• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

A. Landasan Teori

3. Pembiayaan Bermasalah

Pembiayaan bermasalah merupakan pembiayaan yang telah disalurkan oleh bank, dan nasabah tidak dapat melakukan pembayaran atau melakukan angsuran sesuai dengan perjanjian yang telah ditandatangani oleh bank dan nasabah (Ismail, 2010, p.122). Pembiayaan bermasalah adalah peminjaman yang tertunda atau ketidak mampuan peminjam untuk membayar kewajiban yang telah dibebankan (Muhammad, 2004, p:304).

Pembiayaan bermasalah menurut ketentuan Bank Indonesia merupakan pembiayaan yang digolongkan kedalam kolektibilitas Kurang Lancar (KL), Diragukan (D), dan Macet (M). Penilaian atau penggolongan suatu pembiayaan kedalam tingkat kolektibilitas pembiayaan tertentu didasarkan pada kriteria kualitatif dan kuantitatif. Kriteria penilaian kolektibilitas secara kualitatif didasarkan pada keadaan pembayaran pembiayaan yang tercermin

dalam catatan pembukuan bank,yaitu mencakup ketepatan

pembayaran/angsuran pokok, margin dan kewajiban lainnya. Penilaian terhadap pembayaran tersebut dapat dilihat dari data historis (past performance) dari masing-masing rekening pembiayaan, selanjutnya data historis tersebut dibandingkan dengan standar penilaian kolektibilitas, sehingga dapat ditentukan kolektibilitas suatu rekening pembiayaan. Dalam penentuanJudgementterhadap suatu debitur yang dinilai adalah kemampuan debitur membayar kembali pinjaman dari hasil usahanya sesuai dengan

perjanjian pembiayaan yang dapat dideteksi dari proyeksi cash flow usahanya (Suharjono, p : 253).

Pembiayaan bermasalah dapat disebabkan oleh salah satu atau beberapa faktor yang harus dikenali secara dini oleh pejabat pembiayaan atau Account Officer karena adanya unsur kelemahan baik dari sisi debitur, sisi bank maupun eksternal debitur dan bank.

a. Sisi Nasabah 1) Faktor Keuangan

Faktor-faktor keuangan yang dapat diidentifikaikan sebagai penyebab pembiayaan bermasalah adalah:

a) Hutang meningkat sangat tajam.

b) Hutang meningkat tidak seimbang dengan peningkatan jumlah asset.

c) Pendapatan bersih menurun.

d) Penurunan penjualan dan laba kotor.

e) Biaya penjualan, biaya umum dan administrasi meningkat. 2) Faktor Manajemen

a) Perubahan dalam manajemen dan kepemilikan perusahaan. b) Kegagalan dalam perencanaan pengembangan bisnis. c) Penyalahgunaan pembiayaan.

d) Manajemen puncak didominasi oleh barang yang kurang cakap. e) Pendapatan naik dengan kualitas menurun.

3) Faktor Operasional

a) Hubungan dengan mitra usaha menurun. b) Kehilangan satu atau lebih pelanggaran utama. c) Pembinaan sumber daya manusia yang kurang baik. d) Sistem operasional tidak efisien.

b. Sisi Internal Bank

1) Analisis kurang tepat, sehingga tidak dapat memprediksi apa yang akan terjadi dalam kurun waktu selama jangka waktu pembiayaan. 2) Adanya kolusi antara pejabat bank yang menanngani pembiayaan dan

nasabah sehingga bank memutuskan pembiayaan yang tidak seharusnya diberikan.

3) Keterbatasan pengetahuan pejabat bank terhadap jenis usaha debitur, sehingga tidak dapat melakukan analisis dengan tepat dan akurat. 4) Campurtangan terlalu besar dari pihak terkait.

5) Kelemahan dalam melakukan pembinaan dan monitoring kredit debitur.

c. Sisi Eksternal Bank

1) Unsur kesengajaan yang dilakukan oleh nasabah:

a) Nasabah sengaja untuk tidak melakukan pembayaran angsuran kepada bank, karena nasabah tidak memiliki kemauan dalam memenuhi kewajibannya.

b) Debitur melakukan ekspansi terlalu besar, sehingga dana yang dibutuhkan terlalu besar. Hal ini akan memiliki dampak terhadap keuangan perusahan dalam memenuhi keutuhan modal kerja. c) Penyelewengan yang dilakukan nasabah dengan menggunakan

dana kredit tersebut tidak sesuai dengan tujuan penggunaan. 2) Unsur ketidak sengajaan:

a) Debitur mau melaksanakan kewajiban sesuai perjanjian, akan tetapi kemampuan perusahaan sangat terbatas, sehinggatidak dapat membayar angsuran.

b) Perusahaan tidak dapat bersaing dengan pasar, sehingga volume penjualan menurun dan perusahaan rugi.

c) Perubahan kebijakan dan peraturan pemerintah yang berdampak pada usaha debitur.

d) Bencana alam yang dapat menyebabkan kerugian debitur (Ismail, 2011, p.124-125).

