• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN LANDASAN TEORITIS

3. Pemberdayaan Perempuan

a. Konsep Dasar Pemberdayaan Perempuan

Istilah “pemberdayaan” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata “daya”, yang memiliki makna kemampuan melakukan sesuatu atau

34

kemampuan bertindak. Sementara, pemberdayaan merupakan cara atau proses memberdayakan.19 Jadi, pemberdayaan merupakan suatu cara dalam menjadikan seseorang yang tidak berdaya menjadi berdaya.

Pengembangan masyarakat sangat memperhatikan keterpaduan antara sistem klien dengan lingkungannya. Sistem klien dapat bervariasi, mulai dari individu, keluarga, kelompok kecil, organisasi, sampai masyarakat. sementra itu sistem lingkungan dapat berupa keluarga, rukun tetangga, tempat kerja, rumah sakit, dan lain-lain.20

Sedangkan secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan berasal dari kata „power‟ (kekuasaan atau keberdayaan). Karenanya, ide pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Dan kekuasaan seringkali dikaitkan dengan kemampuan kita untuk membuat orang lain mengikuti apa yang kita inginkan.21 Merujuk pada pandangan Kabeer dan Parson sebagaimana yang dikutip oleh Fredian yang membedakan kekuasaaan menjadi dua dimensi, yaitu distributif dan generatif. Berdasarkan distributif, maka kekuasaan diartikan sebagai kemampuan seseorang atau kelompok untuk memaksa kehendak mereka pada orang lain. Sedangkan berdasarkan generatif, kekuasaan merupakan tindkan-tindakan yang memungkinkan masyarakat atau unit sosial untuk meningkatkan kemampuanya mengubah masa depan mereka yang dilakukan atas pilihan mereka sendiri.22

19. Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Gramedia, 2015), h, 300.

20. Edi Suharto, Memberdayakan Masyarakat Memberdayakan rakyat, h, 45.

21. Edi Suharto, Memberdayakan Masyarakat Memberdayakan rakyat, h, 57.

22. Ahmad Sulaeman, Titik Sumarti, dan Diah Krisnatuti, ed, Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga : Bekal Mahasiswa Kuliah Kerja Profesi, (Bogor : IPB Press, 2010), h, 5.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak memberikan konsep tentang pemberdayaan perempuan bahwa pemberdayaan perempuan merupakan strategi afirmasi untuk mencapai kesetaraan gender yang bertujuan untuk.23:

a. meningkatkan kualitas hidup dan peran perempuan dalam berbagai bidang pembangunan,

b. meningkatkan pemenuhan hak-hak perempuan atas perlindungan dari tindak kekerasan.

Biasanya hal tersebut berwujud program dan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan praktis maupun strategis khusus perempuan. Misalnya: penguatan kapasitas perempuan calon legislatif, penyediaan layanan bagi perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga.

Dalam sejarahnya di dunia ini pembangunan selalui di mulai dari atas.

Pihak atas (pemerintah, pendonor, dan LSM ) merancang berbagai program dan proyek, lalu dihantarkan pada masyarakat sasaran, dan diharapkan dapat menikmati program-program pembangunan tersebut. Di banyak negara, pola seperti ini membawa perubahan pada masyarakat setempat. Dan pendekatan tersebut biasa dikenal dengan modernisasi.24

23. Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak, modul Pelatihan Fasilitatotr Perencanaan dan Penganggaran Daerah Yang Responsif Gender, (Jakarta: KPP &

PA, 2011), h, 49.

24. Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak, modul Pelatihan Fasilitatotr Perencanaan dan Penganggaran Daerah Yang Responsif Gender, h, 17.

