• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

2. Pembelajaran Bahasa

Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam memelajari semua bidang studi. Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imajinatif yang ada dalam dirinya. Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulisan, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil kesastraan manusia Indonesia (Patombongi, 2008: 75).

Masyarakat semakin merasakan adanya hal-hal yang kurang memuaskan dalam bidang pembelajaran bahasa, khususnya pembelajaran bahasa Indonesia.

Kekurangpuasan masyarakat terhadap hasil pembelajaran bahasa dan sastra

Indonesia sedikit banyaknya ditentukan oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan pembelajaran bahasa itu sendiri.

Salah satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia adalah faktor guru dan kemampuan belajar. Banyak guru yang sangat fanatik terhadap kemampuan yang dianutnya sehingga mereka tidak mau atau enggan menerima pembaharuan. Mereka tidak menyadari bahwa mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia merupakan mata pelajaran yang kompleks yang mencakup empat standar kompetensi, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Oleh karena itu, guru bahasa Indonesia harus memiliki dan menguasai pendekatan, kemampuan, teknik, dan strategi mengajar yang kreatif, efektif, dan menyenangkan (Hanafie dan Kembong, 2008: 1).

3. Menulis

a. Pengertian Menulis

Menurut Tarigan (2008: 3-4), menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain. Menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan menulis, penulis haruslah terampil memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, dan kosakata. Keterampilan menulis ini tidak akan datang secara otomatis, tetapi harus melalui latihan dan praktik yang banyak dan teratur.

Menurut Semi (2007: 14), menulis merupakan suatu proses kreatif memindahkan gagasan dalam lambang-lambang tulisan.

15

Lado (dalam Tarigan, 2008: 22) mengungkapkan bahwa menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang-orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu. Oleh sebab itu, menulis merupakan suatu representasi bagian dari kesatuan-kesatuan ekspresi bahasa. Selanjutnya, D’Angelo (dalam Tarigan, 2008: 23) mengemukakan bahwa menulis adalah suatu bentuk berpikir, tetapi justru berpikir bagi membaca tertentu dan bagi waktu tertentu.

Adapun Enre (1994: 4) mengemukakan bahwa menulis merupakan suatu bentuk berpikir, tetapi ia adalah berpikir untuk penanggap tertentu dan untuk situasi tertentu pula.

Dilihat dari segi kompetensi berbahasa, menulis adalah aktivitas aktif produktif, aktivitas menghasilkan bahasa. Dilihat dari pengertian secara umum, menulis adalah aktivitas mengemukakan gagasan melalui media bahasa.

Aktivitas yang pertama menekankan unsur bahasa, sedang yang kedua gagasan (Nurgiyantoro, 2010: 425).

Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa menulis adalah kegiatan menuangkan ide atau gagasan ke dalam sebuah media bahasa untuk disampaikan kepada orang lain.

b. Menulis

Meskipun kegiatan menulis untuk banyak keperluan umum tampaknya tidak sepenting lagi dengan beberapa waktu yang lalu, tetapi untuk

dunia pendidikan ia akan tetap berharga. Menulis membantu seseorang berpikir lebih mudah.

Dilihat dari sudut pandang tersebut, kegunaan menulis menurut Enre (1994: 3) dapat dirinci sebagai berikut.

1. Menulis menolong kita menemukan kembali apa yang pernah kita ketahui.

Menulis mengenai suatu topik merangsang pikiran kita mengenai topik tersebut dan membantu kita membangkitkan pengetahuan dan pengalaman yang tersimpan dalam bawah sadar.

2. Menulis menghasilkan ide-ide baru. Tindakan menulis merangsang pikiran kita untuk mengadakan hubungan, mencari pertalian, dan menarik persamaan (analogi) yang tidak akan pernah terjadi seandainya kita tidak memulai menulis.

3. Menulis membantu mengorganisasikan pikiran kita dan menempatkannya dalam suatu bentuk yang berdiri sendiri. Ada kalanya kita dapat menjernihkan konsep yang kabur atau kurang jelas untuk diri kita sendiri hanya karena kita menulis mengenai hal itu.

