I Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan
Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh
1 Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh Kws. Pengambangan 1 Ha 2021 2,500,000
7.2 Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan
7.2.1 Kondisi eksisting
Secara umum kondisi bangunan dan lingkungan pada kawasan perkotaan di Kota Banjarmasin sudah cukup baik hal ini dapat dilihat dari adanya jarak antar bangunan, jaringan jalan yang menghubungkan antar kawasan cukup baik dengan saluran di kiri dan kanan jalan. Penataan bangunan yang cukup teratur di Ibukota Kecamatan dengan suasana perkotaan yang cukup kental ketersediaan fasilitas penunjang yang cukup lengkap dan memadai serta kompleksitas kegiatan sosial ekonomi masyarakat. Pada kawasan sekitar perdagangan dan jasa seperti pasar, ruko, perkantoran dan fasilitas-fasilitas sosial maka perkembangan penataan permukiman cukup baik, walaupun permukimannya sangat padat dan kurang memadai. Pada kawasan-kawasan yang berada pada koridor jalan utama penghubung antar kecamatan, keadaan umum lingkungan kawasan tersebut relatif
lebih tertata dengan baik hanya pada titik – titik seperti kawasan bantaran sungai di
Kota Banjarmasin yang perlu mendapat perhatian lebih.
a. Peraturan Penataan Bangunan dan Linngkungan
Peraturan Penataan Bangunan dan Lingkungan Daerah di atur oleh Undangundang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, serta pedoman pelaksanaan lebih detail dibawahnya mengamanatkan bahwa penyelenggaraan Bangunan Gedung merupakan kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan hanya bangunan gedung negara dan rumah negara yang merupakan kewenangan pusat.
Namun dalam pelaksanaannya di lapangan terlihat bahwa masih banyak daerah yang belum ditindaklanjuti sebagaimana mestinya, yang terlihat pada:
1. Masih banyaknya Kabupaten/Kota yang belum menyesuaikan Perda Bangunan
Kabupaten/Kota hasil pemekaran masih belum memiliki Perda Bangunan Gedung;
2. Masih banyak Kabupaten/Kota; terutama Kabupaten/Kota hasil pemekaran
yang belum memiliki atau melembagakan institusi/kelembagaan dan Tim Ahli Bangunan Gedung yang bertugas dalam pembinaan penataan bangunan dan lingkungan;
3. Masih banyak Kabupaten/Kota yang belum memulai pelaksanaan pendataan
bangunan gedung;
4. Masih banyak Kabupaten/Kota yang belum menerbitkan Sertifikat Layak
Fungsi (SLF) bagi seluruh bangunan gedung yang ada terutama bangunan yang baru;
5. Masih banyak Kabupaten/Kota yang belum menyusun manajemen
pencegahan kebakaran Kabupaten/Kota atau belum melakukan pemeriksaan berkala terhadap prasarana dan sarana penanggulangan bahaya kebakaran agar selaku siap pakai setiap saat;
6. Masih banyak bangunan gedung yang belum dilengkapi sarana dan prasarana
bagi penyandang cacat;
7. Masih banyak Kabupaten/Kota yang mempunyai kawasan yang terdegradasi
dan belum ditata ulang;
8. Masih banyak daerah yang belum memiliki rencana penanganan kawasan
kumuh, kawasan nelayan, kawasan tradisional, dan kawasan bersejarah yang
secara kewenangan sudah menjadi tugas dan tanggung jawab
Kabupaten/Kota;
Departemen Pekerjaan Umum sebagai lembaga pembina teknis Penataan Bangunan dan Lingkungan mempunyai kewajiban untuk meningkatkan kemampuan Kabupaten/Kota agar mampu melaksanakan amanat UU No 28/2002 tentang Bangunan Gedung. Untuk tahun anggaran 2013-2017, sebagai kelanjutan dari kegiatan tahun-tahun sebelumnya, perlu melanjutkan dan memperbaiki serta mempertajam kegiatannya agar lebih cepat memampukan Kabupaten/Kota.
Disamping hal tersebut, Undang-undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman menggariskan bahwa peningkatan kualitas lingkungan permukiman
dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan bertahap, mengacu kepada Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai penjabaran rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang harus disusun oleh pemerintah daerah secara komprehensive, akomodatif dan responsif.