36

b. Strategi Pemberdayaan

Menurut Friedman, dalam menciptakan proses pemberdayaan terdapat tiga strategi, yang dapat diklasifikasikan melalui aktivitas “kebijakan dan perencanaan”, “aksi sosial dan politik”, dan “pendidikan dan penyadaran”.25

Pemberdayaan melalui ”kebijakan dan perencanaan” dicapai dengan mengembangkan atau mengubah struktur-struktur dan lembaga-lembaga utnuk mewujudkan akses yang lebih adil kepada sumber daya atau berbagai layanan dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat. Pemberdayaan melalui “aksi sosial dan politik” menekankan pentingnya perjuangan dan perubahan politik dalam meningkatkan kekuasaan yang efektif. Dan pemberdayaan melalui “ pendidikan dan penyadaran” menekankan pentingnya suatu proses edukatif dalam melengkapi masyarakat untuk meningkatkan keberdayaan mereka. Dalam hal ini pemberdaya memasukkan gagasan-gagasan tentang kesadaran atau ketrampilan-ketrampilan dalam meningkatkan keberdayaan masyarakat.26

Dalam hal ini, strategi yang dilakukan oleh Ustadzah Afifatul Qonaah baru sebatas pada aksi sosial, pendidikan, dan penyadaran. Dia belum bisa melangkah ke jenjang politik dan kebijakan, meskipun akses menuju langkah tersebut tidaklah terlalu sulit baginya. Satu sisi dia merupakan lahir dari kalangan keluarga

25. Jim Ife & Frank Tesoriero, Comunity Development Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Global, penerjemah : Sastrawan Manulang, Nurul Yakin, dan Nursyahid, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h, 147.

26. Jim Ife & Frank Tesoriero, Comunity Development Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Global, penerjemah : Sastrawan Manulang, Nurul Yakin, dan Nursyahid, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h, 148.

terhormat di desanya, jadi mudah saja baginya untuk menjalankan aksi politik dan

“intervensi” kebijakan di pemerintahan desa tersebut.

Secara umum terdapat empat strategi pemberdayaan perempuan27, yaitu : 1) The Growth Strategy

Strategi ini pada umumnya dimaksudkan untuk mencapai peningkatan masyarakat dalam nilai ekonomis, melalui peningkatan pendapatan per kapita penduduk, produktivitas, pertanian, permodalan, dan kesempatan kerja yang dibarengi dengan kemampuan masyarakat tersebut. Pada awalnya strategi memang efektif, namun karena terpusat pada nilai ekonomis, maka nilai-nilai sosial dan moral terabaikan. Maka yang terjadi adalah semakin melebarnya pemisah kaya miskin, terutama di daerah pedesaan. Dan akhirnya begitu terjadi krisis ekonomi maka konflik dan kerawanan sosial terjadi di mana-mana.

2) The Welfare Strategy

Strategi ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan. Namun, strategi ini perlu dibarengi dengan pembangunan kultur dan budaya mandiri dalam diri masyarkat. Sebaliknya, jika tidak dibarengi dengan pembangunan kultur dan budaya mandiri, maka yang terjadi adalah sikap ketergantungan masyarakat terhadap pemerintah. Jadi, salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam strategi ini adalah pemberdayaan kultur dan budaya mandiri. Begitupun dalam pemberdayaan perempuan, diperlukan adanya pembangunan kultur dan budaya mandiri bagi perempuan, supaya tidak selalu memiliki sikap ketergantungan terhadap laki-laki dan pemerintah.

27. Moh Ali Aziz, ed, Dakwah Pemberdayaan Masyarakat Paradigma Aksi Metodologi, (Yogyakarta : Pustaka Pesantren, 2009), h, 8-9.

38

3) The Responsitive Strategy

Strategi ini merupakan reaksi daripada strategi kesejahteraan yang dimaksudkan untuk menanggapi kebutuhan yang dirumuskan masyarakat sendiri dengan bantuan pihak luar, untuk memperlancar usaha mandiri melalui pengadaan teknologi serta sumber-sumber yang sesuai dengan kebutuhan usaha mandiri masyarakat tersebut.

Akan tetapi, yang perlu diperhatikan adalah kesiapan masyarakat dalam mengimbangi teknologi tersebut. Karena, apabila tidak adanya kesiapan dalam menerima dan memfungsikan teknologi itu sendiri, maka yang terjadi adalah disfungsional dan mangkrak.

4) The Integrated or Holistic Strategy

Strategi yang terakhir ini merupakan solusi atas dilema pemberdayaan karena “kegagalan” dari ketiga strategi yang sudah dijelaskan di atas, maka kombinasi dari unsur-unsur pokok etika strategi di atas menjadi alternatif terbaik.