4. Menulis menjadikan pikiran seseorang siap untuk dilihat dan dievaluasi;

kita dapat membuat jarak dengan ide kita sendiri dan melihatnya lebih objektif pada waktu kita menuliskannya.

5. Menulis membantu kita menyerap dan menguasai informasi baru; kita akan memahami banyak materi lebih baik dan menyimpannya lebih lama jika kita menulis tentang hal itu.

17

6. Menulis membantu kita memecahkan masalah dengan jalan memperjelas unsur-unsurnya dan menempatkannya dalam suatu konteks visual sehingga ia dapat diuji.

7. Menulis tentang sesuatu topik menjadikan seorang pelajar yang aktif, alih-alih sebagai penerima informasi yang pasif.

c. Tujuan Menulis

Sehubungan dengan “tujuan” penulisan sesuatu tulisan, Hugo Hartig (dalam Tarigan, 2008: 25-26) merangkumnya sebagai berikut:

a) assignment purpose (tujuan penugasan);

Penulis menulis sesuatu karena ditugaskan, bukan atas kemauan sendiri (misalnya para siswa yang diberi tugas merangkumkan buku; sekretaris yang ditugaskan membuat laporan atau notulen rapat).

b) altruistic purpose (tujuan altruistik);

Penulis bertujuan menyenangkan para pembaca; menghindarkan kedukaan para pembaca, ingin menolong para pembaca memahami, menghargai perasaan, dan penalarannya; ingin membuat hidup para pembaca lebih mudah dan lebih menyenangkan dengan karyanya itu.

c) persuasive purpose (tujuan persuasif);

Tulisan yang bertujuan meyakinkan para pembaca akan kebenaran gagasan yang diutarakan.

d) informational purpose (tujuan informasional, tujuan penerangan);

Tulisan yang bertujuan memberi informasi atau keterangan/penerangan kepada para pembaca.

e) self-expressive purpose (tujuan pernyataan diri);

Tulisan yang bertujuan memperkenalkan atau menyatakan diri sang pengarang kepada para pembaca.

f) creative purpose (tujuan kreatif);

Tujuan ini erat berhubungan dengan tujuan pernyataan diri. Tetapi

“keinginan kreatif” di sini melebihi pernyataan diri dan melibatkan dirinya dengan keinginan mencapai norma artistik, atau seni yang ideal, seni idaman. Tulisan yang bertujuan mencapai nilai-nilai artistik, nilai-nilai kesenian.

g) problem-solving purpose (tujuan pemecahan masalah).

Dalam tulisan seperti ini penulis ingin memecahkan masalah yang dihadapi. Penulis ingin menjelaskan, menjernihkan, menjelajahi serta meneliti secara cermat pikiran-pikiran dan gagasannya sendiri agar dapat dimengerti dan diterima oleh para pembaca.

d. Keterampilan Dasar dalam Menulis

Menurut Semi (2007: 40) untuk menghasilkan tulisan yang enak dipandang dan dibaca penulis sebaiknya menguasai tiga keterampilan dasar dalam menulis, yaitu:

1. keterampilan berbahasa;

Setiap penulis dituntut agar terampil menggunakan bahasa tulis.

Tanpa keterampilan itu, sulit diharapkan akan muncul tulisan yang baik dan komunikatif. Keterampilan menggunakan bahasa tulis yang dimaksud adalah pemakaian semua unsur bahasa, yaitu ejaan, kata, ungkapan,

19

kalimat, dan pengembangan paragraf. Semua unsur bahasa ini hendaknya digunakan dengan tepat dan efektif, yang selalu disesuaikan dengan tujuan, isi, dan latar belakang pembaca.

2. keterampilan penyajian;

Keterampilan penyajian ialah keterampilan menyusun gagasan sehingga kelihatan semuanya kompak dan rapi. Antara satu bagian dengan bagian yang lain memerlihatkan kaitan atau hubungan yang harmonis.

