• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini merupakan bagian terakhir dari penulisan Tugas Akhir ini, berisi tentang kesimpulan dan saran yang didapatkan dan direkomendasikan dari penelitian yang dilakukan.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Batako

2.1.1 Pengertian Batako

Batako merupakan bahan bangunan yang berupa bata cetak alternatif pengganti batu bata yang tersusun dari komposisi antara pasir, semen portland dan air dengan perbandingan 1 semen : 7 pasir. Batako difokuskan sebagai konstruksi-konstruksi dinding bangunan non struktural.

Batako yang baik adalah yang masing-masing permukaannya rata dan saling tegak lurus serta mempunyai kuat tekan yang tinggi. Persyaratan batako menurut Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia 1982 (PUBI-1982) pasal 6 antara lain adalah berumur minimal satu bulan, pada waktu pemasangan harus sudah kering, berukuran panjang ±400 mm, lebar ±200 mm, tebal ±100-200 mm, kadar air 25-35% dari berat, dan memiliki kuat tekan antara 2-7 N/mm2. Berdasarkan persyaratan fisik batako standar dalam PUBI-1982 memberikan batasan standar bahwa untuk batako dengan nilai kuat tekan 2-3,5 MPa dapat dipakai pada konstruksi yang tidak memikul beban. Untuk kuat tekan 2 MPa dapat dipasang pada tempat yang terlindung dari cuaca luar dan diberi lapisan pelindung.

Menurut PUBI-1982 pasal 6, “Batako adalah bata yang dibuat dengan

mencetak dan memelihara dalam kondisi lembab”. Menurut SNI 03-0349-1989,

yang dibuat dari campuran semen portland atau pozolan, pasir, air dan atau tanpa bahan tambahan lainnya (additive), dicetak sedemikian rupa hingga memenuhi

syarat dan dapat digunakan sebagai bahan untuk pasangan dinding”.

2.1.2 Klasifikasi Batako

Berdasarkan bahan pembuatannya batako dapat dikelompokkan ke dalam 3 jenis, yaitu :

a. Batako putih (tras)

Batako putih dibuat dari campuran tras, batu kapur, dan air. Campuran tersebut dicetak. Tras merupakan jenis tanah berwarna putih/putih kecoklatan yang berasal dari pelapukan batu – batu gunung berapi, warnanya ada yang putih dan ada juga yang putih kecoklatan. Umumnya memiliki ukuran panjang 25-3 cm, tebal 8-10 cm, dan tinggi 14-18 cm.

Gambar 2.1 Contoh Batako Putih b. Batako semen/batako pres

Batako pres dibuat dari campuran semen dan pasir atau abu batu. Ada yang dibuat secara manual (menggunakan tangan) dan ada juga yang menggunakan mesin. Perbedaanya dapat dilihat pada kepadatan permukaan batakonya. Umumnya memiliki panjang 36-40 cm dan tinggi 18-20 cm.

Gambar 2.2 Contoh Batako Semen/Batako Pres

c. Bata ringan

Bata ringan dibuat dari bahan batu pasir kuarsa, kapur, semen dan bahan lain yang dikategorikan sebagai bahan-bahan untuk beton ringan. Berat jenis sebesar 1850 kg/m3 dapat dianggap sebagai batasan atas dari beton ringan yang sebenarnya, meskipun nilai ini kadang-kadang melebihi. Dimensinya yang lebih besar dari bata konvensional yaitu 60 x 20 cm dengan ketebalan 7 hingga 10 cm menjadikan pekerjaan dinding lebih cepat selesai dibandingkan bata konvensional.