Strategi ini secara sistematis mengintegrasikan seluruh komponen yang diperlukan, yakni infgin mencapai tujuan-tujuan yang menyangkut kelangsungan pertumbuhan, persamaan, kesejahteraan, dan partisipasi aktif masyarakat dalam proses peemberdayaan.

Oleh karena itu, dalam strategi ini terdapat tiga prinsip dasar yang harus dipenuhi, yaitu :

 Persamaan, keadilan, dan partisipasi masyarakat.

 Perubahan-perubahan mendasar, baik dalam komitmen maupun gaya dan cara bekerja,

 Keterlibatan badan publik dan organisasi sosial secara terpadu.

c. Tahapan Pemberdayaan

Dalam melakukan pemberdayaan tentunya memerlukan sebuah tahapan-tahapan. Hal ini untuk memudahkan bagi pemberdaya dalam melakukan sebuah pemberdayaan. Ada beberapa tahapan-tahapan dalam kegiatan pemberdayaan, yaitu28 :

1) Penyadaran, yaitu kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk menyadarkan masyarakat tentang “keberdayaanya”. Baik masyarakat tersebut keberadaaanya sebagai individu atau anggota masyarakat. Proses penyadaran merupakan tugas utama dari setiap kegiatan pendidikan dalam pemberdayaan, termasuk di dalamnya tentang penyuluhan.

2) Menunjukkan adanya masalah, yaitu kondisi yang tidak diinginkan oleh masyarakat tersebut yang kaitanya dengan keadaan sumber daya alam maupun manusia, lingkungan fisik, sosial budaya dan politik. Jadi, pemberdaya berupaya menunjukkan masalah tersebut, baik yang menyangkut dengan kelemahan internal maupun eksternal.

3) Membantu pemecahan masalah, yaitu sebuah tahapan setelah menunjukkan masalah tersebut. Pemberdaya bersama masyarakat menganalisis masalah tersebut dan pemecahan masalah tersebut yang dapat dilakukan sesuai dengan kondisi internal (kekuatan dan kelemahan) maupun kondisi eksternal (peluang dan ancaman) yang dihadapi.

28. Totok Mardikanto & Poerwoko Sebiato, Pemberdayaan Masyarakat dalam Perspektif Kebijakan Publik, (Bandung : Alfabeta, 2013), h, 123.

40

4) Menunjukkan pentingnya perubahan, yang sedang dan akan terjadi di lingkunganya, baik lingkungan organisasi dan masyarakat. Karena kondisi lingkungan (internal dan eksternal) tentunya akan mengalami perubahan yang semakin cepat, maka masyarakat juga harus disiapkan untuk mengantisipasi perubahan-perubahan tersebut melalui kegiatan

“perubahan yang terencana”.

5) Melakukan pengujian dan demonstrasi, sebagai bagian implementasi perubahan terencana yang berhasil dirumuskan. Kegiatan uji coba ini diperlukan, karena tidak semua inovasi selalu cocok dengan kondisi masyarakatnya. Di samping itu, uji coba juga diperlukan untuk memperoleh gambaran tentang pola yang cocok dengan kondisi masyarkat tersebut.

6) Memproduksi atau publikasi informasi, baik yang berasal dari “luar”

(penelitian, kebijakan, produsen, dan lain-lain) maupun yang dari berasal dari “dalam” (pengalaman, atau kearifan lokal dan nilai-nilai adat lain).

Perkembangan teknologi dan media publikasi yang digunakan perlu disesuaikan dengan karakteristik atau kondisi calon penerima pemberdayaan.

7) Melaksanakan pemberdayaan/ penguatan kapasitas, yaitu pemberian kesempatan kepada kelompok lapisan bawah untuk bersuara dan menentukan sendiri pilihan-pilihannya, kaitanya dengan aksesibilitas informasi, keterlibatan dalam pemenuhan kebutuhan serta partisipasi dalam keseluruhan proses pembangunan, dan penguatan kapasitas lokal.

d. Tujuan Pemberdayaan

Seperti yang sudah disinggung dalam latar belakang masalah bahwasanya dalam meningkatkan kekuasaan seseorang dari ketidakadilan atau ketidakberdayaan, ada satu metode yaitu pemberdayaan masyarakat. Dimana tujuan utamanya adalah meningkatkan kualitas hidup seseorang serta mampu memperbesar pengaruh terhadap orang-orang yang tertindas atau tidak beruntung, baik yang disebabkan oleh kemiskinan maupun oleh diskriminasi berdasarkan kelas sosial, suku, gender, jenis kelamin, usia, dan kecacatan.