Dengan adanya keterampilan penyajian, tulisan yang berisi pesan atau tema itu mudah dipahami oleh pembaca.

3. keterampilan perwajahan.

Keterampilan perwajahan ialah keterampilan menata bentuk fisik sebuah tulisan sehingga tulisan itu terlihat rapi. Dalam hubungan ini yang harus diketahui ialah, (a) penataan tipografi, seperti pemakaian huruf yang ukurannya lebih besar, huruf miring, kalimat yang digarisbawahi, dan menata tata muka kulit depan; (b) bagaimana memilih format, ukuran, jenis kertas yang tepat. Kedua hal ini sepintas lalu kurang penting.

Padahal, kalau tulisan kita kirimkan kepada seseorang atau kepada redaktur sebuah media massa yang paling dulu terlihat ialah perwajahan dan penjilidan tulisan tersebut.

e. Asas-asas Kegiatan Menulis

Pada kegiatan menulis telah dikembangkan sejumlah asas mengarang berdasarkan pengalaman. Asas-asas yang efektif untuk menghasilkan tulisan yang baik perlu dipahami oleh setiap penulis dalam melakukan kegiatannya.

Menurut Gie (2002: 33-36) ada tiga asas utama dalam menulis. Dalam Bahasa Inggris dikenal dengan singkatan 3C, yaitu clarity (kejelasan), conciseness (keringkasan), dan correctness (ketepatan).

1) Kejelasan

Asas yang pertama dalam menulis adalah kejelasan. Setiap bahasa tulis harus dapat dibaca dan dimengerti oleh masyarakat pembaca. Asas Kejelasan tidaklah semata-mata mudah dipahami, melainkan juga karangan itu tidak akan mungkin disalahtafsirkan oleh pembaca. Seorang ahli keterampilan mengarang Harry Shaw (dalam Gie, 2002: 34) mengatakan bahwa kejelasan merupakan ciri tunggal yang penting dari penulisan yang baik, karena itu lebih daripada ciri yang lainnya dari bahasa, membantu menyampaikan pikiran penulis kepada pembaca dan pembicara kepada pendengar.

Asas kejelasan dalam kegiatan menulis sepanjang menyangkut kata-kata, menurut Fowler (dalam Gie, 2002: 34) dapat dilaksanakan dengan memilih:

a) kata yang umum dikenal ketimbang kata yang harus dicari artinya;

b) kata konkret ketimbang kata yang abstrak;

c) kata tunggal keterangan yang panjang;

d) kata yang pendek ketimbang kata yang panjang;

e) kata dalam bahasa sendiri ketimbang bahasa asing.

2) Keringkasan

21

Menurut Gie (2002: 35) asas keringkasan tidak mesti semua kerangka harus pendek. Keringkasan berarti bahwa suatu karangan tidak menghamburkan kata-kata secara semena-mena, tidak mengulang butir ide yang dikemukakan, dan tidak berputar-putar dalam menyampaikan gagasan dengan berbagai kalimat yang berkepanjangan.

3) Ketepatan

Asas ketepatan adalah menggunakan kata dan kalimat yang tepat dalam karangan berdasarkan bentuk. Menurut Weaver dan Moris (dalam Fatimah, 2010: 14), karangan terbagi atas karangan eksposisi, deskripsi, narasi, persuasif, dan argumentasi.

f. Penggolongan Tulisan

Jenis karangan/tulisan menurut Enre (1994: 137), sebagai berikut:

1. eksposisi adalah bentuk tulisan yang menjelaskan sesuatu subjek atau menjelaskan hakikat sesuatu tulisan;

2. deskripsi adalah bentuk tulisan yang menjadikan pembaca seakan-akan melihat wujud sesungguhnya dari materi yang disajikan, sehingga kualitas yang khas dapat dikenal dengan lebih jelas;

3. narasi adalah bentuk tulisan yang menyajikan beberapa peristiwa, tindakan, atau perbuatan dalam suatu tulisan yang utuh yang disusun dalam bentuk cerita;

