• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1 Pembelajaran Inquiry dalam Sains

Sejak lama, beberapa pakar pendidikan dan pakar pendidikan sains menekankan perlunya guru sains merancang program pembelajaran sains yang berbasis inkuiri (NRC, 1996; Trowbrige & Bybee, 1990; Trowbrige et al., 1981). Sains seperti fisika tidak hanya merupakan kumpulan konsep tentang benda atau makhluk hidup, tetapi merupakan cara kerja, cara berfikir, dan cara memecahkan masalah. Dalam pembelajaran fisika diperlukan interaksi langsung antara indera dengan obyek dan interaksi dengan lingkungan belajar. Pengalaman langsung yang dilakukan siswa perlu ditekankan untuk mengembangkan kompetensi. Siswa akan lebih mudah menerima pelajaran jika materi yang disampaikan melalui pengalaman langsung karena lebih mudah diingat dan bermakna (Yulianti & Wiyanto, 2009: 1-3).

Menurut the National Science Teachers Association (2004), tujuan pembelajaran sains adalah pembelajaran yang memfokuskan pada keterampilan menyelidikan, pembelajaran menemukan, pembelajaran untuk semua anak, merangsang minat sains anak serta mengembangkan warga negara yang berliterasi ilmiah. Tujuan umum pembelajaran sains menurut Joyce et al., sebagaimana dikutip oleh Wiyanto (2008: 11-27) adalah untuk membantu mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk membangkitkan pertanyaan yang muncul dari

rasa ingin tahu dan upaya mencari jawabannya. Salah satu pembelajaran yang efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran sains adalah inkuiri.

Inkuiri berasal dari kata bahasa inggris inquiry berarti proses bertanya atau mencari jawaban. Pembelajaran inkuiri berarti pembelajaran yang berupa kegiatan yang didalamnya terdapat proses bertanya untuk mencari sebuah jawaban permasalahan. Pengertian tentang pembelajaran inkuiri disampaikan oleh beberapa ahli pendidikan.

Strategi pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan dalam proses pembelajaran yang menekankan pada proses berfikir secara kritis dan analitis dalam menemukan jawaban sendiri dari sebuah permasalahan (Sanjaya, 2011: 196). Pembelajaran inkuiri pula merupakan kegiatan yang dapat mencakupi pengembangan dan penggunaan berfikir tingkat tinggi untuk menyelesaikan masalah terbuka (NSTA & AEST, 1998; National Research Council, 2000).

Trowbrige & Bybee (1990) memperkenalkan pula model pembelajaran inkuiri sebagai suatu proses pendefinisian dan penyelidikan masalah, formulasi hipotesis, merencanakan eksperimen, mengumpulkan data, dan membuat kesimpulan. Pembelajaran inkuiri berarti pula untuk mengelola kondisi atau lingkungan belajar siswa dengan bimbingan yang cukup dalam menemukan konsep ilmiah.

Amien (1987: 124-164) mempunyai gagasan serupa, dan menyatakan inkuiri sebagai perluasan dari proses penemuan. Inkuiri mewakili proses mental yang lebih tinggi tingkatannya, seperti perumusan masalah, merencanakan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, menarik kesimpulan,

menumbuhkan sikap ilmiah (objektif, jujur, rasa ingin tahu dan berfikiran terbuka).

Disimpulkan bahwa inkuiri merupakan suatu proses pembelajaran bagi siswa untuk mendapatkan jawaban dengan mengembangkan kemampuan memecahkan masalah, merencanakan eksperimen, mengambil dan menganalisis data, menarik kesimpulan, sehingga menumbuhkan sikap ilmiah secara mandiri sehingga secara mental dan fisik terlibat.

Prinsip-prinsip pembelajaran inkuiri yang harus diperhatikan oleh setiap guru/dosen dalam melakukan proses pembelajaran (Sanjaya, 2011: 199), yaitu ;

1. Berorientasi pada pengembangan intelektual

Kemampuan berfikir merupakan tujuan utama dari diadakannya pembelajaran inkuiri. Orientasi pembelajaran inkuiri selain pada hasil belajar juga pada proses dalam siswa melakukan aktivitas menemukan jawaban.

2. Prisip interaksi

Proses interaksi dalam pembelajaran merupakan interaksi siswa dengan lingkungan sekitarnya, sehingga guru merupakan pemberi fasilitas lingkungan yang mampu mewadai kemampuan berfikir siswa.