Program pengarusutamaan gender (PUG) dan pemberdayaan perempuan merupakan dua program yang tidak dapat dipisahkan begitu saja dalam hal meningkatkan kemandirian perempuan. Dua program tersebut memiliki relasi dalam kewenangan pemerintah daerah, di mana pada prinsipnya, PUG dan pemberdayaan perempuan sama-sama bertujuan untuk mewujudkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Dalam konteks otonomi daerah, PUG tetap menjadi isu lintas bidang yang mewarnai seluruh kebijakan, program, dan kegiatan semua SKPD/sektor. Sedangkan pemberdayaan perempuan merupakan salah satu urusan wajib daerah yang fungsinya harus dikerjakan oleh daerah melalui suatu organisasi (SKPD) yang ditugasi untuk melakukan fungsi tersebut.

Biasanya pelaksanaan pemberdayaan perempuan menjadi tanggungjawab Badan Pemberdayaan Perempuan (BPP) atau nama lain sesuai dengan ketentuan PP No.

41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.29

29. KPP & PA, Modul Pelatihan Fasilitatotr Perencanaan dan Penganggaran Daerah Yang Responsif Gender, h. 49.

42

Pemberdayaan merupakan salah satu daripada strategi meningkatkan kesejahteraan perempuan, baik dalam bidang ekonomi, sosial, politik, pendidikan, dan budaya. Strategi atau pendekatan pemberdayaan perempuan meliputi perhatian yang ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan perempuan yang tergolong dalam kelompok masayarakat berpenghasilan rendah, mendorong perempuan berpenghasilan rendah untuk mendapat kesempatan lebih besar dalam menuntut pendidikan pasca pendidikan dasar, mendorong makin ikut berperanya perempuan dalam mengembangkan dan memanfaatkan kemajuan ilmu dan teknologi bagi pembangunan.30

e. Indikator Pemberdayaan Perempuan

Untuk dapat mengetahui fokus dan tujuan pemberdayaan secara operasional, maka perlu diketahui berbagai indikator keberdayaan yang dapat menunjukkan perempuan di desa Tuk tersebut berdaya atau tidak.

Schuler, Hashemi, dan Riley mengembangkan delapan indikator pemberdayaan, yang mereka sebut sebagai indeks pemberdayaan sebagai berikut31:

1. Kebebasan mobilitas : kemampuan individu untuk pergi ke luar rumah atau wilayah tempat tinggalnya, seperti ke pasar, fasilitas medis, rumah ibadah, ke rumah tetangga.

Tingkat mobilitas ini dianggap tinggi jika individu mampu pergi sendirian.

30. Anwar, Manajemen Pemberdayaan Perempuan Perubahan Sosial Melalui Pembelajaran Vocational Skill Pada Keluarga Nelayan, (Bandung : Alfabeta, 2007), h, 95.

31. Edi Suharto, Memberdayakan Masyarakat Memberdayakan rakyat, h, 63-64.

2. Kemampuan membeli komoditas kecil : kemampuan individu untuk membeli barang-barang kebutuhan keluarga sehari-hari, kebutuhan dirinya. Individu dianggap mampu melakukan kegiatan ini terutama jika ia dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya, terlebih jika ia dapat membeli barang-barang tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri.

3. Kemampuan membeli komoditas besar : kemampuan individu untuk membeli barang-barang sekunder atau tersier, seperti TV, radio, koran, majalah, dan lain-lain.

Seperti halnya indikator di atas, poin tinggi diberikan terhadap individu yang dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasanganya, terlebih jika dapat membeli barang-barang tersebut dengan menggunakan uang sendiri.

4. Terlibat dalam pembuatan keputusan-keputusan rumah tangga : mampu membuat keputusan secara sendiri maupun bersama suami/istri mengenai keputusan-keputusan keluarga.

5. Kebebasan relatif dari dominasi keluarga : responden ditanya mengenai apakah dalam satu tahun terakhir ada seorang (suami, istri, anak-anak, mertua) yang mengambil uang, tanah, perhiasan dari dia tanpa ijinnya, yang melarang mempunyai anak, atau melarang bekerja di luar rumah.