Mutu batako sangat dipengaruhi oleh komposisi dari penyusun-penyusunnya, disamping itu dipengaruhi oleh cara pembuatannya yaitu melalui proses manual (cetak tangan) dan pres mesin. Perbedaan dari proses pembuatan ini dapat dilihat dari kepadatan permukaannya. Batako terdiri dari berbagai bentuk dan ukuran. Istilah batako berhubungan dengan bentuk persegi panjang yang digunakan untuk dinding beton. Batako dapat digolongkan menjadi dua kelompok:

Batako Padat Batako Berlubang Gambar 2.3 Batako Padat dan Berlubang

Batako berlubang memiliki sifat penghantar panas yang lebih baik dari batako padat dengan menggunakan bahan dan ketebalan yang sama. Batako berlubang memiliki beberapa keunggulan dari batu bata, beratnya hanya 1/3 dari batu bata dengan jumlah yang sama dan dapat disusun empat kali lebih cepat dan lebih kuat untuk semua penggunaan yang biasanya menggunakan batu bata. Di samping itu keunggulan lain batako berlubang adalah tahan terhadap panas dan suara. Batako secara umum dibagi menjadi 6 tipe, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Keterangan:

a. Panjang 40 cm, lebar 20 cm, tinggi 20 cm, berlubang, untuk dinding luar. b. panjang 40 cm, lebar 20 cm, tinggi 20 cm, berlubang, batu khusus sebagai

penutup pada sudut-sudut dan pertemuan.

c. panjang 40 cm, lebar 10 cm, tinggi 20 cm, berlubang, untuk dinding pengisi dengan tebal 10 cm.

d. panjang 40 cm, lebar 10 cm, tinggi 20 cm, berlubang, batu khusus sebagai penutup pada dinding pengisi.

e. panjang 40 cm, lebar 10 cm, tinggi 20 cm, tidak berlubang, batu khusus untuk dinding pengisi dan pemikul sebagai hubungan-hubungan sudut dan pertemuan.

f. Panjang 40 cm, lebar 8 cm, tinggi 20 cm, tidak berlubang, batu khusus untuk dinding pengisi (Utomo, 2010).

Pada pemakaian batu batako diperhatikan hal-hal berikut: a. Disimpan dalam keadaan cukup kering

b. Penyusunan batu cetak sebelum dipakai cukup setinggi lima lapis, untuk keamanan dan juga untuk memudahkan pengambilan

c. Pada pemasangan tidak perlu dibasahi terlebih dahulu, serta tidak boleh direndam air

d. Untuk pemotongan batu batako dipergunakan palu dan tatah untuk membuat goresan pada batu yang akan dipatahkan.

Gambar 2.5 Bentuk Ikatan Dinding Batako

Agar didapat mutu batako yang berkualitas, banyak faktor yang mempengaruhi. Faktor yang mempengaruhi kualitas batako tergantung pada faktor air semen, umur batako, kepadatan batako, bentuk tekstur batuan, ukuran agregat, kekuatan agregat, dan lain-lain.

Ada beberapa keuntungan dan kerugian dalam penggunaan batako. Keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan batako adalah:

a. Tiap m2 pasangan tembok, membutuhkan lebih sedikit batako jika dibandingkan dengan menggunakan batu bata, berarti secara kuantitatif terdapat suatu pengurangan.

b. Pembuatan mudah dan dapat dibuat secara sama.

c. Ukurannya besar, sehingga waktu dan ongkos juga lebih hemat. d. Khusus jenis yang berlubang dapat befungsi sebagai isolasi udara. e. Apabila pekerjaan rapi, tidak perlu diplester.

f. Lebih mudah dipotong untuk sambungan tertentu yang membutuhkan potongan.

Sedangkan kerugian pemakaian batako adalah sebagai berikut:

a. Karena proses pengerasannya membutuhkan waktu yang cukup lama (3 minggu), maka butuh waktu yang lama untuk membuatnya sebelum memakainya.

b. Bila diinginkan lebih cepat mengeras perlu ditambah dengan semen, sehingga menambah biaya pembuatan.

c. Mengingat ukurannya cukup besar, dan proses pengarasannya cukup lama mengakibatkan pada saat pengangkutan banyak terjadi batako pecah.

2.2 Bahan Pembentuk Batako

Bahan dasar pembentuk batako pada penelitian ini terdiri dari semen, pasir, serbuk kaca dan air. Sedangkan untuk batako normal hanya menggunakan semen, pasir dan air saja.

