• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Konsep Sekolah Berbasis Karakter 1. Sekolah Berbasis Karakter

5. Pembelajaran Berbasis Karakter

a. Pengembangan Perencanaan Pembelajaran Berbasis Karakter

Perencanaan pendidikan karakter dilakukan oleh kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan (konselor) secara bersama-sama sebagai suatu komunitas pendidik dan diterapkan ke dalam kurikulum

68

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru,Op. Cit.,hlm. 14.

melalui beberapa program yaitu pengembangan diri, pengintegrasian dalam mata pelajaran, dan budaya sekolah.70

1) Program Pengembangan Diri

Dalam program pengembangan diri, perencanaan pendidikan karakter dilakukan melalui pengintegrasian ke dalam kegiatan sehari-hari sekolah yaitu melalui hal-hal sebagai berikut:

a) Kegiatan rutin sekolah

Kegiatan rutin merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus dan konsisten setiap saat. Contoh kegiatan ini adalah upacara pada hari besar kenegaraan, pemeriksaan kebersihan badan (kuku, telinga, rambut, dan lainlain) pada hari- hari tertentu, beribadah bersama atau shalat bersama setiap dhuhur (bagi yang beragama Islam), berdo’a waktu mulai dan selesai pelajaran, mengucap salam bila bertemu guru, tenaga kependidikan, atau teman.

b) Kegiatan spontan

Kegiatan spontan yaitu kegiatan yang dilakukan secara spontan pada saat itu juga. Kegiatan ini dilakukan biasanya pada saat guru dan tenaga kependidikan yang lain mengetahui adanya perbuatan yang kurang baik dari peserta didik yang harus dikoreksi pada saat itu juga. Apabila guru mengetahui adanya perilaku dan sikap yang kurang baik maka pada saat itu juga guru harus melakukan koreksi sehingga peserta didik tidak akan melakukan tindakan yang tidak baik itu. Contoh kegiatan 70

Kementrian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum,

itu: membuang sampah tidak pada tempatnya, berteriak-teriak sehingga mengganggu pihak lain, berkelahi, berlaku tidak sopan, mencuri, berpakaian tidak senonoh. Kegiatan spontan berlaku untuk perilaku dan sikap peserta didik yang tidak baik dan yang baik sehingga perlu dipuji, misalnya: memperoleh nilai tinggi, menolong orang lain, memperoleh prestasi dalam olah raga atau kesenian, berani menentang atau mengkoreksi perilaku teman yang tidak terpuji.

c) Keteladanan

Keteladanan adalah perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan yang lain dalam memberikan contoh terhadap tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik untuk mencontohnya. Jika guru dan tenaga kependidikan yang lain menghendaki agar peserta didik berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai karakter, maka guru dan tenaga kependidikan yang lain adalah orang yang pertama dan utama memberikan contoh berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai itu. Misalnya, berpakaian rapi, dating tepat pada waktunya, bekerja keras, bertutur kata sopan, kasih sayang, perhatian terhadap peserta didik, jujur, menjaga kebersihan.

d) Pengkondisian

Untuk mendukung keterlaksanaan pendidikan karakter maka sekolah harus dikondisikan sebagai pendukung kegiatan itu. Sekolah harus mencerminkan kehidupan nilai-nilai karakter

yang diinginkan. Misalnya, toilet yang selalu bersih, bak sampah ada di berbagai tempat dan selalu dibersihkan, sekolah terlihat rapi dan alat belajar di tempatkan teratur.

2) Pengintegrasian dalam mata pelajaran

Sebagaimana dalam Permendiknas No.41 Tahun 2007 tentang standar proses dijelaskan bahwa dalam perencanaan proses pembelajaran hal-hal yang perlu disusun meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuat identitas mata pelajaran, standar kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar. Maka dalam pengintegrasikan nilai-nilai karakter dalam setiap pokok bahasan dari setiap mata pelajaran harus dicantumkan dalam silabus dan RPP.

