• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. LANDASAN TEORI

4. Pembelajaran Matematika

Pembelajaran Matematika tidak hanya pada guru dan siswa, tetapi dari kehidupan sehari-hari. Sebagi salah satu contoh makan sehari berapa kali, uang saku setiap hari jika dalam satu minggu jumlahnya sampai berapa dan masih banyak lainnya. Selain itu juga pendidikan matematika dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa.

5. Bangun datar segitiga

Segitiga merupakan bangun datar yang dibatasi tiga ruas garis lurus dan mempunyai titik sudut. Jumlah sudut pada segitiga 1800 dan mempunyai jenis diantaranya panjang sisi dan besar sudut. Selain itu juga ada macam-macam bangun datar segitiga yang berdasarkan sudut dan sisi.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Praktis

a. Manfaaat bagi Guru

Bagiguru, penelitian ini dapat menjadi sumber pengetahuan atau wawasan mengenai miskonsepsi serta faktor yang mempengaruhi siswa terutama pada pelajaran Matematika materi bangun datar segitiga.

b. Manfaat peneliti

Menambah pengetahuan,wawasan, dan pengalaman tentang penelitian yang diteliti sehingga dapat ditularkan kepada guru Sekolah Dasar atau mahasiswa PGSD. Apabila peneliti telah menjadi pendidik atau pengajar hal ini dapat mengupayakan suatu metode pembelajaran yang tidak mengakibatkan siswa mengalami miskonsepsi.

2. Manfaat teoritis

Menambah pengetahuan bidang pendidikan dasar terutama pada miskonsepsi yang terjadi pada siswa SD terutama pada pelajaran Matematika bangun datar segitiga.

BAB II KAJIAN TEORI

A. Landasan teori 1. Konsep

a. Pengertian konsep

Mertodihardjo dan Mulyono (1980: 4) menjelaskan bahwa konsep merupakan abstraksi dari kejadian atau hal-hal yang memiliki ciri-ciri yang sama atau merupakan ide tentang sesuatu di dalam fikiran. Mengandung penafsiran dan penilaian, bukan hanya fakta, dan membantu dalam mengadakan pembedaan, penggolongan atau penggabungan fakta di lingkungan sekitar. Selain itu juga dapat diartikan bahwa konsep tidak dapat dipelajari tanpa pengetahuan yang relevan dengan gejala/kejadian yang akan di “konsepkan”.

Berg (1991: 8) menyatakan bahwa konsep merupakan abstraksi dari ciri-ciri sesuatu yang mempermudah untuk berkomunikasi antara manusia dan yang memungkinkan manusia berfikir.

Menurut Dahar (2011: 79), belajar konsep merupakan hasil utama pendidikan. Konsep merupakan batu-batu pembangun berfikir, dasar bagi proses-proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip-prinsip generalisasi-generalisasi. Orang akan banyak memperoleh pengertian atau konsep melalui proses belajar.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa konsep merupakan ide abstrak yang menggambarkan pemikiran siswa mengenai suatu permasalahan atau obyek dari kejadian yang memiliki ciri-ciri untuk mempermudah dalam berkomunikasi dan yang memungkinkan manusia berfikir.

b. Jenis-jenis konsep

Konsep yang diperoleh setiap orang tentunya memiliki perbedaan. Seseorang yang memiliki konsep dengan proses yang benar, maka akan memiliki ingatan yang lebih kuat. Menurut Moh. Amien (1987). Berdasarkan bentuknya konsep dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu:

1) Konsep klasifikasional, mencakup bentuk konsep yang didasarkan atas klasifikasi fakta-fakta ke dalam bagan-bagan yang terorganisir. Misal mengklasifikasikan konsep segitiga atau konsep trigonometri.

2) Konsep korelasional, mencakup kejadian-kejadian khusus yang saling berhubungan, atau observasi-observasi yang terdiri atas dugaan-dugaan terutama berbentu formulasi prinsip-prinsip umum. Misal konsep luas persegi panjang sebagai hasil kali dari panjang dan lebar.