Tabel 7.7
Peraturan-Peraturan Terkait Penataan Bangunan Dan Lingkungan
no Perda/ Peraturan Gubernur/ Peraturan Walikota/ Peraturan Bupati/Peraturan Lainnya
No Tahun Tentang
1 Perda no. 07 1995 Peraturan kota
2 Perda no. 03 1996 Kuburan
3 Perda no. 02 1996 Terminal
4 Perda no. 02 1999 Marka Jalan
5 Perda no. 13 2000 RUTRK Martapura
6 Perda no. 13 2001 Kaki Lima
7 Perda no. 13 2002 Jasa Konstruksi
8 Perda no. 09 2002 IMB
9 Perda no. 13 2005 Lingkugan hidup
10 Perda no. 12 2005 Ijin Bangunan
11 Perda no. 19 2007 Kebersihan lingkungan
12 Perda No. 11 2007 Penyelenggaraan
Pariwisata
13 Perda No. 02 2007 Tempat khusus parker
14 Perda no. 12 2012 Cagar budaya
15 Perda no. 11 2012 Menara Telkom
16 Perda no. 04 2012 Bangunan gedung
b. Penataan Lingkungan Permukiman (RTH, SPM, Penanganan Kebakaran)
Secara ideal berdasarkan ketetapan dalam UU RI No. 26 Tahun 2007 dimana proporsi kebutuhan Ruang Terbuka Hijau adalah 30 % dari luas wilayah (20 %
RTH Pubik dan 10 % RTH Privat) sebagai ruang terbuka hijau. Kawasan yang berupa ruang terbuka hijau di Kota Banjarmasin terdiri dari sebagian kecil sawah, tegalan/pekarangan, padang rumput, rawa, taman, hutan kota, median jalan, sempadan sungai dan kawasan terbuka lainnya. Prosentase antara lahan terbangun dan lahan tak terbangun masih didominasi oleh lahan tidak terbangun.
Untuk ruang terbuka hijau publik jika ditinjau dari fungsi , bentuk dan sifatnya meliputi taman, jalur hijau baik di median jalan maupun di tepi jalan, hutan kota dan makam. Ruang terbuka hijau publik dalam pengembangannya memerlukan pengelolaan dari pemerintah daerah melalui dinas terkait. Tinjauan terhadap ruang terbuka hijau privat lebih dititikberatkan pada RTH berupa taman pada lingkungan permukiman, taman halaman rumah dan sebagainya, sedangkan RTH yang berupa pekarangan, sawah, rawa, dan kawasan budidaya pertanian lainnya tidak menjadi penjelasan dalam materi pekerjaan ini.
c. Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
Kondisi penataan bangunan dan lingkungan secara umum di Kota Banjarmasin lumayan baik, untuk kondisi dan tingkat kekotaan seperti saat ini tentunya kompleksitas permasalahan yang ada cukup banyak. Sehingga kebutuhan akan penataan bangunan dan lingkungan untuk beberapa dekade sebelumnya dirasakan mendesak dan menjadi prioritas. Kondisi riil dilapangan menunjukkan untuk bangunan gedung baik fungsi sosial maupun komersial memiliki jumlah lantai lebih dari 3 lantai, merupakan bangunan komersial (mall, bank dan lain sebagainya) yang tentunya saat perencanaan dan pembangunannya lebih ketat dalam memenuhi syarat-syarat keselamatan dan aksesibilitas bangunan gedung yang telah ditentukan.
Untuk membantu proses pengembangan ruang terbuka hijau harus didukung oleh ketersediaan ruang sebagai media tumbuhnya tanaman secara memadai, dari hasil pengamatan lapangan dan evaluasi pemanfaatan lahan yang ada,
bisa dimanfaatkan untuk tata hijau, dengan demikian ketersediaan lahan kosong di Kotaan Banjarmasin cukup potensial menunjang bagi pengembangan Ruang Terbuka Hijau dilingkungan permukiman. Dengan keterbatasan lahan di lingkungan permukiman padat bangunan masyarakat dapat menerapkan konsep vertical Farming untuk menambah tata hijau permukiman.
d. Pemberdayaan Komunitas dan Penanggulangan Kemiskinan
Salah satu penghambat pembangunan ekonomi adalah kemiskinan. kemiskinan merupakan tolak ukur bagi sebuah Negara maupun daerah apakah pembangunan yang tengah berlangsung dapat di nikmati oleh segenap warga tanpa memandang hal-hal yang bersifat atributif. Dengan kata lain, pembangunan yang berlangsung benar-benar merata dalam masyarakat. Perkembangan sebuah kota saat ini lebih terbuka terutama pasca penetapan otonomi daerah sejak Tahun 1999 setelah dikeluarkannya UU No 22 Tahun 1999 dan dirubah dengan UU 32 Tahun 2004. Sejak otonomi daerah digulirkan pada tahun 1999, muncul harapan baru dalam pembangunan di daerah. Harapan tersebut tidak hanya dalam bidang politik, dimana masyarakat berpartisipasi dalam memilih kepala daerah, tetapi juga dalam bidang ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Melalui otonomi daerah, diharapkan Pemerintah Daerah dan masyarakat lebih banyak memainkan peran strategis dalam penyusunan perencanaan maupun pelaksanaan pembangunan di daerah.
