PEMBENTUKAN KEMILITERAN DI SUMATERA UTARA
Lahir dan berkembangnya militer di Sumatera Utara, seiring dengan perkembangan
keamanan di wilayah ini. Sejak masa penjajahan Kolonial Belanda,dan masa pendudukan tentara
Jepang dilakukan dengan kekerasan senjata telah membangkitkan semangat perjuangan yang
tinggi bagi rakyat dan pemuda untuk melawan dan mempertahankan Nusantara. Walaupun
penjajahan sudah berakhir, tetapi bentuk gejolak yang mengancam keamanan Negara tetap
muncul. Gerak inilah yang melatar-belakangi militer tetap ada dan berkembang.
2.1. Masa Kolonial Belanda
Penjajahan di Indonesia membawa beberapa perubahan besar terhadap kehidupan sosisal
masyarakat. Perubahan ini terjadi karena proses fenetrasi budaya, dan juga terjadi karena proses
konflik, seperti perubahan yang terjadi pada sistem keamanan rakyat (prajurit kerajaan) yang
bertugas sebagai penjaga teritorial kerajaan dan pengawal istana. Prajurit istana sebagai
pengayom kerajaan diorganisir oleh panglima kerajaan. Sistem itu berubah secara perlahan-lahan
yang dipengaruhi oleh dominasi bangsa asing yang menjajah bangsa Indonesia dengan kekuatan
senjata.
Dalam sejarah bangsa Indonesia, penjajahan Belanda dilakukan dengan pemberontakan
kekerasan senjata yang diorganisir oleh tentara Belanda. Tujuan pokok tentara Belanda adalah
mematahkan perlawanan dari prajurit istana dan perlawanan dari rakyat. Politik penjajahan yang
ditunjukkan oleh pemerintah Belanda menimbulkan perubahan perlawanan yang dilakukan oleh
Perlawanan yang pada awalnya menggunakan senjata tradisional, seperti di Sumatera
Utara dan Aceh dilakukan oleh rakyat dipimpin oleh raja-raja setempat yang bertujuan untuk
mempertahanan wilayah kekuasaannya. Seperti yang dilakukan oleh si Singamangaraja XII di
Tapanuli, Sultan Iskandar Muda untuk daerah Aceh. Perjuangan yang dilakukan oleh raja-raja ini
pada dasarnya melibatkan rakyat yang dikuasainya. Hal ini menimbulkan sifat-sifat militan di
kalangan rakyat, terutama kaum laki-laki muda.
Perjuangan yang dilakukan oleh masing-masing kerajaan kurang efektif karena mereka
berjuang untuk kepentingan kerajaan masing-masing. Di samping itu unsur penyatu dengan
kerajaan Nusantara lainnya tidak ada. Keadaan ini semakin parah ketika Sultan Iskandar Muda,
dan si Singamangaraja XII gugur. Pengaruh yang terlihat jelas adalah semakin leluasanya
Belanda melancarkan usahanya sebagai perantara modal bangsa Eropa untuk membuka
perkebunan di Sumatera Utara.
Setelah perlawanan terhenti beberapa tahun, maka pengaruh Sumpah Pemuda sampai ke
Sumatera Utara yang mulai melakukan perlawanan terhadap penjajah. Paham sumpah pemuda
telah melahirkan sebuah wadah yang bersifat nasionalisme dan mengikat perlawanan-perlawanan
daerah menjadi perlawanan yang bersifat keseluruhan atau bersifat nasional. Proses
pembentukan nasionalisme ini dimulai dari rapat-rapat pemuda dari berbagai daerah bekas
wilayah jajahan Belanda yang dinamakan Jong. Pergerakan yang dirancangkan dalam pertemuan
itu bergerak dalam dua bidang perlawanan, yaitu perlawanan kekuatan senjata dan perlawanan
politik. Perjuangan dengan kekuatan senjata dengan meniru sistem penjajahan kekuatan senjata
yang dilakukan oleh Belanda. Sedangkan perlawanan dalam bidang politik merupakan sistem
perlawanan terorganisir yang di dukung oleh gerakan nasional seperti Budi Utomo sebagai unsur
Dengan adanya Pergerakan Nasional memberikan rangsangan terhadap para kaum rakyat
yang militan berjalan secara bersamaan dengan golongan terpelajar membentuk perlawanan dari
segi politik dan perlawanan senjata. Hal ini mengakibatkan lahirnya organisasi-organisasi
perlawanan yang bersifat gerilya. Perjuangan ini adalah sebagai taktik untuk melawan prajurit
Belanda secara tertutup sebab peralatan yang sangat lengkap yang dimiliki oleh Belanda.
