BAB II : TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEOR
B. Kerangka Teori
2. Pembiayaan Mudharabah
Pembiayaan mudharabah adalah akad antara pihak bank
sebagai sahibul mal dan nasabah sebagai mudharib untuk
melaksanakan kegiatan usaha, dimana bank syariah memberikan
modal 100% dan nasabah bertindak sebagai pengelolenya. Apabila
dalam usaha mengalami keuntungan maka keuntungan dibagi
sesuai dengan nisbah bagi hasil yang telah disepakati. Dan apabila
terjadi kerugian dalam pengelolaan usaha maka kerugian hanya
ditanggung oleh pemilik dana selama kerugian bukan disebabkan
karena unsur kesengajaan dan kelalaian dari pengelola (Antonio,
2012: 95).
Pembiayaan berdasarkan akad mudharabah sebagai salah satu
produk penyaluuran dana mendapatkan dasar hukum dari PBI No.
9/19/PBI/2007 Tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam
kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan
jasa bank syariah, sebagaimana yang telah diubah dengan PBI No.
10/16/PBI/2008. Dalam pasal 3 PBI menyebutkan antaralain
pemenuhan prinsip syariah sebagaimana, dengan dilakukan melalui
mempergunakan antara lain akad Mudharabah, Musyarakah,
Salam, Istishna, Ijarah Mutahiyya Bittamlik dan Qordh (Anshori,
2009: 132).
b. Landasan Syariah Mudharabah
Secara umum, landasan dasar syariah al-mudharabah lebih
mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha. Hal ini tampak dalam
ayat Al-Qur’an berikut ini (Antonio,2001: 95)
لآ ْضف ْ وغ ْ ْرأآ ف وبرْض ورخاءو...
ا
...
“...Dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT...” (Q.S Al-Muzzammil ayat 20).
Yang menjadi wajhud-dilalah atau argumen dari surah Al-
Muzammil ayat 20 adalah adanya kata yadhribun yang sama dengan akar
kata mudharabah yang berarti melakukan suatu perjalanan usaha.
آو ْرأآ فْاورش ف و َ آ ضقا إف ....لآ ْضف ْاوغ ْب
“Apabila telah ditunaikan sholat maka bertebaranlah kmu dimuka bumi dan carilah karunia Allah SWT... “ (Al-Jum’ah ayat 10).
ْ ِبَر ِ اْضفْاوغ ْ حا خ ْ ْ ع سْ
ج
...
“ Tidak ada dosa (halangan) bagi kmu untuk mencari karunia (rizki hasil
perniagaan) dari Tuhanmu....”(Q.S Al-Baqarah ayat 98).
Surah Al-Jumu’ah ayat 10 dan Al-Baqarah ayat 98 sama-sama mendorong kaum muslimin untuk melakukan upaya perjalanan usaha.
Ayat diatas sebenarnya sama sekali tidak membicarakan teknis
berbicara kemahatuhanan Allah SWT terhadap orang-orang yang
menjalankan kebajikan dan mencari rizki Allah di muka bumi.
Penyandaran dalil diatas menjadi keniscayaan jika dilihat dari keumuman
ayat bukan dari kekhususan ayat tentang teknis pelaksanaan mudharabah
(Afandi, 2009: 103).
Rukun dan syarat dalam pembiayaan mudharabah yang dimuat
dalam fatwa DSN no. 7 tentang mudharabah yaitu:
1. Penyedia dana (shahibul maal) dan pengelola (mudharib) harus cakap hukum.
2. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad),
dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan
tujuan kontrak (akad).
b. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak..
c. Akad dituangkan secara tertulis melalui korespondensi atau dengan
menggunakan cara-cara komunikasi modern.
3. Modal ialah sejumlah uang dan/atau aset yang diberikan oleh penyedia
dana kepada mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai
berikut:
b. Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal
diberikan dalam bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada
waktu akad.
c. Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada
mudharib, baik secara bertahap maupun tidak sesuai dengan
kesepakatan dalam akad.
4. Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan
dari modal.Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi:
a. Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan
hanya untuk satu pihak.
b.Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan
dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk
persentase (nisbah) dari keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan
nisbah harus berdasarkan kesepakatan.
c. Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah,
dan pengelola tidak boleh menanggung kerugian apapun kecuali
diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran
kesepakatan.
5. Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib), sebagai perimbangan
(muqabil) modal yang disediakan oleh penyedia dana, harus
a. Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan
penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan
pengawasan.
b. Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola
sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan
mudharabah, yaitu keuntungan.
c. Pengelola tidak boleh menyalahi hukum Syari’ah Islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah, dan harus
mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktifitas itu.
c. Jenis-Jenis Mudharabah
Secaraumum mudharabah terbagi menjadi dua jenis yaitu
mudharabah mutlaqah dan mudharabah muqayyadah (Antonio, 2012:
97).
a. Mudharabah muthlaqah
Mudharabah mutlaqah adalah bentuk kerjasama antara sahibul
maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi
oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis. Dalam
pembahasan fiqh ulama salafus saleh sering kali mencontohkan
dengan ungkapan if’al ma syi’ta (lakukan sesukamu) dari sahibul maal ke mudharib yang memberikan kekuasaan sangat besar.
MODAL 100% TENAGA
BAGI HASIL
Mudharabah muqayyadah adalah balikan dari mudharabah
mutlaqahdimana, mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha,
waktu dan tempat usaha.
d. Skema transaksi mudharabah
perjanjian kerja sama
Gambar 2.1 Skema Pembiayaan Mudharabah
Sumber : Ismail, 2011: 85 Sahibul maal BANK Mudharib NASABAH PROYEK USAHA KEUNTUNGAN PENDAPATAN
Dari skema transaksi pembiayaan mudharabah diatas dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1. Sahibul maal dan mudharib melaksanakan kerja sama usaha. Bagi hasil ditetapkan sesuai dengan persentase nisbah yang telah
diperjanjikan antara sahibul maal dan mudharib.
2. Sahibul maal menyerahkan modal 100 persen dan Mudharib,
sebagai pengusaha atas dasar keahliannya, akan mengelola dana
investasi dalam sebuah proyek atau dalam sebuah usaha riil.
3. Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad pada setiap bulan atau waktu yang telah disepakati. Bank sebagai
pemilik modal menanggung seluruh kerugian kecuali akibat
kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah, seperti
penyelewengan , kecurangan, dan penyalah gunaan dana.
4. Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pengerjaan namun tidak berhak mencampuri urusan pekerjaan/ usaha nasabah.