• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. TINJAUAN SINGKAT PEMBENTUKAN CLI

4.2. Pembentukan CLI di Indonesia

Di Indonesia, penerapan penggunaan perangkat leading indicator mengalami perjalanan panjang dan berliku bahkan sampai sekarang pun masih mengalami kendala. Awalnya, sekitar tahun 1992, Bank Indonesia mulai merintis pembentukan leading indicator dengan menggunakan pendekatan growth cycle, yang mana bekerjasama dengan CPB (Central Planning Bureau) Netherland. Kendala utama yang dihadapi adalah penggunaan software yang sulit diaplikasikan. Selanjutnya Bank Indonesia bekerjasama dengan ECRI

mengembangkan pembentukan CLI yang lebih baik menggunakan pendekatan growth rate cycle sekitar tahun 1997-1998. Saat itu mulai dibentuk pula leading indicator untuk inflasi. Kendala yang dihadapi masih seputar software yang tidak dimiliki Bank Indonesia membuat pembentukan leading indicator masih dilaksanakan ECRI, dan Indonesia hanya menyediakan data yang dibutuhkan saja. . Peninjauan kembali konsep pembentukan leading indicator dilakukan berdasarkan pembelajaran ulang baik dari pendidikan maupun studi pustaka. Hasil yang didapat menimbulkan kerancuan karena penggunaan penggabungan pendekatan growth cycle dan growth rate cycle. Sampai saat ini, Bank Indonesia masih bekerjasama dengan OECD dan membuat pelatihan oleh Cabinet-Office Jepang dalam rangka menyempurnakan leading indicator yang dapat dipercaya. Salah satu direktorat Bank Indonesia, yaitu Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter (DSM) mengembangkan suatu indikator yang disebut prompt indicator, yang bertujuan untuk memberikan informasi lebih awal mengenai perkembangan ekonomi, agar arah kebijakan moneter dapat lebih terarah dan menghindari kemungkinan terjadinya krisis.

Sampai saat ini, metode pembentukan leading indicator di Indonesia terus berkembang seiring dengan peningkatan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mendukungnya. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk membentuk composite leading index. Indonesia sendiri banyak mengacu pada metode yang dikembangkan OECD, yang mana juga mengacu pada metode yang dikembangkan oleh NBER. Tetapi dalam metode OECD pun, terdapat beberapa alternatif cara dalam proses pengestimasian unsur trend-nya, bisa

menggunakan metode PAT (Phase Average Trend) atau metode HP (Hodrick-Prescott) filter.

Kelemahan dari metode PAT ini adalah tidak stabilnya titik balik perekonomian yang telah ditentukan, khususnya pada akhir periode, sehingga akan mempengaruhi prediksi arah perekonomian dan lead time dari suatu indikator. Pengguna metode ini harus berhati-hati khususnya pada saat melakukan up dating data karena ada kemungkinan up dating tersebut akan menyebabkan terbentuknya titik balik baru. Pada situasi ini, metode PAT akan menghitung pertumbuhan trend baru yang kemungkinan akan secara drastis merubah slope garis trend, sehingga akan mempengaruhi kestabilan titik balik perekonomian yang telah ditentukan. (Buchori, 1998). Selain itu untuk dapat menggunakan metode PAT ini membutuhkan software yang jarang digunakan dan tidak bersifat user friendly yaitu Javelin 3 plus, program CIND (Conjungtuur Indonesia), dan Micro TSP (Time Series Program) version 7.0. Meskipun begitu, tidak ada metode yang sempurna dalam memprediksi trend, termasuk HP filter, karena proyeksi trend merupakan suatu hal yang sangat sulit, seperti yang dikemukakan oleh Hodrick dan Prescott.

Banyak sekali kendala yang harus dihadapi dalam pembentukan CLI ini selain dari permasalahan metode dan softwarenya. Penentuan seri acuan merupakan dasar utama masalah, dimana terdapat perbedaan pendapat dari para peneliti yang menggunakan single series dan yang menggunakan multiple series. Indikator-indikator yang digunakan dalam penelitian sebelumnya dan tergolong

ke dalam leading indicators mungkin juga sudah tidak relevan lagi dan telah berubah fungsi bila dilihat dari kondisi ekonomi negara pasca krisis saat ini.

