• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Serbuk Kaca sebagai Bahan Tambah dalam Pembuatan Batako

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemanfaatan Serbuk Kaca sebagai Bahan Tambah dalam Pembuatan Batako"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN SERBUK KACA SEBAGAI BAHAN

TAMBAH DALAM PEMBUATAN BATAKO

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil

Disusun oleh:

YULIANA ANDRIYANI

NIM: 10 0424 038

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

(2)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur bagi Allah SWT yang telah memberi karunia kesehatan dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini. Shalawat dan salam ke atas Baginda Rasullah Muhammad SAW yang telah memberi keteladanan tauhid, ikhtiar dan kerja keras sehinggga menjadi panutan dalam menjalankan setiap aktifitas kami sehari-hari, karena sungguh suatu hal yang sangat sulit yang menguji ketekunan dan kesabaran untuk tidak pantang menyerah dalam menyelesaikan penulisan ini.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Strata Satu (S1) Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi yang diambil adalah:

“Pemanfaatan Serbuk Kaca sebagai Bahan Tambah dalam Pembuatan Batako”

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa pihak yang berperan penting yaitu:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara;

(3)

4. Bapak Ir. Syahrizal, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara;

5. Ibu Nursyamsi, ST. MT. selaku Dosen Pembimbing, yang telah banyak memberikan bimbingan yang sangat bernilai, masukan, dukungan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu Penulis menyelesaikan Tugas Akhir ini;

6. Bapak Besman Surbakti, ST, MT selaku dosen pembanding yang telah memberikan masukan, arahan, dan juga bimbingan kepada penulis;

7. Ibu Adina Sari Lubis, ST, MT selaku dosen pembanding yang telah memberikan masukan, arahan, dan juga bimbingan kepada penulis;

8. Bapak/Ibu Dosen Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuannya;

9. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini kepada penulis;

10. Seluruh Asisten Laboratorium Bahan Rekayasa Departemen Teknik Sipil yang telah banyak membantu selama pelaksanaan Tugas Akhir ini;

11. Orang tua beserta keluarga yang selalu memberikan motivasi dan nasehat kepada Penulis selama menyelesaikan Tugas Akhir ini.

12. Ridwan. Ummi, Devi, Lena, Krisman, Fachri, Febri, Alex dan teman-teman Ekstensi Teknik Sipil USU yang telah banyak membantu, memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

(4)

karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca diharapkan untuk penyempurnaan laporan Tugas Akhir ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, April 2014 Penulis,

(5)

ABSTRAK

Salah satu bahan alternatif yang dapat digunakan untuk mengganti sebagian semen adalah serbuk kaca. Gagasan awal berpedoman pada pemikiran bahwa unsur kimia yang ada pada kaca sebagian diantaranya sama seperti yang ada pada semen, yaitu silika (SiO2). Penelitian ini menggunakan serbuk kaca sebagai bahan tambah dengan mengganti sebagian dari berat semen. Penelitian ini menggunakan empat macam komposisi campuran dengan jumlah sampel tiap komposisi sebanyak 7 sampel. Analisis data dengan menggunakan ketentuan SNI 03-0349-1989. Setelah melalui masa perawatan selama 28 hari kemudian batako diuji mekanik dan uji fisik. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan serbuk kaca pada batako, yang selanjutnya disebut dengan BSK (Batako Serbuk Kaca) pada komposisi 10%, 20% dan 30% telah memenuhi syarat besar penyerapan air bata beton pejal mutu I menurut ketentuan SNI 03-0349-1989, yaitu mempunyai penyerapan air rata-rata dibawah 25%. Dalam penggunaannya, batako dengan penambahan serbuk kaca dapat dipergunakan untuk pasangan dinding kedap air. Menurut SNI 03-0349-1989, BSK0% masuk dalam batako tingkat mutu III dengan kuat tekan rata-rata sebesar 58,16 kg/cm2. Sedangkan BSK10%, BSK20% dan BSK30% termasuk dalam batako tingkat mutu II, dengan kuat tekan rata-rata sebesar 74,41 kg/cm2, 98,03 kg/cm2 dan 80,51 kg/cm2. Apabila ditinjau dari hasil pengujian visual dan nilai kuat tarik, tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Nilai kuat tarik terbesar adalah BSK20%, yaitu 36,72 kg/cm2. Sedangkan nilai kuat tarik terendah adalah BSK0%, yaitu 35,78 kg/cm2. Dari pengujian daya serap, kuat tekan dan kuat tarik disimpulkan bahwa campuran yang paling optimum adalah BSK20%.

