• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian citra adalah abstrak (intangible) dan tidak dapat diukur secara sistematis, tetapi dampaknya bisa dirasakan dari hasil penilaian baik atau buruk.

Citra yang baik dalam suatu organisasi akan mempunyai dampak yang menguntungkan, sedangkan citra yang jelek akan mempunyai dampak merugikan organisasi.

Citra yang baik berarti masyarakat (khususnya publik) mempunyai kesan positif terhadap suatu organisasi, sedangkan citra yang kurang baik berarti masyarakat mempunyai kesan yang negatif terhadap organisasi. Citra sendiri merupakan reputasi dan prestasi yang hendak dicapai oleh bagian public relations atau humas.

Bernstein dalam Gronroos, image adalah realitas. Oleh karena itu, program pengembangan dan perbaikan citra harus didasarkan pada realitas. Jika salah (citra tidak sesuai dengan realitas), dan kinerja baik, itu adalah kesalahan kita dalam berkomunikasi. Jika citra itu benar dan merefleksikan kinerja kita yang jelek, itu berarti kesalahan kita dalam mengelola organisasi.

Citra adalah realitas, oleh karena itu jika komunikasi tidak cocok dengan realitas, secara normal realitas akan menang. Jika masalah citra adalah problem yang nyata, hanya tindakan nyata pulalah yang akan menolong.

Citra tidak bisa dibangun dengan kebohongan informasi. Membangun citra di atas informasi yang tidak benar, tidak akan mampu meningkatkan citra, malah sebaliknya citra akan menjadi rusak. Agar citra yang dipersepsikan oleh masyarakat baik dan benar (dalam arti ada konsistensi antara citra dengan realitas), citra perlu

dibangun secara jujur. Cara yang sudah digunakan secara luas dan mempunyai kredibilitas yang tinggi, yaitu hubungan masyarakat.

Hubungannya dengan konsumen, Marken mengatakan bahwa sasaran yang sangat hebat untuk menciptakan konsumen. Sedangkan Gaulke dalam Marken mengatakan bahwa tujuan hubungan masyarakat adalah merancang dan melindungi citra organisasi. Jadi, peranan hubungan masyarakat dalam mengembangkan citra telah dibuktikan dan mendapat dukungan pendapat dari para ahli hubungan masyarakat. Hubungan masyarakat harus disusun sedemikian rupa agar mampu menarik dan menciptakan citra yang positif.

Berikut ini sebelas prinsip dalam hubungan masyarakat yang diberikan oleh Steven:

1. Katakan kebenaran. Setiap informasi kebenaran dan bukan kebohongan.

2. Hubungan masyarakat seharusnya bersifat membujuk. Aktivitas hubungan masyarakat baik dalam kegiatannya maupun bahasanya, harus mampu membujuk masyarakat agar mau memperhatikan dan kalau bisa melakukan hubungan dengan organisasi.

3. Yakin dengan misi yang ingin dicapai. Keyakinan terhadap pencapaian misi akan menciptakan suasana kerja yang baik, sehingga aktivitas hubungan masyarakat akan berjalan dengan baik pula.

4. Mampu membangkitkan imajinasi. Hendaknya hubungan masyarakat dibangun agar masyarakat mampu membuat imajinasi atas informasi yang diterimanya.

Kemampuan membuat imajinasi ini akan menyebabkan daya ingat masyarakat menjadi kuat.

5. Hubungan masyarakat harus dipersiapkan secara matang.

6. Pekerjaan (hubungan masyarakat) yang anda lakukan harus diperlakukan seolah-olah hidup anda bergantung padanya. Dengan perkataan lain, pekerjaan harus dilakukan sebaik-baiknya dan dengan sepenuh hati.

7. Jadilah pendengar yang baik. Hal ini berarti, perencana hubungan masyarakat harus mampu mendengarkan saran dan masukan dari berbagai pihak, agar hubungan masyarakat yang dilakukan berjalan dengan baik.

8. Kalau anda pemain sulap yang baik, cari lapangan pekerjaan lain. Prinsip ini sebenarnya mengingatkan para praktisi hubungan masyarakat bahwa pekerjaan hubungan masyarakat bukan untuk mengubah sikap masyarakat secara seketika apalagi dengan menyampaikan pesan yang direkayasa tanpa kebenaran.

9. Individu yang cerdas, tegas, dan mempunyai keinginan yang kuat sangat diperlukan. Penjilat seharusnya jangan berprofesi dalam hubungan masyarakat.

10.Individu yang banyak akal, berani dan suka mengambil risiko tidak diperlukan dalam hubungan masyarakat.

11.Individu yang haus akan pengetahuan sangat diperlukan. Orang yang menganggap dirinya tahu segalanya tidak tepat sebagai praktisi hubungan masyarakat.

