• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Pembelajaran bahasa Arab 1.Bahasa Arab

4. Pembelajarankaidah-kaidahbahasaArab

Dalam metode tata bahasa-terjemah, bahasa disajikan dalam bab –bab; atau pelajaran – pelajaran ketatabahasaan singkat yang masing – masing memuat beberapa butir atau kaidah tata bahasa yang disusun serta diilustrasikan dengan contoh – contoh. Ciri – ciri ketatabahasaan memang menjadi fokus perhatian dalam buku pelajaran yang tidak disembunyikan atau ditutup–tutupi oleh sang guru pada pelajaran.

Istilah–istilah teknis ketatabahasaan tidak dihindari. Siswa diharapkan dapat menelaah, mengkaji serta menghafalkan kaidah tertentu beserta contoh – contohnya. Misalnya, paradigma ism, fi’il, harf, atau adawat. Latihan – latihan terdiri dari kata – kata, frase – frase, kalimat – kalimat dalam bahasa ibu yang diterjemahkan oleh siswa ke dalam bahasa sasaran dengan bantuan daftar kosakata dwibahasa untuk mempraktikkan butir atau kelompok butir ketatabahasaan tertentu.

Latihan – latihan lainya dirancang untuk mempraktikkan terjemahan dari bahasa sumber (Arab) ke dalam bahasa target (Indonesia), atau sebaliknya. Kalau siswa telah memperoleh kemajuan, dia dapat maju dan beralih dari penerjemahan kalimat – kalimat terpisah ke arah penerjemahan teks – teks bahasa Arab yang koheren ke dalam bahasa Indonesia, atau dari teks–teks bahasa Indonesia ke dalam bahasa Arab.

Supaya kita memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai metode tata bahasa terjemah, pada bagian berikut ini dikemukakan sebuah contoh pembelajaran bahasa yang menggunakan metode ini.

Sebelum pelajaran dimulai, para siswa sudah duduk di tempat masing – masing dengan buku terbuka, siap menanti pelajaran baru. Pada halaman depan buku mereka terdapat sebuah “bacaan pilihan”, yang didahului oleh beberapa kosakata bahasa Arab dengan padanan katanya dalam bahasa Indonesia. Kegiatan pembelajaran diawali oleh guru dengan mengucapkan beberapa kosakata, yang harus dihafalkan oleh siswa, lalu menjelaskan maknanya dengan menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Sementara itu para siswa mencatat kata – kata baru pada saat guru membacakan terjemahanya.

Selanjutnya, dengan bahasa Indonesia, guru menyuruh beberapa orang siswa untuk membaca bahan bacaan pilihan dalam buku dengan suara nyaring. Bila siswa melakukan kesalahan, maka dalam seketika guru langsung memperbaiki kesalahan tersebut, dan siswa akan langsung melanjutkan bacaanya tanpa mengulangi koreksi yang diberikan oleh guru. Setelah siswa selesai membaca, guru akan memerintahkan murid yang lain untuk membaca secara bergantian. Setelah beberapa menit, ketika siswa terlihat sudah mulai bosan, guru mulai membacakan beberapa kalimat dengan suara nyaring kepada para siswa dan kemudian memberikan kesempatan beberapa menit kepada mereka untuk membaca bagian tersebut dalam hati.

Setelah menyelesaikan bacaan, siswa diminta untuk menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, beberapa kalimat yang baru saja mereka baca. Bila perlu, guru sendiri akan memberi bantuan kepada setiap siswa yang menemui kesulitan dalam menerjemahkan beberapa kalimat. Ketika para siswa sudah menyelesaikan bacaan dan menerjemahkan paragraf, guru

bertanya kepada mereka tetap dengan menggunakan bahasa Indonesia apakah ada diantara mereka yang mempunyai pertanyaan terkait dengan makna suatu kata atau isi bacaan. Pertanyaan dari siswa dan jawaban dari guru sama–sama dalam bahasa Indonesia.

