementara itu, dalam Pasal 30 ayat (7) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah ditentukan kewenangan pemerintah. Kewenangan pemerintah, disajikan berikut ini:

1. Penanaman modal terkait dengan sumber daya alam yang tidak terbarukan dengan risiko lingkungan yang tinggi.

2. Penanaman modal di bidang industri yang merupakan prioritas tinggi pada skala nasional.

3. Penanaman modal yang terkait pada fungsi pemersatu dan penghubung antar wilayah atau ruang ligkupnya lintas provinsi.

4. Penanaman modal yang terkait pada pelaksanaan strategi pertahanan dan keamanan nasional.

5. Penanaman modal asing dan penanaman modal yang menggunakan modal asing terkait dengan perjanjian-perjanjian internasional.

6. Bidang penanaman modal lain yang menjadi urusan pemerintah menurut undang-undang.

7. Penanaman modal yang menggunakan modal pemerintah negara lain yang didasarkan atas perjanjian yang dibuat oleh pemerintah dan pemerintah negara lain.

Peranan pemerintah dalam inisiatif dan memajukan perekonomian serta hubungan sektor pemerintah dan swasta adalah tergantung pada lingkungan sosial, tingkat perkembangan ekonomi, keadaan politik, tersedianya private manajemen, pengalaman-pengalaman dalam perusahaan-perusahaan negara dan efisiensi administrasi pembangunan dan lain sebagainya. Jadi peranan pemerintah dalam strategi pembangunan ekonomi tidak perlu sama dimana-mana, tetapi tergantung pada keadaan-keadaan sosial dan politik setempat. Hal yang penting adalah

adanya kemauan keras dari penduduk di situ untuk maju dan memperkembangkan perekonomiannya.75

Dalam kewenangan Pemprov, Pemkab/Kota, pelaksanaan kebijakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) bidang penanaman modal tidak terasa sudah berlangsung lebih dari satu tahun sejak dikeluarkannya Perpres No. 27 Tahun 2009 tanggal 23 Juni 2009. Perpres tersebut menjelaskan urusan pemerintahan di bidang penanaman modal yang sudah menjadi kewenangan pemerintahan provinsi dan pemerintahan kab/kota dilaksanakan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota (Pasal 11 ayat (3) huruf a dan Pasal 12 ayat (3) Perpres No. 27 Tahun 2009).

Sebelum menyelenggarakan kewenangan urusan pemerintahan bidang penanaman modal, daerah diberikan waktu 2 tahun mempersiapkan sumber daya manusia yang profesional dan memiliki kompetensi, tempat, sarana dan prasarana kerja dan media informasi, mekanisme kerja dan Sistem Pelayanan Informasi dan Pelayanan Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE). Selama masa transisi PTSP, BKPM dapat memproses permohonan Perizinan dan Non Perizinan penanaman modal atas urusan pemerintahan dibidang penanaman modal yang menjadi kewenangan provinsi ataupemkab/kota berdasarkan pasal 67 ayat (2) dan (3) Perka Kepala BKPM No.12 Tahun 2009

Menjelang batas waktu 2 tahun pada tanggal 23 Juni 2011 sebagai batas waktu sudah diterapkannya PTSP di daerah Kepala Badan Koordinasi Penanaman

75

Irawan; M. Suparmoko, Ekonomi Pembangunan, (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 1998), hal. 98.

Modal mengeluarkan Surat Edaran No. 2 Tahun 2011, tanggal 7 Maret 2011 kepada para gubernur, para bupati dan walikota seluruh Indonesia yang mengingatkan daerah agar memperhatikan batas waktu penerapan sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu bidang penanaman modal (PTSP). Persoalan yang timbul dalam pelimpahan kewenangan adalah keengganan intansi teknis menyerahkan kewenangannya kepada PTSP. Sebetulnya bila di kaji sangat tergantung dari kebijakan Gubernur/Bupati/Walikota bila mereka memandang PTSP sangat penting untuk peningkatan pelayanan masyarakat khususnya dunia usaha maka instansi teknis tidak dapat menghalangi.

