• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN

B. Dasar Teori

1. Pembelajaran Kooperatif

1.a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan salah satu model pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Selain untuk mencapai hasil belajar akademik, model ini juga efektif untuk mengembangkan ketrampilan sosial siswa. Pada pembelajaran kooperatif siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil dengan tingkat kemampuan yang berbeda. Masing-masing anggota kelompok harus saling bekerjasama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif setiap kelompok tidak hanya bertanggung jawab pada belajar untuk dirinya sendiri, tetapi juga harus membantu teman satu kelompoknya untuk mengerti dan menguasai bahan pelajaran. Sehingga setiap kelompok harus memastikan bahwa setiap anggota kelompoknya mengerti dan menguasai bahan pelajaran.

Langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif (Arends, 1997, dalam Yusuf, 2003:29)

Tabel 1. Langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif

Fase Tingkahlaku Guru

Fase 1 : Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan yang ingin dicapai pada pelajaran dan memotivasi siswa belajar

Fase 2 : Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi secara garis besar materi yang akan dipelajari

Fase Tingkahlaku Guru Fase 3 :

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien

Fase 4 : Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka

Fase 5 : Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya Fase 6 :

Memberikan penghargaan

Guru memberikan penghargaan kepada siswa terhadap hasil belajar individu dan kelompok

Dari berbagai hasil penelitian tentang pembelajaran kooperatif menyatakan bahwa pada pembelajaran kooperatif mempunyai keunggulan dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit, dapat meningkatkan nilai siswa, dan siswa dapat belajar mengembangkan ketrampilan sosialnya dalam berinteraksi dengan anggota kelompoknya dengan berbagai latar belakang sosial yang berbeda-beda.

1.b. Tujuan Pembelajaran kooperatif

Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan pembelajaran tradisional yang menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Slavin, (dalam Yusuf, 2003:1) menyatakan bahwa tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah

menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya.

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim, et al. (2000), yaitu:

1) Hasil belajar akademik

Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur pembelajaran kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.

2) Penerimaan terhadap perbedaan individu

Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang

dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.

3) Pengembangan keterampilan sosial

Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.

1.c. Unsur-unsur dalam Pembelajaran Kooperatif

Menurut Roger dan David Johnson dalam Lie (2010:32) ada lima unsur yang harus dipenuhi dalam pembelajaran kooperatif. Kelima unsur tersebut adalah:

1. Saling ketergantungan positif

Setiap anggota kelompok memiliki rasa ketergantungan dalam kelompok, keberhasilan kelompok sangat ditentukan oleh kekompakan anggota-anggota dalam kelompok tersebut.

2. Tanggung jawab perseorangan

Diperlukan tanggung jawab masing-masing anggota kelompok, kesadaran tanggung jawab masing-masing anggota kelompok dalam belajar sangat mendukung keberhasilan kelompok.

3. Tatap muka

Baik antar anggota kelompok maupun antar kelompok dapat bertatap muka langsung, sehingga akan mempermudah komunikasi antar siswa. Hal ini dapat mendorong sesama siswa untuk dapat lebih saling mengenal, menerima kelebihan dan kekurangan teman apa adanya.

4. Komunikasi antar anggota

Adanya komunikasi antar anggota dapat mendorong terjadinya interaksi positif, masing-masing siswa dapat belajar untuk saling menghargai pendapat teman dan menghargai perbedaan pendapat yang selalu terjadi dalam kehidupn. Siswa saling asah, saling asih dan saling asuh.

5. Evaluasi proses kelompok

Anggota-anggota kelompok berlatih untuk mengevalusi pendapat teman, melalui adu argumentasi, belajar menerima hasil evaluasi dari teman sesama anggota kelompok, pada akhirnya dapat menumbuhkan rasa toleransi pendapat dan bergaul dalam hidup bermasyarakat.