Pasukan pergerakan hanya dilengkapi dengan peralatan tradisional. Taktik ini juga berguna
menghadapi pasukan Belanda secara perlahan-lahan. Gerakan gerilyawan tersebut cukup
membuat Belanda kesusahan dalam menghadapi kaum pergerakan.
Untuk menghindari perlawanan yang sifatnya tertutup dari pasukan pergerakan, maka
tentara Belanda membuat cara lain yaitu dengan pembentukan kemiliteran yang tradisi
keprajuritannya diserap dari sistem yang ada di Nusantara dan tradisi kemiliteran Belanda, yang
anggotanya berasal dari pemuda-pemuda Indonesia. Adapun organisasi militer bentukan Belanda
disebut dengan KNIL (Koninkelijk Nederlands-Indische Legger). Pembentukan KNIL, juga
mendapat persetujuan yang hangat dari kaum bangsawan Jawa, yang menyebabkan besarnya
jumlah pemuda yang masuk menjadi anggota KNIL.
Tujuan pembentukkan militer Belanda ini (KNIL) adalah untuk menghimpun masyarakat
Nusantara yang berjiwa militer berfungsi sebagai pasukan cadangan Belanda dalam menghadapi
penjajahan asing lainnya dan pemberontakan yang terjadi di Nusantara serta memantau batas
wilayah kekuasaan Belanda. Satu batalyon KNIL terdiri dari 4 kompi senapan yang
masing-masing terdiri dari 3 peleton. Dengan demikian setiap batalyon membutuhkan 17 perwira untuk
mengatur dan menggerakkannya. Usaha Belanda dalam menarik pemuda Indonesia masuk
menjadi anggota KNIL, adalah pendekatan terhadap penguasa-penguasa lokal yang mempunyai
Tahun 1927 pemerintah Belanda mengeluarkan ketetapan resmi mengenai dasar-dasar
pertahanan yang kelak menjadi pedoman pekerja KNIL dan tugas Angkatan Perang
Hindia-Belanda, yaitu:
1. Mempertahankan kekuasaan Belanda terhadap ancaman dari wilayah Nusantara serta
mempertahankan keamanan dan ketentraman (tugas ke dalam)
2. Memenuhi kewajiban-kewajiban militer sebagai anggota lembaga bangsa-bangsa
(tugas ke luar)1
Belanda merancang tugas pokok ini untuk menghempang perjuangan pergerakkan yang
sifatnya tertutup, Belanda mengetahui bahwa bangkitnya kembali Nasionalisme yang sifatnya
adalah perjuangan perlawanan, Belanda menekankan pentingnya tugas ke dalam dari pada ke
luar. Sejumlah anggota KNIL, yang tetap menyadari bahwa tugas baru ini adalah politik
mengadu domba sesama bangsa Indonesia, keluar secara diam-diam dan bergabung kembali
dengan kaum pergerakan.2
1
Fa. Mahjuma, Cuplikan Sejarah Perjuangan TNI AD, Dinas Sejarah TNI AD, Bandung, 1972, hal, 10. 2Ibid, hal, 11.
Anggota KNIL yang kembali kepada pergerakan nasional, membocorkan rahasia tersebut
kepada kaum pergerakan yang masih aktif melakukan perlawanan terhadap Belanda. Informasi
ini merupakan petunjuk terhadap kaum pergerakan Sebagai bahan untuk mengetahui sejauh
mana praktik dan taktik Belanda dalam menjajah bangsa Indonesia. Sebagai kesimpulan dari
sistem militer masa pemerintahan kolonial Belanda adalah perlawanan pergerakkan yang bekerja
sama dengan kaum pergerakkan politik Nasional. Hal ini berlangsung hingga masuknya Jepang
setelah mengalahkan bangsa Belanda di Indonesia.
