• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seni drama (sandiwara) adalah bagian dari pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia yang mempunyai nilai-nilai pendidikan yang meliputi nilai kewarganegaraan, kebangsaan, kebudayaan dan kemasyarakatan, dan segi

itu melalui pengajaran drama, manfaat pengajaran drama bagi peserta didik di antaranya adalah dapat mengantarkan peserta didik menuju kekedewasaan yang dilakukan dengan mengajak peserta didik berlatih mengalami berbagai macam pengalaman hidup dalam naskah yang dibawakan. Jadi pembelajaran drama di sekolah sangat penting diberikan kepada peserta didik, karena disamping itu peserta didik akan dapat mempertajam perasaan, penalaran, daya khayal, menikmati dan memanfaatkan karya sastra (drama) untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khasanah budaya dan intelektual manusia Indonesia, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa (BNSP 2006).

Pembelajaran drama di sekolah dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu : 1) pembelajaran teks drama yang termasuk sastra; dan 2) pementasan drama yang termasuk bidang teater (Waluyo, 2007:162). Dalam pembelajaran teks drama yang termasuk sastra, pementasan drama dilakukan di kelas oleh guru bahasa Indonesia. Disarankan agar dilakukan pementasan, meskipun hanya sekali dalam satu semester dan berupa pementasan sederhana. Hal ini dimaksudkan untuk melatih keterampilan peserta didik mulai dari pementasan kecil, sebelum akhirnya menyajikan pementasan yang lebih besar (teater sekolah).

Dalam pembelajaran drama, peserta didik tidak cukup jika hanya diberi pengetahuan tentang drama, tetapi mereka harus mampu untuk mengapresiasi (unsur yang termasuk afektif), dan mementaskan (psikomotor) (Waluyo, 2007:167). Jadi dalam pembelajaran, aspek kognitif, afektif dan psikomotorik dapat diperoleh secara merata oleh peserta didik. Dalam setiap pengajaran,

termasuk pengajaran drama, tujuan harus dapat diketahui secara jelas. Hal ini agar proses pembelajaran lebih terfokus, sehingga apa yang menjadi tujuan dari pembelajaran tersebut dapat tercapai.

a. Tujuan Pembelajaran Bermain Drama

Pembelajaran bermain drama terdapat di dalam kurikilum tingkat satuan pendidikan (BNSP 2006) dengan standar kompetensi mengungkapkan pikiran dan perasaan dengan bermain drama (bermain drama), serta kompetensi dasar bermain drama dengan naskah yang ditulis peserta didik, dan bermain drama dengan cara improvisasi sesuai dengan kerangka naskah yang ditulis peserta didik. Sedangkan tujuan pembelajaran bermain drama di sekolah dimaksudkan agar peserta didik lebih meningkatkan kemampuan mengapresiasi karya sastra (drama) yang dapat mempertajam perasaan, penalaran, daya khayal, rnenikmati clan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, menghargai sastra Indonesia sebagai khasanah budaya dan intelektual manusia Indonesia, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa (BSNP 2006).

Berbicara mengenai tujuan pengajaran, kita tidak akan lepas dari tokoh populer, yaitu Benjamin S Bloom. Waluyo (2007:167) mengatakan bahwa untuk merumuskan lebih jelas mengenai tujuan pembelajaran sesuai dengan teori Bloom, maka perlu diketahui penjelasan rinci kawasan-kawasan tujuan mengajar beserta contoh nyata kerja operasional yang berguna untuk menyusun tujuan instruksional khusus. Ketiga domain tujuan mengajar menurut Benjamin S Bloom adalah sebagai berikut.