1.d. Ketrampilan Kooperatif

Pada pembelajaran kooperatif siswa tidak hanya mempelajari materi pelajaran saja, tetapi siswa juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk membangun hubungan kerja dan tugas kelompok. Keterampilan-keterampilan kooperatif tersebut antara lain sebagai berikut (Lungdren, 1994, dalam Yusuf, 2003:1).

1) Keterampilan Kooperatif Tingkat Awal a. Menggunakan kesepakatan

Yang dimaksud dengan menggunakan kesepakatan adalah menyamakan pendapat yang berguna untuk meningkatkan hubungan kerja dalam kelompok.

b. Menghargai masukan atau pendapat orang lain

Menghargai berarti memperhatikan atau mengenal apa yang dapat dikatakan atau dikerjakan anggota lain. Hal ini berarti harus selalu setuju dengan anggota lain.

c. Berbagi tugas

Pengertian ini mengandung arti bahwa setiap anggota kelompok bersedia menggantikan dan bersedia mengemban tugas/tanggungjawab tertentu dalam kelompok.

d. Berada dalam kelompok

Maksudnya di sini adalah setiap anggota tetap dalam kelompok kerja selama kegiatan berlangsung.

e. Berada dalam tugas

Yang dimaksud berada dalam tugas adalah meneruskan tugas yang menjadi tanggungjawabnya, agar kegiatan dapat diselesaikan sesuai waktu yang dibutuhkan.

f. Mendorong partisipasi

Mendorong partisipasi berarti mendorong semua anggota kelompok untuk memberikan kontribusi terhadap tugas kelompok.

g. Mengundang orang lain

Maksudnya adalah meminta orang lain untuk berbicara dan berpartisipasi terhadap tugas, baik itu bertanya maupun menjelaskan ide atau pendapatnya.

h. Menyelesaikan tugas dalam waktunya i. Menghormati perbedaan individu

Menghormati perbedaan individu berarti bersikap menghormati terhadap budaya, suku, ras atau pengalaman dari semua siswa atau peserta didik.

2)Keterampilan Tingkat Menengah

Keterampilan tingkat menengah meliputi menunjukkan penghargaan dan simpati, mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara dapat diterima, mendengarkan dengan arif, bertanya, membuat ringkasan, menafsirkan, dan mengorganisir.

3)Keterampilan Tingkat Mahir

Keterampilan tingkat mahir meliputi memeriksa dengan cermat, menanyakan kebenaran, menetapkan tujuan, dan berkompromi.

Keterampilan kooperatif yang menjadi tujuan utama dalam penelitian ini adalah keterampilan kooperatif tingkat awal khususnya ketrampilan dalam menggunakan kesepakatan kelompok, berbagi tugas, menghargai pendapat orang lain, mengundang orang lain untuk aktif bertanya dan mau menjelaskan ide atau pendapatnya. Untuk mengetahui peningkatan keterampilan kooperatif tersebut, maka dalam penelitian ini akan digunakan kuesioner keterampilan yang akan diisi oleh siswa setelah mereka mengalami proses pembelajaran.

1.e. Tipe-tipe Pembelajaran Kooperatif

Macam-macam pembelajaran kooperatif (Slavin, 2010:11):

1) Students Teams Achievement Divisions (STAD) (Pembagian Pencapaian Tim Siswa)

Dalam STAD, para siswa dibagi dalam tim belajar yang terdiri atas empat atau lima orang yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etnisnya. Guru menyampaikan pelajaran lalu siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran. Selanjutnya semua siswa mengerjakan kuis mengenai materi pelajaran secara

sendiri-sendiri, dimana saat itu mereka tidak diperbolehkan untuk saling membantu.

Skor kuis para siswa dibandingkan dengan rata-rata pencapaian mereka sebelumya, dan kepada masing-masing tim akan diberikan poin berdasarkan tingkat kemajuan yang diraih siswa dibandingkan hasil yang mereka capai sebelumnya. Poin ini kemudian dijumlahkan untuk memperoleh skor tim, dan tim yang berhasil memenuhi kriteria tertentu akan mendapatkan sertifikat atau penghargaan lainnya. Seluruh rangkaian kegiatan, termasuk presentasi yang disampaikan guru, praktik tim, dan kuis biasanya memerlukan waktu 3-5 jam pelajaran.

