• Tidak ada hasil yang ditemukan

345 Benediktus XVI, Pertemuan dengan para Imam Keuskupan Albano, Castel Gandolfo (31 Agustus 2006): Insegnamenti II/2 (2006), 163-179.

346 Yohanes Paulus II, Surat apostolik Spiritus et Sponsa, 13: AAS 96 (2004), 425.

347 Bdk. Benediktus XVI, Anjuran Apostolik pasca-sinode Verbum Domini, 66, l.c.: 743-744.

348 Pedoman Umum Liturgi Ibadat Harian, 202.

349 Bdk. Katekismus Gereja Katolik, 2634-2636.

terus-menerus dikaji dan dirasakan oleh umat manusia, karena imam ‘diambil’ dari antara manusia dan ditetapkan untuk menjadi pengantara relasi mereka dengan Allah [...] Mengingat bahwa imam adalah pengantara antara Allah dan manusia, banyak orang datang kepadanya dengan memohon doa-doanya. Doa dalam arti tertentu, ‘menjadikan’ imam, khususnya sebagai gembala. Pada saat yang sama, setiap imam “menjadikan dirinya” berkat doa. Saya memikirkan doa Brevir yang mengagumkan, Officium Divinum, di mana seluruh Gereja, melalui mulut para pelayannya, berdoa

dengan Kristus.”350

2.9 Pembimbing Jemaat Imam bagi Jemaat

77. Selain tuntutan-tuntutan yang telah dikaji tersebut, imam dipanggil untuk menyelaraskan dirinya dengan kebutuhan-kebutuhan khas dari aspek lain pelayanannya. Aspek ini berkaitan dengan perhatian bagi hidup jemaat yang dipercayakan kepadanya dan yang diungkapkan terutama dalam kesaksian cinta kasih.

Sebagai gembala jemaat –dalam keserupaan dengan Kristus, Gembala Baik, yang memberikan segenap hidup-Nya bagi Gereja–, imam ada dan hidup baginya. Ia berdoa, belajar, bekerja dan berkorban baginya. Baginya ia bersedia memberikan hidupnya, dengan mencintainya seperti Kristus, mencurahkan kepadanya

segenap cinta dan perhatiannya351, melimpahinya dengan segenap

kekuatan dan tanpa batas waktu, untuk menjadikannya, seturut

350 Yohanes Paulus II, Pidato kepada para peserta Simposium Internasional dalam rangka ulang tahun ke-30 Promulgasi Dekret konsili Presbyterorum Ordinis, 27 Oktober 1995, n. 5.

351 Bdk. Yohanes Paulus II, Anjuran Apostolik pasca-sinode Pastores dabo vobis, 22-23; Bdk. Surat apostolik Mulieris dignitatem (15 Agustus 1988), 26: AAS 80 (1988), 1715-1716.

terus-menerus dikaji dan dirasakan oleh umat manusia, karena imam ‘diambil’ dari antara manusia dan ditetapkan untuk menjadi pengantara relasi mereka dengan Allah [...] Mengingat bahwa imam adalah pengantara antara Allah dan manusia, banyak orang datang kepadanya dengan memohon doa-doanya. Doa dalam arti tertentu, ‘menjadikan’ imam, khususnya sebagai gembala. Pada saat yang sama, setiap imam “menjadikan dirinya” berkat doa. Saya memikirkan doa Brevir yang mengagumkan, Officium Divinum, di mana seluruh Gereja, melalui mulut para pelayannya, berdoa

dengan Kristus.”350

2.9 Pembimbing Jemaat Imam bagi Jemaat

77. Selain tuntutan-tuntutan yang telah dikaji tersebut, imam dipanggil untuk menyelaraskan dirinya dengan kebutuhan-kebutuhan khas dari aspek lain pelayanannya. Aspek ini berkaitan dengan perhatian bagi hidup jemaat yang dipercayakan kepadanya dan yang diungkapkan terutama dalam kesaksian cinta kasih.

Sebagai gembala jemaat –dalam keserupaan dengan Kristus, Gembala Baik, yang memberikan segenap hidup-Nya bagi Gereja–, imam ada dan hidup baginya. Ia berdoa, belajar, bekerja dan berkorban baginya. Baginya ia bersedia memberikan hidupnya, dengan mencintainya seperti Kristus, mencurahkan kepadanya

segenap cinta dan perhatiannya351, melimpahinya dengan segenap

kekuatan dan tanpa batas waktu, untuk menjadikannya, seturut

350 Yohanes Paulus II, Pidato kepada para peserta Simposium Internasional dalam rangka ulang tahun ke-30 Promulgasi Dekret konsili Presbyterorum Ordinis, 27 Oktober 1995, n. 5.

351 Bdk. Yohanes Paulus II, Anjuran Apostolik pasca-sinode Pastores dabo vobis, 22-23; Bdk. Surat apostolik Mulieris dignitatem (15 Agustus 1988), 26: AAS 80 (1988), 1715-1716.

citra Gereja Mempelai Kristus, semakin indah dan layak menerima kemurahan hati Bapa dan cinta kasih Roh Kudus.