Menurut Frank Jefkins, dalam bukunya Hubungan Masyarakat diterbitkan oleh Internusa, 1992, ada beberapa jenis citra (image) yang dikenal di dunia aktivitas hubungan masyarakat (public relations) yaitu:

1. Citra Cermin (mirror image)

Pengertian di sini bahwa citra yang diyakini oleh perusahaan bersangkutan, terutama para pemimpinnya yang tidak percaya “apa dan bagaimana” kesan orang luar terhadap perusahaan yang dipimpinnya itu tidak selamanya selalu dalam posisi baik. Setelah diadakan studi tentang tanggapan, kesan dan citra di masyarakat ternyata terjadi perbedaan antara yang diharapkan dengan kenyataan citra di lapangan, bisa terjadi justru mencerminkan, citra negatifnya yang muncul. 2. Citra Kini (Current Image)

Citra merupakan kesan yang baik diperoleh dari orang lain tentang perusahaan/organisasi atau hal yang lain berkaitan dengan produknya. Kemudian ada kemungkinan berdasarkan pada pengalaman dan informasi yang diterima yang kurang baik, sehingga dalam posisi tersebut pihak Humas akan menghadapi resiko yang sifatnya permusuhan, kerugian, prasangka buruk (prejudice), dan hingga muncul kesalahpahaman (misunderstanding) yang menyebabkan citra kini yang ditanggapi secara tidak adil atau bahkan kesan negatif yang diperolehnya.

3. Citra Keinginan (Wish Image)

Citra keinginan ini adalah seperti apa yang ingin dan dicapai oleh pihak manajemen terhadap lembaga/perusahaan, atau produk yang ditampilkan tersebut lebih dikenal (good awareness), menyenangkan dan diterima dengan kesan yang selalu positif diberikan (take and give) oleh publiknya atau masyarakat umum. 4. Citra Perusahaan (Corporate image)

Jenis citra ini adalah yang berkaitan dengan sosok perusahaan sebagai tujuan utamanya, bagaimana menciptakan citra perusahaan (corporate image) yang positif, lebih dikenal dan diterima oleh publiknya, mungkin tentang sejarahnya, kualitas pelayanan prima, keberhasilan dalam bidang marketing, dan hingga berkaitan dengan tanggung jawab sosial (social care) sebagainya. Dalam hal ini pihak humas/public relations berupaya atau bahkan ikut bertanggungjawab untuk mempertahankan citra perusahaan, agar mampu mempengaruhi harga sahamnya tetap bernilai tinggi (liquid) untuk berkompetisi di pasar bursa saham.

5. Citra Serbaneka (multiple image)

Citra ini merupakan pelengkap dari citra perusahaan di atas, misalnya bagaimana pihak Humas akan menampilkan pengenalan (awareness) terhadap identitas, atribut logo, brand's name, seragam (uniform) para front linier, sosok gedung, dekorasi lobi kantor dan penampilan para profesionalnya, kemudian diunifikasikan atau diidentikan ke dalam suatu citra serbaneka (multiple image) yang diintegrasikan terhadap citra perusahaan (corporate image).

6. Citra penampilan (performance image)

Citra penampilan ini lebih ditujukkan kepada subyeknya, sebagaimana kinerja atau penampilan diri (performance image) para profesional pada perusahaan bersangkutan, misalnya dalam memberikan berbagai bentuk dan kualitas pelayanannya, bagaimana pelaksanaan etika menyambut telepon, tamu, dan pelanggan serta publiknya, serba menyenangkan serta memberikan kesan yang selalu baik. Mungkin masalah citra penampilan ini kurang diperhatikan atau banyak disepelekan orang. Misalnya, dalam hal mengangkat secara langsung telepon yang sedang berdering tersebut dianggap sebagai tindakan interupsi, termasuk si penerima telepon masuk tidak menyambut identitas nama pribadi atau perusahaan bersangkutan merupakan tindakan kurang bersahabat.

Hal yang harus diperhatikan adalah sesering dan sebaik apapun program aktivitas hubungan masyarakat yang telah dilakukan, tidak akan ada artinya tanpa dukungan dari media massa. Bukan berarti tanpa media massa aktivitas hubungan masyarakat tidak berarti sama sekali, tetapi hanya akan mempunyai pengaruh yang kecil.

Aktivitas hubungan masyarakat tanpa dukungan media massa, hanya akan mempunyai dampak pengaruh pada kelompok masyarakat dimana aktivitas itu dilakukan. Untuk itu, guna mendapat dukungan dari media massa, maka jalinan yang erat dengan media massa merupakan hal yang tidak boleh diabaikan. Agar publikasi yang dilakukan berkenaan dengan aktivitas hubungan masyarakat dapat

berjalan efektif dan dengan biaya yang efisien, sudah sewajarnya suatu organisasi perlu mempertimbangkan efektivitas masing-masing media massa.

Dokumen terkait