4. argumentasi adalah bentuk tulisan yang fungsinya bersifat pembuktian dengan cara menyajikan beberapa kenyataan serta hubungan kenyataan yang satu dengan kenyataan yang lainnya;

5. persuasif adalah tulisan untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan mengajak seseorang agar mau ikut melakukan atau menerima sesuatu.

g. Langkah-Langkah Menulis

Secara umum proses menulis melalui tiga tahapan, yaitu prapenulisan, penulisan, dan revisi. Ketiga kegiatan ini harus dilakukan secara terpisah-pisah (Akhadiah, 1998: 3-5).

1. Tahap Prapenulisan

Tahap ini merupakan tahap perencanaan atau persiapan menulis dan mencakup beberapa langkah kegiatan.

Kegiatan yang mula-mula harus dilakukan jika menulis karangan ialah menentukan topiknya. Ini berarti bahwa kita menentukan apa yang akan dibahas di dalam tulisan. Topik ini dapat diperoleh dari berbagai sumber. Pengalaman pembaca merupakan sumber yang sangat penting.

Setelah berhasil menemukan topik yang memenuhi persyaratan, langkah kedua yang perlu dilakukan ialah membatasi topik tersebut. Membatasi topik berarti memersempit dan memerkhusus lingkup pembicaraan.

Dengan membatasi topik, sebenarnya kita juga telah menentukan tujuan penulisan. Tujuan penulisan di sini diartikan sebagai semacam pola yang mengendalikan tulisan secara menyeluruh. Langkah berikutnya ialah menentukan bahan atau materi penulisan, macamnya, berapa luasnya, dan dari mana diperoleh. Yang dimaksud dengan bahan penulisan ialah semua informasi atau data yang dipergunakan untuk mencapai tujuan penulisan.

23

Langkah selanjutnya yang paling penting ialah menyusun kerangka karangan. Menyusun kerangka berarti memecahkan topik ke dalam sub-subtopik. Penyusunan kerangka karangan merupakan kegiatan terakhir pada tahap persiapan atau prapenulisan.

2. Tahap Penulisan

Pada tahap ini kita membahas setiap butir topik yang ada di dalam kerangka yang disusun. Ini berarti bahwa kita menggunakan bahan-bahan yang sudah diklasifikasikan menurut keperluan sendiri. Dalam mengembangkan gagasan menjadi suatu karangan yang utuh, diperlukan bahasa. Dalam hal ini kita harus menguasai kata-kata yang akan mendukung gagasan. Ini berarti bahwa kita harus mampu memilih kata dan istilah yang tepat sehingga gagasan dapat dipahami pembaca dengan tepat pula. Kata-kata itu harus dirangkaikan menjadi kalimat-kalimat yang efektif.

Selanjutnya, kalimat-kalimat harus disusun menjadi paragraf-paragraf yang memenuhi persyaratan. Tetapi itu saja belum cukup. Tulisan ini harus ditulis dengan ejaan yang berlaku disertai dengan tanda baca yang digunakan secara tepat.

3. Tahap Revisi

Jika buram seluruh tulisan sudah selesai maka tulisan tersebut perlu dibaca kembali. Mungkin buram itu perlu direvisi, diperbaiki, dikurangi, atau kalau perlu diperluas. Sebenarnya, revisi ini sudah dilakukan juga

pada waktu tahap berlangsung. Yang dikerjakan sekarang ialah revisi secara menyeluruh sebelum diketik sebagai bentuk akhir naskah tersebut.

Pada tahap ini biasanya kita meneliti secara menyeluruh mengenai logika, sistematika, ejaan, tanda baca, pilihan kata, kalimat, paragraf, pengetikan catatan kaki dan daftar pustaka, dan sebagainya. Jika tidak ada lagi yang kurang memenuhi persyaratan selesailah sudah tulisan kita.

h. Ciri-Ciri Tulisan yang Baik

Secara singkat, Mc. Mahan & Day (dalam Tarigan, 2008: 7) merumuskan ciri-ciri tulisan yang baik itu seperti berikut ini.