Penting bagi daerah guna melaksanakan secepatnya kewenangan mengeluarkan perizinan dan non perizinan PMDN seperti izin prinsip perluasan, izin usaha sehingga investor tidak perlu lagi ke BKPM di Jakarta. Izin penanaman modal yang diberikan oleh PTSP kepada investor berdasarkan pelimpahan kewenangan dari Gubernur untuk PTSP Provinsi dan Bupati/Walikota bagi PTSP di Kabupaten dan Kota melalui Peraturan Gubernur atau Peraturan Bupati. Lingkup kewenangan perizinan penanaman modal antara provinsi dan kabupaten/kota diatur bila proyek penanaman modal berlokasi di satu kabupaten/kota menjadi kewenangan kabupaten/kota yang bersangkutan bila proyek penanaman modal berlokasi lintas kabupaten/kota menjadi kewenangan provinsi.76

76

Rimaru, Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, http://rimaru.web.id/pengawasan-atas-penyelenggaraan-pemerintah-daerah/, diakses pada pada 4 Juni 2012, pukul 21.44 WIB

Pembagian kewenangan urusan penanaman modal semakin jelas antara Pemerintah, Provinsi, Kabupaten dan Kota setelah dikeluarkanya PP No. 38 tahun 2007. Lingkup kewenangan pemerintah pusat (BKPM) dibidang perizinan dan non perizinan penanaman modal dilakukan apabila proyek penanaman modal berlokasi lintas provinsi dan penanaman modal yang hanya menjadi urusan pemerintah pusat sebagaimana diatur dalam Pasal 30 ayat 7 UU No.25 Tahun 2007.

Pemerintah dengan kebijakannya membentuk Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang diberi kewenangan persetujuan penanaman modal dalam Pasal 27, 28 dan 29 UU No. 25 Tahun 2007, melaksanakan fungsinya melalui Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) yaitu laporan secara berkala mengenai perkembangan kegiatan perusahaan dan kendala yang dihadapi penanam modal (Pasal 1 angka 16, Peraturan Kepala BKPM No. 13 Tahun 2009 tentang Pedoman Dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal); melakukan pemantauan melalui kompilasi, verifikasi serta evaluasi LKPM, dan dari sumber informasi lainnya (Pasal 6 Peraturan Kepala BKPM No. 13 Tahun 2009).

Urusan pemerintah pusat tersebut meliputi penanaman modal terkait dengan sumber daya alam yang tidak terbarukan dengan tingkat resiko kerusakan lingkungan yang tinggi, penanaman modal asing dan penanam modal yang menggunakan modal asing yang berasal dari pemerintah negara lain didasarkan perjanjian yang dibuat oleh Pemerintah dan pemerintah negara lain.

Badan Koordinasi Penanaman Modal terus mendorong pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk mempersiapkan diri bagi terselenggaranya fungsi pelayanan perizinan dan non perizinan PTSP. Untuk itu BKPM telah menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan PTSP bidang penanaman modal terhadap aparatur penanaman modal daerah sebanyak 18 angkatan dalam tahun 2010 dan melakukan pelatihan SPIPISE. Melalui diklat diharapkan mampu mendorong kesiapan daerah menepati batas waktu penerapan pelayanan perizinan penanaman modal dalam negeri didaerah. Apabila terjadi keterlambatan pembentukan PTSP didaerah berarti tertundanya Pemerintah Provinsi/Kab/Kota melaksanakan kewenangannya mengeluarkan izin penanaman modal dalam negeri (PMDN) sehingga investor terpaksa harus ke BKPM pusat untuk menyelesaikan izin dan non perizinan yang sebenarnya sudah dapat dikeluarkan daerah.