44

6. Kesadaran hukum dan politik : mengetahui nama salah seorang anggota DPRD, mengetahui pentingnya memiliki surat nikah dan hukum-hukum waris.

7. Keterlibatan dalam kampanye dan protes-protes : seseorang dianggap „berdaya‟ jika ia pernah terlibat dalam kampanye atau bersama orang lain melakukan protes, misalnya terhadap suami yang memukul istri, penyalahgunaan bantuan sosial, atau penyalahgunaan kekuasaan.

8. Jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga : memiliki rumah, tanah, aset produktif. Seseorang dianggap memiliki poin tinggi jika ia memiliki aspek-aspek tersebut secara sendiri atau terpisah dari pasangannya.

Keberhasilan pemberdayaan perempuan dapat dilihat dari keberdayaan mereka yang menyangkut kemampuan ekonomi, kemampuan mengakses manfaat kesejahteraan, dan kemampuan kultural dan politis. Ketiga aspek tersebut dikaitkan dengan empat dimensi kekuasaan, yaitu : „kekuasaan di dalam‟ (power within), „kekuasaan untuk‟ (power to), „kekuasaan atas‟ (power over), dan

„kekuasaan dengan‟ (power with). Tabel di bawah ini merangkum indikator pemberdayaan.32

32. Edi Suharto, Memberdayakan Masyarakat Memberdayakan rakyat, h, 65.

Jenis Hubungan

46

46

BAB III PROFIL

A. Profil Ustadzah Afifatul Qona‟ah dan Keluarganya

Ustadzah Afifah merupakan putri dari pasangan Almarhum H. Amin dan Hj Fathanah. Jumlah saudara Ustadzah Afifah adalah sebelas saudara, tujuh laki-laki dan empat perempuan. Ustadzah Afifah sendiri merupakan keturunan yang ke delapan. Dan dia merupakan keturunan perempuan terakhir dalam keluarganya.

Ustadzah Afifah lahir dan tumbuh di kalangan lingkungan santri. Beliau lahir di Cirebon, tepatnya di desa Tuk Kedawung Cirebon pada hari Senin, 11 November 1983.

Ustadzah Afifatul Qona‟ah merupakan keturunan dari keluarga Santri, semua saudaranya pernah menimba ilmu di Pesantren. Meskipun saudara-saudaranya pernah menimba ilmu di Pesantren, mayoritas dari mereka berekcimpung di dunia bisnis. Namun, kesibukan mereka dalam dunia bisnis tidak meninggalkkan dakwahnya dalam mengajarkan agama. Dalam waktu senggangya mereka mengajarkan agama, mulai dari mengaji al-Qur‟an tingkat anak-anak sampai orang dewasa.

B. Riwayat Belajar Ustadzah Afifatul Qona‟ah

Ustadzah Afifah mulai mengenyam pendidikan formal di Sekolah Dasar di desanya. Kemudian dia melanjutkan pendidikanya di Pesantren Tahsinul Akhlak Winong Cirebon pada tahun 1997-2000. Di sini dia belajar tentang agama Islam.

47

Mulai dari gramatika bahasa Arab (Nahwu dan Shorof), memperdalam fiqih, tauhid, dan akhlak dan kitab-kitab kuning1 lainya.

Selain mempelajari tentang kitab-kitab yang berbahasa Arab, di pesantren ini dia memperdalam al-Qur‟an, tapi lebih difokuskan pada bacaan atau cara baca al-Qur‟an dengan baik, biasa disebut dengan tajwid.2 Pesantren Tahsinul Akhlak merupakan salah satu pesantren di Cirebon yang memiliki khas sendiri dalam membaca al-Qur‟an.

Setelah dari Pesantren Tahsinul Akhlak Winong Cirebon, beliau melanjutkan belajar agama di Pesantren Roudlotul Jannah Kudus Jawa Tengah pada tahun 2000-20004. Di sini beliau fokus untuk menghafalkan al-Qur‟an.