STAD telah digunakan dalam berbagai macam pelajaran yang ada, mulai dari matematika, bahasa, seni, sampai dengan ilmu sosial dan ilmu pengetahuan ilmiah. Gagasan utama dari STAD adalah untuk memotivasi siswa supaya dapat saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai materi pelajaran yang diajarkan oleh guru. Para siswa bekerja sama setelah guru menyampaikan materi pelajaran. Mereka boleh berpasangan dan membandingkan jawaban masing-masing, saling membantu satu sama lain jika ada yang salah memahami, mendiskusikan penyelesaian masalah, mereka juga boleh saling memberikan kuis mengenai objek yang sedang mereka pelajari. Mereka bekerja

dengan teman satu timnya, menilai kekuatan dan kelemahan mereka untuk membantu mereka berhasil dalam kuis.

Meski para siswa belajar bersama, mereka tidak boleh saling bantu dalam mengerjakan kuis. Tiap siswa harus tahu materinya. Tanggung jawab individual seperti ini memotivasi siswa untuk memberi penjelasan dengan baik satu sama lain, karena satu-satunya cara bagi tim untuk berhasil adalah dengan membuat semua anggota tim menguasai informasi atau konsep yang diajarkan. Karena skor tim didasarkan pada kemajuan yang dibuat anggotanya dibandingkan hasil yang dicapai sebelumnya (kesempatan sukses yang sama), semua siswa punya kesempatan untuk menjadi “bintang”, baik dengan memperoleh skor yang lebih tinggi dari rekor mereka sebelumnya maupun dengan membuat jawaban kuis yang sempurna.

2) Teams Games-Tournament (TGT)

TGT pada awalnya dikembangkan oleh David DeVries dan Keith Edwards, yang merupakan metode pembelajaran pertama dari Johns Hopkins. Metode ini menggunakan pelajaran yang sama yang disampaikan guru dan tim kerja sepeti dalam STAD, tetapi mengganti kuis dengan turnamen. Dalam tuernamen siswa memainkan game akademik dengan anggota tim lain untuk menyumbangkan point bagi skor timnya. Siswa memainkan game

ini bersama tiga orang pada “meja turnamen:, dimana ketiga peserta dalam satu meja turnamen ini adalah para siswa yang memiliki rekor nilai terakhir yang sama. Di dalam TGT teman satu tim akan saling membantu dalam mempersiapkan diri untuk permainan dengan cara mempelajari lembar kegiatan dan masalah-masalah yang ada dalam materi pelajaran, tetapi sewaktu siswa bermain dalam game, temannya tidak boleh membantu lagi untuk memastikan tanggung jawab individual. TGT sangat sering dikombinasikan dengan STAD, dengan menambahkan turnamen tertentu pada struktur STAD yang biasanya.

3) Jigsaw

Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pertama kali dikembangkan oleh Aronson. dkk di Universitas Texas. Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif, siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang dengan memperhatikan keheterogenan, bekerjasama positif dan setiap anggota bertanggung jawab untuk mempelajari masalah tertentu dari materi yang diberikan dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain.

Keunggulan kooperatif tipe jigsaw adalah meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi

yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Selain itu, juga meningkatkan kerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan.

Dalam model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, terdapat kelompok ahli dan kelompok asal. Kelompok asal adalah kelompok awal siswa terdiri dari berapa anggota kelompok ahli yang dibentuk dengan memperhatikan keragaman dan latar belakang. Guru harus terampil dan mengetahui latar belakang siswa agar tercipta suasana yang baik bagi setiap angota kelompok. Sedangkan kelompok ahli, yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok lain (kelompok asal) yang ditugaskan untuk mendalami topik tertentu untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.