F. Bentuk Pengawasan Pemerintah Terhadap Penanam Modal.

Pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilai mengkoreksi suatu kegiatan pembangunan. Selain itu juga mengambil tindakan perbaikan agar pembangunan pelaksanaannya sesuai dengan tujuan, serta untuk usaha perbaikan di masa datang (Bintoro Tjokroamidjojo, 1997: 213).77

Berdasarkan pendapat tersebut, fungsi dari pengawasan sangat penting dan perlu dilaksanakan sedini mungkin agar dapat diperoleh umpan balik (feed back) untuk melakukan perbaikan bila terdapat kekeliruan atau penyimpangan sebelum

77 Ibid.

menjadi lebih buruk dan sulit untuk diperbaiki. Usaha melakukan perbaikan dan penyempurnaan bilamana ditemukan kekeliruan atau penyimpangan dalam bekerja merupakan tanggungjawab organisasi atau unit kerja yang bersangkutan, meski pun pelaksnaannya dilakukan oleh bawahannya.

Seperti telah diketahui, pemerintahan daerah merupakan suatu organisasi pemerintahan yang ada di daerah dan memerlukan pengawasan untuk menciptakan pemerintahan yang baik. Dalam organisasi Pemerintahan Daerah, pengawasan merupakan suatu usaha penertiban untuk menjamin terlaksananya segala ketentuan undang-undang, peraturan, keputusan, kebijaksanaan dan ketentuan lain yang ditetapkan oleh pemerintah daerah itu sendiri. Hasil dari suatu pengawasan dapat dijadikan bahan informasi untuk penyempurnaan dari rencana maupun dalam mewujudkan pelaksanaan dari rencana tersebut. Dengan pengawasan yang baik dapat mengatasi penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan rencana maupun sebagai bahan informasi tentang jalannya suatu rencana. Komitmen pemerintah daerah untuk meningkatkan pembangunan daerah dan pemerataan agar daerah dalam segala aspek kehidupan social dan ekonomi masyarakat semakin nyata dan terus berkembang. 78

Hal ini tercermin dengan disahkannya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah sebagai pengganti undang-undang sebelumnya.

78 Ibid.

Menurut BAB XII Pasal 217 UU No 32 tahun 2004 mengenai Pemerintahan daerah tentang Pembinaan dan Pengawasan :79

Pembinaan atas penyelenggaraan pemerintah daerah dilaksanakan oleh pemerintah yang meliputi:

1. Koordinasi pemerintah antar susunan pemerintahan;

2. Pemberian pedoman dan standart pelaksanaan urusan pemerintah;

3. Pemberian bimbingan, supervisi dan konsultasi pelaksanaan urusan pemerintah;

4. Pendidikan dan pelatihan;

5. Perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan dan evaluasi pelaksanaan urusan pemerintahan.

Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan secara berkala pada tingkat nasional, regional atau provinsi. Pemberian pedoman dan standart sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mencakup aspek perencanaan, pelaksanaan, tata laksana, pendanaan, kualitas, pengendalian dan pengawasan. Pemberian bimbingan, supervisi dan konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan secara berkala, baik secara menyeluruh kepada seluruh daerah maupun kepala daerah tertentu sesuai dengan kebutuhan. Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilaksanakan secara berkala bagi kepala daerah atau wakil kepala daerah, anggota DPRD dan perangkat daerah, pegawai negeri sipil daerah dan kepala desa. Perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan dan evaluasi sebagaimana

79 Ibid.

dimaksud pada ayat (1) huruf e dilaksanakan secara berkala ataupun sewaktu –

waktu dengan memperhatikan susunan pemerintahan. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan huruf e dapat dilakukan kerjasama dengan perguruan tinggi dan/atau lembaga penelitian.