Jepang memasuki wilayah Indonesia pada saat sedang perang Asia Timur Raya. Pada
tanggal 8 Desember 1941, Jepang membom Pangkalan Militer AS di Hawai. Oleh karena itu,
Jepang datang ke Indonesia untuk mencari cadangan militer sebagai antisipasi terhadap serangan
Sekutu. Kedatangan Jepang disambut baik oleh bangsa Indonesia. Hal ini berkaitan dengan
adanya anggapan dari masyarakat yang terdapat dalam ramalan Jayabaya bahwa Jepang telah
berjasa besar melepaskan bangsa ini dari belenggu penjajahan Belanda. Jepang juga menyebut
dirinya “Saudara Tua” bangsa Indonesia. Intinya Jepang ingin menciptakan kesan bahwa
mereka tidak sama seperti Belanda atau orang-orang Eropa lainnya yang telah menjajah
Indonesia sebelumnya.3
Berbeda halnya dengan politik Belanda yang tidak menginginkan adanya nasionalisme
dan berupaya memadamkan nasionalisme tersebut dengan membentuk KNIL. Jepang berusaha
meningkatkan patriotisme di segala lapisan masyarakat. Jepang yang menjajah dengan kekuatan
militer memberikan warna terhadap masyarakat Indonesia seperti pembentukkan organisasi
militer dan semi militer yaitu PETA (Pembela Tanah Air) dan Heiho. Dari pembentukan
organisasi-organisasi kemiliteran ini menandakan bahwa Jepang lebih fokus dalam urusan Meskipun pendudukan Jepang di Indonesia berlangsung dalam kurun
waktu yang cukup singkat yakni kurang lebih tiga setengah tahun saja, tetapi penjajahan ini
cukup membawa perubahan-perubahan besar dalam masyarakat Nusantara. Apabila kita melihat
dari perspektif bangsa Indonesia terhadap penjajahan yang dilakukan oleh Jepang, banyak yang
menilai Jepang sebagai negara yang sangat kejam dibandingkan negara-negara Eropa lainnya
yang pernah menjajah bangsa Indonesia. Kekejaman Jepang tidak dapat dipungkiri oleh
masyarakat yang secara langsung menjadi korban penindasannya. Namun, disamping kekejaman
penjajahan pada waktu itu terdapat sedikit titik terang dalam memasuki zaman kemerdekaan.
3
.Amin.Ridwan., Perang Kemerdekaan di Sumatera, Medan: Penerbit Dinas Sejarah Kodam I/BB, 1984, hal, 57.
perang, untuk menghadapi kekuatan Amerika dan Eropa. Politik ini semakin diperkuat dengan
adanya gerakan yang dikenal dengan Gerakan 3A (Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia,
Nippon Pemimpin Asia) untuk menunjukkan otoritas Jepang di Asia. Selain untuk kepentingan
perang, Jepang juga membuat kerja rodi yang dinamakan dengan romusha. Romusha yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan tentara Jepang PETA dan Heiho.
Dengan terbentuknya PETA dan Heiho, rakyat Indonesia mendapat kesempatan untuk
ikut serta secara luas dalam bidang pertahanan (kemiliteran), sehingga dengan sendirinya
menimbulkan pengalaman yang sangat berguna bagi kebangkitan kembali keprajuritan Nasional
yang sekaligus merupakan pengembangan sistem pertahanan.
Dari Peta (Tentara Bentukan Jepang) Hingga BKR
Secara administratif, pendudukan Tentara Jepang di Indonesia dibagi menjadi dua bagian
besar, yaitu wilayah Indonesai bagian Timur yang diduduki oleh tentara Angkatan Laut Jepang,
sedangkan Indonesia bagian Barat dikuasai oleh Tentara Angkatan Darat Jepang. Angkatan darat
Jepang yang berkedudukan di pulau Sumatera berpusat dan dikendalikan dari Singapura yang
dipimpin oleh seorang gubernur Militer dinamakan dengan Gunseikan.