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan penelitian ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

1.5. Batasan Masalah ... 4

1.6. Lokasi Penelitian ... 6

1.7. Sistematika Penulisan ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Batako ... 8

2.1.1 Pengertian Batako ... 8

2.1.2 Klasifikasi Batako ... 9

2.2 Bahan Pembentuk Batako... 14

2.2.1 Semen Portland ... 14

(7)

2.2.3 Air ... 18

2.2.4 Serbuk Kaca ... 20

2.3 Pengujian Batako ... 25

2.3.1 Pengujian Ukuran dan Tampak Luar ... 25

2.3.2 Pengujian Daya Serap ... 26

2.3.3 Pengujian Kuat Tekan... 27

2.3.4 Pengujian Kuat Tarik Briquette ... 29

2.4 Penelitian Serbuk Kaca Terdahulu ... 30

2.4.1 R. Tenda, S. E. Wallah, R. S. Windah dan Handy Yohanes Karwur (UNSRAT, 2013) ... 30

2.4.2 Levin Wibowo (UAJY, 2013) ... 31

2.4.3 Endang Kasiati (ITS, 2011) ... 32

2.4.4 Bernardinus Herbudiman dan Chandra Januar (ITB, 2011) ... 33

2.4.5 Yunita Eka Pratiwi (UGM, 2009) ... 34

2.4.6 Widarto Sutrisno (UGM, 2006) ... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Umum ... 36

3.2 Desain Penelitian ... 36

3.3 Lokasi dan Waktu Pengujian ... 37

3.4 Bahan yang Digunakan... 37

3.4.1 Semen Portland ... 37

(8)

3.4.3 Air ... 38

3.4.4 Serbuk Kaca ... 38

3.5 Pemeriksaan Bahan-bahan Penyusun Batako ... 38

3.5.1 Analisa Ayak Agregat Halus ... 38

3.5.2 Berat Isi Agregat Halus ... 42

3.5.3 Pengujian Kadar Organik Pasir ... 45

3.5.4 Pengujian Berat Jenis Semen ... 48

3.5.5 Pemeriksaan Kadar Lumpur ... 51

3.5.6 Pemeriksaan Kadar Liat ... 54

3.6 Pembuatan Serbuk Kaca dengan Los Angeles ... 56

3.7 Pembuatan Benda Uji ... 57

3.7.1 Benda Uji Batako ... 57

3.7.2 Benda Uji Kubus... 59

3.7.3 Benda Uji Briquette ... 61

3.8 Perawatan Benda Uji ... 63

3.8.1 Benda Uji Batako ... 63

3.8.2 Benda Uji Kubus... 63

3.8.3 Benda Uji Briquette ... 63

3.9 Pengujian Benda Uji ... 64

3.9.1 Pengujian Visual ... 64

3.9.2 Pengujian Penyerapan Air ... 65

3.9.3 Pengujian Kuat Tekan... 67

(9)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Nilai Slump ... 72

4.2 Pengujian Visual ... 74

4.2.1 Pemeriksaan Tampak Luar ... 74

4.2.2 Pemeriksaan Ukuran ... 74

4.3 Pengujian Daya Serap... 77

4.4 Pengujian Kuat Tekan ... 79

4.5 Pengujian Kuat Tarik Briquette ... 82

4.6 Penentuan Komposisi Terbaik ... 84

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 0.1 Kesimpulan ... 86

0.2 Saran ... 87

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1. Jumlah Keseluruhan Benda Uji ... 5