Menurut penjelasan mengenai UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bahwa pengawasan atas penyelenggaraan pemerintah daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam rangka pengendalian dan pegawasan terhadap kegiatan investasi di Indonesia, telah diterapkan beberapa bentuk pembatasan antara lain seperti di bawah ini.80

1. Menetapkan bidang-bisang usaha yang tertutup untuk kegiatan penanaman modal asing.

Daftar bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal dapat dibedakan atas: a. Bisang usaha yang tertutup mutlak untuk penanaman modal, baik pada

sektor primer, sekunder, maupun tersier.

b. Bidang usaha yag tertutup untuk penanaman modal yang dalam modal perusahaan pemilikan warga asing yang juga dibagi atas sektor primer, sekunder, maupun tersier.

80

Ida Bagus Rahmadi Supanca, Kerangka Hukum Kebijakan Investasi Langsung di Indonesia, (Bogor:Ghalia Indonesia, 2006), hal. 72-74.

2. Penetapan syarat investasi minimal bagi perusahaan penanaman modal asing.

Dalam ketentuan ini, ditetapkan investasi minimal untuk perusahaan penanaman modal asing sebesar US$ 1.000.000 (satu juta dolar Amerika)81, meskipun dengan pengecualian jika dapat dipenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, seperti:

a. Padat karya dengan jumlah tenaga kerja langsung; b. sekurang-kurangnya 65% produksinya untuk diekspor;

c. Menghasilkan bahan baku/barang setengah jadi atau komponnen untuk memenuhi kebutuhan industri lain, dan lain-lain.

3. Keharusan membentuk perusahaan patungan di bidang penanaman modal asing.

Perusahaan patungan tersebut harus berbentuk perseroan terbatas yang didirikan menurut dan atas dasar ketentuan-ketentuan hukum Indonesia.

4. Keharusan untuk melakukan divestasi.

Keharusan ntuk melakukan divestasi tersebut pada mulanya cukup ketat, tetapi kemudian sedikit-demi sedikit telah diperlonggar. Pada sektor pertambangan misalnya, khususnya pertambangan batubara, jika pada generasi I dan II ada ketentuan mengenai divestasi terhadap perusahaan PMA, maka ketentuan tersenut pada generasi ketiga sudah dihilangkan.

5. Pembatasan mengenai jangka waktu investasi.

UU No.1 Tahun 1967 jo. No 11 Tahun 1970 menetapkan batas waktu investasi asing selama 30 Tahun.82

81

Lihat SK Ketua BKPM No.21 tentang Persyaratan Investasi Minimal Bagi Perusahaan Penanaman Modal Asing

6. Pembatasan terhadap hak-hak atas tanah.

Meskipun diberi hak-hak atas tanah seperti HGB, HGU, dan hak pakai bagi Investasi asing,83 tetapi mereka dibatasi dan tidak dapat memiliki hak milik. Dalam perkembangan terakhir, ada upaya untuk memperpanjang HGU untuk lebih menarik investasi asing.

82

Lihat Pasal 18 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing

83

Lihat Pasal 14 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Perlakuan terhadap penanam modal berdasarkan UU No. 25 Tahun 2007 didasarkan prinsip perlakuan sama dan tidak membedakan asal negara (Pasal 3 ayat (1) huruf d). Pemerintah memberikan perlakuan sama terhadap penanam modal asing dan penanam modal dalam negeri (Pasal 4 ayat (2)). Demikian juga perlakuan sama diberikan kepada seluruh investor tanpa memandang negara asalnya (Pasal 6 ayat (1)). Penerapan prinsip perlakuan sama ini merupakan bukti komitmen pemerintah Indonesia sebagai anggota WTO yang meratifikasi Agreement on TRIM’s. Akan tetapi, terdapat pengecualian atas perlakuan sama yang memungkinkan pemerintah memberi persyaratan yang berbeda kepada investor tertentu yang mempunyai hak istimewa berdasarkan perjanjian dengan Indonesia (Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007) seperti karena adanya perjanjian antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah asing yang bersifat regional contohnya : ASEAN Free Trade Agreement (AFTA), ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA). Perlakuan sama yang diberikan dalam penyelenggaraan penanaman modal tersebut harus tetap berpihak kepada kepentingan nasional.