Pembagian tentara Jepang menjadi dua bagian bertujuan untuk melengkapi
perlengkapan pasukan di dua kelompok besar pertahanan (Darat dan Laut). Untuk memperlancar
pencarian pemuda calon cadangan pertahanan Jepang, maka dibentuklah Sendendu. Pasukan
Sendendu juga dibentuk sebagai propoganda tentang Jepang di Sumatera Utara. Badan ini juga
membentuk surat kabar yang terbit di Sumatera Utara sebagai bacaan rakyat. Surat kabar ini
dinamakan dengan Sumatera Sinbun. Mereka yang bekerja dalam surat kabar adalah orang-orang
Pendudukan tentara Jepang yang datang tanpa sebuah bentuk-bentuk kekerasan di
Sumatera Utara, sehingga pemuda-pemuda tertarik dengan propoganda Jepang, yaitu
pembentukan tentara sebagai pertahanan rakyat. Mereka yang bersedia terlibat dalam kelompok
ini dinamakan dengan Heiho, yang artinya sebagai pembantu tentara, kemudian kelompok ini
dipersenjatai dan melakukan tugas militer. Kelompok Heiho akhirnya juga berubah statusnya.
Pada awalnya sebagai pembantu militer, dan selanjutnya mereka sudah dapat menduduki jabatan
Bintara dalam tentara Jepang. Posisi Heiho juga semakin lama semakin besar. Kesibukan tentara
Jepang berperang di berbagai daerah (di luar Indonesia), sehingga sangat kurang dalam
mengurusi masalah dalam negri (Indonesia). Keamanan dalam negeri yang semakin kurang
perhatian dari tentara Jepang mengakibatkan penerimaan kelompok pemuda menjadi tentara
Jepang semakin ditingkatkan. Demikian juga tugas baru yang dibebankan kepada tentara Jepang
asal Indonesia semakin khusus. Untuk tugas keamanan di Darat dan di Laut, (tugas Defensif)
dibentuklah badan Seinendan dan Keibodan. Mereka dilatih dengan latihan militer yang sangat
keras dan juga disiplin yang sangat ketat. Tugas pokok dari kedua kelompok ini adalah sebagai
pasukan perang, dengan metode gerilya dan sebagai pembantu polisi dalam menjalankan
tugasnya. Khusus untuk daerah Sumatera Timur, tentara Jepang membentuk pasukan Moku Tai
(barisan harimau liar, yang diajari dengan ketrampilan perang gerilya) dan Kenko Tai Sin Tai
(barisan Pantai Laut yang bertugas sebagai penjaga pantai)
Posisi dan juga fungsi tentara Jepang dari Indonesia semakin tinggi, setelah Jepang
kewalahan dalam berbagai peperangan di luar Indonesia. Posisi jabatan baru yang bisa diduduki
oleh seorang tentara dari Indonesia sudah bisa menduduki komandan Kompi. Untuk wilayah
1943, sedangkan untuk wilayah Sumatera dinamakan dengan Gyugun dibentuk pada bulan
Nopember 1943.4
Seperti layaknya tentara saat ini, sebelum menjadi anggota Gyugun para pemuda
sebelumnya dilakukan pemeriksaan baik itu situasi kesehatan anggota, maupun dari sudut
mental. Pemuda yang lolos seleksi ini, mereka akan dikirim ke-Siborong-borong untuk
pendidikan pagar alam. Selain pendidikan cagar alam, Siborong-borong juga menjadi tempat
para anggota untuk menerima pendidikan perwira. Sebagai anggota pertama yang mengikuti
pelatihan perwira ini dari Sumatera Utara diantaranya adalah, Achmad Tahir, Hotman Sitompul,
R. Sucipto, Nazaruddin, Wiji Alfisah, Zein Hamit, TPR. Sinaga, Wilson Nasution, Mahidin,
Sihar Hutauruk, Alwi Nurdin, M. Kasim Nasution, Jamin Gintings, Ricerdo Siahaan, Nelang
Sembiring, Martinus Lubis, Zainuddin Hasibuan, Boyke Nainggolan. Kelompok ini adalah
perwira yang akan ditempatkan di Sumatera Timur. Sedangkan perwira pertama dari Tapanuli
adalah, Kristian R. Gukguk, Jansen Siahaan, Lucius Aruan, Bongsu Pasaribu, Waldemar Siregar,
Hamahe Rambe, Johan Marpaung, Hamonangan Sihombing, Kornelius Rajaguguk, Tahi Manik,
Elbiker Situmeang, Jese Simanjuntak, Tambatua Simbolon, Oloan Sarumpaet, Binsar
Simangunsong, Bona Parte Siagian, Paima Sibagariang, Togar Muda Dalimunte, S.M Sinurat,
dll.5
Semakin besarnya jumlah pemuda yang masuk menjadi tentara Jepang, berdampak
semakin besarnya tentara Jepang di Indonesia. Walapun sebenarnya tentara dijadikan sebagai
tentara Jepang dengan posisi yang tergolong strategis, tetapi tetap ada batasan kepada mereka
untuk memperoleh kedudukan dalam posisi militer Jepang. Tentara yang dilatih dari Sumatera
Utara akhirnya dibentuk menjadi pembantu angkatan perang Jepang melawan serangan dari
4
Dinas Sejarah Komando II Bukit Barisan, Sejarah Perjuangan Komando Daerah II Bukit Barisan, Medan: Team Asistensi Pangdam II/BB, 1977, hal, 31.