Kalau para siswa tidak memiliki pertanyaan lagi, guru akan meminta mereka untuk menulis jawaban atas soal – soal pemahaman yang disajikan pada akhir bacaan. Soal – soal itu dalam bahasa Arab dan para siswa diperintahkan untuk menulis jawaban atas soal – soal itu dalam bahasa Arab juga. Mereka mengerjakan nomor pertama bersama – sama sebagai contoh. Seorang siswa akan membaca soal pertama dengan suara nyaring, lalu siswa yang lain akan menjawab pertanyaan itu. Kalau salah, guru akan langsung mengoreksinya, dan kalau benar para siswa secara sendiri – sendiri akan melanjutkan pekerjaan yaitu menyelesaikan sisa pertanyaan.

Sebagai tambahan di luar pertanyaan – pertanyaan yang terkait dengan informasi yang terkandung dalam bacaan paragraf, para siswa menjawab dua jenis pertanyaan yang lain. Jenis pertanyaan yang pertama, mereka harus membuat kesimpulan – kesimpulan yang didasarkan pada pemahaman mereka terhadap bahan bacaan. Dan jenis pertanyaan yang lain adalah yang menuntut para siswa untuk menghubungkan isi bacaan tersebut dengan pengalaman hidup mereka sendiri.

Setelah separuh jam, guru dengan tetap berbicara dalam Bahasa Indonesia, meminta para siswa untuk berhenti dan memeriksa pekerjaan mereka. Satu persatu siswa akan membaca satu soal lalu membaca jawaban

membaca pertanyaan berikutnya. Jika siswa itu salah, maka guru akan memilih seorang siswa yang lain untuk memberikan jawaban yang benar.

Sambil memberitahukan kegiatan berikutnya, guru meminta para siswa untuk membuka halaman buku mereka yang biasanya menyediakan daftar kosakata untuk latihan kosakata. Pengantar bagian latihan dari buku mereka menjelaskan kepada para siswa bahwa itu adalah kata – kata yang diambil dari bacaan yang baru saja mereka baca. Mereka juga diberitahu bahwa sebagian dari kata – kata itu adalah kata ulangan dan sebagian yang lain adalah kata – kata yang baru bagi mereka.para siswa diperintahkan untuk memberi padanan bahasa Indonesia untuk kata–kata baru tersebut.latihan ini dikerjakan oleh siswa didalam kelas secara bersama – sama. Jika tidak seorang siswapun yang mengetahui terjemahan suatu kata, maka guru yang memberitahukanya.

Berikutnya guru melanjutkan pembelajaran dengan penjelasan tentang kaidah tata bahasa. Di papan tulis, guru telah membuat kerangka penggunaan suatu “kaidah” bahasa Arab; yang contoh – contohnya diambil dari bahan bacaan sebelumnya. Kaidah – kaidah dijelaskan secara rinci dalam bahasa Indonesia. Kalau para siswa tidak terbiasa dengan suatu istilah ketatabahasaan yang dipakai dalam penjelasan, maka guru akan memberikan waktu tambahan untuk mengajarkan istilah tersebut. Para siswa menyalin kaidah – kaidah, penjelasan berikut contoh – contoh dan ketentuan – ketentuan khusus dalam buku tulis mereka.

Sisa waktu pelajaran dipergunakan untuk mengerjakan tugas – tugas tertulis, biasanya yang ada kaitanya dengan tata bahasa, dari bahasa Indonesia

ke bahasa Arab yang sedang dipelajari, atau sebaliknya. Para siswa yang tidak dapat menyelesaikan tugas – tugas ini, sebelum kelas berakhir mereka diminta untuk mengerjakan serta menyelesaikannya di rumah, di samping menghafalkan kosakata untuk kepentingan pelajaran membaca bagian berikutnya.(Aziz Fachrurrozi dan Erta Mahyuddin, 2010 : 45-48

Menurut sistem lama, gramatika (Qawa’id) adalah merupakan materi yang harus disajikan secara prioritas, sebelum mempresentasikan materi pelajaran yang lainnya. Khususnya di dalam pembelajaran bahasa Arab. Namun setelah bahasa Arab berkembang, maka posisi gramatika (Qawa’id) beralih fungsi, tidak lagi seperti semula. Bahkan menurut pendapat terbaru tegas Mahmud Yunus, gramatika (Nahwu dan Sharaf) itu disajikan secara sambilan dalam pembelajaran membaca (muthala’ah), bercakap-cakap (muhadatsah), dan hafalan (mahfudzat) pada tingkat ibtidaiyah. Sesudah itu tegas Mahmud Yunus lebih lanjut, baru diajarkan nahwu dan sharaf sesuai dengan metode yang teratur.