2.2.1 Semen Portland

Berdasarkan SNI 15-2049-2004 tentang Semen Portland didefinisikan sebagai semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menggiling terak semen portland terutama yang terdiri atas kalsium silikat yang bersifat hidrolis dan digiling bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih bentuk kristal senyawa kalsium sulfat dan boleh ditambah dengan bahan tambahan lain.

Penemu semen adalah Joseph Aspidin di tahun 1824, seorang tukang batu kebangsaan Inggris. Dinamakan Semen Portland, karena yang dihasilkan mempunyai warna serupa dengan tanah liat alam di Portland. Adapun jenis-jenis semen diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Tipe I: Semen biasa digunakan untuk pembuatan beton bagi konstruksi yang tidak dipengaruhi sifat-sifat lingkungan yang mengandung bahan sulfat, perbedaan temperatur yang ekstrim. Pemakaian tipe ini umumnya bagi konstruksi beton pada bangunan:

1) Jalan;

2) Bangunan beton bertulang; 3) Jembatan-jembatan;

4) Tangki, waduk, pipa-pipa, batako.

b. Tipe II: Semen ini digunakan untuk pencegahan serangan sulfat dari lingkungan, seperti sistim drainase dengan sifat kadar konsentrasi sulfat tinggi di dalam air tanah.

c. Tipe III: Jenis semen dengan waktu pengerasan yang cepat, umumnya dalam waktu kurang dari seminggu, digunakan pada struktur-struktur bangunan yang bekistingnya harus cepat dibuka dan akan segera dipakai. Semen tipe I dapat juga dipakai untuk maksud ini, dengan campuran gemuk, akan tetapi tipe III lebih memuaskan hasilnya dan ekonomis.

d. Tipe IV: Semen dengan hidrasi panas rendah yang digunakan pada struktur-struktur dam, bangunan-bangunan masif, hal mana panas yang terjadi sewaktu hidrasi merupakan faktor penentu bagi keutuhan beton.

e. Tipe V: Semen penangkal sulfat. Digunakan untuk beton yang lingkungannya mengandung sulfat, terutama pada tanah/air tanah dengan kadar sulfat tinggi. Semen putih untuk pekerjaan-pekerjaan arsitektur. Di samping yang disebutkan di atas terdapat semen-semen khusus, seperti:

2) Semen kedap air; 3) Semen plastik; 4) Semen ekspansif; 5) Regulate-Set Cement.

Adapun ringkasan penggunaan dari jenis-jenis portland semen yaitu seperti tertera pada tabel di bawah.

Tabel 2.1 Jenis-jenis Portland Semen

Jenis Penggunaan I II III IV V

Konstruksi biasa di mana sifat yang khusus tidak diperlukan Konstruksi biasa di mana diinginkan perlawanan terhadap sulfat atau panas dari hidrasi yang sedang

Jika kekuatan permulaan yang tinggi diinginkan Jika panas yang rendah dari hidrasi diinginkan

Jika daya tahan yang tinggi terhadap sulfat diinginkan (Chu-Kia Wang, 1993)

Agar semen tetap memenuhi syarat meskipun disimpan dalam waktu lama, cara penyimpanan semen perlu diperhatikan. Jika semen disimpan kering, akan tetap baik. Penyimpanan di tempat lembab mengakibatkan penurunan kekuatan. Oleh karenanya, kelembaban ruang penyimpanan harus tetap dijaga. Sebaiknya penimbunan karung semen rapat satu sama lain, di atas ganjalan kayu dan tidak dirapatkan ke dinding. Penyimpanan yang lama seharusnya mempunyai tutup-tutup kedap air. Semen harus terbebas dari bahan kotoran dari luar. Semen dalam kantong harus disimpan dalam gudang tertutup, terhindar dari basah dan lembab, dan tidak tercampur dengan bahan lain. Semen dari jenis yang berbeda harus dikelompokkan sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan tertukarnya jenis

semen yang satu dengan yang lainnya. Urutan penyimpanan harus diatur sehingga semen yang lebih dahulu masuk gudang terpakai lebih dahulu (Mulyono, 2003).