Indonesia maupun dari luar Indonesia. Kelompok ini dikatakan dengan BOMPA (Badan Oentuk
membantu Pertahanan Asia). Politik Jepang dalam menarik pemuda menjadi tentara memakai
sebuah taktik. Indonesia akan memperoleh kemerdekaannya setelah perang selesai, dan mereka
akan dijadikan sebagai aparatur, ataupun pengurus dalam pemerintahan tersebut.
Perjanjian “Koisho” adalah perjanjian antara Jepang dengan Indonesia berisi tentang
pemberian kemerdekaan kepada Indonesia oleh Jepang. Perjanjian ini dilatar belakangi oleh
banyaknya kekalahan dalam peperangan yang dialami oleh Jepang di luar Indonesia. Jepang
membentuk penasehat pemerintahan Jepang dari Indonesia, yang dinamakan dengan Sangi Kai.
Mereka yang terpilih menjadi Sangi Kai adalah tokoh masyarakat yang bisa memberikan
pengaruh terhadap masyarakat yang ada di sekitarnya. Seperti dari Tapanuli, yang menjadi Sangi
Kai adalah Dr. Ferdinan Lumban Tobing. Jumlah yang duduk dalam badan ini untuk Sumatera
Utara berjumlah 40 orang.
Secara garis besar mereka yang terpilih menjadi penasehat pemerintah Jepang di
Indonesia adalah kaum terdidik yang mempunyai pengaruh dalam masyarakat. Selain penasehat
dan para cendikiawan yang tergabung dalam kelompok ini juga memberikan buah pemikiran
mereka tentang kemerdekaan. Seperti Dr. Ferdinan Lumban Tobing, Tengku Muhammad Hasan,
Adinegoro dan para kelompok pergerakan lainnya. Mereka yang tergabung dalam kelompok ini
menjadi anggota panitia kemerdekaan Indonesia. Seperti Muhammad Hasan dan kedua
rombongannya yang diberangkat ke Jakarta untuk mengikuti proklamasi kemerdekaan Republik
Indonesia. Fungsi maksimalnya adalah saat tentara Jepang sudah menyerah, mereka ikut
membenahi sistem tatanegara dan politik di negara Indonesia. Kelompok muda yang tergabung
dalam tentara bentukan Jepang, sebagian besar ikut barisan keamanan rakyat yang disingkat
2.3 Menuju Pengakuan Kedaulatan
Kemerdekan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, berkumandang ke seluruh
negara-negara. Indonesia sudah menjadi negara yang bebas dari penjajahan. Pembacaan teks Proklamasi
dilakukan oleh Soekarno dan Moh Hatta di Jakarta, sebagai utusan seluruh bangsa Indonesia.
Momen ini dilakukan di hadapan Jepang yang saat itu masih berada di wilayah Indonesia. seperti
di Sumatera sendiri, Jepang masih menduduki kota Medan.
Proklamasi yang dibacakan di Jakarta, membutuhkan dukungan dari daerah di seluruh
wilayah Indonesia. Langkah awal untuk merealisasikan kemerdekaan adalah mempersiapkan
pembentukan pemerintahan mulai dari pusat hingga ke daerah-daerah dan melakukan
perlawanan terhadap penjajah yang masih berada di Nusantara, dalam hal ini adalah bangsa
Jepang.