Tabel 2.1. Jenis-jenis Portland Semen ... 16

Tabel 2.2. Kandungan Kaca dalam Persen ... 24

Tabel 2.3. Kandungan Serbuk Kaca ... 24

Tabel 2.4. Persyaratan Ukuran dan Toleransi (PUBI hal. 28) ... 26

Tabel 2.5. Syarat-Syarat Fisis Bata Beton Menurut SNI 03-0349-1989 ... 29

Tabel 4.1. Nilai Slump Berdasarkan PBBI 1971 ... 72

Tabel 4.2. Nilai Slump Rata-rata ... 73

Tabel 4.3. Perbandingan Hasil Pemeriksaan Visual dengan Syarat Mutu . 74 Tabel 4.4. Analisis Penyimpangan Ukuran Batako ... 75

Tabel 4.5. Perbandingan Penyimpangan Ukuran Rata-Rata dengan Syarat Mutu ... 76

Tabel 4.6. Hasil Pengujian Penyerapan Air ... 77

Tabel 4.7. Perbandingan Daya Serap Air Rata-Rata dengan Syarat Mutu 78

Tabel 4.8. Hasil Pengujian Kuat Tekan ... 80

Tabel 4.9. Perbandingan Kuat Tekan Rata-Rata Dengan Syarat Mutu... 81

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1. Bentuk Benda Uji ... 5

Gambar 2.1. Contoh Batako Putih ... 9

Gambar 2.2. Contoh Batako Semen/Batako Pres ... 10

Gambar 2.3. Batako Padat dan Berlubang ... 11

Gambar 2.4. Tipe-tipe Batako ... 11

Gambar 2.5. Bentuk Ikatan Dinding Batako ... 13

Gambar 3.1. Bagan Alir Pengujian Analisa Ayak Agregat Halus ... 41

Gambar 3.2. Bagan Alir Pengujian Berat Isi Agregat Halus ... 44

Gambar 3.3. Bagan Alir Pengujian Colorimetric Test ... 47

Gambar 3.4. Bagan Alir Pengujian Berat Jenis Semen ... 50

Gambar 3.5. Bagan Alir Pengujian Kadar Lumpur Agregat Halus ... 53

Gambar 3.6. Bagan Alir Pengujian Kadar Liat Agregat Halus ... 56

Gambar 3.7. Bagan Alir Pengujian Visual ... 65

Gambar 3.8. Bagan Alir Pengujian Penyerapan Air ... 66

Gambar 3.9. Bagan Alir Pengujian Kuat Tekan ... 68

Gambar 3.10.Bagan Alir Pengujian Kuat Tarik Briquette ... 70

Gambar 3.11.Bagan Alir Tahapan Penelitian ... 71

Gambar 4.1. Grafik Hubungan Nilai Slump terhadap Kadar Serbuk Kaca 73

(12)

Serbuk Kaca ... 81 Gambar 4.4. Grafik Hubungan Kuat Tarik Batako terhadap Kadar

(13)

