• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses Pemberian Jaminan Fidusia Dalam Suatu Perjanjian Kredit. Di dalam pemberian Jaminan Fidusia pada suatu perjanjian kredit dapat Di dalam pemberian Jaminan Fidusia pada suatu perjanjian kredit dapat

PEMBUATAN AKTA JAMINAN FIDUSIA

B. Proses Pemberian Jaminan Fidusia Dalam Suatu Perjanjian Kredit. Di dalam pemberian Jaminan Fidusia pada suatu perjanjian kredit dapat Di dalam pemberian Jaminan Fidusia pada suatu perjanjian kredit dapat

dilakukan dengan beberapa proses atau tahapan sebagai berikut :

1. Tahap Pertama.

Membuat Perjanjian Kredit.

Pada tahap pertama ini dimulai dengan dibuatnya perjanjian pokok berupa perjanjian kredit atau perjanjian pinjam uang antara kreditur dengan debitur. Hal ini sesuai dengan sifat accesoir Jaminan Fidusia yang pemberiannya haruslah merupakan ikutan dari perjanjian pokok yaitu perjanjian kredit atau perjanjian hutang atau perjanjian yang menimbulkan hutang.

Pasal 4 Undang-Undang Jaminan Fidusia menyatakan bahwa Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi.

Prestasi itu memberikan Jaminan Fidusia sebagai pelunasan hutang tertentu harus dirumuskan dalam perjanjian kredit atau perjanjian hutang. Prestasi tersebut dapat dirumuskan dalam salah satu pasal perjanjian kredit atau perjanjian

hutang. Dalam perjanjian kredit baru berupa janji untuk memberikan Jaminan Fidusia sebagai jaminan pelunasan hutang, sedangkan perjanjian pemberian Jaminan Fidusia akan dilakukan dengan akta tersendiri yang disebut dengan Akta Jaminan Fidusia yang dibuat oleh pejabat yang berwenang yaitu notaris.

Perjanjian kredit atau perjanjian hutang atau perjanjian lainnya yang menimbulkan hutang yang merupakan perjanjian pokok tersebut dapat dibuat oleh :

1. Dapat dibuat dalam bentuk akta di bawah tangan yang artinya dibuat oleh kreditur dan debitur sendiri atau dalam bentuk akta yang dibuat di hadapan notaris.

2. Perjanjian kredit atau perjanjian hutang atau perjanjian lainnya yang menimbulkan hutang dapat dibuat oleh orang perseorangan atau korporasi.

2. Tahap Kedua.

Pembuatan Akta Jaminan Fidusia.

Dalam tahap kedua ini merupakan tahap pemberian jaminan fidusia yang ditandai dengan pembuatan Akta Jaminan Fidusia yang dibuat oleh notaris sebagai Pejabat yang berwenang untuk membuat akta dan ditanda tangani oleh kreditur sebagai penerima Jaminan Fidusia dan debitur sebagai pemberi Jaminan Fidusia. Sesuai dengan bunyi Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Jaminan Fidusia yang menegaskan bahwa Pembebanan Benda dengan Jaminan Fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta Jaminan Fidusia.

Selanjutnya sejalan dengan bunyi Pasal 6 Undang-Undang Jaminan Fidusia, maka Akta Jaminan Fidusia sekurang-kurangnya memuat :

a. identitas pihak Pemberi dan Penerima fidusia; b. data perjanjian pokok yang dijamin fidusia;

c. uraian mengenai Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia; d. nilai penjaminan; dan

e. nilai Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.

Di samping itu menurut Pasal 7 Undang-Undang Jaminan Fidusia, utang yang tercantum di dalam Akta Jaminan Fidusia dapat berupa :

a. utang yang telah ada;

b. utang yang akan timbul di kemudian hari yang telah diperjanjikan dalam jumlah tertentu; atau

c. utang yang pada saat eksekusi dapat ditentukan jumlahnya berdasarkan perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban memenuhi suatu prestasi.