Dalam setiap penelitian, tidak ada indikator atau komposit indikator yang sangat sempurna, sehingga diperlukan review secara berkala untuk siklikal indikator, seperti halnya untuk setiap metodologi peramalan untuk meyakinkan bahwa indikator-indikator yang digunakan sebelumnya masih mewakili proses ekonomi dan secara tehnik masih menjadi indikator yang baik, dan perlu juga untuk menambah atau mengganti beberapa indikator dengan indikator baru ke dalam komposit.

Berikut akan dijabarkan perbandingan perbedaan metodologi pembentukan CLI Indonesia dari awal pembentukannya sampai metodologi yang digunakan sebelum akhirnya menerapkan metode OECD. Kegagalan metode Leading Indicator (LI-2000) antara lain disebabkan oleh :

1. Ketidakjelasan dari pendekatan analisa siklikal yang digunakan karena adengan danya penggabungan teknik analisis siklikal membuat proses trend adjustment terjadi berulang-ulang, yang sebetulnya tidak perlu dilakukan dalam data berbentuk pertumbuhan.

2. Data yang sudah dalam bentuk pertumbuhan seharusnya tidak perlu dilakukan dekomposisi data, tetapi pada metode LI-2000 tetap dilakukan sehingga proses pembersihan datanya dilakukan berulang.

3. Tidak dilakukan proses eliminasi data ekstrim, menjadi penyebab pergerakan leading indicator sangat berfluktuasi.

Tabel 2. Perbandingan Metodologi dalam Pembentukan CLI Indonesia

Central Planning Bureau Economic Cycle Research Institute LI-2000

Konsep Growth cycle Classical business cycle dan Growth Rate

Cycle (SMGR) Gabungan antara growth cycle dan growth rate cycle (SMGR)

Seri rujukan Seri tunggal • Komposit beberapa indikator (LIE)

• Seri tunggal (LII)

Seri tunggal

Persiapan data Interpolasi menggunakan

program CIND • Interpolasi menggunakan A2Q (program

ECRI)

• Data dibuat stasioner

• Interpolasi data kuartalan dengan metode sederhana (dibagi 3)

• Data tidak dibuat stasioner

Dekomposisi • Menghilangkan unsur

seasonal, trend dan irregular

• Seasonal adjustment menggunakan X-11

• Irregular dihilangkan dengan

weighted MA

• Detrending dengan Phase Average Trend

• Hanya menghilangkan unsur seasonal • Seasonal adjustment dengan X-11 yang

dimodifikasi dengan memasukkan imlek • Seasonal adjustment dengan

menghitung rasio

• Menghilangkan unsur seasonal,

trend, dan irregular

• Seasonal adjustment dengan X-11 Eviews

• Komponen I = (C+I) – C

• Detrending dengan Phase Average Trend

Pembentukan

Komposit • Pembobotan sama

• Amplitude adjustment: standarisasi dan normalisasi

• Analisa siklus dilakukan pada data deviasi dari trend PAT (rasio terhadap trend)

• Pembobotan sama (pembobotan secara tidak langsung pada saat standarisasi data, berdasarkan volatilitas)

• Amplitude adjustment : standarisasi, normalisasi dan pengalian dengan

amplitude adjustment factor

• Analisa siklus dilakukan pada data SMGR

• Pembobotan berdasarkan korelasi dan volatilitas (secara garis besar sama dengan amplitude adjustment, namun tidak dikalikan dengan

amplitude adjustment factor

• Analisa siklus dilakukan pada deviasi data SMGR dari trend PAT (difference dari trend)

Penentuan titik

balik • Analisa grafis

• Koefisien korelasi • Metode Bry-Boschan

• Metode Bry-Boschan (12 CMA, Spencer curve B, MCD 9 MA)

• Clustering untuk penentuan final titik balik

• PAT digunakan untuk menentukan rata-rata shock kembali ke trendnya. Angka rata-rata tersebut menentukan nilai MA untuk MCD

• Dihitung lead profile berdasarkan

confidence interval (randomized test of match pair)

• Metode Bry-Boschan (12 MA, Spencer curve B, MCD 6 MA)

Dokumen terkait