Para anggota dari kelompok asal yang berbeda, bertemu dengan topik yang sama dalam kelompok ahli untuk berdiskusi dan membahas materi yang ditugaskan pada masing-masing anggota kelompok serta membantu satu sama lain untuk mempelajari topik mereka tersebut. Disini, peran guru adalah memfasilitasi dan memotivasi para anggota kelompok ahli agar mudah untuk memahami materi yang diberikan. Setelah pembahasan selesai, para anggota kelompok kemudian kembali pada kelompok asal dan mengajarkan pada teman sekelompoknya apa yang telah mereka dapatkan pada saat pertemuan di kelompok ahli. Para kelompok ahli

harus mampu untuk membagi pengetahuan yang di dapatkan saat melakukan diskusi di kelompok ahli, sehingga pengetahuan tersebut diterima oleh setiap anggota pada kelompok asal. Kunci tipe Jigsaw ini adalah ketergantungan setiap siswa terhadap anggota tim yang memberikan informasi yang diperlukan. Artinya para siswa harus memiliki tanggung jawab dan kerja sama yang positif dan saling ketergantungan untuk mendapatkan informasi dan memecahkan masalah yang diberikan.

4) Team Accelerated Instruction (TAI)

Dalam TAI tim belajar dibagi atas tiga sampai empat orang yang memliki kemampuan berbeda dan memberi sertifikat untuk tim dengan kinerja yang baik. TAI menggabungkan pembelajaran kooperatif dengan pengajaran individual yang dirancang khusus bagi siswa yang belum siap untuk menerima materi yang lebih kompleks atau mendalam.

Secara umum, anggota tim bekerja pada materi pelajaran yang berbeda. Teman satu tim saling memeriksa hasil kerja masing-masing menggunakan lembar jawaban dan saling membantu dalam menyelesaikan berbagai masalah. Pada materi tes yang terakhir akan dilakukan tanpa bantuan teman satu tim dan skornya dihitung dari tes pertama sampai tes terakhir. Tim yang berhasil melampaui kriteria skor tertentu akan mendapatkan pernghargaan.

Dalam TAI, para siswa saling mendukung dan saling membantu satu sama lain untuk berusaha keras supaya timnya berhasil. Tanggung jawab individu dipastikan lewat skor akhir karena siswa melakukan tes akhir tanpa bantuan teman satu timnnya lagi. Para siswa juga mendapatkan kesempatan sukses yang sama dalam pencapaian prestasi belajar karena telah ditempatkan berdasarkan tingkat kemampuan atau pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.

5) Cooperatif Integrated Reading and Composition (CIRC)

CIRC banyak diterapkan pada sekolah dasar dan sekolah menengah untuk mengajarkan membaca dan menulis. Guru menggunakan novel atau bahan bacaaan yang berisi latihan soal dan cerita. Para siswa ditugaskan untuk berpasangan dalam tim mereka untuk belajar dalam kegiatan yang bersifat kognitif, termasuk membacakan cerita satu sama lain, membuat prediksi mengenai bagaimana akhir dari sebuah cerita naratif, saling merangkum cerita satu sama lain, menulis tanggapan terhadap cerita, dan melatih pengucapan, dan kosa kata.

Dalam kebanyakan kegiatan CIRC, para siswa mengikuti serangkaian pengajaran guru, praktik tim, pra-penilaian tim, dan kuis. Para murid tidak mengerjakan kuis sampai teman satu timnya menyatakan bahwa mereka sudah siap. Penghargaan untuk tim dan

sertifikat akan diberikan kepada tim berdasarkan kinerja rata-rata dari semua anggota tim dalam semua kegiatan membaca dan menulis yang telah dilakukan. Karena siswa belajar dengan materi yang sesuai dengan tingkat kemampuan mereka, maka mereka punya kesempatan yang sama untuk sukses. Kontribusi siswa pada timnya didasarkan pada skor kuisnya dan membuat karangan tertulis secara mandiri tanpa dibantu teman satu timnya lagi memastikan ada tanggung jawab individu.