Respon masyarakat di Sumatera terhadap Proklamasi beraneka ragam. Setelah mengikuti
pembacaan proklamasi di Jakarta, Muhammad Hasan, Muhammad Amir, dan Abdul Abbas,
harus menyinggahi beberapa tempat di Sumatera untuk menyampaikan bukti proklamasi kepada
pemimpin-pemimpim daerah, agar berita tentang hal tersebut tersiar di seluruh Sumatera. Setelah
menyinggahi Jambi, Tebing Tinggi, dan Tarutung, Muhammad Hasan dan rombongan sampai di
Medan tanggal 28 Agustus dengan mendapati Medan dalam suasana tenang,6
1. Pihak pemerintah dan tentara pendukung Jepang yang masih mempunyai kekuatan
dan kekuasaan di Sumatera Utara.
sebab tentara
Jepang selalu dalam keadaan siaga melihat pergerakan rakyat. Posisi politik di Sumatera Utara
terbagi atas beberapa kelompok, yaitu:
6
Dinas Sejarah TNI Angkatan Darat, Sejarah Perang Kemerdekaan di Sumatera, Bandung: Dinas Sejarah TNI Angkatan Darat, 1972, hal, 7.
2. Golongan pejuang bangsa Indonesia yang sudah tidak sabar lagi menumggu komando
perjuangan menegakkan negara Republik Indonesia di Sumatera Utara.
3. Golongan pendukung pemerintah penjajah Belanda di Sumatera Timur, khususnya
raja-raja ataupun sultan-sultan, yang mengharapkan kedatangan Belanda kembali ke
Sumatera Timur setelah kekalahan Jepang.7
Muhammad Hasan belum mendapati badan resmi politik dan badan kemiliteran. Karena
masih takut kepada kekuatan Jepang, yang ada hanyalah rencana menuju sebuah pembentukan
organisasi yang resmi. Proklamasi sendiri baru berkumandang di Sumatra Utara setelah rakyat
beserta pemuda mendesak Muhammad Hasan segera membacakannya. Pada tanggal 30
September 1945, Muhammad Hasan di hadapan rakyat Sumatera Utara tepatnya di Jalan
Ampelas, melakukan keinginan rakyat membacakan Proklamasi dan memberitahukan bagaimana
perkembangan politik di Indonesia.8
Dengan semangat proklamasi di Medan, kelompok pemuda yang dulunya sebagai
anggota Gyu Gun/ Peta dan Heiho, merencanakan latihan untuk pemuda-pemudi yang ada di
Medan dan di seluruh Sumatera Utara. Tujuan pelatihan ini membentuk barisan pertahanan Setelah selesai pembacaan proklamasi di Medan yaitu di
lapangan Fukuraido, para peserta rapat raksasa mengadakan pawai sekeliling Medan dengan
membawa bendera Merah Putih sambil meneriakkan “Merdeka”.
Pembacaan proklamasi juga diikuti oleh daerah-daerah lainnya di Sumatera Utara, seperti
di Tapanuli sendiri proklamasi di bacakan oleh F.L Tobing tanggal 3 Oktober 1945, dan diikuti
dengan pembentukan BKR (Badan Keamanan Rakyat) yang bertugas untuk daerah Tapanuli.
Pembacaan Proklamasi di Tarutung, secara serentak daerah Tapanuli menerima kemerdekaan
Indonesia tanpa terkecuali.
7Ibid, hal, 8. 8Ibid, hal, .9.
menuju sebuah organisasi resmi dari Indonesia dalam bentuk melakukan perlawanan kemiliteran.
Dalam waktu yang singkat, rencana itu pun segera terwujud. Opersi ini disebut dengan “Latihan
cepat” yang menggunakan fasilitas gedung sekolah.