2.2.2 Pasir

Pasir adalah bahan batuan halus, terdiri dari butiran dengan ukuran 0,14-5 mm, didapat dari basil desintegrasi batuan alam (natural sand) atau dengan memecah (artificial sand). Umumnya pasir yang digali dari dasar sungai cocok digunakan untuk pembuatan bata konstruksi. Pasir ini terbentuk ketika batu-batu dibawa arus sungai dari sumber air ke muara sungai. Pasir dan kerikil dapat juga digali dari laut asalkan pengotoran serta garam-garamnya (khlorida) dibersihkan dan kulit kerang disisihkan. Jenis pasir dapat dibedakan berdasarkan asal dan sifat pasir:

a. Pasir gunungan, pasir ini ditemukan di daerah-daerah yang terletak agak tinggi, banyak mengandung kerikil.

b. Pasir sungai, jenis pasir ini yang mempunyai butiran yang tak merata. Pasir ini sangat baik untuk membuat mortar (adukan) karena unsur-unsur pengikatnya dapat mencekal dengan baik pada permukaan kasar butiran tersebut.

c. Pasir laut, jenis pasir ini banyak mengandung kapur karena sisa-sisa kulit kerang.

d. Pasir gunungan tepi pantai, pasir ini juga sama dengan pasir laut banyak mengandung kapur. Pasir gunungan tepi pantai adalah pasir yang terbawa angin. Pembulatan butir-butir disebabkan oleh arus laut dan terpaan ombak.

e. Pasir perak, pasir ini banyak menamakkan kilapan. Ini banyak digunakan sebagai penghias pada dinding dan langit-langit.

f. Pasir lembek, jenis pasir ini merupakan pasir halus dengan butiran bulat, yang sedikit mengandung tanah liat namun banyak mengandung lumpur, dan mengandung air.

g. Pasir timah, Pasir ini merupakan pasir yang dihanyutkan oleh air hujan dan sisa-sisa humus berwarna abu-abu timah.

Sebagai bahan adukan, baik untuk spesi maupun beton, maka agregat halus harus diperiksa di lapangan. Hal-hal yang dapat dilakukan dalam pemeriksaan agregat halus di lapangan adalah:

1) Agregat halus terdiri dari butir-butir tajam dan keras. Butir agregat halus harus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh-pengaruh cuaca.

2) Agregat halus tidak mengandung lumpur lebih dari 5% (ditentukan terhadap berat kering). Apabila kadar lumpur melampaui 5%, maka agregat halus harus dicuci.

3) Agregat halus tidak boleh mengandung bahan-bahan organik terlalu banyak, hal tersebut dapat diamati dari warna agregat halus.

4) Agregat yang berasal dari laut tidak boleh digunakan sebagai agregat halus untuk semua adukan spesi dan beton.

2.2.3 Air

Air merupakan bahan penyusun batako air yang befungsi memungkinkan reaksi kimia pada semen yang menyebabkan pengikatan dan berlangsungnya

pengerasan, membasahi agregat dan sebagai pelumas campuran agar mudah dalam pengerjaannya. Air digunakan untuk membuat adukan menjadi bubur kental dan juga sebagai bahan untuk menimbulkan reaksi pada bahan lain untuk dapat mengeras. Oleh karena itu, air sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan pengerjaan bahan. Tanpa air, konstruksi bahan tidak akan terlaksana dengan baik dan sempurna.

Syarat air yang digunakan untuk campuran batako adalah sebagai berikut: a. Air tidak mengandung lumpur, minyak, benda terapung lainnya yang dapat

dilihat secara visual.

b. Air tidak mengandung benda-benda tersuspensi lebih dari 2 gram/liter.

c. Air tidak mengandung garam-garam yang dapat larut dan dapat merusak batako (asam-asam, zat organik dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter. d. Bila air meragukan harus dianalisa secara kimia dan dievaluasi mutunya

menurut pemakaiannya (Latief, 2010).