6) Group Investigation (Kelompok Investigasi)

Gorup Investigation dikembangkan oleh Shlomo dan Yael

Sharan di Universitas Tel Aviv, merupakan perencanaan pengaturan kelas yang umum di mana para siswa bekerja dalam kelompok kecil menggunakan pertanyaan kooperatif, diskusi kelompok, serta perencanaan dan proyek kooperatif. Dalam metode ini, para siswa dibebaskan membentuk kelompoknya sendiri yang terdiri dari dua sampai enam orang anggota. Kelompok ini kemudian memilih topik-topik dari bab yang telah dipelajari oleh seluruh kelas, membagi topik-topik ini menjadi tugas-tugas pribadi dan melakukan kegiatan yang diperlukan untuk mempersiapkan laporan kelompok. Tiap kelompok lalu mempresentasikan atau menampilkan penemuan mereka di hadapan seluruh kelas.

7) Learning Together (Belajar Bersama)

David dan Roger Johnson dari Universitas Minnesota mengembangkan Learning Together dari pembelajaran kooperatif Johnson, Johnson, & Smith. Metode yang mereka teliti melibatkan siswa yang dibagi dalam kelompok yang terdiri atas empat atau lima kelompok dengan latar belakang berbeda mengerjakan lembar tugas. Kelompok-kelompok ini menerima satu lembar tugas dan menerima pujian dan penghargaan berdasarkan hasil kerja kelompok.

8) Complex Instruction (Pengajaran Kompleks)

Elizabeth Cohen dan rekan-rekannya di Universitas Stanford telah mengembangkan dan melakukan penelitian terhadap pembelajaran kooperatif yang menekankan pada penggunaan proyek berorientasi penemuan, khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan ilmiah, matematika, dan ilmu sosial. Fokus utama dari Complex Instruction adalah membangun respek terhadap semua

kemampuan yang dimiliki para siswa dan guru menunjukkan bagaimana tiap siswa punya kelebihan dalam sesuatu yang akan membantu keberhasilan kelompok. Complex Instruction secara khusus telah digunakan dalam pendidikan dengan menggunakan dua bahasa dan dalam kelas yang heterogen yang menggunakan

bahasa siswa-siswa minoritas, di mana materi pelajaran sering kali disampaikan dalam bahasa Inggris maupun Spanyol.

9) Structure Dyadic Methods (Metode Struktur Berpasangan)

Metode Struktur berpasangan ini beranggotakan dua orang. Penelitian telah menunjukkan bagaimana pelajaran materi berpasangan, di mana siswa saling bergantian menjadi guru dan murid untuk mempelajari berbagai macam prosedur atau menyari informasi dari teks, dapat menjadi sangat efektif dalam meningkatkan pembelajaran siswa. Strategi pembelajaran berpasangan juga telah digunakan sejak lama di dalam kelas. Salah satu metode, yang disebut Classwide Peer Tutoring (penghargaan berpasangan seluruh kelas), cara kerjanya adalah dengan memilih teman kelas sebagai pengajar seperti pada prosedur pelajaran sederhana. Pengajar akan mengemukakan masalah kepada yang diajar. Jika dia bisa menjawab dengan benar maka akan mendapatkan poin. Jika tidak, si pengajar akan memberikan jawaban dan yang diajar harus menuliskan jawaban tersebut sebanyak tiga kali, membaca ulang kalimatnya dengan benar; atau bisa juga membenarkan kesalahan mereka. Tiap sepuluh menit si pengajar dan yang mengajar berganti peran. Pasangan yang mendapatkan poin paling banyak akan diberikan penghargaan.

10) Numbered Heads Together (Kepala Bernomor)

Teknik ini dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992). Teknik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, teknik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.

Dokumen terkait