ABSTRAK

Salah satu bahan alternatif yang dapat digunakan untuk mengganti sebagian semen adalah serbuk kaca. Gagasan awal berpedoman pada pemikiran bahwa unsur kimia yang ada pada kaca sebagian diantaranya sama seperti yang ada pada semen, yaitu silika (SiO2). Penelitian ini menggunakan serbuk kaca sebagai bahan tambah dengan mengganti sebagian dari berat semen. Penelitian ini menggunakan empat macam komposisi campuran dengan jumlah sampel tiap komposisi sebanyak 7 sampel. Analisis data dengan menggunakan ketentuan SNI 03-0349-1989. Setelah melalui masa perawatan selama 28 hari kemudian batako diuji mekanik dan uji fisik. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan serbuk kaca pada batako, yang selanjutnya disebut dengan BSK (Batako Serbuk Kaca) pada komposisi 10%, 20% dan 30% telah memenuhi syarat besar penyerapan air bata beton pejal mutu I menurut ketentuan SNI 03-0349-1989, yaitu mempunyai penyerapan air rata-rata dibawah 25%. Dalam penggunaannya, batako dengan penambahan serbuk kaca dapat dipergunakan untuk pasangan dinding kedap air. Menurut SNI 03-0349-1989, BSK0% masuk dalam batako tingkat mutu III dengan kuat tekan rata-rata sebesar 58,16 kg/cm2. Sedangkan BSK10%, BSK20% dan BSK30% termasuk dalam batako tingkat mutu II, dengan kuat tekan rata-rata sebesar 74,41 kg/cm2, 98,03 kg/cm2 dan 80,51 kg/cm2. Apabila ditinjau dari hasil pengujian visual dan nilai kuat tarik, tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Nilai kuat tarik terbesar adalah BSK20%, yaitu 36,72 kg/cm2. Sedangkan nilai kuat tarik terendah adalah BSK0%, yaitu 35,78 kg/cm2. Dari pengujian daya serap, kuat tekan dan kuat tarik disimpulkan bahwa campuran yang paling optimum adalah BSK20%.

(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Batako merupakan salah satu alternatif bahan dinding yang murah dan relatif kuat. Batako terbuat dari campuran pasir, semen dan air yang dipress dengan ukuran standard. Sejalan dengan pesatnya pembangunan perumahan, maka sangat jelas kebutuhan untuk bahan bangunan akan semakin meningkat. Masyarakat pada umumnya lebih memilih menggunakan batu bata daripada menggunakan batako sebagai bahan bangunan. Namun pada akhirnya kebutuhan akan batako juga mengalami peningkatan yang signifikan. Batako pada saat ini semakin populer digunakan sebagai pengganti batu bata merah. Hal ini di sebabkan karena batako di nilai lebih cepat dalam pembuatan maupun pengerjaannya untuk pasang dinding. Dalam pembuatan batako tidak memerlukan proses pembakaran seperti pembuatan batu bata merah. Maka secara tidak langsung kebutuhan batako akan meningkat seiring dengan majunya pembangunan perumahan.

(15)

langsung seperti ketentuan di dalam Standar Nasional Indonesia (SNI 03-0349-1989).

Semakin banyaknya permintaan batako di pasaran akan meningkatkan kebutuhan bahan baku utama konstruksi, salah satunya adalah semen. Dengan meningkatnya kebutuhan akan semen, maka harga semen pun akan semakin tinggi. Ini tentu menjadi satu masalah, terutama di daerah-daerah yang tidak terdapat sumber bahan baku semen. Sehingga tidak heran harga semen di daerah tersebut sangat mahal. Hal ini terus memicu para ahli teknik untuk mengembangkan suatu bahan yang dapat menggantikan atau mengurangi kebutuhan dari salah satu bahan konstruksi tersebut untuk mengurangi biaya bahan baku tanpa mengurangi kualitas hasil. Salah satu bahan alternatif yang dapat digunakan untuk mengganti sebagian semen adalah serbuk kaca sebagai bahan tambah pada batako. Gagasan awal berpedoman pada pemikiran bahwa unsur-unsur kimia yang ada pada kaca sebagian diantaranya sama seperti yang ada pada semen, sehingga apabila kaca dihancurkan menjadi serbuk berkemungkinan berfungsi sebagai filler karena persentase kandungan silika (SiO2), Na2O dan CaO pada kaca yang cukup besar yaitu lebih dari 70% (Karwur, dkk, 2013).

1.2 Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(16)

2. Bagaimana masing-masing persentase serbuk kaca yang memenuhi persyaratan kuat tekan minimum batako pejal (SNI-3-0349-1989) mutu III dan mutu II?