Gramatika (Qawa’id) secara etimologis adalah dasar, pedoman, asas, peraturan. Dapat juga diartikan rumusan asas-asas yang menjadi hukum. Disamping memiliki pengertian undang-undang baku yang dihimpun secara terikat. Sedangkan pengertian Qawa’id (Gramatika) secara terminologis adalah sebuah premis umum yang dikonsiderasikan dengan seluruh spesisnya. Pemahaman yang hampir senada dipaparkan oleh Amin Ali al-Sayyid, bahwa Qawa’id (Gramatika) adalah sebuah paradigma yang bersifat universal disimpulkan dari perkataan orang Arab. Jadi, dari beberapa paradigma di atas

menjadi konsensus para linguis, dan harus diikuti oleh pemakai bahasa serta dikonsenderasikan dengan penutur aslinya.

Adapun tujuan pembelajaran Qawa’id secara umum adalah “agar siswa dapat memahami dan memberi pemahaman terhadap lawan bicaranya tentang pembicaraan atau tulisan secara baik dan benar”.Dengan demikian, bukan berarti gramatika itu sebagai tujuan langsung, akan tetapi hanya sebagai medium untuk mencapai tujuan dimaksud.

Teknik Pembelajaran Gramatika (Qawa’id). Gramatika dalam proses pembelajarannya bisa dilakukan melalui al-Tadrib al-lughawi (Latihan Bahasa). Dan teknik pembelajaran gramatika melalui proses Tadrib al-Lughawiini memiliki tujuan sebagai berikut:

a. Melatih peserta didik menggunakan kalimat dan lafal yang benar.

b. Membentuk kebiasaan peserta didik berbahasa yang baik melalui proses peniruan.

c. Pendidik memperkaya peserta didik dengan lafal dan struktur bahasa. d. Peserta didik mampu mengetahui benar dan salah suatu pembicaraan

yang diekspresikan atau ditulis.

e. Pendidik mengajarkan beberapa problema gramatika secara praktikal. (Zulhannan, 2014 : 112-113)

Di dalam kajian linguistik modern dikenal beberapa teori tata bahasa, antara lain :

a. Teori tradisional; yang dianut oleh sebagian besar buku-buku tata bahasa Arab.

b. Teori konstituen langsung; yang memandang bahwa setiap kalimat terdiri atas dua komponen pembentuknya, masing-masing komponen itu pun terdiri atas dua sub-komponen. dst.

c. Teori tagmemik; yang menganggap bahwa kontruksi kalimat suatu bahasa dapat diklasifikasikan melalui dua perspektif, yaitu sharfiyah dan nahwiyah/fungsional. Jenis kontruksi bahasa dapat diketahui berdasarkan posisinya dalam sebuah pola kalimat.

d. Teori transformasional; yang menganggap bahwa, setiap kalimat terdiri dari struktur lahir dan struktur batin. Struktur batin menampakkan wujudnya dalam bentuk struktur lahir melalui kaidah-kaidah transformasi.

Keempat teori tersebut di atas masing-masing mempunyai andil dalam pengajaran struktur bahasa, di antaranya adalah, melalui teori tradisional, dapat diketahui jenis-jenis kata(isim, fi’il, harf)dan berbagai macam fungsi gramatikal (fa’il, maf’ul, mubtada’, khabar, dsb). Teori konstituen langsung dapat digunakan untuk menganalisis kalimat dan mengganti komponen-komponennya. Teori tagmetik mempunyai andil dalam menyajikan pola-pola kalimat yang menjadi dasar latihan penguasaan struktur bahasa. Teori transformasional memberikan landasan teoritis jenis-jenis latihan tertentu, mengubah kalimat positif menjadi kalimat negatif, jumlahismiyahmenjadi jumlahfi’liyah, dsb.