Adapun langkah-langkah peigintegrasian pendidikan karakter ke dalam mata pelajaran dapat dilakukan melalui langkah-langkah: mendiskripsikan kompetensi dasar tiap mata pelajaran, mengidentifikasi aspek-aspek atau materi pendidikan karakter yang akan diintegrasikan ke dalam mata pelajaran, mengintegrasikan butir-butir pendidikan karakter ke dalam kompetensi dasar yang dipandang relevan, menentukan metode, melaksanakan pembelajaran, menentukan media dan sumber belajar dan

menentukan evaluasi pembelajaran.71Adapun pengembangan nilai-nilai itu dalam silabus ditempuh melalui cara-cara berikut ini: a) Mengkaji Standar Komptensi (SK) dan Kompetensi Dasar

(KD) pada Standar Isi (SI) untuk menentukan apakah nilai-nilai karakter yang tercantum itu sudah tercakup di dalamnya.

b) Menentukan keterkaitan antara SK dan KD dengan nilai dan indikator untuk menentukan nilai yang akan dikembangkan. c) Mencantumkankan nilai-nilai karakter ke dalam silabus.

d) Mencantumkan nilai-nilai karakter yang sudah tertera dalam silabus ke dalam RPP.

e) Mengembangkan proses pembelajaran peserta didik secara aktif yang memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan melakukan internalisasi nilai dan menunjukkannya dalam perilaku yang sesuai.

f) Memberikan bantuan kepada peserta didik, baik yang mengalami kesulitan untuk menginternalisasi nilai maupun untuk menunjukkannya dalam perilaku.

3) Budaya Sekolah

Budaya sekolah adalah suasana kehidupan sekolah tempat peserta didik berinteraksi dengan sesamanya, guru dengan guru, konselor dengan sesamanya, pegawai administrasi dengan sesamanya, dan antara anggota 20 kelompok masyarakat sekolah. Budaya sekolah cakupannya sangat luas, umumnya mencakup ritual, harapan, hubungan, demografi, kegiatan kurikuler, kegiatan 71

ekstrakurikuler, proses mengambil keputusan, kebijakan maupun interaksi sosial antar komponen di sekolah. Interaksi internal kelompok dan antar kelompok terikat oleh berbagai aturan, norma, moral serta etika bersama yang berlaku di suatu sekolah. Kepemimpinan, keteladanan, keramahan, toleransi, kerja keras, disiplin, kepedulian sosial, kepedulian lingkungan, rasa kebangsaan, dan tanggung jawab merupakan nilai-nilai yang dikembangkan dalam budaya sekolah. Pengembangan nilai-nilai dalam pendidikan akhlak dalam budaya sekolah mencakup kegiatan-kegiatan yang dilakukan kepala sekolah, guru, konselor, tenaga administrasi ketika berkomunikasi dengan peserta didik dan menggunakan fasilitas sekolah.

b. Pengembangan Pelaksanaan Proses Pembelajaran Berbasis Karakter Pembelajaran berbasis karakter diselenggarakan secara aktif, menyenangkan, kreatif, aktif dan berpusat pada anak, dengan menggunakan beberapa pendekatan pembelajaran, yaitu: pendekatan kolaborasi, rolling class atau moving class, ramah guru dan ramah anak,literasi, quantum, tematik, kontekstual, dan kontruktivis. Sedangkan metode yang digunakan diataranya: keteladanan, penanaman kedisiplinan, pembiasaan, integrasi dan internalisasi. Kelas adalah sebagai tempat kegiatan pembelajaran teori, praktek yang tidak memerlukan peralatan khusus, atau praktek dengan alat khusus yang mudah dihadirkan. Pembelajaran karakter yang diselenggarakan di kelas, maka kelas didesain dengan memperhatikan kondisi siswa.