Walaupun demikian, selama kurang lebih 10 tahun penerapan otonomi daerah, masih banyak kendala yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah Kota Banjarmasin dan masyarakat untuk menuju kesejahteraan yang dicita-citakan. Salah satu aspek penting dalam kaitannya antara otonomi daerah dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat adalah aspek perencanaan
pengembangan wilayah. Kewenangan yang dimiliki dalam otonomi, Pemerintah Daerah Kota Banjarmasin dapat mendayagunakan potensi daerah guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga tidak terjeremus pada kemiskinan. Namun dalam realitasnya, pengembangan potensi wilayah bukannya memberikan manfaat bagi masyarakat malah seringkali menimbulkan konflik
antara Pemerintah Daerah, swasta, serta masyarakat. Dengan keterlibatan masyarakat yang lebih baik diharapkan pengembangan wilayah mampu mewadahi berbagai aktifitas maupun kebutuhan warganya sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 65 ayat 1 disebutkan bahwa penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh Pemerintah dengan melibatkan peran masyarakat.
Tingginya angka kemiskinan menekan ruang, dan mempengaruhi kondisi sosial dan ekonomi kota. Sumber konflik Pemerintah Kota dengan penduduk miskin adalah perebutan ruang. Telah jadi pandangan harian kalau masyarakat miskin seringkali melakukan okupasi terhadap ruang terbuka. Bahkan kerap dilakukan pada daerah bahaya seperti bantaran sungai. Munculnya tempat tinggal diwilayah ini tentu membahayakan, dan menyebabkan penyempitan badan sungai yang mengakibatkan banjir.
Dan berikut ini merupakan kemiskinan yang dapat dilihat dari penyebab terjadinya kemiskinanannya itu sendiri, yaitu :
1. Kemiskinan Individu, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh kondisi alami
seseorang; misalnya cacat mental atau fisik, usia lanjut sehingga tidak mampu bekerja, dan lainlain.
2. Kemiskinan Alamiah, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh masalah alam;
misalnya kondisi alam yang tidak bersahabat dengan daerah para penduduk sehingga menyebabkan masyarakata tidak bisa melakukan aktivitasnya masing-masing.
3. Kemiskinan Kultural, yaitu kemiskinan yang disebabkan rendahnya kualitas
SDM akibat kultur masyarakat tertentu; misalnya rasa malas, tidak produktif, terlalu bergantung pada harta warisan, dan lain-lain.
4. Kemiskinan Struktural, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh kesalahan
system pemerintahan suatu Negara.
1. Tingkat pendidikan yang rendah.
2. Produktivitas tenaga kerja rendah.
3. Tingkat upah yang rendah.
4. Distribusi pendapatan yang timpang.
5. Kesempatan kerja yang kurang.
6. Kualitas sumberdaya alam masih rendah.
7. Penggunaan teknologi masih kurang.
8. Etos kerja dan motivasi pekerja yang rendah.
9. Kultur/budaya (tradisi).
10.Politik yang belum stabil
Pada prinsipnya, pendekatan yang dilakukan dalam menyelesaikan permasalahan kemiskinan harus bersifat multidimensional mengingat penyebab dari kemiskinan tidak hanya merupakan masalah fisik akan tetapi juga menyangkut permasalahan ekonomi, sosial, dan budaya. Beberapa program yang tengah digalakkan oleh pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan antara lain dengan memfokuskan arah pembangunan pada tahun 2008 pada pengentasan kemiskinan. Fokus program tersebut meliputi 5 hal antara lain pertama menjaga stabilitas harga bahan kebutuhan pokok; kedua mendorong pertumbuhan yang berpihak pada rakyat miskin; ketiga menyempurnakan dan memperluas cakupan program pembangunan berbasis masyarakat; keempat meningkatkan akses masyarakat miskin kepada pelayanan dasar; dan kelima membangun dan menyempurnakan sistem perlindungan sosial bagi masyarakat miskin.
Salah satu program dalam penanggulanagan kemiskinan yaitu program pembangunan berbasis masyarakat. Menyempurnakan dan memperluas cakupan program pembangunan berbasis masyarakat serta berbasis kawasan kumuh. Program ini bertujuan untuk meningkatkan sinergi dan optimalisasi pemberdayaan masyarakat di kawasan perkotaan serta memperkuat penyediaan dukungan pengembangan kesempatan berusaha bagi penduduk miskin. Program yang berkaitan dengan fokus ketiga ini antara lain:
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat – Mandiri Perkotaan (PNPM- MP) di daerah perkotaan
Program NUSP 1
Program SAIg
Penyempurnaan dan pemantapan program pembangunan berbasis
masyarakat.