Faktor air semen adalah perbandingan antara berat air dan berat semen dalam campuran adukan. Kekuatan dan kemudahan pengerjaan (workability) campuran adukan batako sangat dipengaruhi oleh jumlah air campuran yang dipakai. Untuk suatu perbandingan campuran batako tertentu diperlukan jumlah air yang tertentu pula.

Pada dasarnya semen memerlukan jumlah air sebesar 32% berat semen untuk bereaksi secara sempurna, akan tetapi apabila kurang dari 40 % berat semen maka reaksi kimia tidak selesai dengan sempurna. Apabila kondisi seperti ini dipaksakan akan mengakibatkan kekuatan batako berkurang. Jadi air yang dibutuhkan untuk bereaksi dengan semen dan untuk memudahkan pembuatan

batako, maka nilai f.a.s. pada pembuatan dibuat pada batas kondisi adukan lengas tanah, karena dalam kondisi ini adukan dapat dipadatkan secara optimal. Disini tidak dipakai patokan angka sebab nilai f.a.s. sangat tergantung dengan campuran penyusunnya. Nilai f.a.s. Diasumsikan berkisar antara 0,3 sampai 0,6 atau disesuaikan dengan kondisi adukan agar mudah dikerjakan (Utomo, 2010)

2.2.4 Serbuk Kaca

Kaca adalah salah satu produk industri kimia yang merupakan gabungan dari berbagai oksida anorganik yang tidak mudah menguap, yang dihasilkan dari dekomposisi dan peleburan senyawa alkali dan alkali tanah, pasir serta berbagai penyusun lainnya (Dian, 2011 dalam Wibowo, 2013).

a. Penggunaan Kaca dalam Bidang Konstruksi

Kaca adalah salah satu produk industri kimia yang paling akrab dengan kehidupan kita sehari-hari. Dipandang dari segi fisika, kaca merupakan zat cair yang sangat dingin. Disebut demikian karena struktur partikel-partikel penyusunnya yang saling berjauhan seperti dalam zat cair, namun kaca sendiri berwujud padat. Ini terjadi akibat proses pendinginan (cooling) yang sangat cepat, sehingga partikel-partikel silika tidak sempat menyusun diri secara teratur. Kaca merupakan hasil penguraian senyawa-senyawa organik yang mana telah mengalami pendinginan tanpa kristalisasi. Unsur pokok dari kaca adalah silika (Setiawan, 2006). Kaca memiliki sifat-sifat yang khas dibanding dengan golongan keramik lainnya. Sifat sifat kaca ini terutama dipengaruhi oleh keunikan silica (SiO2) dan proses pembentukannya.

Beberapa sifat-sifat kaca secara umum adalah: 1) Padatan amorf (short range order);

2) Berwujud padat tapi susunan atom-atomnya seperti pada zat cair; 3) Tidak memiliki titik lebur yang pasti (ada range tertentu);

4) Transparan, tahan terhadap serangan kimia, kecuali hidrogen fluorida. Karena itulah kaca banyak dipakai untuk peralatan laboratorium;

5) Efektif sebagai isolator;

6) Mampu menahan vakum tetapi rapuh terhadap benturan.

Secara umum, kaca komersial dapat dikelompokkan menjadi beberapa golongan:

1) Silika lebur. Silika lebur atau silika vitreo dibuat melalui pirolisis silikon tetraklorida pada suhu tinggi, atau dari peleburan kuarsa atau pasir murni. Secara salah kaprah, kaca ini sering disebut kaca kuarsa (quartz glass). Kaca ini mempunyai ciri-ciri nilai ekspansi rendah dan titik pelunakan tinggi. Karena itu, kaca ini mempunyai ketahanan termal lebih tinggi daripada kaca lain. Kaca ini juga sangat transparan terhadap radiasi ultraviolet. Kaca jenis inilah yang sering digunakan sebagai kuvet untuk spektrometer UV-Visible yang harganya sekitar dua jutaan per kuvet. 2) Alkali silikat. Alkali silikat adalah satu-satunya kaca dua komponen yang

secara komersial, penting. Untuk membuatnya, pasir dan soda dilebur bersama-sama, dan hasilnya disebut Natrium silikat. Larutan silikat soda juga dikenal sebagai kaca larut air (water soluble glass) banyak dipakai sebagai adhesif dalam pembuatan kotak-kotak karton gelombang serta memberi sifat tahan api.