Setiap kalimat terdiri atas makna gramatikal dan makna leksikal. Makna gramatikal sebuah kalimat dapat diketahui melalui:

b. Bentuk kata (al-shighah al-sharfiyah) c. Intonasi (al-tanghim)

d. Partikel/kata tugas (al-kalimat al-wazhifiyah)

Guru harus berupaya agar siswa menyadari peranan “alat-alat sintaksis” itu dalam memahami makna kalimat secara keseluruhan.Walaupun jumlah kalimat yang terdapat pada setiap bahasa tidak terbatas, tetapi sebenarnya kalimat-kalimat tersebut tersusun atas pola-pola yang jumlahnya terbatas setiap kalimat. Dengan demikian, tersusun atas suatu pola tertentu, tetapi satu pola kalimat dapat diwujudkan menjadi kalimat-kalimat yang tidak terbatas jumlahnya. Jumlah pola kalimat yang terdapat dalam suatu bahasa bersifat relatif, tergantung pada teori linguistik yang menjadi pijakannya.

Pengajaran struktur bahasa sebenarnya merupakan pengajaran pola-pola kalimat. Strategi yang paling baik mengajarkan pola-pola kalimat adalah dengan melalui latihan-latihan, misalnya melalui:

• Penggantian tetap • Penggantian berpindah • Penggantian sederhana • Penggantian ganda

• Penggantian stimulus lisan • Penggantian stimulus gambar • Penggantian stimulus konkrit • Penggantian stimulus tak-pengaruh • Penggantian stimulus berpengaruh

• Penggantian kumulatif • Penggantian tak-kumulatif • Latihan sirkuler

• Latihan berantai • Latihan empat langkah • Latihan menggabungkan • Latihan menambahkan • Latihan menyempurnakan • Latihan mengubah • Latihan perluasan • Latihan substitusi • Latihan melengkapi • Latihan mengurutkan • Latihan pilihan ganda • Latihan melengkapi harakat • Latihan revisi bentuk

Agar lebih bermakna, tata bahasa disajikan dalam konteks, misalnya melalui :

• Penggunaan contoh-contoh konkrit • Penggunaan nama-nama siswa

antara struktur yang sebaiknya dihubungkan dengan situasi konkrit adalah: strukturistifham(introgatif), strukturnida’ (vokatif), struktur tafdhil(komparatif), dan struktur bersyarat.

Guru diperkenankan memberikan kaidah umum yang mendasari sebuah struktur konsep-konsep gramatika seperti istilah fi’il, mubtada’ khabar tidak perlu diperkenalkan kepada siswa tingkat pemula. Guru sebaiknya membandingkan struktur baru yang akan diajarkan dengan struktur yang telah siswa pahami sebelumnya. Guru harus memperhatikan aspek bentuk dan makna sekaligus ketika mengajarkan struktur, latihan struktur diberikan secara lisan kemudian secara tulisan. Guru harus memilih latihan yang sesuai dengan bentuk struktur bahasa yang akan diajarkan. Guru harus memvariasi teknik pengajaran. Guru harus senantiasa mengadakan muraja’ah (review) terhadap struktur yang telah diajarkan, jika siswanya banyak, latihan-latihan/pengulangan klasikal dan kelompok hendaknya yang dominan, sedangkan jika siswa sedikit, fokuskan pada latihan individual. Guru sebaiknya menuliskan struktur baru didepan papan tulis dan menggunakan media audio/visual yang memadai dalam memperkenalkan struktur baru, guru harus menggunakan kosa kata yang sudah dipahami siswa.

