• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

A. Telaah Pustaka

2. Pembiayaan Murabahah a.Definisi murabahah

Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa murabahah merupakan jual beli yang dilakukan seseorang dengan berdasarkan harga beli penjual ditambah keuntungan dengan syarat harus sepengetahuan kedua belah pihak (Afandi, 2009: 85).

Menurut Syafi’i Antonio (2001: 101) Murabahah adalah jual beli suatu barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam murabahah, penjual harus memberi tahu harga produk yang dibeli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahan kepada pembeli.

b. Landasan hukum 1) Al-Qur’an

َّلَحَأَو

ٱ

ُهَّلل

ٱ

ۡل

ۡيَب

َع

َمَّسَحَو

ٱ

ٰىَبِّسل

ْۚ ا

Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (Al-Baqarah: 275).

2) Al-Hadist

Dari Suhaib ar-Rami r.a. bahwa Rasulullah saw. Bersabda, “Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan

26

mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (HR Ibnu Majah).

3) Fatwa Dewan Syariah Nasional

Menurut Fatwa DSN MUI Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah, yaitu antara lain:

a) Ketentuan umum murabahah dalam bank syariah, yaitu:

(1) Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.

(2) Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah Islam.

(3) Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian

barang yang telah disepakati kualifikasinya.

(4) Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembeli ini harus sah dan bebas riba.

(5) Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.

(6) Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah

(pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus

keuntungannya. Dalam kaitan ini bank harus

memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukannya.

(7) Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.

(8) Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau

kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.

(9) Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank.

b) Ketentuan murabahah kepada nasabah, yaitu:

(1) Nasabah mengajukan permohonan dan perjanjian

pembelian suatu barang atau aset kepada bank.

(2) Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus menerima atau membelinya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati, karena secara hukum perjanjian tersebut mengikat, kemudian kedua belah pihak harus memenuhi kontrak jual beli.

(3) Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan.

28

(4) Jika kemudian nasabah menolak membeli barang

tersebut, biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut.

(5) Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah.

(6) Jika uang muka memakai kontrak „urbun sebagai alternatif dari uang muka, maka:

(a) Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal membayar sisa harga.

(b) Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya.

c) Jaminan dalam murabahah, yaitu:

(1) Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya.

(2) Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan

jaminan yang dapat dipegang.

d) Utang dalam murabahah, yaitu:

(1) Secara prinsip, penyelesaian utang nasabah dalam

transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban untuk menyelesaikan utangnya kepada bank.

(2) Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya.

(3) Jika penjual barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus menyelesaikan utangnya sesuai kesepakatan awal. Ia tidak boleh memperlambat pembayaran angsuran atau meminta kerugian itu diperhitungkan.

e) Penundaan pembayaran dalam murabahah, yaitu:

(1) Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian utangnya.

(2) Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan

sengaja, atau jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

30

c. Rukun dan Syarat Murabahah

Oleh karena murabahah adalah salah satu jenis jual beli, maka rukun murabahah adalah seperti rukun jual beli pada umumnya, yang menurut jumhur ulama yaitu: aqidain, adanya objek jual beli, sighat, dan harga yang disepakati. Jika keempat hal tersebut terpenuhi, maka jual beli dianggap memenuhi rukun (Afandi, 2009: 90).

Sedangkan syarat murabahah menurut Syafi’i Antonio (2001: 102) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1) Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah

2) Kontak pertama harus sah sesuai dengan hukum yang

ditetapkan

3) Kontak harus bebas dari riba

4) Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian.

5) Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan

pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang. d. Manfaat dan Risiko Pembiayaan Murabahah

Sesuai dengan sifat bisnis (tijarah), transaksi murabahah memiliki beberapa manfaat, demikian juga risiko yang harus diantisipasi. Murabahah memberi banyak manfaat kepada bank syariah. Salah satunya adalah adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah.

Selain itu, sistem murabahah juga sangat sederhana, hal tersebut memudahkan penanganan administrasinya di bank syariah, serta menjadi akad yang lebih sering digunakan dalam pembiayaan di bank syariah (Ridwan, 2007: 80).

Sedangkan kemungkinan risiko yang harus diantisipasi menurut Ridwan (2007: 80) antara lain sebagai berikut:

1) Default atau kelalaian: nasabah sengaja tidak membayar angsuran

2) Fluktuasi harga komparatif. Ini terjadi bila harga suatu barang di pasar naik setelah bank membelikan untuk nasabah, bank tidak bisa mengubah harga jual beli tersebut.

3) Penolakan nasabah; barang yang dikirim bisa saja ditolak oleh nasabah karena berbagai sebab. Bisa jadi karena rusak dalam perjalanan sehingga nasabah tidak mau menerimanya. Karena itu, sebaiknya dilindungi dengan asuransi. Kemungkinan lain karena nasabah merasa spesifikasi barang tersebut berbeda dengan yang dipesan. Bila bank telah menandatangani kontrak pemberian dengan penjualnya, barang tersebut akan menjadi milik bank. Dengan demikian, bank mempunyai risiko untuk menjualnya kepada pihak lain.

4) Dijual; karena murabahah bersifat jual beli dengan utang, maka ketika kontrak ditandatangani, barang itu menjadi milik nasabah. Nasabah bebas melakukan apa pun terhadap aset

32

miliknya tersebut, termasuk untuk menjualnya. Jika terjadi demikian, risiko untuk default akan besar.

Secara umum, aplikasi perbankan dari murabahah dapat

digambarkan dalam skema sebagai berikut: 1. Negoisasi

& persyaratan

5. Terima Barang 2. Akad Jual Beli

6. Bayar

Dokumen terkait