1. Jujur: jangan coba memalsukan gagasan atau ide Anda.

2. Jelas: jangan membingungkan para pembaca.

3. Singkat: jangan memboroskan waktu para pembaca.

4. Usahakan keanekaragaman: panjang kalimat yang beraneka ragam;

berkarya dengan penuh kegembiraan.

i. Kriteria Penilaian Tulisan

Kriteria penilaian holistik yang dikemukakan oleh Ommogie (dalam Fatimah, 2011: 15-16), yaitu:

1) isi paragraf dengan alternatif penilaian:

a) bermakna, menarik, tepat, jalan pikiran baik,

b) pada umumnya baik, tetapi tidak dikembangkan sehingga terjadi banyak pengulangan,

c) pengembangan kurang relevan dengan isi yang diminta, d) isi paragraf tidak relevan dengan isi yang diminta, dan

25

e) tidak tampak usaha membuat paragraf yang bermakna.

2) organisasi paragraf dengan alternatif penilaian:

a) paragraf tersusun rapi, pemakaian kalimat topik baik, organisasi menyakinkan, alur paragraf mudah dimengerti,

b) ada usaha menyusun paragraf yang baik, tapi batas ide paragraf tidak jelas,

c) fakta tersusun dalam paragraf dengan baik, tetapi agak berbelit-belit, d) urutan paragraf sulit diikuti, sulit dipahami, dan

e) paragraf tidak terencana dengan baik.

3) penggunaan ejaan dan tanda baca dengan alternatif penilaian:

a) pemakaian ejaan dan tanda baca baik sekali, penulisan suku kata semua benar,

b) ada kesalahan ejaan dan tanda baca,

c) banyak kesalahan ejaan dan tanda baca, tetapi masih dapat dipahami, d) kesalahan ejaan dan tanda baca banyak sekali, dan

e) penggunaan ejaan dan tanda baca serba salah.

4) penggunaan bahasa dengan alternatif penilaian:

a) kalimat benar, cermat meskipun sedikit ada kesalahan tata bahasa, b) kalimat lancar, cermat, tetapi ada beberapa kesalahan tata bahasa

menyebabkan kalimat menjadi rancu,

c) kesalahan tata bahasa yang cukup prinsipil sehingga menyebabkan kalimat tidak gramatikal,

d) ada beberapa kalimat yang tidak dapat dipahami, dan e) kalimat dalam paragraf tidak dapat dipahami.

5) pilihan kata dengan alternatif penilaian:

a) pemakaian kata lancar, tepat, tidak bermakna ganda,

b) kata yang digunakan jelas, tetapi tidak jelas penggunaannya, c) kata kurang jelas dan kurang jelas penggunaannya,

d) banyak kata yang digunakan, tetapi menyebabkan kalimat sulit dipahami, dan

e) pemakaian kata yang tidak tepat, bentuk kata semua salah.

4.Paragraf

a. Pengertian Paragraf

Paragraf merupakan inti penuangan buah pikiran dalam sebuah karangan. Dalam paragraf terkandung satu unit buah pikiran yang didukung oleh semua kalimat dalam paragraf tersebut, mulai dari kalimat pengenal, kalimat utama, atau kalimat topik, kalimat-kalimat penjelas, sampai pada kalimat penutup. Himpunan kalimat ini saling bertalian dalam suatu rangkaian untuk membentuk sebuah gagasan (Akhadiah, 1998: 144).

Menurut Keraf (2004: 69) alinea (paragraf) adalah tidak lain dari suatu kesatuan pikiran, suatu kesatuan yang lebih tinggi atau lebih luas dari kalimat.

Ia merupakan himpunan dari kalimat-kalimat yang bertalian dalam suatu rangkaian untuk membentuk sebuah gagasan. Dalam alinea itu gagasan tadi menjadi jelas oleh uraian-uraian tambahan yang maksudnya tidak lain untuk menampilkan pokok pikiran tadi secara lebih jelas.