Langkah-langkah menyajikan struktur bahasa dengan sistem terpisah (nazariyyat al-furu’) adalah sebagai berikut:

a. Guru menuliskan contoh kalimat yang mengandung struktur baru di papan tulis

b. Guru memberikan garis atau menuliskan dengan kapur/spidol warna pada bagian struktur yang hendak diajarkan

c. Guru “menjelaskan” makna yang ditunjukkan struktur baru dengan teknik yang sesuia

d. Guru “menjelaskan” bentuk (sighat) struktur baru yang sedang diajarkan

e. Guru membandingkan struktur baru dengan struktur “sejenis” yang telah dikuasai siswa sebelumnya

f. Guru memberikan contoh lain untuk lebih memantapkan penguasaan struktur baru

g. Guru menugaskan siswa untuk memberikan contoh lain sesuai struktur yang sedang diajarkan

h. Guru dengan siswa bersama-sama membuat generalisasi

i. Guru memberikan latihan-latihan secara lisan kemudian secara tulisan mengenai struktur baru

j. Guru mengecek kembali penguasaan siswa terhadap struktur yang telah diajarkan. (Aziz Fachrurrozi dan Mukhshon Nawawi, 2010 : 22-26)

5. MetodepembelajaranbahasaArab

Metode pengajaran mempunyai sejarah panjang dan berliku dalam kajian pengajaran bahasa. Sejarah pengajaran bahasa telah banyak diwarnai oleh berbagai gagasan mengenai apa bahasa itu dan bagaimana bahasa itu dipelajari. Penerapan teori mengenai hakikat bahasa dan belajar bahasa dalam bidang pengajaran bahasa berdampak pada munculnya beraneka ragam metode pengajaran bahasa secara silih berganti. Keanekaragaman metode pengajaran bahasa adalah refleksi dari keragaman cara pandang

Pergulatan pemikiran itu di antaranya dapat dilacak dari berbagai istilah yang muncul dalam kaitannya dengan metode pengajaran bahasa, misalnya tersebarlah banyak istilah yang dipakai para ahli dalam menganalisis pengajaran bahasa.Istilah-istilah seperi pendekatan (approach), rancang bangun (design), metode praktik, prinsip, prosedur, strategi, taktik, dan teknik sering menghiasi berbagai literature.Istilah-istilah tersebut meruncing menjadi tiga istilah pokok, yaitu pendekatan, metode dan teknik.

Karena itu terasa penting sejak awal kita mendiskusikan beberapa persoalan semisal apakah ketiga terminology tersebut berbeda atau justru sama? Kenyataannya ketiga istilah tersebut sering dipahami secara tumpang tindih dalam pengajaran bahasa. Orang sering kali menyebut salah satu dari tiga istilah tersebut tetapi yang dimaksud adalah yang lain. Bahkan, orang-orang cenderung menggunakan istilah metode untuk menyebut ketiga istilah tersebut.Sebagian orang berpikir bahwa ketiga istilah tersebut mengacu pada satu konsep yaitu sebuah prosedur tentang pengajaran suatu bahasa.

Edward Anthony (1963), Sebagaimana di kutip oleh Aziz Fachrurrozi dan Erta Mahyddin ( 2010 : 2) barangkali linguis terapan pertama yang mengusulkan kerangka analisis untuk memahami istilah-istilah pokok dalam pengajaran bahasa tersebut. Menurut Anthony, ketiga istilah tersebut mempunyai hubungan hirarkial. Pendekatan berada pada tingkat teratas yaitu tingkatan teori.di bawahnya ada metode yang merupakan rencana pengajaran bahasa yang selaras dengan teori-teori tentang bahasa dan pembelajaran bahasa yang diyakininya.ketiga hal tersebut memiliki hubungan dalam hal aksioma yang diperankan oleh pendekatan, procedural

yang diperankan oleh metode, dan implementasi yang diperankan oleh teknik.

Penjelasan Anthony untuk pendekatan, metode, dan teknik dapat digambarkan dengan skema berikut.