Jika bank tidak ingin rugi karena pembiayaan yang diberikan menjadi bermasalah, bank harus mampu mengidentifikasi gejala-gejala secara dini sehingga dapat segera mengambil langkah penanganan sebelum masalahnya semakin parah.Adanya gejala dini dari pembiayaan bermasalah dapat dideteksi dari keadaan-keadaan sebagai berikut:

1) Adanya tunggakan.

2) Mengajukan perpanjangan. 3) Saldo rata-rata giro menurun.

4) Hubungan dengan bank semakin renggang selalu menghindar setiap kali dihubungi.

5) Penurunan nilai atau hilangnya agunan.

6) Penanganan pembiayaan tidak sesuai rencana (Rivai dkk, 2007, p:478-479).

Ketidaklancaran nasabah membayar angsuran pokok maupun profit margin pembiayaan menyebabkan adanya kolektabilitas pembiayaan. Secara umum kolektabilitas pembiayaan dikategorikan menjadi 5 macam, yaitu :

1) Collectibility A (Lancar)

Collectibility A adalah debitur yang membayar kewajibannya secara lancar dan tidak melakukan penunggakan berturut-turut selama 3 bulan. Debitur yang penunggakannya hanya 2 bulan saja akan tetap dimasukan kedalam collectibility A (Hasibuan, 2004, p.114).

Ada beberapa karakteristik penggolongan pembiayaan

bermasalah pada collectibility lancar sebagai berikut : a) Dilihat dari segi prospek usahanya

b) Industri atau kegiatan usaha memiliki potensi pertumbuhan yang baik.

c) Pasar yang stabil dan tidak dipengaruhi oleh perubahan kondisi perekonomian.

d) Persaingan yang terbatas, termasuk posisi yang kuat dalam pasar. e) Manajemen yang sangat baik.

f) Tenaga kerja yang memadai dan belum pernah tercatat mengalami perselisihan atau permogokan.

g) Perusahaan afiliasi atau group stabil mendukung usaha debitur. h) Kondisi keuangan

(1) Perolehan laba yang tinggi dan stabil. (2) Permodalan kuat.

(3) Analisa arus kas menunjukan bahwa debitur dapat memenuhi kewajiban membayar pokok serta bunga tanpa dukungan sumber dana tambahan.

i) Kemampuan membayar

(1) Pembayaran tepat waktu, perkembangan rekening baik dan tidak ada tunggakan serta sesuai dengan persyaratan kredit. (2) Hubungan debitur dengan kreditur baik dan debitur selalu

menyampaikan informasi keuangan dengan akurat.

(3) Dokumen kredit kuat dan pengikatan agunan kuat (Sudardono, 2003).

2) Collectibility B (Dalam Perhatian Khusus)

Collectibility B adalah pembiayaan yang selama 3 bulan berturut-turut kewajibannya tidak dibayar oleh debitur, maka pembiayaan digolongkan tidak lancar. Pimpinan bank harus segera meningkatkan penagihan dan mengambil atau mempersiapkan tindakan-tindakan regresifnya (Hasibuan, 2004, p.114).

Pembiayaan ini digolongkan kepada perhatian khusus apabila memenuhi kriteria sebagai berikut :

a) Adanya keterlambatan pembiayaan angsuran sampai 90 hari, baik pokok maupun keuntungan.

b) Jarang terjadi tunggakan.

c) Dokumen kredit lengkap dan peningkatan angsuran kuat. d) Penyampaian informasi dari nasabah baik dan akurat.

e) Pelanggaran perjanjian yang tidak stabil (Muhammad, 2004, p.312).

3) Collectibility C (Kurang Lancar)

Collectibility C adalah pembiayaan yang 6 bulan berturut-turut kewajibannya tidak dibayar debitur, sehingga pembiayaan digolongkan sebagai pembiayaan macet. Collectibility A bila berlangsung menjadi Collectibility C, apabila debitur mengalami musibah, seperti: kebakaran, bencana alam dan sebagainya. Sebaliknya, Collectibility C bisa menjadi Collectibility A, jika debitur melunasi semua kewajibannya atau kembali aktif. Jika Collectibility C tidak dilunasi debitur, sebaliknya bank harus menyita atau menjual agunan untuk menghindari kerugian besar (Hasibuan, 2004, p.114).