3) Konsep teoretik, mencakup bentuk konsep yang mempermudahkan kita dalam mempelajari fakta-fakta atau

kejadian-kejadian dalam sistem yang terorganisir. Misalnya konsep titik, bilangan, himpunan.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk konsep terbagi menjadi 3 yaitu: konsep klasifikasional, korelasional, dan teoretik. Klasifikasional adalah mengklasifikasikan konsep, misalnya mengklasifikasikan bangun datar segitigita berdasarkan jenisnya. korelasinoal yaitu konsep yang saling berhubungan. Teoretik merupakan konsep yang mempelajarai fakta-fakta kejadian-kejadian dalam sistem yang terorganisir. Pada penelitian ini misalnya menyebutkan macam-macam bangun datar segitiga dan pengertian bangun datar segitiga.

c. Ciri-ciri konsep

Adapun ciri-ciri konsep menurut Hamalik (2005: 162) sebagai berikut.

1) Atribut konsep adalah suatu konsep yang membedakan antara konsep satu dengan konsep lainnya. Atribut nilai-nilai, adanya variasi yang terdapat pada suatu atribut.

2) Atribut nilai-nilai, adanya variasi-variasi yang terdapat pada suatu atribut.

3) Jumlah atribut juga bermacam-macam antara satu konsep dengan konsep lainnya. Semakin kompleks suatu konsep

semakin banyak jumlah atributnya dan semakin sulit untuk mempelajarinya.

4) Kodomain atribut, menunjuk pada kenyataan bahwa beberapa atribut atau lebih dominan (obvious) daripada yang lainnya. Berdasakan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri konsep dibagi menjadi 4, yaitu atribut konsep sifat yang membedakan antara konsep, atribut nilai-nilai merupakan variasi yang ada pada atribut, jumlah atribut banyaknya atribut konsep bermacam-macam dan kodomain atribut menunjuk pada kenyataan bahwa beberapa atribut atau lebih dominan.

2. Pengertian konsepsi

Tafsiran konsep oleh seseorang disebut konsepsi (Berg, 1991: 8). Contoh konsepsi bola, bola dapat ditafsirkan oleh seorang anak sebagai suatu benda kecil, bulat, dan menggelinding. Konsepsi dapat berbeda kengan konsepsi fisikawan terhadap konsep tertentu (Berg, 1991: 10). Konsepsi fisikawan pada umumnya akan lebih canggih, lebih komplek, lebih rumit, melibatkan lebih banyak hubungan antar konsep dari pada konsepsi siswa. Konsepsi siswa sama dengan konsepsi fisikawan yang disederhanakan tidaklah dikatakan salah, tetapi jika konsepsi siswa bertentangan dengan konsepsi fisikawan maka dikatakan siswa mengalami miskonsepsi.

Konsepsi merupakan tafsiran awal yang didapat oleh siswa sebelum diajarkan oleh guru.

3. Pengertian miskonsepsi

Miskonsepsi merupakan suatu konsep yang salah atau tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima oleh para pakar pada bidangnya (Suparno, 2005: 4). Salah konsep atau misconception terjadi karena adanya penambahan atau penghilangan dari apa yang ada pada konsep tersebut. Salah konsep (misconception) seringkali muncul ketika konsep awal (prakonsepsi) yang diterima oleh siswa melalui pengalaman yang mereka alami belum matang.

Apabila sebuah konsep merupakan hasil penyimpulan atau pensederhanaan yang dilakukan oleh siswa, maka konsep siswa tidak dapat dikatakan salah.Seperti yang dijelaskan Berg (1991: 10) yang dimaksud dengan miskonsepsi yaitu apabila konsep siswa bertentangan dengan konsep para ahli maka hal itu disebut dengan miskonsepsi namun jika konsep siswa tersebut hasil dari pensederhanaan konsep para ahli maka siswa tidak dapat dikatakan miskonsepsi.

Salah konsep juga dapat diartikaan sebagai sebuah kesalahan terhadap konsep-konsep yang terjadi apabila konsepsi seorang siswa berbeda dengan konsepsi para ahli yang secara teoritis konsep tersebut dianggapa benar dan baku, dan secara obyektif keilmuaan konsepsi tersebut memang salah (Budi, 1992: 114).

Menurut Suparno (2005: 4), miskonsepsi merupakan konsep yang tidak sesuai atau bertentangan dengan konsep yang diterima para ahli.