Dari uraian tahap pertama dan tahap kedua proses pemberian Jaminan Fidusia dilakukan secara tertulis sebagai pembuktian adanya penyerahan hak kebendaan obyek fidusia dari debitur kepada kreditur dan sangat bermanfaat bagi si kreditur jika ia akan mempertahankan haknya terhadap pihak ketiga, serta dengan dilakukannya perjanjianJaminan Fidusia dilakukan secara tertulis, maka dapat dicantumkan janji-janji khusus antara debitur dan kreditur yang mengatur hubungan hukum mereka.

Pendaftaran Akta Jaminan Fidusia.

Pada tahap ketiga ini ditandai dengan pendaftaran Akta Jaminan Fidusia ke Kantor Pendaftaran Fidusia, yang dalam hal ini adalah Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (dahulu Departemen Kehakiman Republik Indonesia) dan pendaftaran tersebut bersifat wajib.Dan untuk pendaftaran fidusia untuk seluruh wilayah Indonesia dilakukan melalui Kantor Wilayah Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (dahulu Departemen Kehakiman Republik Indonesia) yang terdapat di setiap Provinsi di seluruh Indonesia. Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 11 ayat (1) dan Pasal 12 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Jaminan Fidusia yang berbunyi sebagai berikut :

Pasal 11 ayat (1) :

Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia wajib didaftarkan. Pasal 12 ayat (1) dan ayat (3) :

− Pendaftaran Jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (1) dilakukan pada Kantor Pendaftaran Fidusia.

− Kantor Pendaftaran Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berada dalam lingkup tugas Departemen Kehakiman.

Namun saat ini pendaftaran jaminan Fidusia sendiri tidak harus langsung ke kantor Kementerian Hukum dan Ham. Setelah dikeluarkannya PP no. 21 tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia, maka pendaftaran fidusia bisa dilakukan secara elektronik.1

Hal ini tertulis dalam pasal 2 PP no. 21 tahun 2015 yang mengatakan :

1

Hasil wawancara dengan bapak Gordon Eliwon Harianja S.H. di kantor notaris Gordon Eliwon Harianja S.H. pada tanggal 2 September 2015

(1) Permohonan pendaftaran Jaminan Fidusia, permohonan perbaikan sertifikat Jaminan Fidusia, permohonan perubahan sertifikat Jaminan Fidusia, dan pemberitahuan penghapusan sertifikat Jaminan Fidusia diajukan oleh Penerima Fidusia, kuasa atau wakilnya kepada Menteri. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan melalui sistem

pendaftaran Jaminan Fidusia secara elektronik.

Dari bunyi Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Jaminan Fidusia yang mengatakan bahwa Jaminan Fidusia wajib didaftarkan, sehingga dengan adanya kata “wajib”, hal tersebut memberi arti bahwa Jaminan Fidusia tersebut “harus” didaftarkan untuk memenuhi asas publisitas dari suatu hak kebendaan.

Pendaftaran Akta Jaminan Fidusia tersebut diajukan berdasarkan permohonan dari Penerima Fidusia, Kuasa atau Wakilnya dengan melampirkan pernyataan pendaftaran Jaminan Fidusia, hal tersebut diatur dalam Pasal 13 ayat (1) Undang Jaminan Fidusia. Dan berdasarkan Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Jaminan Fidusia, pernyataan pendaftaran Jaminan Fidusia memuat :

a. Identitas pihak Pemberi dan Penerima Fidusia;

b. Tanggal, nomor Akta Jaminan Fidusia, nama, tempat kedudukan notaris yang membuat Akta Jaminan Fidusia;

c. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia;

d. Uraian mengenai Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia; e. Nilai penjaminan; dan

f. Nilai benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.

Jadi menurut Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Jaminan Fidusia dikatakan bahwa yang mengajukan permohonan pendaftaran jaminan fidusia

bukanlah si pemberi jaminan fidusia, walaupun benda yang menjadi obyek jaminan fidusia berada di tangan pemberi jaminan fidusia, akan tetapi yang mengajukan permohonan pendaftaran jaminan fidusia adalah penerima jaminan fidusia sebagai pemegang hak atas benda yang menjadi obyek jaminan fidusia tersebut. Selanjutnya menurut bunyi Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Jaminan Fidusia , penerima jaminan fidusia di dalam permohonannya harus melampirkan pernyataan pendaftaran Jaminan Fidusia yang berisikan uraian mengenai benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia, dimana hal tersebut untuk memenuhi asas spesialitas dari suatu hak kebendaan.