Sebagaimana dalam Peraturan. Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana dijelaskan bahwa ruang kelas hendaknya; banyak minimum ruang kelas sama dengan banyak rombongan belajar, kapasitas maksimum ruang kelas 28 peserta didik, rasio minimum luas ruang kelas 2 m2/peserta didik. Untuk rombongan belajar dengan peserta didik kurang dari 15 orang, luas minimum ruang kelas 30 m2. Lebar minimum ruang kelas 5 m. Ruang kelas memiliki fasilitas yang memungkinkan pencahayaan yang memadai untuk membaca buku dan untuk memberikan pandangan ke luar ruangan. Ruang kelas memiliki pintu yang memadai agar peserta didik dan guru dapat segera keluar ruangan jika terjadi bahaya, dan dapat dikunci dengan baik saat tidak digunakan. Ruang kelas dilengkapi sarana, seperti; meja, kursi, alat peraga, hasil karya peserta didik, dan peralatan-peralatan lainnya.72

Selain sedemikian rupa kondisi fisik kelas didesain, kegiatan belajar di kelas bertujuan mengembangkan kemampuan ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.73 Oleh karena itu, tidak selalu diperlukan kegiatan belajar khusus untuk mengembangkan nilai-nilai karakter. Meskipun demikian, untuk pengembangan nilai-nilai tertentu seperti

72

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nrepublik Indonesia No. 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana, hlm. 4-5.

73

Ranah Kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan otak. Dalam ranah kognitif terdapat enam jenjang prose berpikir, yaitu: pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah ini terdiri dari lima aspek, yaitu: penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi dan internalisasi. Ranah psikomotorik adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman tertentu. Ranah ini terdiri dari enam aspek, yaitu gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks dan gerakan ekspresif dan interpretatif. Lihat. Junaidi, M Baihaqi, Evaluasai Pembelajaran Madrasah Ibtidaiyah,(Surabaya: Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel, 2009), hlm. 131- 132.

kerja keras, jujur, toleransi, disiplin, mandiri, semangat kebangsaan, cinta tanah air, dan gemar membaca dapat melalui kegiatan belajar yang biasa dilakukan guru. Untuk pegembangan beberapa nilai lain seperti peduli sosial, peduli lingkungan, rasa ingin tahu, dan kreatif memerlukan upaya pengkondisian sehingga peserta didik memiliki kesempatan untuk memunculkan perilaku yang menunjukkan nilai-nilai itu.

c. Pengembangan Penilaian Pendidikan Berbasis Karakter

Penilaian pendidikan karakter pada hakikatnya adalah evaluasi atas proses pembelajaran secara terus menerus dari individu untuk menghayati peran dan kebebasannya bersama dengan orang lain dalam sebuah lingkungan sekolah demi pertumbuhan integritas moralnya sebagai manusia. Aspek yang dinilai adalah perilaku atau tindakan, bukan pengertian, pengetahuan, atau kata-kata yang diucapkan.

Penilaian pendidikan karakter yang diselenggarakan di sekolah bukanlah satu-satunya faktor untuk menentukan kelulusan siswa. Namun, lebih utama lagi untuk menentukan apakah sebagai individu yang hidup dalam lembaga pendidikan mau mengembangkan daya-daya reflektif yang ada dalam diri kita sehingga hidup dalam kebersamaan dengan orang lain menjadi semakin baik. Selain itu untuk menilai dan menelaah berbagai macam corak relasional antara individu di dalam lembaga pendidikan, hubungan antara siswa dengan siswa, hubungan guru dengan siswa, hubungan orang tua dengan sekolah, sekolah dengan masyarakat. Penilaian pendidikan karakter yang diselenggarakan di sekolah dilakukan oleh beberapa pihak. Pertama

adalah individu atau diri sendiri dan kedua adalah komunitas sebagai sebuah lembaga (sekolah) atau orang lain, dan dalam proses pembelajaran maka penilaian dilakukan oleh guru secara terusmenerus dan berkesinambungan.74

Individu atau diri sendiri menilai karakter dengan mengevaluasi atau merefleksi apakah perilaku dan tindakannya sesuai dengan nilai-nilai moral yang dikembangkan dan yang diyakini. Sedangkan, seorang guru melakukan penilaian pendidikan karakter dengan menggunakan jenis penilaian non tes, bentuk penilaiannya dapat berupa portofolio assessment, performance assessment dengan menggunakan beberapa instrumen penilaian seperti: interview form,

observation form, angket atau kuesioner, check list, dan catatan anekdot.