Miskonsepsi sebagai pengertian yang tidak akurat akan konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan hirarkis konsep-konsep yang tidak benar (Flower dalam Suparno, 2005: 5). Menurut Suparno (2005: 2), miskonsepsi adalah konsep awal yang tidak sesuai dengan konsep ilmia.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa miskonsepsi merupakan penggunaan konsep yang salah tidak sesuai dengan acuan atau konsep dasar yang di tetapkan para ahli. Selain itu juga kesalahan konsep yang dialami siswa sebagai akibat dari pengetahuan awal yang dikonstruksi kepada siswa berbeda dengan yang diterangkan atau dijelaskan oleh para ahli.

a. Penyebab Terjadinya Miskonsepsi

Penyebab terjadinya miskonsepsi sangat beragam. Tergantung dari sifat konsep dan bagaimana konsep tersebut diajarkan. Menurut Suparno (2005: 30), pengetahuan itu dibentuk oleh siswa sendiri dalam kontak dengan lingkungan, tantangan, dan bahan yang dipelajari siswa yang mengkontruksi suatu pengetahuan dan mengalami ketidakcocokan terhadap konsep para pakar, maka siswa

tersebut akan mengalami miskonsepsi. Guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik (Djamarah, 2005:21). Miskonsepsi yang dialami siswa juga dapat diakibatkan dari guru yang belum menguasai materi dalam suatu bidang studi. Selain itu guru yang tidak memberikan kesempatan pada siswa untuk menyampaikan gagasannya dapat menyebabkan pula terjadinya miskonsepsi. Karena guru tidak akan pernah tau gagasan yang telah dipahami siswa tersebut sudah benar atau belum (Suparno, 2005: 42).

Menurut Suparno (2005: 29), penyebab miskonsepsi secara garis besar ada lima kelompok.

1) Dari siswa itu sendiri. Penyebab dari siswa dapat terdiri dari berbagai hal seperti prakonsepsi awal, kemampuan, tahap perkembangan, minat, cara berpikir, dan teman lainnya.

2) Dari guru. Penyebab dari guru, misalnya ketidakmampuan guru, kurangnya penguasaan bahan, cara mengajar yang tidak tepat, atau sikap guru yang berelasi dengan siswa yang kurang baik. 3) Dari buku teks. Penyebab miskonsepsi dari buku teks biasanya

terdapat pada penjelasan yang salah dalam buku tersebut.

4) Konteks. Penyebab miskonsepsi dari segi konteks misalnya budaya, agama, dan bahasa sehari-hari. Pembahasan-pembahasan yang salah dan diterima siswa, menjadikan siswa mempunyai miskonsepsi.

5) Dari metode mengajar. Metode mengajar hanya menekankan kebenaran satu segi sering memunculkan salah pengertian pada siswa.

Berdasarkan paparan tentang penyebab miskonsepsi di atas, bahwa penyebabnya tidak hanya dari satu sisi atau aspek. Melainkan dari berbagai aspek, diantaranya guru, siswa, buku teks, konteks dan cara mengajaranya. Metode pengajarannyapun harus diperhatikan agar tidak terjadi miskonsepsi. Selain itu penyebab miskonsepsi diantaranya adalah dari diri pribadi siswa itu sendiri yang kurang memahami mengenai suatu konsep, dan lingkungan serta orang lain yang memberikan pengaruh terhadap miskonsepsi tersebut.

b. Mendeteksi adanya miskonsepsi

Menurut Suparno (1998: 23), ada banyak cara bagi seorang guru untuk mendeteksi salah pengertian siswa dalam hal probabilitas. Peneliti sendiri menggunakan empat cara, yaitu:

1). Tes pilihan ganda dengan suatu pertanyaan terbuka “mengapa?”.

2). Tes pilihan ganda digabungkan wawancara pribadi.

3). Map konsep dengan wawancara, dan

Tes pilihan ganda dengan pertanyaan terbuka “mengapa?”. Pertanyaan pilihan ganda (multiple choice) digunakan untuk melihat dengan cepat apakah siswa menjawab dengan benar persoalaan probabilitas atau tidak. Bahan pertanyaan dipilih yang sungguh mengungkapkan konsep yang sangat penting dalam probabilitas. Sedangkan pertanyaan terbuka “mengapa” akan memberikan pengertian kepada peneliti alasan siswa memilih jawaban tersebut, benar atau salah.