3) Kaca soda gamping. Kaca soda gamping (sodalime glass) merupakan 95 persen dari semua kaca yang dihasilkan. Kaca ini digunakan untuk membuat segala macam bejana, kaca lembaran, jendela mobil dan barang pecah belah.

4) Kaca timbal. Dengan menggunakan oksida timbale sebagai pengganti kalsium dalam campuran kaca cair, didapatlah kaca timbal (lead glass). Kaca ini sangat penting dalam bidang optik, karena mempunyai indeks refraksi dan dispersi yang tinggi. Kandungan timbalnya bisa mencapai 82% (densitas 8,0, indeks bias 2,2). Kandungan timbale inilah yang

memberikan kecemerlangan pada “kaca potong” (cut glass). Kaca ini

juga digunakan dalam jumlah besar untuk membuat bola lampu, lampu reklame neon, radiotron, terutama karena kaca ini mempunyai tahanan (resistance) listrik tinggi. Kaca ini juga cocok dipakai sebagai perisai radiasi nuklir.

5) Kaca borosilikat. Kaca borosilikat biasanya mengandung 10 sampai 20% B2O3, 80% sampai 87% silika, dan kurang dari 10% Na2O. Kaca jenis ini mempunyai koefisien ekspansi termal rendah, lebih tahan terhadap kejutan dan mempunyai stabilitas kimia tinggi, serta tahanan listrik tinggi. Perabot laboratorium yang dibuat dari kaca ini dikenal dengan nama dagang Pyrex. Kaca borosilikat juga digunakan sebagai isolator tegangan tinggi, pipa lensa teleskop seperti misalnya lensa 500 cm di Mt. Palomer (AS).

6) Kaca khusus. Kaca berwarna, bersalut, opal, translusen, kaca keselamatan, fitokrom, kaca optic dan kaca keramik semuanya termasuk

kaca khusus. Komposisinya berbeda-beda tergantung pada produk akhir yang diinginkan.

7) Serat kaca (fiber glass). Serat kaca dibuat dari komposisi kaca khusus, yang tahan terhadap kondisi cuaca. Kaca ini biasanya mempunyai kandungan silika sekitar 55%, dan alkali lebih rendah (Kasiati, 2011) Kaca memiliki sifat-sifat yang khas dibanding dengan golongan keramik lainnya. Kekhasan sifat-sifat kaca ini terutama dipengaruhi oleh keunikan silika (SiO2) dan proses pembentukannya. Reaksi yang terjadi dalam pembuatan kaca secara ringkas pada persamaan 2.1 (Dian, 2011 dalam Wibowo, 2013):

Na2CO3 + a.SiO2 Na2O.aSiO2 + CO2 CaCO3 + b.SiO2 CaO.bSiO2 + CO2

Na2SO4 + c.SiO2 + C Na2O.cSiO2 + SO2 + SO2 + CO (2.1)

Bubuk kaca mempunyai kelebihan dibandingkan dengan bahan pengisi pori yang lainnya (Dian, 2011 dalam Wibowo, 2013), yaitu:

1) Mempunyai sifat tidak menyerap air (zero water absorption),

2) Kekerasan dari gelas menjadikan beton tahan terhadap abrasi yang hanya dapat dicapai oleh sedikit agregat alami,

3) Bubuk kaca/serbuk kaca memperbaiki kandungan dari beton segar sehingga kekuatan yang tinggi dapat dicapai tanpa penggunaan superplasticizer,

4) Bubuk kaca/serbuk kaca yang baik mempunyai sifat pozzoland sehingga dapat berfungsi sebagai pengganti semen dan filler.

b. Kandungan dalam Kaca

Ada beberapa kandungan kaca berdasarkan jenis-jenis kaca, yaitu: clear glass, amber glass, green glass, pyrex glass, dan fused silica (Setiawan, 2006). Kandungan di dalam jenis-jenis kaca tersebut akan dijelaskan pada Tabel 2.2 seperti berikut ini.