Interview form, observation form, angket atau kuesioner, check list, dan catatan anekdot dibuat guru ketika untuk melihat adanya perilaku peserta didik yang berkenaan dengan nilai yang dikembangkan. Selain jenis penilaian non tes, guru dapat pula memberikan tes berupa tugas yang berisikan suatu persoalan atau kejadian yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan nilai yang dimilikinya. Sebagai contoh, peserta didik dimintakan menyatakan sikapnya terhadap upaya menolong pemalas, memberikan bantuan terhadap orang kikir, atau hal-hal lain yang bersifat bukan kontroversial sampai kepada hal yang dapat mengundang konflik pada dirinya. Dari hasil pengamatan yang tertulis 74

dalamInterview form, observation form, angket atau kuesioner, check list, dan catatan anekdot dan sebagainya, guru dapat memberikan kesimpulan atau pertimbangan tentang pencapaian suatu indikator atau bahkan suatu nilai. Kesimpulan atau pertimbangan itu dapat dinyatakan dalam pernyataan kualitatif sebagai berikut:

1) BT: Belum Terlihat (apabila peserta didik belum memperlihatkan tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator). 2) MT: Mulai Terlihat (apabila peserta didik sudah mulai

memperlihatkan adanya tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator tetapi belum konsisten).

3) MB: Mulai Berkembang (apabila peserta didik sudah memperlihatkan berbagai tanda perilaku yang dinyatakan dalam indikator dan mulai konsisten).

4) MK: Membudaya (apabila peserta didik terus menerus memperlihatkan perilaku yang dinyatakan dalam indikator secara konsisten).

d. Indikator Keberhasilan Sekolah Dalam Penerapan Pendidikan Karakter Untuk menentukan sejauh mana keberhasilan sekolah dalam menerapkan pendidikan karakter, maka harus dibuktikan dengan adanya beberapa data-data atau indikator yang menunjukkan adanya pengembangan pendidikan karakter di lingkungan sekolah, dan data-data tersebut harus dapat diverifikasi oleh semua pihak. Sebagaimana menurut Doni Koesoema bahwa ada beberapa kriteria untuk menilai keberhasilan pelaksanakan pendidikan karakter, di antaranya:

Pertama, sekolah yang telah menerapkan pendidikan karakter, maka segenap civitas akademik yang berada di lembaga tersebut memiliki nilai tanggung jawab, dan untuk menilai sejauhmana nilai tanggung jawab tersebut diaplikasikan, maka dapat menelaah daftar kehadiran segenap civitas akademik. Daftar kehadiran tersebut sangat berharga, karena dapat dijadikan salah satu kriteria objektif untuk menentukan apakah sekolah telah berusaha mengembangkan individu yang berasa di lingkungan sekolah sebagai pribadi yang bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, tugas-tugasnya dan terhadap orang lain.

Kedua, indikator keberhasilan penerapan pendidikan karakter

dapat dilihat dari jumlah ketepatan siswa dan guru dalam mengumpulkan tugas-tuganya. Ketiga, ada tidaknya keterlibatan civitas akademika dalam tindakan kekerasan, kejahatan dan narkoba.

Keempat, terciptanya suasana proses pembelajaran yang

menyenangkan dan bermakna. Kelima, adanya peningkatan prestasi akademik yang diraih oleh peserta didik. Keenam, kualitas akademik yang tidak kalah saing dengan lembaga pendidikan lain. Hal ini dapat dilihat dengan penilaian tentang standar mutu sekolah.75

Dokumen terkait