Seperti halnya sektor Pengembangan Permukiman, untuk sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan yang menjadi fokus penanganan dalam RPIJM untuk 5 tahun kedepan di prioritaskan pada kawasan prioritas yang termuat dalam dokumen RPKPP Kota Banjarmasin yakni Kawasan Pelambuan dan Rawasari, Kawasan Basirih serta Kawasan Sungai Andai.
Gambaran kondisi eksisting masing-masing kawasan prioritas yang menjadi fokus RPIJM dalam penanataan bangunan dan lingkungan adalah sebagai berikut :
1. Kawasan Pelambuan dan Rawasari
Penataan bangunan lingkungan khususnya aspek lingkungan berupa ruang terbuka hijau. Kondisi RTH Kawasan Pelambuan Rawasari berupa Ruang terbuka tepian masih belum optimal dimanfaatkan ruang terbuka hijau. Beberapa ruas jalan saja yang sudah ditata sebagai ruang terbuka hijau. Padahal sebenarnya dengan penataan sepanjang tepian jalan, sepanjang tepian sungai maupun di median jalan akan bisa memperluas pemerataan lokasi ruang tebruka hijau di seluruh kawasan Pelambuan Rawasari.
Karakteristik ruang terbuka hijau di sekitar permukiman sempadan Sungai Pelambuan Rawasari adalah kurang baik. Hal ini dapat dilihat pada masyarakat yang ada di Sempadan Sungai, 90% tidak memiliki taman rumah dan hanya 10% yang memiliki taman rumah, mayoritas tidak terdapat jarak antara pondasi bangunan terluar dengan pagar yang mana idealnya adalah minimal 2 meter; sebagian besar masyarakat tidak memiliki pohon di sekitar rumah yang mana seharusnya minimal 1 pohon, dan sebagian besar masyarakat memiliki struktur tanaman yang kurang baik. Struktur tanaman yang baik terdiri dari pohon, semak, perdu, tanaman penutup/rumput, dan pot . Meskipun masyarakat
masyarakat masih merawatnya dengan baik. Hal ini tampak pada keseringan menyiram tanaman dan masyarakat juga masih bersedia memotong tanaman. Penataan bangunan dan lingkungan khususnya kawasan lahan bekas penampungan batubara, lahan eks stockpile di Pelambuan dengan kondisi lahan yang ada sudah kurang refresentatif, sehingga lahan ini perlu di reklamasi.
Gambar 7.1: Kondisi Lahan stockpile pada Tahun 2006 yang Masih Berfungsi
2. Kawasan Basirih
Kawasan Basirih masih banyak terdapat lahan kosong yang dapat digunakan sebagai ruang terbuka hijau. Ruang terbuka hijau (RTH) sangat jarang dijumpai pada ganggang, dan hanya dibeberapa jalan komplek.
Kepadatan dan kondisi bangunan relatif, dimana pada daerah gang-gang kepadatan bangunan sangat tinggi hampir antara dinding rumah jadi batas, kondisi bangunan sedang rata-rata terbuat dari kayu. Sedangkan untuk daerah komplek kepadatan sedang dengan kondsi bangunan baik dan terbuat dari beton.
Sepanjang sungai Teluk Tiram terdapat pasar. Pasar ini berkesan kumuh karena merupakan pasar tradisional dan terletak di bantaran sungai Teluk Tiram, sehingga
3. Kawasan Sungai Andai
Kondisi perkembangan penataan bangunan lingkungan pada kawasan Sungai Andai, yaitu:
a. Museum Wasaka dilengkapi dengan dermaga dan RTH yang lokasinya masih
satu area dengan Museum Wasaka dekat dengan Jembatan Benua Anyar.
b. Kawasan bantaran Sungai Andai yang masih terdapat permukiman ilegal,
seperti yang terdapat pada Gambar 7.2.
c. Belum adanya jalur hijau pada kawasan Sungai Andai.
d. Masih banyaknya lahan yang bisa digunakan sebagai Ruang Terbuka Hijau,
yaitu di sekitar Jembatan Sungai Andai.
e. Kondisi bangunan pasar Sungai Andai yang perlu dibenahi dan di renovasi.
Kondisi dulu kondisi sekarang
Gambar 7.2: Perkembangan Kondisi Sarana dan Prasarana Museum Wasaka