C. Data, Instrument, Subjek, dan Analisis Data Penelitian
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
2. Pembelajaran di MTs Hasanuddin
Dari hasil observasi, angket, dan wawancara terhadap guru dan siswa diperoleh gambaran kondisi objektif tentang proses pembelajaran di MTs Hasanuddin Bandarlampung. Angket yang diberikan kepada seluruh guru bidang studi di MTs Hasanuddin Bandarlampung terdiri atas a) perencanaan pembelajaran, b) proses pembelajaran, c) bahan ajar dan media, d) prestasi hasil belajar siswa. Peren-canaan pembelajaran terdiri atas silabus dan RPP. Proses pembelajaran terdiri atas pendekatan, metode pembelajaran, penilaian, dan aktivitas siswa.
2.1 Perencanaan Pembelajaran Guru MTs Hasanuddin
Berdasarkan angket tentang perencanaan pembelajaran, yaitu pada pengem-bangan silabus dan penyusunan RPP diperoleh total persentase rata-rata 41% atau kategori sedang/cukup. Secara terpisah, pada indikator penyusunan silabus
diperoleh rata-rata persentase 42% atau kategori sedang/cukup. Pada penyusunan RPP diperoleh rata-rata persentase 40% atau kategori sedang/cukup.
Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan melalui angket, obsrvasi, dan wawan-cara yang dianalisis sewawan-cara triangulasi, guru-guru di MTs Hasanuddin Bandar-lampung belum mengembangkan silabus dengan optimal. Masih banyak guru yang hanya menggunakan silabus dari contoh yang didapatkan. Silabus belum sepenuhnya dikembangkan secara mandiri oleh para guru. Dalam pengembangan RPP, guru-guru di MTs Hasanuddin belum menyusun RPP dengan secara mandiri dengan baik. RPP yang telah disusun belum mengikuti prinsip-prinsip dalam penyusunan RPP yang telah ditentukan. Masih banyak guru yang menyusun RPP hanya berdasarkan contoh-contoh yang sudah ada dan hanya dimodifikasi sebagian. Belum optimalnya pengembangan silabus dan penyusunan RPP guru-guru di MTs Hasanuddin disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan keterbatasan waktu.
Secara rinci, deskripsi perencanaan pembelajaran pada guru-guru MTs Hasanud-din Bandarlampung dipaparkan berdasarkan pada pengembangan silabus, dan penyusunan RPP sebagai berikut. Pertama, pengembangan silabus. Dalam pengembangan silabus, para guru masih belum menguasai sistematikan penyu-sunan, perumusan indikator, dan urutan indikator dari C1 sampai C6. Pada perumusan kegiatan pembelajaran dalam silabus belum merumuskan kegiatan pendahuluan, eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Kegiatan penilaian juga belum dirumuskan dengan baik. Selain itu, penggunaan sumber belajar dan media pembelajaran masih tampak apa adanya, belum menyesuiakan dengan SK dan
KD yang akan dicapai. Kedua, penyusunan RPP. Pada penyusunan RPP, para guru masih belum menguasai konsep perumusan tujuan, penyusunan langkah-langkah kegiatan dari pendahuluan, eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi, penilaian, dan refleksi. Pengintegrasian nilai-nilai karakter dalam langkah-langkah pembelajaran belum tampak jelas dirumuskan, terutama pada guru mata pelajaran umum.
2.2 Kegiatan Pembelajaran di MTs Hasanuddin
Deskripsi kegiatan pembelajaran di MTs Hasanuddin didasari dari hasil angket guru dan siswa, wawancara, dan observasi langsung. Hasilnya dianalisis secara triangulasi untuk mendapatkan deskripsi yang tepat dan akurat.
Berdasarkan hasil angket yang diberikan kepada para guru diperoleh rata-rata persentase sebesar 55,2 dengan kategori sedang/cukup. Pada kegiatan penda-huluan persentase sebesar 67,7 dengan kategori baik, eksplorasi persentase sebesar 53,5 dengan kategori sedang, elaborasi persentase sebesar 60,8 dengan kategori sedang, konfirmasi persentase sebesar 52,6 dengan kategori sedang, kegiatan penutup persentase sebesar 64,25 dengan kategori baik, penilaian persentase sebesar 48,70 dengan kategori sedang, dan pengitegrasian karakter persentase sebesar 35,6 dengan kategorirendah.
Berdasarkan data di atas dapat dideskripsikan bahwa rata-rata kegiatan pembela-jaran yang diterapkan para guru di MTs Hasanuddin Bandarlampung masih belum baik. Hanya pada kegiatan pendahuluan dan penutup yang sudah dilakukan dengan baik, tetapi belum maksimal. Pengintegrasian karakter masih tergolong paling rendah atau kurang.