Gambar 2.1 Hubungan Pendekatan, Metode dan Teknik menurut Edward Anthony (1963:63)

Pendekatan adalah serangkaian asumsi (majmu’ahminal-iftiradhat) yang berkaitan dengan sifat alami/hakikat bahasa dan sifat alami/hakikat pengajaran bahasa, serta pembelajaran bahasa. Pendekatan berbentuk hipotesa-hipotesa dan kepercayaan-kepercayaan tentang bahasa, pembelajaran bahasa, dan pengajaran bahasa. Seseorang bisa memiliki pemahaman yang berbeda tentang kepercayaan-kepercayaan dan

hipotesa-TEKNIK

(Ushlub Ijra'iy/Technique)

apa yang benar-benar berlangsung dalam kelas pembelajaran bahasa

METODE (Thariqah/Metode)

Rencana menyeluruh pengajaran bahasa yang konsisten dengan suatu pendekatan

PENDEKATAN (Madkhal /Approach)

serangkaian asumsi yang berkaitan dengan hakikat bahasa dan hakikat pembelajaran bahasa

pengajaran. Hipotesa-hipotesa atau kepercayaan-kepercayaan yang telah ada bisa juga diterima begitu saja tanpa koreksi. Namun disisi lain, oang-orang pun bisa berbeda pendapat tentang suatu hipotesa. Oleh karen itu, dalam pengajaran bahasa kita temukan berbagai hipotesa yang berbeda-beda tentang hakikat bahasa dan pengajaran bahasa. Dari hipotesa-hipotesa tentang bahasa dan pembelajaran bahasa, suatu meode akan dikemabangkan, dan bisa jadi beberapa metode dilahirkan dari satu pendekatan.

Ricard dan Rodgers (2003:20-21) menyatakan bahwa paling tidak ada tiga aliran yang berbeda pandangan tentang sifat alami bahasa, yakni: aliran struktural, aliran fungsional(atau aliran nasional) dan interaksional. Aliran struktural melihat bahasa sebagai suatu sistem yang terbentuk dari beberapa elemen yang berhubungan secara struktur. Sementara aliran fungsional menganggap bahasa sebagai suatu alat (media) untuk mengungkapkan makna-makna fungsional. Aliran ini menekankan perhatiannya tidak hanya pada elemen-elemen tata bahasa (seperti aliran struktural) tetapi juga pada topik-topik atau konsep-konsep yang ingin dikomunikasikan oleh para siswa yang belajar bahasa. Sementara itu aliran ketiga berpandangan bahwa bahasa adalah suatu sarana(media) untuk menciptsakan hubungan-hubungan interpersonaldan interaksi-interaksi sosial antara individu. Ketia pandangan yang berbeda tersebut akan mengarahkan kita untuk memiliki hipotesa-hipotesa yang berbeda tentang apa itu bahasa dan pada akirnya akan melahirkan beragam metode dalam pengaajaran bahasa. Sebagaimana di kutip oleh (Aziz fachrurrozi dan Erta mahyuddin 2010 : 5-6)

1. Metode (Thariqah/Method)

Istilah metode berasal dari bahasa Yunani, methodos, yakni serangkaian langkah yang memandu ke arah pencapaian tujuan. Padanannya dalam bahasa Arab adalah kata thariqah yang dalamal-wasith(2004) secara harfiah berarti jalan, cara tindak, dan pendirian.

Telah dinyatakan sebelumnya, pendekatan berada pada level teoritis sementara metode adalah rencana dari pengajaran bahasa yang konsisten dengan suatu pendekatan. Metode menjadi kelanjutan pendekatan karena rencana pengajaran bahasa harus dikembangkan dari teori-teori tentang sifat alami bahasa dan pembelajaran bahsa. Lalu, apa makna istilah “metode” sebenarnya? Sebagian orang berpendapat bahwa istilah ini berarti serangkaian prosedur pembelajaran; sebagian lagi berpandangan bahwa metode ini tidak berhubungan dengan prosedur pembelajaran. Sebagian yang lagi, mengatakan bahwa metode bermakna keterampilan bahasa yang diunggulkan; dan sebagian orang lain menyatakan makna metode sebagai jenis dan kosakata dan struktur bahasa. Perbedaan makna “metode” “dapat di rujuk dari namabeberapa metode pembelajaran bahasa .kata metode, dalam metode langsung mengacu kepada suatu aspek dari pengajaran bahasayaitu penyajian materi.Kata”metode”dalam metode membaca mengacu pada penekanan dari suatu keterampilan berbahasa: yaitu keterampilan membaca, sementara dalam metode tata bahasa-terjemahan, kata “metode” menekankan pada aspek materi pengajaran, yaitu tata bahasa dan