Setelah permohonan pendaftaran dari Penerima Fidusia, Kuasa atau Wakilnya yang telah dilampiri dengan pernyataan pendaftaran Jaminan Fidusia tersebut, permohonan dimasukkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia (dalam hal ini Kementrian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia/dahulu Departemen Kehakiman Republik Indonesia) secara elektronik dalam jangka waktu paling lama 30 hari setelah dibuatnya akta jaminan fidusia.

Setelah didaftarkan secara elektronik, kemudian jika memenuhi ketentuan maka penerima fidusia akan menerima bukti pendaftaran, dan kemudian pemohon harus membayar biaya pendaftaran jaminan fidusia melalui bank persepsi berdasarkan bukti pendaftaran yang diterima oleh pemohon. Setelah itulah kemudian Pendaftaran jaminan fidusia akan dicatat secara elektronik.1

Setelah semua tahapan tersebut dilakukan maka lahirlah Jaminan fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal jaminan fidusia dicatat dan sertifikat jaminan fidusia ditandatangani secara elektronik oleh pejabat kantor pendaftaran

1

Fidusia. Sertifikat jaminan fidusia sudah dapat dicetak pada tanggal yang sama dengan tanggal jaminan fidusia tersebut dicatat pada kantor pendaftaran fidusia.

Sertifikat Jaminan Fidusia yang dikeluarkan oleh Kantor Pendaftaran Fidusia dicantumkan kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Hal ini diatur di dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Jaminan Fidusia, dimana dengan adanya kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” maka menurut Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Jaminan Fidusia, Sertifikat Jaminan Fidusia tersebut mempunyai kekuatan eksekutorial (dapat dieksekusi) yang nilai eksekutorialnya sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan menurut Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Jaminan Fidusia bahwa apabila debitur cidera janji, maka Penerima Fidusia mempunyai hak untuk menjual benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia atas kekuasaannya sendiri.

Menurut Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Dalam Empat Lingkungan Peradilan1

a. Pengalihan hak atas piutang yang dijamin dengan fidusia yang

mengakibatkan beralihnya demi hukum segala hak dan kewajiban penerima fidusia kepada kreditur baru.

Jo pasal 29 Undang-Undang Jaminan Fidusia dikatakan :

Apabila atau pemberi fidusia cedera janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dapat dilakukan dengan cara :

1Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Dalam Empat Lingkungan Peradilan Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2009, hal. 433.

b. Penjualan Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia atas kekuasaan Penerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan;

c. Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan Pemberi dan Penerima Fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.

Jadi penjualan benda yang menjadi jaminan fidusia bukan hanya melalui pelelangan umum, tetapi dapat melalui pengalihan hak atas piutang yang dijamin dengan fidusia maupun penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan Pemberi dan Penerima Fidusia dengan catatan penjualan di bawah tangan tersebut dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh Pemberi dan atau Penerima Fidusia kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan.

Dengan dicantumkannya irah-irah “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”, maka apabila hendak dilaksanakannya eksekusi terhadap benda yang menjadi obyek jaminan fidusia tersebut, debitur atau pemberi fidusia wajib menyerahkan benda yang menjadi obyek jaminan fidusia tersebut, hal ini diatur di dalam Pasal 30 Undang-Undang Jaminan Fidusia.

Setelah dikeluarkannya Sertifikat Jaminan Fidusia dengan irah-irah “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” oleh Kantor Pendaftaran Fidusia yang dalam hal ini adalah Kementrian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (dahulu Departemen Kehakiman

Republik Indonesia) secara elektronik, maka selesailah proses pemberian Jaminan Fidusia dalam suatu perjanjian kredit antara kreditur dengan debitur.

C. Kaitan Dan Peran Notaris DalamPembuatan Akta Pemberian Jaminan