• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberitaan Kriminal dikaitkan dengan Hak Asasi Manusia

BAB III PEMBERITAAN TINDAK KRIMINAL DIKAITKAN

B. Pemberitaan Kriminal dikaitkan dengan Hak Asasi Manusia

Semakin banyaknya jumlah stasiun televisi tidak dapat dipungkiri telah terjadi persaingan untuk menarik minat pemirsa televisi. Untuk dapat mempertahankan kelangsungannya, stasiun televisi akan membuat program-program yang menarik minat dari pemirsa untuk menonton siaran stasiun televisi. Dengan program-program yang menarik diharapkan jumlah penonton akan bertambah. Dengan demikian stasiun televisi akan lebih dikenal yang secara otomatis akan berpengaruh pada masuknya iklan ke stasiun TV yang sedikit banyak ditentukan oleh jumlah pemirsa suatu acara yang ditayangkan. Stasiun-stasiun televisi akan berlomba-lomba untuk menciptakan program-program yang dapat menarik perhatian pemirsa. Dalam penyiaran produksi program siaran, tolok ukur dari suatu program disebut dengan rating. Tingginya rating atau peringkat

suatu program acara, misalnya, dinilai dari cukup banyaknya jumlah pemirsanya. Perusahaan-perusahaan yang ingin mempromosikan produk dan jasanya lewat iklan TV, biasanya akan memperhatikan pula rating suatu acara. Semakin tinggi ratingnya, semakin banyak pula peminat yang memasang iklan di acara tersebut.

Berita mengenai kejahatan tentu saja merupakan salah satu daya tarik dari stasiun televisi swasta untuk menarik minat pemirsa. Misalnya berita criminal yang ditayangkan hampir di setiap stasiun televisi swasta. Bila dulu berita kriminal adalah salah satu menu dalam berita umum, kini berita kriminal memiliki jam tayang khusus. Jika ada tindak kriminal yang menarik untuk diberitakan, kejahatan yang dilakukan oleh publik figur, kejahatan korupsi yang dilakukan oleh pejabat negara, maka akan ditayangkan berkali-kali oleh banyak stasiun televisi dan disertai dengan pengupasan yang lebih dalam. Rating yang tinggi membuat acara berita kriminal terus ada.

Salah satu hal atau ciri yang menjadi isi dari berita kriminal yang disiarkan pada umumnya menyiarkan berita-berita kejahatan terdini yang terjadi di seluruh wilayah Indonesia. Oleh karena itu, dalam penyiaran berita kriminal berita yang menjadi factor penentu adalah kecepatan pemberitaan misalnya berita langsung dari tempat kejahatan kejahatan.

Penyiaran berita kriminal menyiarkan kejadian langsung yaitu pada saat tersangka atau terdakwa ditangkap dan diserahkan keapda pihak yang berwajib dengan wajah tersangka yang babak belur akibat dipukul masa, interogasi penyidik ataupun rekonstruksi ulang peristiwa pidana pada saat tertangkap. Pemirsa tayangan kriminal juga dapat secara langsung mendengar, menyaksikan

kejadian dalam sidang peradilan sehingga akhirnya masyarakat akan mempunyai suatu pendapat mengenai perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa. Penyiaran berita kriminal di tempat kejadian perkara atau pada saat pemeriksaan perkara di pengadilan secara langsung diliput oleh wartawan dari media cetak dan elekronik dengan menyorot langsung secara jelas wajah pelaku sehingga pemirsa dapat melihat secara langsung melalui penyiaran berita di televisi. Beberapa hal menjadi alasan dari penyiaran televisi antara lain menampilkan wajah terdakwa untuk memberikan efek malu atau memberikan gambaran kepada masyarakat tentang kejahatan yang dilakukan terdakwa, memberi informasi agar masyarakat mengetahunya banyaknya kejahatan di sekitarnya.

Asas dalam Hukum Acara Pidana adalah asas “praduga tak bersalah” (presumption of innocent), yang pada pokoknya berarti setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan atau dihadapkan di muka siding pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya keputusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap. Hal ini berarti tersangka atau terdakwa diperlakukan sebagai tidak bersalah apabila belum ada atau telah dibuktikan dalam persidangan pengadilan, dengan demikian, terdakwa atau tersangka diperlakukan sebagai orang yang tak bersalah merupakan perwujudan dari suatu proses hukum yang adil (due process of law).55

Asas presumption of innocent meletakkan penghormatan terhadap hak asasi orang yang diduga melakukan perbuatan tercela atau bertentangan dengan hukum dan harus dibuktikan dahulu dalam suatu proses persidangan dan

55

M. Karjadi dan R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dengan

terhadapnya diberikan upaya-upaya untuk membuktikan bahwa dia tidak bersalah. Perbuatan yang melanggar hukum dari tersangka atau terdakwa harus dibuktikan terlebih dahlu melalui proses pemeriksaan di pengadilan untuk ditentukan apakah terbukti seseorang yang diduga melakukan tindak pidana. Oleh karena itu asas praduga tidak bersalah merupakan salah satu asas utama dalam hukum pidana.