3. Prinsip bertanya

Bertanya merupakan proses berfikir siswa. oleh karena itu guru/dosen harus mampu membangun pertanyaan yang sesuai dengan proses pembelajaran inkuiri. Berbagai jenis pertanyaan dan teknik bertanya perlu dikuasai oleh guru/dosen, apakah bertanya hanya sekedar untuk meminta perhatian atau bertanya menguji.

4. Prinsip belajar untuk berfikir

Belajar adalah sebuah proses berfikir (learning how to think), yakni proses mengembangkan potensi seluruh otak, baik otak kiri maupun otak kanan secara maksimal.

5. Prinsip keterbukaan

Belajar merupakan suatu proses mencoba berbagai kemungkinan. Oleh sebab itu anak diberikan kebebasan untuk mencoba sesuai dengan perkembangan kemampuan logikan dan penalarannya. Dalam hal ini, tugas guru adalah menyediakan ruang untuk memberi kesempatan pada siswa mengembangkan hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesisnya.

Pembelajaran inkuirimempunyai beberapa kelebihan dengan karakteristik yang terdapat dalam inkuiri. Karakteristik dari inkuiri adalah mempertanyakan (siswa maupun guru) dan berakhir dengan ketidakpastian (NSTA & AETS, 1998: 14). Adanya ketidakpastian membuat rasa ingin tahu dari peserta didik meningkat. Ketidakpastian yang dimaksud muncul ketika kita mengalami sesuatu yang baru, mengejutkan, tidak layak, atau kompleks. Ini akan menimbulkan rangsangan yang tinggi dalam sistem syaraf pusat kita. Ketika guru/dosen memaparkan penyelesaian masalah, hal ini akan memotivasi mahasiswa untuk mengerti mengapa dan bagaimana karena keterlibatan secara lebih langsung dan lebih aktif dalam menjawab pertanyaan tersebut. Keadaan yang diciptakan oleh guru/dosen telah menimbulkancuriosity mahasiswa, dan mahasiswa akan termotivasi untuk menjawab pertanyaan permasalahan tersebut.

Menurut Sanjaya (2011: 208), keunggulan pembelajaran inkuiri dibandingkan dengan pembelajaran yang lain yaitu:

a. Pembelajaran menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang, sehingga pembelajaran melalui strategi ini dianggap lebih bermakna.

b. Memberikan kesempatan pada siswa untuk belajar sesuai gaya belajar masing masing.

c. Kesesuaian dengan perkembangan psikologi modern.

d. Pembelajaran memberikan pelayanan terhadap peserta didik yang mempunyai kemampuan diatas rata-rata.

Ditinjau dari tingkat komplekasitasnya pembelajaran inkuiri dibedakan menjadi tiga tingkatan (Trowbrige & Bybee, 1990). Tingkatan pertama adalah pembelajaran penemuan (discovery inquiry). Tingkatan kedua adalah pembelajaran inkuiri terbimbing (guided inquiry). Tingkatan paling kompleks adalah inkuiri terbuka atau bebas (open inquiry). Persamaan ketiga tingkatan inkuiri tersebut adalah ketiganya melibatkan keterampilan proses sains dan atau kemampuan dasar bekerja ilmiah.

Peneliti menggunakan tingkatan inkuiri paling kompleks yaitu inkuiri terbuka atau bebas (open inquiry). Hal tersebut dikarenakan, menurut Piaget (Amien, 1987: 63; Rifa’I & Anni, 2009: 30), perkembangan kognitif mahasiswa terdapat pada fase formal operational. Dimana pada fase tersebut, mahasiswa sudah mampu berfikir abstrak, idealis, dan logis. Mahasiswa mampu memecahkan masalah secara verbal, bahkan pada fase ini mahasiswa mampu melakukan

spekulasi, menyusun rencana untuk memecahkan masalah dan sistematis menguji solusinya. Kemampuan berfikir tersebut disebut sebagai hypotecal-deductive-reasoning, yakni mengembangkan hipotesis untuk memecahkan masalah dan menarik kesimpulan secara matematis.