Tabel 2.2. Kandungan Kaca dalam Persen Jenis Kaca Clear Glass Amber

Glass

Green Glass

Pyrex Glass Fused Silica SiO2 73,2 – 73,5 71,0 – 72,4 71,27 81 99,87 Al2O3 1,7 – 1,9 1,7 – 1,8 2,22 2 - Na2O+K2O 13,6 – 14,1 13,8 – 14,4 13,06 4 - CaO+MgO 10,7 – 10,8 11,6 12,17 - - SO3 0,2 – 0,24 0,12 – 0,14 0,052 - - Fe2O3 0,04 – 0,05 0,3 0,599 3,72 - Cr2O3 - 0,01 0,43 12,0 – 13,0 -

Kandungan kimia di dalam bubuk kaca seperti Tabel 2.3 (Hanafiah, 2011 dalam Wibowo, 2013):

Tabel 2.3.Kandungan Serbuk Kaca Unsur Serbuk Kaca

SiO2 61,72%

Al2O3 3,45%

Fe2O3 0,18%

CaO 2,59%

c. Pengaruh Sifat Reaktif Silika pada Kaca

Penggunaan agregat halus kaca yang dibuat dari jenis kaca leburan soda lime, mulai dikembangkan untuk membuat beton kinerja tinggi. Agregat halus kaca ini dibuat dalam bentuk bubuk dengan ukuran dan distribusi yang serupa agregat halus/pasir alam. Penggunaannya diharapkan dapat memanfaatkan limbah

dari hasil samping industri untuk komponen industri konstruksi dan untuk mengatasi kekurangan pasir alam yang tersedia. Berdasarkan ASTM C289-87 dilakukan tes kimia dan tes kereaktifan agregat didapat bahwa bubuk kaca masih layak digunakan sebagai agregat walaupun memiliki sifat "merugikan" karena mengandung silika reaktif yang dapat bereaksi dengan alkali semen, sehingga mengakibatkan terjadinya ekspansi beton (Noor, 1995 dalam Wibowo, 2013).

Pada penelitian ini, bahan kaca yang dipakai untuk batako adalah serbuk kaca dari berbagai jenis botol minuman bekas yang termasuk pada golongan kaca soda gamping.

2.3 Pengujian Batako

Hasil produksi batako sebelum dipasarkan harus menjalani pengujian mutu yang meliputi :

2.3.1 Pengujian Ukuran dan Tampak Luar

Pengujian ukuran dilakukan untuk melihat dan mengamati apakah batako sudah sesuai dengan standar yang ditentukan, karena apabila belum sesuai dapat menpengaruhi nilai kekuatan pada bangunan. Sedangkan pengujian tampak luar dilakukan agar tidak mengurangi nilai jual. Apabila batako tampak dari segi fisik sudah bagus, maka nilai jualnya akan baik. Sebaliknya, apabila secara fisik sudah tampak tidak kuat maka batako tersebut tidak akan laku dipasaran.

Untuk mengetahui ukuran benda rata-rata batako, dipakai 7 buah benda uji yang utuh. Sebagai alat pengukur dipakai mistar sorong yang dapat mengukur teliti sampai 1 mm atau bisa juga digunakan alat ukur yang biasa dipakai dengan satuan cm. Setiap pengukuran panjang, lebar, tinggi atau tebal dinding batako

berlubang, dilakukan paling sedikit tiga kali pada tempat yang berbeda-beda,

Dokumen terkait