Adapun Collectibility C (kurang lancar) adalah sebagai berikut : a) Terlambat pembayaran angsuran dalam jangka waktu 90 sampai

190 hari.

b) Terdapat tunggakan pembayaran beberapa kali khususnya untuk menutupi kerugian operasional dan kekurangan arus kas.

c) Informasi keuangan tidak dapat dipercaya.

d) Perpanjangan kredit untuk menyembunyikan kesulitan keuangan (Suharsono, 2003, p.54).

4) Collectibility D (Diragukan)

Collectibility D adalah pembiayaan yang telah masuk piutang ragu-ragu karena agunannya telah disita oleh bank, tetapi tidak cukup untuk membayar hutangnya. Hal ini terjadi karena penetapan besarnya plafon yang tidak baik dan objektif oleh analisis kredit yang mungkin disebabkan karena kolusi dan nepotisme. Collectibility D sebaiknya dihapuskan dari buku piutang ragu-ragu dan dimasukkan dalam wate off pembiayaan macet pada administrasi tertentu, sehingga masih bisa tetap ditagih (Hasibuan, 2004, p.114).

Adapun kriteria Collectibility D (diragukan) adalah sebagai berikut :

a) Terlambat pembayaran angsuran dalam waktu 180 sampai dengan 290 hari.

b) Terjadinya tunggakan yang bersifat permanen khususnya untuk menutupi kerugian operasionalnya dan kekurangan arus kas. c) Informasi keuangan tidak tersedia atau tidak dapat dipercaya. d) Pengikatan agunan lemah.

5) Collectibility E (Macet)

Ciri-ciri pembiayaan macet adalah sebagai berikut : a) Kelangsungan usaha sangat diragukan.

b) Kemungkinan besar kegiatan usaha akan terhenti. c) Manajemen sangat lemah.

d) Mengalami kerugian besar.

e) Tidak mampu memenuhi seluruh kewajiban dan kegiatan usaha.

f) Terlambatnya membayar angsuran pembiayaan dalam waktu lebih dari 270 hari.

g) Pengikatan agunan tidak ada (Muhammad, 2004, p.56).

Penyebab dari kegagalan pembiayaan dapat berasal dari dalam bank maupun dari pihak luar. Bila ditarik suatu garis besar terjadinya kegagalan pembiayaan (pembiayaan bermasalah) adalah kurang cakapnya pihak pengelola pembiayaan, lemahnya monitoring penggunaan pembiayaan dan iktikad yang kurang baik dari debitur.

Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan kegagalan pembiayaan antara lain sebagai berikut:

1) Faktor Internal

a) Adanya self dealing atau tindak kecurangan aparat pengelola pembiayaan.

b) Bank selalu mengejar target.

c) Petugas bank terlalu fokus terhadap jaminan.

d) Petugas bank merasa hutang budi, karen telah memperoleh hadiah dari debitur.

e) Bank terlambat mencairkan pinjaman. f) Terlalu kecil dan terlalu besar pembiayaan.

g) Debitur memperoleh balance dari pejabat yang lebih tinggi dari top manajemen bank itu sendiri atau pejabat pemerintah yang berkuasa. h) Kurangnya pengetahuan teknis para pengelola pembiayaan.

i) Pengelola pembiayaan tidak tegas dan lemah dalam melakukan monitoring penggunaan pembiayaan.

j) Kurang baiknya management information system yang ada pada bank tersebut.

k) Kebijakan pembiayaan yang belum memadai.

l) Lemahnya monitoring terhadap penggunaan pembiayaan 2) Faktor Eksternal

Adanya beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terhadap kegagalan/penyebab pembiayaan bermasalah, antara lain:

a) Kebiajakan pemerintah (sosial, politik, dan ekonomi) yang berpengaruh terhadap operasional perusahaan.

b) Terjadinya bencana alam, kerusakan yang merusak/

menghancurkan usaha debitur. c) Iktikad buruk dari debitur.

d) Adanya penyalahgunaan dari fasilitas pembiayaan. e) Pemalsuan usaha.

f) Penggunaan angsuran pihak ketiga. g) Debitur melarikan diri.

h) Miss manajemen. i) Tersangka pihak pidana.

j) Adanya tekanan yang dilakukan oleh penguasa.

k) Jaminan yang tidak marketable, sehingga sulit dilakukan likuidasi pada pembiayaan macet

Dokumen terkait