Pendidikan yang diterima para pemuda yang ikut terllibat dalam barisan muda bertahan
ini adalah pendidikan yang diterima para bekas Gyu Gun dan anggota Peta selama dididik pada
masa tentara Jepang. Di Medan sendiri latihan cepat ini diadakan di delapan tempat yang
berbeda, yaitu:
1. Di Jalan Sungai Rengas, yang dipimpin oleh T. Nurdin (bekas Syoi)
2. Di Jalan Istana yang dipimpin oleh M. Kasim Nasution (bekas Syoi)
3. Di Suka Ramai yang dipimpin oleh Wiji Alvisah (bekas Syoi)
4. Di Gelugur dipimpin oleh Nazarutdin Nasution (bekas Syoi)
5. Di Jalan Mabar dipimpin oleh Zeid Ali (bekas Zun-i)
6. Di Suka Raja, dipimpin oleh Burhanuddin (bekas Zun-i)
7. Di Petisah dipimpin oleh A. Gani (bekas Zun-i)
8. Di Jalan Sutomo dipimpin oleh Boyke Nainggolan (bekas Zun-i)
Latihan yang mendapat sambutan hangat dari seluruh rakyat Sumatera Utara ini, diikuti
kelompok muda-mudi dengan jumlah yang sangat besar. Mereka memperoleh pendidikan
praktik, baris-berbaris, gerak regu sampai dengan gerak kompi, membaca posisi, latihan
menyerang, dan latihan menembak, dengan menggunakan senjata yang terbuat dari kayu. Yang
terpenting dalam latihan ini adalah pemahaman berkelahi dengan menggunakan Sangkur. Sebab
senjata api belum cukup untuk dibagikan kepada seluruh anggota. Sedangkan kelompok
pergerakan nasional mendidik para pemuda-pemudi, mempunyai semangat juang yang sangat
mempertahankan negaranya, yaitu negara Republik Indonesia yang direbut dengan perjuangan
yang sangat panjang.9
1. Pasukan Kasim di Sungai Sengkol dipimpin oleh Letnan -I Kasim Nasution.
Seiring dengan perkembangan pemerintahan di Sumatera Utara, Pemerintah pusat
menunjuk Muhammad Hasan sebagai Gubernur Sumatera Utara, tepatnya tanggal 29 September
1945. Selanjutnya diikuti dengan pembentukan organisasi-organisasi pemerintahan di bawahnya.
Dalam bidang keamanan sendiri, para kelompok Muda yang didik dengan Latihan Cepat,
diangkat menjadi Tentara Keamanan Rakyat setelah mendapat persetujuan dari pusat. Tentara
Keamanan Rakyat diresmikan di Sumatera Utara pada tanggal 10 Oktober 1945. Pada saat itu
juga Mayor Ahmat Tahir diangkat sebagai kepala TKR untuk Sumatera Utara, dan R Sucipto
sebagai kepala markas umum yang bertempat di Jakarta. Pembentukan TKR di Sumatera Utara
sudah terlihat rapi, meskipun sementara waktu hanya terbagi atas tujuh kesatuan. yaitu:
2. Pasukan Karim di Deli Tua , dipimpin oleh Letnan –I A. Karim Saleh
3. Pasukan Wiji di Batang Kuis dipimpin oleh Letnan-I Wiji Alvisah.
4. Pasukan Nazaruddin di Labuhan Deli dipimpin oleh Letnan-I Nazaruddin
5. Pasukan Jamin di Kaban Jahe dipimpin oleh Letnan-I Djamin Ginting.
6. Pasukan Martinus di Berastagi dipimpin oleh Letnan-I Martinus Lubis,
7. Pasukan Burhan di Binjai dipimpin oleh Letnan-II Burhanuddin.10
Selain para pemuda yang terlibat dalam Tentara Keamanan rakyat mempertahankan
kemerdekaan dan membersihkan kelompok penjajah, organisasi yang berbasis kerakyatan juga
membentuk kekuatan. Kelompok ini dibentuk oleh kelompok-kelompok politik yang
9
H.R. Sjahnan, Dari Medan Area Ke Pedalaman Dan Kembali Ke-Kota Medan, Medan: Dinas Sejarah Kodam-II/BB, 1982, hal, 13.
10Ibid, hal, 14.
berkembang saat itu. Kelopok laskar yang terbentuk dengan latarbelakang yang berbeda, saling
menunjukkan perjuangan masing-masing, guna memperkenalkan partai enderbow mereka.