Setelah dilakukan pengamatan secara langsung pada proses pembelajaran di kelas dan wawancara, diperoleh informasi kemudian dianalisis secara triangulasi (hasil observasi, angket, dan wawancara). Hasil analisis secara triangulasi menggam-barkan proses pembelajaran yang telah dilakukan guru terlihat kurang kondusif. Pembelajaran belum menekankan aspek sikap dan keterampilan siswa. Proses pembelajaran berlangsung kurang menarik sehingga siswa kurang termotivasi untuk belajar. Sebagian besar guru belum menerapkan strategi pembelajaran yang melibatkan aktivitas siswa. Guru belum memberdayakan siswa sebagai subjek belajar. Siswa kurang termotivasi dalam belajar. Guru kurang mengondisikan pembelajaran dengan baik dan belum menerapkan strategi yang mampu mengaktifkan siswa. Hal ini berdampak pada rendahnya kemampuan siswa berkomunikasi secara luas. Dalam berkomunikasi sehari-hari, siswa belum menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai dengan konteks berbahasa. Dalam proses pembelajaran, guru belum mempunyai persiapan yang cukup baik. Dalam pelaksanaan pembelajaran, inovasi guru juga masih rendah. Pembelajaran di MTs Hasanuddin Bandarlampung pada umumnya masih bersifat konvensional.
Berdasarkan hasil angket yang diberikan kepada para siswa diperoleh rata-rata persentase sebesar 56,18 dengan kategori sedang/cukup. Pada kegiatan penda-huluan persentase sebesar 68,6 dengan kategori baik, eksplorasi persentase sebesar 53,1 dengan kategori sedang, elaborasi persentase sebesar 58,4 dengan kategori sedang, konfirmasi persentase sebesar 54,7 dengan kategori sedang, kegiatan penutup persentase sebesar 52,6 dengan kategori sedang, penilaian persentase sebesar 48,60 dengan kategori sedang, pengitegrasian karakter
persentase sebesar 33,2 dengan kategori rendah, dan penerapan pendekatan kontekstual (CTL) persentase 31,66 dengan kategorirendah.
Berdasarkan data di atas dapat dideskripsikan bahwa rata-rata kegiatan pembela-jaran yang diterapkan para guru di MTs Hasanuddin Bandarlampung berdasarkan hasil angket siswa diperoleh gambaran bahwa pembelajaran yang dilakukan masih belum baik. Pada kegiatan pendahuluan yang sudah dilakukan dengan baik, tetapi belum maksimal. Pengintegrasian karakter juga masih tergolong rendah atau kurang.
Setelah dilakukan pengamatan secara langsung pada proses pembelajaran di kelas dan wawancara kepada siswa, diperoleh informasi kemudian dianalisis secara triangulasi (hasil observasi, angket, dan wawancara). Kegiatan pembelajaran pada umumnya masih belum kondusif. Pemelajaran yang dilaksanakan masih berpusat pada kegiatan guru, belum melibatkan siswa sebagai objek utama dalam kelas (student centered). Oleh sebab itu, siswa tampak kurang menarik dan antusias dalam mengikuti pembelajaran. Ketidaktertarikan siswa dalam pembelajaran tersebut disebabkan kondisi pembelajaran belum menyenangkan. Pembelajaran belum berorientasi pada pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif, dan menyenangkan, dan kurang kontekstual. Guru belum menyusun skenario pembelajaran dengan konsepCTL. Guru belum menghadirkan model dan contoh-contoh yang nyata.
Dalam penggunaan pendekatan dan metode, para guru belum menggunakan pendektan yang kontekstual CTL. Siswa belum mendapat kesempatan yang cukup untuk melakukan pengamatan langsung, penemuan konsep, dan
menyim-pulkan sendiri. Model dan contoh-contoh yang digunakan masih sangat sedikit dan tidak sesuai. Siswa belum dikondisikan untuk melakukan kegiatan secara bertahap, sehingga siswa kurang mengotruksi hal-hal yang telah dikuasainya (contructivism). Siswa kurang mendapat kesempatan untuk bertanya dan berpikir aktif. Dalam pengerjakan tugas dan memecahkan masalah, siswa tidak dikondisikan untuk bekerja secara kelompok dan melakukan diskusi atau tanya-jawab, sehingga masyarakat belajar (learning community) belum terbentuk. Siswa juga belum dilibatkan dalam penilaian. Penilaian hanya dilakukan berda-sarkan hasil test (posttest), belum dilakukan penilaian secara langsung dalam proses pembelajaran. Kegiatan refleksi belum dilakukan dengan baik. Siswa masih belum diajak untuk menyimpulkan pembelajaran, tidak diberi kesempatan untuk mengungkapkan tanggapan dan menanyakan hal-hal yang belum dipahami, dan guru jarang mengulas hal-hal yang masih sulit dikuasai siswa.