2. Fasilitas penanaman modal diberikan oleh pemerintah kepada pelaku usaha baik investor asing maupun domestik yang memenuhi kriteria penerima

fasilitas penanaman modal pada bidang-bidang yang telah ditentukan oleh pemerintah. UU No. 25 Tahun 2007, Pasal 18 memuat ada sepuluh bentuk fasilitas atau kemudahan yang diberikan kepada penanam modal (investor) asing maupun domestik. Kesepuluh fasilitas yang disajikan itu adalah: fasilitas pajak penghasilan (PPh), pembebasan atau keringanan bea impor barang modal yang belum bisa diproduksi di dalam negeri, pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku atau bahan penolong untuk keperluan produksi, pembebasan atau penangguhan pajak pertambahan nilai (PPN) atas impor barang modal atau mesin, yang belum dapat diproduksi di dalam negeri, penyusutan dan amortisasi yang dipercepat, keringanan pajak bumi dan bangunan (PBB), pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan badan, fasilitas hak atas tanah, fasilitas keimigrasian, perizinan impor. Setiap fasilitas ditawarkan secara terbuka kepada setiap penanam modal dan harus disesuaikan menurut efektifitas dan kebutuhan dari penanam modal dalam usaha yang dirintisnya. Hal tersebut juga harus sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.

3. Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin kepastian dan keamanan berusaha bagi pelaksanaan penanaman modal. Pemerintah telah mengadakan pembagian kewenangan dalam urusan penanaman modal sesuai dengan ruang lingkupnya yakni lintas provinsi menjadi urusan pemerintah, lintas kabupaten/kota menjadi urusan provinsi, berada dalam satu kabupaten/kota menjadi urusan pemerintah kabupaten/kota. Dalam pelaksanaan pengawasannya, pemerintah dengan kebijakannya membentuk Badan

Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang diberi kewenangan persetujuan penanaman modal dalam Pasal 27, 28 dan 29 UU No. 25 Tahun 2007. Instrument pelaksanaannya dilakukan melalui Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) yaitu laporan secara berkala mengenai perkembangan kegiatan perusahaan dan kendala yang dihadapi penanam modal (Pasal 1 angka 16, Peraturan Kepala BKPM No. 13 Tahun 2009 tentang Pedoman Dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal), pemantauan melalui kompilasi, verifikasi serta evaluasi LKPM, dan dari sumber informasi lainnya (Pasal 6). Pemerintah juga mememberlakukan sistem pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) dan telah menerapkan beberapa bentuk pembatasan yaitu menetapkan bidang-bisang usaha yang tertutup untuk kegiatan penanaman modal, penetapan syarat investasi minimal bagi perusahaan penanaman modal asing, pembatasan jangka waktu investasi, pembatasan terhadap hak-hak atas tanah, dan lainnya. Semuanya dilakukan dengan tujuan untuk melindungi kepentingan nasional.

B. Saran

1. Perlakuan yang diberikan pemerintah kepada para penanam modal seharusnya sesuai dengan tujuan pelaksanaan penanaman modal di Indonesia dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional sehingga dapat menciptakan rasa aman dan percaya masyarakat terhadap pemimpinnya, dan wujud perekonomian yang dibangun oleh pemerintah harus lebih adil dan merata, mencerminkan peningkatan peran daerah dan pemberdayaan seluruh

rakyat sehingga kepentingan nasional tetap dikedepankan dan rakyat pun semakin sejahtera.

2. Diharapkan kepada pihak-pihak yang berkompeten dapat mensosalisasikan dan memperjelas peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal/investasi yang berlaku secara transparan, termasuk peraturan perundang-undangan di bidang Pemerintah Daerah (otonomi daerah), Perseroan Terbatas (PT) dan lain sebagainya, sehingga masyarakat dapat menilai pemerintahnya berpihak pada kepentingan ansional atau lebih berpihak pada investor.

3. Sebaiknya instansi-instansi/lembaga-lembaga yang berwenang dalam hal

Dokumen terkait