27

Barnett (dalam Djago Tarigan, 2008: 10) mengatakan bahwa paragraf merupakan seperangkat kalimat berkaitan erat satu sama lainnya. Kalimat-kalimat tersebut disusun menurut aturan tertentu sehingga makna yang dikandungnya dapat dibatasi, dikembangkan, dan diperjelas.

Adapun Nadjua (2009: 121) mengemukakan bahwa paragraf adalah rangkaian kalimat yang tersusun secara sistematis dan logis hingga membentuk kesatuan ide. Susunan kalimat yang terdapat dalam paragraf bersatu padu membangun satu pokok pikiran. Selain itu, Finoza (1993: 165) mengatakan alinea atau paragraf adalah satuan bentuk bahasa yang biasanya merupakan gabungan beberapa kalimat.

Paragraf adalah kesatuan pikiran yang lebih tinggi dan lebih luas dari kalimat. Paragraf terangkai dari berbagai kalimat yang bertalian hingga membentuk suatu gagasan. Selain itu, rangkaian kalimat disusun secara sistematis dan logis sehingga membentuk kesatuan pokok pembahasan (Djuharmie, 2006: 101).

Djago Tarigan (2008: 11) mengemukakan bahwa paragraf adalah seperangkat kalimat tersusun logis-sistematis yang merupakan satu kesatuan ekspresi pikiran yang relevan dan mendukung pikiran pokok yang tersirat dalam keseluruhan karangan.

Adapun dalam KBBI edisi ketiga tahun 2007, paragraf adalah bagian bab dalam suatu karangan (biasanya mengandung satu ide pokok dan penulisannya dimulai dengan garis baru); alinea.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa paragraf adalah kalimat-kalimat yang tersusun secara sistematis membentuk satu kesatuan ide yang ingin disampaikan kepada pembaca.

b. Fungsi Paragraf

Fungsi paragraf menurut Djago Tarigan (2008: 11) adalah sebagai berikut:

1. penampung fragmen pikiran atau ide pokok,

2. alat untuk memudahkan pembaca memahami jalan pikiran pengarang, 3. alat bagi pengarang untuk mengembangkan jalan pikiran secara sistematis, 4. pedoman bagi pembaca mengikuti dan memahami alur pikiran pengarang, 5. alat untuk penyampai fragmen pikiran atau ide pokok pengarang kepada

para pembaca,

6. sebagai penanda bahwa pikiran baru dimulai, dan

7. dalam rangka keseluruhan karangan, paragraf dapat berfungsi sebagai pengantar, transisi, dan penutup (konklusi).

c. Kegunaan Paragraf

Kegunaan paragraf yang utama ialah untuk menandai pembukaan topik baru atau pengembangan lebih lanjut topik sebelumnya (yang baru).

Kegunaan lain dari paragraf ialah menambah hal-hal yang penting dan merinci apa yang sudah diutarakan dalam paragraf sebelumnya atau paragraf yang terdahulu (Akhadiah, dkk., 1998: 144-145).

d. Struktur Paragraf

29

Berdasarkan fungsinya, menurut Finoza (1993: 167) kalimat yang membangun alinea pada umumnya dapat diklasifikasikan atas dua macam, yaitu (1) kalimat topik/kalimat pokok dan (2) kalimat penjelas/pendukung.

Kalimat topik adalah kalimat yang berisi ide pokok atau ide utama alinea.

Adapun kalimat penjelas/pendukung-sesuai dengan namanya-adalah kalimat yang berfungsi menjelaskan atau mendukung ide utama alinea.

Ciri kalimat topik dan kalimat penjelas adalah sebagai berikut.

Ciri kalimat topik:

1. mengandung permasalahan yang potensial untuk dirinci dan diuraikan lebih lanjut;

2. merupakan kalimat lengkap yang dapat berdiri sendiri;

3. mempunyai arti yang cukup jelas tanpa harus dihubungkan dengan kalimat lain;

4. dapat dibentuk tanpa bantuan kata sambung dan frasa transisi.