Pengintegrasian nilai-nilai karakter dalam pembelajaran yang dilakukan oleh guru-guru MTs Hasanuddin dapat dikategorian kurang. Hanya guru-guru pendi-dikan agama Islam (PAI) saja yang sudah menekankan nilai-nilai karakter Islam dalam pembelajarannya. Rendahnya penanaman nilai-nilai karakter Islam oleh guru selain guru PAI disebabkan belum dipahami pentingnya penanaman akhlaqulkarimah pada setiap pembelajaran, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Hal ini menyebabkan siswa kurang memiliki daya kreativitas, kurang menghargai teman, cenderung individualistis, dan terjadi persaingan yang saling menjatuhkan. Perilaku siswa cenderung kurang tertib dan kurang bertanggung jawab. Banyak siswa yang terlambat masuk kelas setelah istirahat. Hal ini berdampak pada prestasi siswa yang kurang maksimal.
2.3 Media Pembelajaran dan Bahan Ajar 2.3.1 Media Pembelajaran
Dari hasi observasi dan wawancara diperoleh gambaran secara umum bahwa dalam pembelajaran rata-rata guru belum menggunakan media yang mendukung untuk pencapaian kompetensi. Fasilitas di MTs Hasanuddin, seperti LCD Projectordan media audio visualsebenarnya telah disediakan untuk mendukung guru dalam proses pembelajaran. Tetapi, hanya sebagian kecil guru yang berusaha menggunakan media dalam proses pembelajaran tersebut. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan kemampuan dan keterbatasan waktu dalam merancang media yang sesuai dengan kompetensi yang akan diajarkan. Dengan kurangnya penggunaan media ini mengakibatkan model dan contoh-contoh tidak dapat dihadirkan lebih konkrit untuk dapat diamati oleh siswa. Selain itu, pembe-lajaran menjadi kurang menarik dan motivasi siswa menjadi rendah. Kondisi ini mengindikasikan perlu adanya pemahaman tentang pentingnya penggunaan media pembelajaran.
2.3.2 Bahan Ajar
Hasil angket evaluasi bahan ajar responden guru dan siswa diperoleh rata-rata persentase sebesar 39,32 dengan kategori kurang. Ketersedian dan kesesuaian bahan ajar persentase sebesar 42,34 dengan kategori kurang, pemahaman guru terhadap bahan ajar persentase sebesar 31,63 dengan kategori kurang, jenis bahan ajar persentase sebesar 33,34 dengan kategori kurang, pemilihan bahan ajar persentase sebesar 46,76 dengan kategori sedang, bahasa pada bahan ajar yang digunakan persentase sebesar 76,32 dengan kategori baik, pengintegrasian
nilai-nilai karakter dalam bahan ajar persentase sebesar 22,54 kategori kuang, pada isi bahan ajar yang digunakan persentase sebesar 34,82 dengan kategori kurang.
Dari data di atas dapat dideskripsikan sebagai berikut. Secara umum kondisi bahan ajar di MTs Hasanuddin dikategorikan masih kurang. Ketersediaan, dan kesesuaian bahan ajar berlum mencukupi dan belum sesuai dengan kebutuhan guru dan siswa. Buku-buku yang ada merupakan buku-buku lama yang dibeli oleh sekolah enam tahun lalu dan jumlahnya tidak mencukupi. Kesesuaian bahan ajar dilihat dari kurikulum yang digunakan, bahan ajar yang ada sudah tidak relevan lagi. Selain tidak relevan dengan kurikulum, bahan ajar tidak relevan dengan kondisi madrasah dan karakter siswa, dengan kata lain tidak kontekstual. Bahan ajar yang ada kurang memandu siswa bekerja sama dengan temannya.
Ditinjau dari komponen bahan ajar, bahan ajar yang ada atau dipakai oleh siswa saat ini memiliki karakteristik sebagai berikut: 1) bahan ajar dikemas dengan uraian materi secara struktur, merujuk pada kumpulan materi yang akan dipelajari. 2) komponen yang ada hanya memuat uraian materi secara panjang lebar tanpa kurang disertai dengan pendalaman materi atau latihan-latihan secara proporsional, dan 3) bahan ajar kurang mendukung pembelajaran yang melibatkan siswa untuk bekerjasama, mengamati dan menemukan, bertanya, dan mengungkapkan pendapat. 4) bahan ajar hanya bersifat kognitif, kurang menekankan aspek afektif, dan psikomotorik. 5) bahan ajar tidak sesuai dengan karakteristik siswa yang islami, dengan kata lain belum mengintegrasikan nilai-nilai karakter Islam. Sebagian besar, model dan ilustrasi bersifat umum dan tidak kontekstual dengan karakteristik madrasah yang islami.
Kelayakan bahan ajar yang ada saat ini jika ditinjau dari segi bahasa yang digunakan dapat dikategorikan baik. Aspek linguistik yang terdiri atas, tata bahasa, keefektifan kalimat, penggunaan tanda baca dan ejaan, dan kejelasan makna telah secara baik diterapkan dalam bahan ajar. Tetapi, pilihan kata yang digunakan masih terkadang sulit untuk dipahami siswa.