Karena sudah memiliki dasar membaca al-Qur‟an dengan baik dan kesungguhanya dalam mengahfal Qur‟an, beliau mampu mengkhatamkan al-Qur‟an secara hafalan dengan mudah. Dan beliau merupakan perempuan pertama yang menghafalkan al-Qur‟an di desanya.

Setelah menghafalkan al-Qur‟an di Kudus Jawa Tengah, beliau melakukan riyadoh3 di Pesantren Maunah Sari Kediri Jawa Timur. Tidak puas dengan ilmu

1. Kitab kuning merupakan sebutan lain daripada kitab Islam klasik. Ia merupakan salah satu daripada elemen pondok pesantren yang membedakan sistem pendidikan Pesantren dengan lembaga pendidikan lainya. Lihat Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren : Suatu Pandangan hidup Kyai dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia, (Jakarta : LP3ES, Cet VII 2011), h. 87, Maman Imanulhaq Faqieh, Fatwa dan Canda Gus Dur, (Jakarta : Kompas, 2010), h. 63.

2.Tajwid merupakan ilmu untuk membaguskan bacaan al-Qur‟an. Secara bahasa adalah memperindah. Sedangkan secara istilah tajwid adalah memberikan hak-hak huruf dalam setiap bacaanya, baik dalam segi sifat, makhroj, panjang pendek, dan hukum-hukumnya. Lihat Abu „Amr al-Dani, al-Tahdid fi al-Itqon wa al-Tajwid, (Baghdad: Darul Anbar, 1988), h. 70.

3. Riyadoh merupakan suatu amalan bagi seseorang setelah menghafalkan al-Qur‟an.

Biasanya mereka membaca al-Qur‟an sehari khatam dalam 40 hari disertai dengan puasa, atau mereka hanya mengkhatamkan al-Qur‟an saja. Konon amalan tersebut dapat menjadikan seorang hafidz atau hafidzoh istiqomah dalam membaca al-Qur‟an. Sumber didapat dari wawancara dengan Ustadz Ali Hudaibi, dosen Tahfidz di Institut Darus-Sunnah Ciputat.

yang didapatkan, beliau melanjutkan belajar lagi di Pesantren Qiraah Sab‟ah Limbangan Garut Jawa Barat. Di sini beliau memperdalam ilmu Qiraah Sab‟ah4.

Pada tahun 2007 beliau kembali ke desanya untuk mengabdi, mengajar al-Qur‟an mulai dari anak-anak sampai dewasa. Tapi lebih dikhususkan kepada perempuan desa setempat.

Pada tahun 2013, beliau menikah dengan seorang Ustadz dari Cirebon, namanya Ustadz Abu Hasan. Dia berasal dari daerah Plumbon Cirebon. Dan telah dikaruniai seorang putri bernama Albisna Libasat Taqwa.

Pada tahun 2015 dalam keadaan mengandung, beliau masih tetap menimba ilmu untuk riyadohan hafalan al-Qur‟an di Pesantren Darqis Lebaksiu Tegal Jawa Tengah. Beliau sangat menjaga hafalan al-Qur‟annya. Karena menjaga al-Qur‟an memang diperlukan kesungguhan dan konsisten.

C. Sejarah Desa

Setiap nama desa di Cirebon memiliki keunikan dan sejarahnya masing-masing. Begitu juga dengan desa Tuk. Nama desa Tuk bermula pada zaman Kesultanan Cirebon, desa Tuk masih dalam keadaan hutan (alas5). Dan untuk memperluas daerah kekuasaanya, Sultan Cirebon (Sunan Gunung Djati) mengutus ayah mertuanya (Mbah Kuwu Cirebon dengan nama samaran P. Mancur Jayauntuk babad alas di wilayah barat. Dalam babat alas tersebut dibutuhkan air untuk keperluan solat, masak dan sebagainya. Maka dengan kesaktianya, P.

Mancur Jaya mengetukan tongkatnya ke tanah, lalu menacurlah air tersebut yang

4. Ilmu Qiraah Sab‟ah merupakan salah satu cabang daripada ilmu al-Qur‟an. Ilmu ini mempelajari tentang berbagai macam bacaan al-Qur‟an.