1) Kawasan afektif yang meliputi : 1) pengetahuan, pengetahuan akan hal umum (mendefinisi, mengingat, membedakan, mendapat), pengetahuan akan hal khusus (mengenal kembali informasi, mengenali contoh dan gejala), mengetahui tentang cara dan alat (gaya, format, mengingat bentuk), pengetahuan akan arah dan urutan (perbuatan, proses, dan gerakan, urutan, arah), penggolongan dan kategori (mengingat daerah, ciri, kelas, tipe, set), pengetahuan akan kriteria (kriteria dasar, teori, dan antar hubungan), pengetahuan akan metodologi (mengingat kembali: teori, dasar dan antar hubungan); 2) pemahaman, terjemahan (arti, contoh, abstraksi, kata, kalimat), penafsiran (menafsirkan memesan lagi, membedakan, membuat, menerangkan, mempertunjukkan), perhitungan/ramalan (menghitung, berpendapat, mengisi, menggambarkan kemungkinan, menyimpulkan); 3) penerapan, penerapan prinsip-prinsip, menganalisakan (simpulan, metode, teori, gejala), menghubungkan, memilih, mengalihkan, menggolongkan, mengorganisasikan, dan menyusun kembali; 4) analisis, analisis unsur, analisis hubungan, analisis prinsip-prinsip organisasional; 5) sintesis, hasil komunikasi meliputi untuk (menuliskan, menceritakan, menghasilkan mengubah, membuktikan kebenaran), hasil dari rencana rangkaian atau rangkaian kegiatan yang diusulkan, asal mula dari hubungan abstrak; 6) evaluasi, yang meliputi : pertimabangan mengenali kejadian internal, pertimbangan mengenai kriteria abstrak.

2) Kawasan kognitif yang meliputi : 1) menerima (receiving); menyangkut minat peserta didik terhadap sesuatu. Misalnya menerima pelajaran drama yang di

tandai dengan minat atau perhatian positif terhadap drama. Mendapatkan perhatian, mempertahankan, dan memerintah atau mengatur perhatian peserta didik; 2) responding (menjawab mereaksi), artinya ikut berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan drama; 3) menaruh penghargaan (valuing), pada tingkat ini peserta didik mampu memberikan penilaian terhadap drama yang akan atau sudah dipentaskan (di baca); 4) mengorganisasikan sistem nilai. Nilai-nilai dalam diri seseorang bersifat kompleks, maka nilai-nilai itu bersifat kait-mengkait, sehingga menjadi sistem nilai; 5) mengadakan karakteristik nilai. Kemampuan tertinggi dalam kawasan afektif adalah dalam mengkarakteristikkan nilai-nilai. Unsur-unsur kawasan afektif antara lain : a) Minat, artinya kecenderungan yang agak menetap, dimana subjek merasa tertarik dan senang berkecimpung dalam kegiatan suatu bidang. Unsur minat meliputi, penerimaan, respon, dan nilai; b) apresiasi, adalah pernyataan seseorang yang secara sadar tertarik dan senang kepada suatu hal, mampu menyatakan penghargaan didalamnya, dan memandang hal yang dipilihnya itu mengandung nilai dalam kehidupannya; c) sikap, adalah kecendrungan dimana subjek menerima atau menolak suatu objek berdasarkan penilaian terhadap objek itu sebagai objek yang berharga (baik) atau tidak berharga (jelek); d) Nilai, adalah hakikat daru suatu hal yang menyebabkan hal itu pantas dikejar oleh manusia; e) Penyesuaian diri, merupakan interelasi (antar hubungan) antar seseorang dengan yang lainya dalam hubungan sedemikian rupa.

memegang, dan mendiskriminasi tanda-tanda); 2) kesiapan (mental, fisik, dan kesiapan dalam merespon); 3) respon terpimpin (imitasi, trial and error, mengikuti, mengadakan eksperimen); 4) mekanisme (memilih, melatih, merencanakan, merangkaikan); 5) respon yang komplek (adaptasi, penggunaan skill, melaporkan atau menjelaskan) (dalam Waluyo, 2007:167).

Dalam pembelajaran drama, pementasan drama memasuki kawasan psikomotorik, akan tetapi dijiwai oleh aspek kognitif dan afektif. Ketiga hal tersebut menyatu dalam diri aktor yang bermain drama. Keseimbangan antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik akan melahirkan suatu acting yang baik.

b. Aspek Penilaian dalam Bermain Drama

Bermain drama merupakan suatu kegiatan memerankan tokoh yang ada dalam naskah melalui alat utama yakni percakapan (dialog), gerakan, dan tingkah laku yang dipentaskan. Dalam bermain drama, terdapat beberapa aspek yang dapat dinilai untuk menunjukkan kemampuan seseorang dalam melakukan pementasan drama. Saptaria (2006:49) menjabarkan aspek-aspek yang menjadi penilaian dalam sebuah pementasan dalam bermain drama sebagai berikut.