Dimensi kemempelaian hidup imam sebagai gembala, akan memampukannya membimbing jemaatnya dengan melayani semua dan setiap anggotanya dengan penuh pengabdian, menerangi suara hati mereka dengan cahaya kebenaran yang diwahyukan, menjaga dengan penuh wibawa kebenaran injili hidup Kristiani, memperbaiki kesalahan-kesalahan, mengampuni, menyembuhkan luka-luka, menghibur penderitaan-penderitaan, dan menggalakkan

persaudaraan.352

Selain untuk menjamin suatu kesaksian cinta kasih yang semakin lebih transparan dan efektif, keseluruhan perhatian itu menampakkan juga persekutuan mendalam yang harus mewujud di antara imam dan jemaatnya, sebagai perpanjangan dan perwujudan persekutuan dengan Allah, dengan Kristus dan dengan

Gereja.353 Dalam meneladan Yesus, imam tidak dipanggil untuk

dilayani, namun untuk melayani (bdk. Mat. 20:28). Ia harus terus-menerus waspada terhadap godaan penyalahgunaan, berkaitan dengan keuntungan pribadi, rasa hormat yang besar dan rasa segan yang umat beriman tunjukkan terhadap imamat dan Gereja.

352 Bdk. Konsili Ekumenis Vatikan II, Dekret Presbyterorum Ordinis, 6; KHK., kan. 529, § 1.

353 St. Yohanes Krisostomus, De sacerdotio, III, 6: PG 48, 643-644: «Kelahiran rohani jiwa-jiwa dipercayakan kepada para imam: mereka melahirkan ke dalam hidup rahmat melalui pembaptisan; melalui mereka kita mengenakan Kristus, kita dikuburkan dengan Anak Allah dan menjadi anggota tubuh-Nya (Bdk. Rom 6: 1; Gal 3: 27). Maka, kita tidak hanya harus menghormati imam lebih dari bangsawan atau raja, namun menghormatinya lebih dari orang tua kita. Sungguh, orang tua kita telah memperanakkan kita dari darah dan kehendak daging (Bdk. Yoh 1:13); sebaliknya para imam telah melahirkan kita sebagai anak-anak Allah; mereka adalah sarana kelahiran kita kembali yang penuh sukacita, kebebasan kita dan pengangkatan kita ke dalam tata rahmat”

Sepikir-seperasaan dengan Gereja

78. Untuk menjadi pembimbing Umatnya, imam hendaklah juga penuh perhatian untuk mengetahui tanda-tanda zaman: dari hal yang berkenaan dengan Gereja universal dan perjalanannya dalam sejarah manusia, sampai hal yang paling dekat dengan situasi nyata setiap jemaat.

Disermen ini menuntut pembaruan terus-menerus dan benar dalam studi ilmu-ilmu suci dengan merujuk pada berbagai masalah teologis dan pastoral dan dengan melakukan suatu refleksi bijaksana terhadap kenyataan-kenyataan sosial, budaya dan ilmu yang menjadi ciri zaman kita.

Dalam menjalankan pelayanannya, para imam hendaknya bisa menerjemahkan kebutuhan itu dalam suatu sikap tetap dan tulus untuk sepikir-seperasaan dengan Gereja, dan dengan demikian mereka akan selalu bekerja dalam ikatan persekutuan dengan Paus, para Uskup, para saudara-saudara seimamat lainnya, para diakon, orang-orang yang mengikrarkan kaul nasihat-nasihat injili, dan dengan seluruh umat beriman.

Para imam menunjukkan cinta yang sungguh-sungguh kepada Gereja, yang adalah bunda keberadaan Kristiani kita, dan menghidupi sukacita keanggotaannya pada Gereja sebagai suatu kesaksian berharga bagi seluruh umat Allah.

Selain itu, mereka juga meminta, dalam bentuk-bentuk yang sah dan dengan mempertimbangkan kemampuan masing-masing, kerja sama umat beriman hidup bakti dan umat beriman awam dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan mereka.

Sepikir-seperasaan dengan Gereja

78. Untuk menjadi pembimbing Umatnya, imam hendaklah juga penuh perhatian untuk mengetahui tanda-tanda zaman: dari hal yang berkenaan dengan Gereja universal dan perjalanannya dalam sejarah manusia, sampai hal yang paling dekat dengan situasi nyata setiap jemaat.

Disermen ini menuntut pembaruan terus-menerus dan benar dalam studi ilmu-ilmu suci dengan merujuk pada berbagai masalah teologis dan pastoral dan dengan melakukan suatu refleksi bijaksana terhadap kenyataan-kenyataan sosial, budaya dan ilmu yang menjadi ciri zaman kita.

Dalam menjalankan pelayanannya, para imam hendaknya bisa menerjemahkan kebutuhan itu dalam suatu sikap tetap dan tulus untuk sepikir-seperasaan dengan Gereja, dan dengan demikian mereka akan selalu bekerja dalam ikatan persekutuan dengan Paus, para Uskup, para saudara-saudara seimamat lainnya, para diakon, orang-orang yang mengikrarkan kaul nasihat-nasihat injili, dan dengan seluruh umat beriman.

Para imam menunjukkan cinta yang sungguh-sungguh kepada Gereja, yang adalah bunda keberadaan Kristiani kita, dan menghidupi sukacita keanggotaannya pada Gereja sebagai suatu kesaksian berharga bagi seluruh umat Allah.

Selain itu, mereka juga meminta, dalam bentuk-bentuk yang sah dan dengan mempertimbangkan kemampuan masing-masing, kerja sama umat beriman hidup bakti dan umat beriman awam dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan mereka.

2.10 Selibat imamat

Dokumen terkait