5. Alas dalam bahasa Cirebon yang berarti hutan atau rimba.

49

sekarang menjadi balong6 kramat P. Mancur Jaya, maka tersebutlah blok Pancuran. Dan dengan bunyi ketukannya itu diberi nama kampung Tuk yang menjadi desa Tuk.7

Di jelaskan Raden Suparja, juru kunci Balong Kramat desa Tuk Pancuran, Pangeran Mancur Jaya menemukan kayu perbatang pada pukul sembilan tanggal 19 Rabiul Awal. Kayu tersebut adalah bekas tempat duduk Raden Walangsungsang ketika bertapa, yang di temukan Pangeran Mancur Jaya ketika ia di perintahkan pihak Keraton untuk mencari sumber air kala terjadi kekeringan panjang di wilayah Cirebon.

“Ketika Pangeran menghentakan kayu tersebut ke tanah, memancarlah air dari sela-sela tanah. Benturan kayu menimbulkan bunyi “tuk”sehingga desa tersebut kemudian dinamakan desa tuk”kata Raden Suparja.8

D. Letak Geografi dan Keadaan Lingkungan

Desa Tuk merupakan salah satu desa di wilayah kecamataan Kedawung Kabupaten Cirebon yang terletak 1.000 Meter ke arah timur dari Kota. Desa Tuk mempunyai luas wilayah seluas 120,6 Ha. Secara administratif wilayah desa Tuk berbatasan dengan, :

1. Sebelah Utara : Desa Kedawung 2. Sebelah Selatan : Desa Kalikoa 3. Sebelah Barat : Desa Kedungdawa

4. Sebelah Timur : Kelurahan Pekiringan (wilayah kota Cirebon).

6. Balong berarti kolam.

7. Sumber : Dari data profil desa Tuk.

8. Dikutip dari situs http://www.fahmina.or.id/index.php/kecirebonan/item/201-kayu-tuk-bekas-duduk-pangeran-walangsungsang. Pada tanggal 03/02/2016 pukul 05:16.

Berdasarkan hidrologinya, aliran-aliran sungai yang ada di wilayah Desa Tuk membentuk pola Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu :

1. Sungai Kali Tong, yang berbatsan dengan desa Kedungdawa atau Kecamatan Kedawung.

2. Sungai Kedung Watu, yang berbatasan dengan Desa Kertawinangun.

Selain itu, mata air utama yang dapat digunakan sebagai sumber air bersih dan sumber air untuk pertanian yang terdapat di Desa Tuk diantaranya adalah :

1) Mata Air Balong Keramat P. Mancur Jaya di Blok Pancuran RT 01/01

2) Mata Air Balong Gede di Blok Pancuran Mas RT 01/01 3) Mata Air Belik Pancuran di Blok Pancuran RT 01/01 4) Mata Air Belik Siwungu di Blok Silombang RT 03/03

Sedangkan sumber air bersih yang aktif saat musim kemarau dan musim penghujan adalah :

51

Tabel 1 : Sumber Air Bersih

Sumber Air Bersih Musim Hujan Musim Kemarau

PDAM 44 unit 44 unit

Sumur Artesis 0 unit 0 unit

Sumur Gali 3.456 unit 1.257 unit

Mata Air 4 lokasi 4 lokasi

Sumber : Data desa tahun 2015.

Desa Tuk terbagi menjadi 3 dusun, 10 RW, 35 RT dengan jumlah KK 2.020, dengan perincian sebagai berikut9 :

Tabel 2 :

Jumlah Dusun Desa Tuk

No DUSUN JUMLAH

RT RW KK

1 Dusun I 3 12 1.007

2 Dusun II 4 15 854

3 Dusun III 3 8 363

Jumlah 10 35 2.224

Sumber : Data desa Tahun 2015 E. Kondisi Sosial dan Budaya Desa Tuk

1. Kesejahteraan Sosial Masyarakat

9. Sumber : Data desa pada tahun 2015.

Tabel 3 :

Kesejahteraan Sosial Masyarakat

No Masalah Kesejahteraan Sosial Jumlah Keterangan

1 Anak Terlantar -

2 Anak Nakal -

3 Anak Balita Terlantar -

4 Anak Jalanan -

5 Lansia Terlantar -

6 Pengemis -

7 Gelandangan -

8 Korban NAPZA -

9 Pekerja Seks Komersial

9 Pekerja Seks Komersial

Dokumen terkait