Apabila guru atau peneliti menggunakan tes pilihan ganda digabungkan dengan wawancara. Siswa diberi pertanyaan pilihan ganda, dari hasil pilihan ganda dapat dikethui konsep mana yang kebanyakan masih salah. Berdasarkan beberapa konsep yang memiliki kesalahan yang paling banyak, peneliti mengadakan wawancara dengan siswa yang menjawab salah. Setelaha wawancara siswa ditanya mengapa berpendapat demikian dan dari mana siswa mendapatkan salah pengertian tersebut. Hal yang terpenting dalam wawancara klinis itu adalah mencoba mengerti bagaimana prosesnya sampai siswa mendapatkan salah pengertian tersebut. Wawancara ini tentu saja memakan waktu yang lama dan membutuhkan kepiawaian peneliti untuk memancing gagasan dan jalan pikiran siswa.

Peneliti menggunakan map konsep dan wawancara, maka penulis sendiri pernah menggunakan metode map konsep. Siswa diminta membuat map konsep mengenai probabilitas yang telah mereka

ketahui. Setelah siswa membuat map konsep tersebut dapat dilihat ataupun relasi antar konsep yang tidak pas atau yang salah. Berdasarkan konsep dan relasi yang tidak tepat itulah diadakan wawancara untuk lebih memperdalam alasan sebenarnya. Ketika wawancara peneliti mencoba menggali bagaimana pikiran siswa sampai pada konsep yang salah.

Jika peneliti menggunakan tes esai, hal ini dapat digunakan untuk mendeteksi apakah siswa mempunyai salah pengertian tentang probabilitas.Seperti pada tes pilihan ganda, bahan tes esai harus mencakup semua konsep yang pokok dalam bidang probabilitas. Pada tes esai siswa diminta menjawab persoalan yang diajukan dengan menuliskan semua penalaran mereka sehingga kesimpulan tertentu. Penalaran yang dituliskan itulah, peneliti mencari salah konsep yang dibawa siswa.

Menurut Budi (1992: 127), peneliti dapat mengetahui adanya salah konsepsi yang terjadi, melakukan remidiasi dan berusaha agar kesalahan-kesalahan yang sama dapat dihindari atau dikurangi. Mendeteksi salah konsepsi adalah suatu proses yang sangat penting dalam proses belajar. Salah konsepsi dapat dideteksi antara lain dengan cara sebagai berikut.

1) Hakikat atau makna suatu konsep difahami dengan baik dan dinyatakan dengan jelas.

2) Berdasarkan pemahaman yang benar tersebut dicari kemungkinan-kemungkinan salah konsepsi yang dapat terjadi. 3) Berdasarkan kemungkinan salah konsespi yang dapat terjadi,

disusun soal (dapat berbentuk uraian bebas, isian singkat, maupun pilihan ganda) yang memungkinkan kesalahan dapat dideteksi.

4) Setelah tes dilaksanakan (dapat secara lisan atau tertulis), hasil dianalisi untuk mengetahui secara tepat kesalahan-kesalahan yang sungguh terjadi.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa untuk mendeteksi kesalahan dapat dilihat dengan langkah-langkah dalam mengambil data. Bisa menggunakan tes esai, pilihan ganda dan disertakan wawancara. Hal ini bertujuan untuk mengetahui semakin dalam permasalahan apa yang menyebabkan adanya miskonsepsi pada siswa tersebut.

c. Kiat mengatasi miskonsepsi

Menurut Suparno (2005: 57), secara garis besar langkah yang digunakan untuk membantu mengatasi miskonsepsi sebagai berikut. 1) Mencari atau mengungkap miskonsepsi yang dilakukan siswa. 2) Mencoba menemukan penyebab miskonsepsi tersebut.

Kiat yang tepat untuk membantu siswa mengatasi miskonsepsi adalah mencari bentuk kesalahan yang dimiliki siswa, mencari sebab-sebabnya, dan dengan pengertian dapat menentukan cara yang sesuai untuk mengatasi. Membantu siswa mengatasi miskonsepsi, pertama-tama guru perlu mengerti kerangka berpikir siswa, dengan mengetahui cara berpikir, cara menangkap, dan bagaimana gagasan siswa, guru dapat mengetahui dengan tepat dimana letak miskonsepsi pada siswa sehingga dapat membantunya. Memahami gagasan siswa beberapa hal dapat dibuat:

1) Guru memberi pertanyaan kepada siswa tentang konsep yang biasanya membuat siswa bingung dan siswa diminta menjawab secara jujur. Pertanyaan ini dapat dilakukan secara pribadi maupun umum di kelas, dari jawaban yang jujur itu dapat dilihat apakah gagasan siswa benar atau tidak.