1) Pelafalan

Menurut KBBI (2002:623) lafal adalah cara seseorang atau sekelompok orang dalam suatu masyarakat bahasa saat mengucapkan bunyi bahasa. Didalam pelafalan mencakup poin-poin yang mendukung dalam bermain drama yaitu artikulasi (kejelasan pengucapan), jeda dan intonasi (yang berfungsi sebagai pemenggalan kata atau kalimat sehingga menjadi intonasi pengucapan yang sesuai dengan konteks pembicaraan). Artikulasi yang baik dan jelas nantinya

akan berkaitan dengan pelafalan yang berhubungan dengan olah vokal. Seorang pemain atau tokoh hendaknya memiliki vokal yang baik, jelas, dan mudah untuk dipahami.

2) Intonasi

Intonasi adalah naik-turunnya lagu kalimat. Seorang tokoh atau pemain drama dalam melakukan dialog harus menggunakan intonasi agar permainan drama yang dipentaskan tidak terasa monoton, datar, dan membosankan. Ada tiga macam tatanan intonasi, yaitu: (1) tekanan dinamik (keras-lemah); (2) tekanan nada (tekanan tentang tinggi rendahnya suatu kata); dan (3) tekanan tempo (memperlambat atau mempercepat pengucapan).

3) Ekspresi

Menurut KBBI (2002:291) ekspresi adalah (1) pengungkapan atau proses menyatakan (yaitu memperlihatkan atau menyatakan maksud, gagasan, perasaan, dsb); (2) pandangan air muka yang memperlihatkan perasaan seseorang. Ekspresi keluar secara alamiah, baik itu berbentuk perasaan atau ide secara khas. Ekspresi wajah merupakan salah satu bentuk komunikasi dan dapat menyampaikan keadaan emosi dari seseorang kepada orang yang mengamatinya. Menurut Saptaria (2006:50) aktivitas ekspresi merupakan bagian dari pikiran dan perasaan kita. Impuls-impuls, perasaan, aksi, dan reaksi yang dimiliki mengendap dan menghasilkan energi dari dalam yang selanjutnya keluar dalam bentuk presentasi katakata, bunyi, gerak tubuh, dan infeksi (perubahan nada suara).

Ekspresi merupakan pelajaran pertama bagi seorang aktor, dimana ia berusaha untuk mengenal dirinya sendiri. Kemampuan ekspresi menuntut teknik-teknik pengendalian tubuh, mulai dari relaksasi, kepekaan, konsentrasi, daya aktivitas, dan kepenuhan diri (pikiran, perasaan, tubuh yang seimbang) dari seorang aktor harus terpusat pada pikirannya. Dasar dari kemampuan ekspresi adalah ketika seorang aktor berhubungan dengan lingkungan sosialnya dengan orang lain bermacam ragam.

4) Improvisasi

Improvisasi adalah (1) menciptakan, merangkai, memainkan, menyajikan, sesuatu tanpa persiapan; (2) menampilkan sesuatu dengan mendadak; (3) melakukan begitu saja. Improvisasi juga dapat diartikan menciptakan plot yang sangat singkat dan mewujudkan dengan dialog yang tidak direncanakan dan dilatih sebelumnya. Improvisasi melibatkan dua atau lebih aktor terlibat didalamnya. Teknik ini digunakan sebagai eksperimen dengan suara, karakter, adaptasi dengan lingkungan yang berbeda, emosi serta variasi gerakan tubuh. Dengan latihan improvisasi yang benar, pemain drama akan mampu menciptakan akting wajar tetapi kuat mengesankan (Saptaria, 2006:51).

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek yang dinilai dalam bermain drama yaitu aspek pelafalan, intonasi, ekspresi, dan improvisasi. Keempat aspek tersebut harus dijadikan acuan oleh guru untuk menilai keterampilan siswa dalam bermain drama.

Dokumen terkait