Penyampaian identitas dan wajah pelaku secara jelas dalam tayangan berita, secara tidak langsung akan membentuk suatu pendapat masyarakat pemirsa tentang perbuatan yang telah dilakukan oleh terdakwa. Kata-kata yang disampaikanoleh presenter berita kriminal yang menggiring ke suatu pembentukan kesimpulan, tentunya akan memojokkan tersangka atau terdakwa. Dalam beberapa tayangan kriminal, presenter menyampaikan pendapat dengan kata-kata sendiri yang memberikan alasan-alasan tentang tindak pidana yang diberitakan. Penyampaian pendapat ini bukan merupakan suatu fakta hukum melainkan hanya suatu opini atau asumsi terjadi kejahatan berdasarkan hasil liputan di lapangan yang kemudian ditayangkan menjadi berita kriminal dengan komentar-komentar dari pembawa acara yang disusun berdasarkan intuisinya yang menggiring pada suatu pendapat.

Demikian juga dengan penyiaran rekonstruksi kriminal, proses penangkapan tersangka atau terdakwa yang disiarkan dalam berita kriminal, hal tersebut seolah-olah menunjukkan bahwa yang ditangkap sudah pasti bersalah dan dialah pelakunya. Hal tersebut bertentangan dengan asas presumption of innocent

yang mempunyai makna bahwa seseorang harus diperlakukan sebagai tidak bersalah sebelum persidangan menyatakan bahwa ia bersalah.

Menurut penulis, penyiaran berita kriminal yang ditayangkan oleh televisi pada masa sekarang ini telah terjadi pelanggaran HAM dalam proses penayangan berita kriminal tersebut. Telah terjadi pelanggaran HAM terhadap pelaku dan terhadap publik. Hak publik juga dicederai untuk lebih mendapatkan informasi yang lebih bermutu, informasi yang dapat lebih meningkatkan secara kualitatif kemampuan analisis. Penayangan berita kriminal telah melanggar hak asasi pribadi seseorang karena walaupun orang tersebut adalah pelaku tindak pidana, akan tetapi sebagai seorang pribadi HAM nya tidak akan terlepas. Oleh karena itu harus tetap diberikan perlindungan terhadap hak-haknya sebagai seorang tersangka dalam pemberitaan berita kriminal.

Sebagai negara hukum, setiap orang harus taat hukum, termasuk kalangan pers. Artinya kalangan pers harus bekerja profesional, obyektif, taat kode etik profesi dan bertanggungjawab terhadap setiap informasi yang disampaikan kepada masyarakat. Apabila pemberitaannya tidak seimbang, obyektif dan berdasarkan fakta, serta tidak menghormati asas praduga tak bersalah dan lain-lain, tentunya harus diproses, baik melalui jalur hukum maupun di luar jalur hukum, tergantung sarana mana yang paling efektif dan bermanfaat bagi kedua belah pihak.56

Adanya UU Pers tentunya bukan bermaksud untuk mengkriminalisasikan pers atau lebih jauh ingin mengekang kebebasan pers. Justru UU Pers tersebut sangat menjamin adanya kebebasan pers, namun harus diiringi dengan obyektivitas, independensi dan tanggungjawab dalam segala pemberitaannya sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Walaupun ini sulit, karena

56

http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=DELIK%20PERS&&nomorurut_ artikel=277. Diakses tanggal 30 September 2011.

pemberitaan tidak selalu berdampak positif terhadap semua pihak, sehingga ada yang merasa dirugikan. Namun kalangan pers tidak perlu cemas, karena masyarakat akan sangat mendukung dan memberikan apresiasi yang tinggi apabila yang media ungkap memang sebuah fakta yang harus diketahui publik, dari nara sumber yang tepat dan obyektif dan dilengkapi dengan data yang akurat.57

Dalam UU No 40/1999 diatur ketentuan pidana dalam Bab VIII Pasal 18, yaitu Pasal 18 ayat (1): Setiap orang yang menghambat/menghalangi kebebasan pers (seperti: penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran) dan menghambat/menghalangi pelaksanaan hak pers (seperti : mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi) dipidana penjara paling lama 2 tahun/denda paling banyak Rp 500.000.000; Pasal 18 ayat (2) : Perusahaan Pers yang memberikan peristiwa dan opini dengan tidak menghormati norma-norma agama, rasa kesusilaan masyarakat, asas praduga tak bersalah, tidak melayani hak jawab dan memuat iklan yang berakibat merendahkan martabat suatu agama dan atau mengganggu kerukunan hidup antar umat beragama, serta bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat; memuat iklan minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku; serta memuat iklan dengan meragakan wujud rokok dan atau penggunaan rokok, dipidana denda paling banyak Rp 500.000.000, dan Pasal 18 ayat (3) : Perusahaan Pers yang tidak berbentuk badan hukum Indonesia dan tidak mengumumkan nama, alamat dan penanggungjawab secara terbuka

57

melalui media yang bersangkutan, serta penerbitan pers yang tidak menyebutkan nama dan alamat penerbitan, dipidana denda paling banyak Rp 100.000.000,-

C. Perlindungan HAM Pelaku Tindak Pidana dalam Pemberitaan Tindak

Dokumen terkait