Selain itu pada tingkatan open inquiry mahasiswa mempunyai kesempatan keterlibatan lebih dalam proses pembelajaran sehingga mahasiswa dapat lebih meningkatkan motivasi. Beberapa penilitian yang mendukung diantaranya, Akinoglu (2008) melakukan penelitian tentang pemberian tugas proyek tentang teknologi dan sains yang membebaskan peserta didik dalam menentukan, merancang dan mengembangkannya. Hasil yang diperoleh terdapat minat yang tinggi, terlihat dalam ujian pemaparan hasil akhir proyek. Selain itu terdapat perubahan yang signifikan pada peningkatan nilai kognitif. Hasil serupa didapatkan pada penelitian Turner & Parisi (2008) berhasil mengungkapkan perbedaan pencapaian kompetensi mahasiswa dalam penggunaan kit alat eksperimen fisika dirumah dan eksperimen fisika dikampus. Dalam proses tersebut, mahasiswa mempunyai kesempatan yang lebih dalam mengembangkan penelitian, pengukuran, dan keterampilan pelaporan, serta kemampuan memberi alasan berdasarkan teori. Kesempatan lebih demikian, mahasiswa dapat lebih terlibat secara aktif dalam kegiatan eksperimen dan dituntut lebih menguasai pemahaman konsep (materi) secara mandiri dan kreatif untuk menyelesaikan tugas dan latihan.

Hasil penelitian Malik et al. (2009) menunjukan bahwa penggunaan inkuiri terbuka atau bebas (open inquiry) lebih efektif dalam meningkatkan

pemahaman konsep dan sikap ilmiah pada tingkatan berfikir lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan inkuiri terbimbing (guided inquiry). Pada penelitian Vajoczkiet al. (2011) menemukan bahwa kelas yang diberi pembelajaran inkuiri dengan beberapa jenis inkuiri pada setiap tahapnya mengalami perkembangan, dan jenisopen inquiry mempunyai peranan sangat besar dalam bidang akademik pada tahun ketiga dan keempat dalam penerapannya, sehingga penggunaan open inquiry merupakan jenis inkuiri yang mungkin dilakukan untuk meningkatkan kemampuan berfikir tingkat tinggi. Senada dengan tersebut, hasil penelitian Sarwi et al. (2012) menunjukkan model eksperimen gelombang open inquiry mampu secara efektif mengembangkan keterampilan berfikir kritis dengan respon positif mahasiswa terhadap implementasi model tersebut.

Peneliti menjelaskan pembelajaran open inquiry yang digunakan dalam penelitian dapat diartikan pula sebagai pendekatan inkuiri yang berpusat penuh pada mahasiswa yang dimulai dari sebuah pertanyaan ide/gagasan mahasiswa sendiri, diikuti oleh mahasiswa (atau kelompok mahasiswa) merancang dan melakukan penyelidikan atau eksperimen dan kemudian mengkomunikasikan hasilnya (Colburn, 2000). Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran open inquiry, guru/dosen hanya memaparkan penyelesaian masalah kemudian mahasiswa mengindetifikasi, merumuskan, mengajukan rancangan penyelesaian dan menyelesaikan masalah serta melakukan evaluasi kegiatan yang telah dilakukan (Trowbrige & Bybee, 1990).

Penelitian ini menerapkan eksperimen gelombang openinquiry untuk melaksanakan perkuliahan gelombang di laboratorium. Eksperimen gelombang dengan openended laboratory ini menggunakan inquiry projects yakni dengan cara memberi tugas dan/atau masalah terbuka (open problem). Penyelesaian masalah openinquiry dilakukan mahasiswa dengan membuat rancangan eksperimen, melaksanakan dan membuat laporan, serta presentasi laporan eksperimen pada akhir perkuliahan. Rancangan eksperimen yang dibuat setiap kelompok mahasiswa dapat berbeda kelengkapannya dan kedalamnnya, yang terpenting tercapai kompetensi yang ditetapkan. Dengan demikian, mahasiswa dapat memahami maksud dan tujuan dari rancangan yang dibuat. Melalui kegiatan eksperimen ini mahasiswa bekerja sama dalam satu kelompok untuk menghasilkan penyelesaian yang terbaik. Kelompok mahasiswa ini akan bekerja efektif dalam eksperimen jika jumlah anggota tidak banyak (Slavin, 2005).

Harapannya dengan adanya pembelajaran eksperimen open inquiry mampu sejalan dengan empat pilar pendidikan universal seperti dirumuskan UNESCO (1996), yaitu : (1) learning to know, yang berarti juga learning to learn; (2) learning to do; (3) learning to be; dan (4) learning to live together. Mahasiswa mampu mendapatkan pembelajaran yang lebih bermakna sehingga lebih mampu mngembangkan kemampuan berfikir mahasiswa.

2.2 Pengembangan Nilai Karakter Mahasiswa dengan

Dokumen terkait