Menurut Mackey (1975: 157) semua pengajaran, baik yang produktif maupun yang kurang produktif, akan melibatkan pemilihan (ikhtiyar/selection),penjenjang(taddaruj/gradation),penyajian

(taqdim/presentation), dan pengulangan (tikrar/repetiton). Pembelajaran melibatkan “pemilihan” karena kita tidak bisa mengajarkan keseluruhan aspek bahasa; kita harus memilih bagian yang ingin kita ajarkan. Pembelajaran juga melibatkan “penjenjangan” (gradasi) karena kita tidak bisa mengajar semua yang telah kita pilih secara serempak; kita harus meletakkan satu setelah yang lain. Pembelajaran juga terkait dengan “prestasi” karena kita tidak bisa mengajar bahasa tanpa mengomunikasikannya kepada siswa; kita harus menyajikan apa yang kita pilih kepada siswa. Akhirnya pembelajaran juga terkait dengan “pengulangan” karena kita tidak bisa membuat siswa belajar bahasa tanpa adanya pengulangan bahan-bahan yang sedang mereka pelajari., kita harus mengajarkan keterampilan-keterampilan berbahasa dengan praktik; semua keterampilan-keterampilan bergatung pada praktik. Oleh karena itu, semua metode perlu memasukan empat langkah pengajaran diatas.

Metode adalah rencana menyeluruh yang berhubungan dengan penyajian materi pembelajaran secara teratur dan tidak saling bertentangan dan didasarkan pada suatu pendekatan. Karena rencana itu dikembangkan berdasarkan pada hipotesa-hipotesa yang sama, maka tidak ada bagian dari rencana yang kontradiktif dan setiap bagian membentuk suatu kesatuan. Kesatuan suatu metode membuat suatu

metode berbeda. Meskipun beberapa hipotesa dari dua metode yang berbeda bisa berasal dari teori-teori yang sama, namun beberapa hipotesa yang lain bisa juga dikembangkan dari teori-teori yang berbeda. Seberapapun ukurannya, perbedaan itu akan membuat kesatuan satu metode berbeda dari yang lainnya. (Aziz Fachrurrozi dan Erta Mahyuddin, 2010 : 9-10)

2.Teknik (UlsubIjra’iy/Technique)

Perbedaan antara metode-metode dapat dengan mudah diamati dari teknik-teknik yang dilahirkan. Teknik bersifat implementasional, artinya, suatu teknik adalah apa yang benar benar berlangsug dalam kelas pembelajaran bahasa atau dengan kata lain strategi yang digunakan untuk mencapai sasaran. Semua aktifitas yang berlangsung dalam suatu kelas bahasa adalah teknik.

Teknik tergantung pada guru, imaginasi dan kreatifitasnya serta komposisi kelas. Para guru bahasa biasanya mengembangkan teknik-teknik mereka sendiri sepanjang teknik-teknik tersebut masih konsisten dengan hipotesa-hipotesa atau teori-teori dari metode landasan pengembangan teknik-teknik tersebut. Penggunaan media seperti tape recorder , radio, CD interaktif, multimedia, closed-circuit television, chart tembok, kartu flash dan sebagainya dalam pengajaran bahasa adalah contoh-contoh teknik.

Suatu persoalan dapat diatasi dengan berbagai macam teknik dalam pengajaran dan pelajaran bahasa banyak tergantung pada metode dan pendekatannya. Berikut adalah beberapa contoh teknik mengoreksi

a. Guru memberikan pujian atau kritik sehingga para siswa bahasa dapat belajar untuk mengandalkan diri mereka sendiri (Metode Guru Diam). b. Guru sering kali memberi pujian ketika seorang siswa melakukan suatu

Dokumen terkait