2) Guru mengajak siswa untuk berdiskusi tentang bahan tertentu yang biasanya mengandung miskonsepsi, dan guru membiarkan siswa berdiskusi dengan bebas. Guru memantau dari jalannya diskusi konsep-konsep yang salah.

Berdasarkan paparan tentang kiat mengatasi miskonsepsi di atas, bahwa Kiat yang tepat untuk membantu siswa mengatasi miskonsepsi adalah mencari bentuk kesalahan, sebab-sebabnya, dan dengan pengertian yang dimiliki oleh siswa. Hal ini dapat

menentukan cara yang sesuai untuk mengatasi dan dapat melurusakan sesuai kesalahan yang dilakukannya.

4. Pengertian Pembelajaran Matematika

Menurut Susanto (2013: 186), Pembelajaran Matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa dan mengkonstruksi pengetahuan barusebagai upaya peningkatan penguasaan yang baik terhadap materi Matematika.

Matematika adalah ilmu yang berkenaan dengan gagasan terstruktur yang ditunjukkan melalui hubungan-hubungan yang logis, bersifat abstrak dengan penalaran deduktif berdasarkan landasan kesepakatan yang membentuk suatu system (Hudojo, 1981: 46). Menurut Susanto (2013: 185), adalah salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan berargumentasi, memberikan kontribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari dan dalam dunia kerja, serta memberikan dukungan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Berdasarkan pendapat di atas menyatakan bahwa pembelajaran Matematika tidak hanya pada guru dan siswa, tetapi dari kehidupan sehari-hari. Sebagai salah satu contoh makan sehari berapa kali, uang

saku setiap hari jika dalam satu minggu jumlahnya sampai berapa dan masih banyak lainnya.Selain itu juga pendidikan matematika dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa.

a. Komponen Pembelajaran Matematika

Menurut Wina (2008: 9), komponen pembelajaran Matematika di sekolah meliputi siswa, kondisi pembelajaran dan sumber-sumber belajar.

1) Siswa

Analisis siswa merupakan suatu hal yang penting sebelum merencanakan suatu proses merencanakan suatu proses perencanaan pembelajaran. Pada kegiatan belajar mengajar, siswa merupakan subyek yang belajar. Proses belajar mengajar inilah diharapkan siswa dapat meningkatkan dan mengembangkan perilaku kehidupan yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari baik aspekintelektual atau kognitif, emosional atau afektif maupun keterampilan atau psikomotor. Karakter tiap siswa di dalam kelas sangatlah beragam, untuk itu sebagai guru perlu memperhatikan kemampuan setiap siswanya dengan selalu mengarahkan mereka pada peningkatan kualitas belajar yang lebih baik.

2) Kondisi Pembelajaran

Kondisi pembelajaran merupakan berbagai pengalaman belajar yang dirancang agar siswa dapat mencapai tujuan.Pengalaman belajar hars didorong agar siswa aktif belajar baik secara fisik

maupun non fisik. Dalam perencanaan pembelajaran design yang akan diterapkan haruslah sesuai dengan gaya belajar para siswa, agar siswa dapat belajar dengan motivasi dan gairah.

3) Sumber-Sumber Belajar

Sumber belajar berkaitan dengan segala sesuatu yang memungkinkan siswa untuk memperoleh pengalaman belajar.Sumber belajar bisa ditemukan dimana saja seperti lingkungan sekitar, perpustakaan, buku pelajaran serta media yang akan digunakan siswa juga dapat dijadikan sebagaisumber belajar. Proses pembelajaran dan perencanaan harus dapat menggambarkan apa yang harus dilakukan guru dan siswa dalam memanfaatkan sumber belajar agar dapat dilakukan secara optimal. Sedangkan mendesain pembelajaran perlu juga dicermati pada pelaksanaan untuk menentukan sumber belajar ada dan bagaimana memanfaatkannya.

Berdasarkan beberapa komponen di atas dapat disimpulkan bahwa, ada beberapa hal yang harus diperhatika diantaranya yaitu siswa, kondisi dan sumber-sumber. Hal ini harus benar-benar diperhatikan ketika dalam pembelajan. Pada dasarnya siswa diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan perilaku kehidupan yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari baik aspek intelektual atau kognitif. Kondisi pembelajaranpun harus dirancang

agar siswa dapat mencapai tujuan, sumber yang diberikan harus sesuai dengan tingkatan siswa.

5. Bangun datar segitiga

Menurut Wirasto (1982: 45) segitiga merupakan bangun

Dokumen terkait