Ciri kalimat penjelas:

1. sering merupakan kalimat yang tidak dapat berdiri sendiri (dari segi arti);

2. arti kalimat ini kadang-kadang baru jelas setelah dihubungkan dengan kalimat lain dalam satu alinea;

3. pembentukannya sering memerlukan bantuan kata sambung dan frasa transisi;

4. isinya berupa rincian, keterangan, contoh, dan data tambahan lain yang bersifat mendukung kalimat topik.

e. Syarat-syarat Pembentukan Paragraf

Menurut Akhadiah, dkk. (1998: 148-152) dalam pengembangan paragraf, kita harus menyajikan dan mengorganisasikan gagasan menjadi suatu paragraf yang memenuhi persyaratan. Persyaratan itu ialah kesatuan, kepaduan, dan kelengkapan.

1. Kesatuan

Tiap paragraf hanya mengandung satu gagasan pokok atau satu topik. Fungsi paragraf ialah mengembangkan topik tersebut. Oleh sebab itu, dalam pengembangannya tidak boleh terdapat unsur-unsur yang sama sekali tidak berhubungan dengan topik atau gagasan pokok tersebut.

Penyimpangan akan menyulitkan pembaca. Jadi, satu paragraf hanya boleh mengandung satu gagasan pokok atau topik. Semua kalimat dalam paragraf harus membicarakan gagasan pokok tersebut.

Paragraf dianggap mempunyai kesatuan, jika kalimat-kalimat dalam paragraf itu tidak terlepas dari topiknya atau selalu relevan dengan topik. Semua kalimat terfokus pada topik dan mencegah masuknya hal-hal yang tidak relevan. Penulis yang masih dalam taraf belajar (tahap pemula) sering mendapat kesulitan dalam memelihara kesatuan ini.

2. Kepaduan

Syarat kedua yang harus dipenuhi oleh sebuah paragraf ialah koherensi atau kepaduan. Satu paragraf bukanlah merupakan kumpulan atau tumpukan kalimat yang masing-masing berdiri sendiri atau terlepas, tetapi dibangun oleh kalimat-kalimat yang mempunyai hubungan timbal balik. Pembaca dapat dengan mudah memahami dan mengikuti jalan

31

pikiran penulis tanpa hambatan karena adanya loncatan pikiran yang membingungkan. Urutan pikiran yang teratur akan memerlihatkan adanya kepaduan. Jadi, kepaduan atau koherensi dititikberatkan pada hubungan antara kalimat dengan kalimat.

Kepaduan dalam sebuah paragraf dibangun dengan memerhatikan:

a. unsur kebahasaan yang digambarkan dengan:

1) repetisi atau pengulangan kata kunci;

2) kata ganti;

3) kata transisi atau ungkapan penghubung;

4) paralelisme.

b. pemerincian dan urutan isi paragraf.

Bagaimana cara mengembangkan pikiran utama menjadi sebuah paragraf dan bagaimana hubungan antara pikiran utama dengan pikiran-pikiran penjelas dapat dilihat dari urutan perinciannya. Perincian ini dapat diurutkan secara kronologis (menurut urutan waktu), secara logis (sebab-akibat, akibat-sebab, khusus-umum, umum-khusus), menurut urutan ruang (spasial), menurut proses, dan dapat juga dari sudut pandangan yang satu ke sudut pandangan yang lain.

3. Kelengkapan

Suatu paragraf dikatakan lengkap, jika berisi kalimat-kalimat penjelas yang cukup untuk menunjang kejelasan kalimat topik atau kalimat utama. Sebaliknya suatu paragraf dikatakan tidak lengkap, jika tidak dikembangkan atau hanya diperluas dengan pengulangan-pengulangan.

c. Jenis Paragraf

Alinea (paragraf) banyak ragamnya. Untuk membedakan alinea yang

Alinea (paragraf) banyak ragamnya. Untuk membedakan alinea yang

Dokumen terkait