3. Bagaimana perbandingan hasil pengujian batako dengan dan tanpa menggunakan serbuk kaca?

1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui apakah batako dengan menggunakan serbuk kaca memenuhi klasifikasi mutu III dan mutu II menurut persyaratan kuat tekan minimum batako pejal (SNI-3-0349-1989) atau tidak.

2. Mengetahui masing-masing persentase serbuk kaca yang memenuhi persyaratan kuat tekan minimum batako pejal (SNI-3-0349-1989) mutu III dan mutu II.

3. Mengetahui perbandingan hasil pengujian batako dengan dan tanpa menggunakan serbuk kaca.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai sumbangan informasi dan pengetahuan tentang penggunaan serbuk kaca untuk industri pembuatan batako.

(17)

digunakan sebagai bahan tambah dalam pembuatan batako dengan mengurangi jumlah semen.

1.5 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Limbah serbuk kaca yang digunakan berasal dari limbah kaca botol bekas di daerah Medan dan sekitarnya.

2. Ukuran serbuk kaca yaitu lolos saringan No.200.

3. Tidak memeriksa reaksi kimia antar material yang dipakai dalam penelitian. 4. Komposisi campuran bahan batako terdiri dari semen, serbuk kaca, pasir dan

air.

5. Pemeriksaan bahan penyusun batako: a. Analisa ayak pasir;

b. Pemeriksaan berat isi agregat halus;

c. Pemeriksaan kandungan organik (colorimetric test) pada agregat halus. d. Pemeriksaan berat jenis pada semen dan serbuk kaca;

e. Pemeriksaan kadar lumpur dan kadar liat agregat halus;

6. Variasi penambahan serbuk kaca dengan mengurangi jumlah semen mulai dari 0%, 10%, 20%, dan 30% dari berat semen dengan benda uji masing-masing 7 buah untuk setiap komposisi benda uji.

7. Perancangan campuran bahan penyusun batako dengan perbandingan 1:7 semen dan pasir.

(18)

9. Pengujian ukuran dan tampak luar, pengujian daya serap, pengujian kuat tekan dan pengujian kuat tarik batako dilakukan pada umur 28 hari untuk semua variasi.

10. Pengujian ukuran dan tampak luar dan pengujian daya serap menggunakan benda uji batako ukuran 40 x 20 x 10 cm. Pengujian kuat tekan menggunakan benda uji kubus ukuran 15 x 15 x 15 cm, sedangkan pengujian kuat tarik menggunakan mould briquette ukuran 7,5 x 4,15 x 2,5 cm.

11. Standar pengujian adalah ASTM dan SNI.

Tabel 1.1. Jumlah Keseluruhan Benda Uji

Benda Uji Pengujian Persentase Serbuk Kaca

0% 10% 20% 30%

Batako Ukuran dan Daya Serap 7 7 7 7

Kubus Kuat Tekan 7 7 7 7

Brequitte Kuat Tarik 7 7 7 7

Jumlah Benda Uji 21 21 21 21

Total 84

Benda Uji Batako Benda Uji Kubus

(19)

1.6 Lokasi Penelitian

Dalam penyusunan tugas akhir ini, metode yang digunakan dalam penelitian adalah kajian eksperimental di Laboratorium Bahan Rekayasa Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

1.7 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada masing-masing bab adalah sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang Latar Belakang penulisan Tugas Akhir dan latar belakang dari penelitian ini. Pada sub-bab berikutnya adalah identifikasi masalah yang akan dikaji. Kemudian batasan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini. Sub-bab berikutnya adalah tujuan penelitian yang memaparkan tentang tujuan penelitian yang ingin didapatkan. Dan sub-bab terakhir di bab I ini adalah sistematika penulisan yang berisi penjabaran metode penulisan yang akan digunakan dalam membahas materi dalam bahasan batasan permasalahan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

(20)

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini membahas mengenai kerangka berfikir, hipotesa masalah, serta metode penelitian secara keseluruhan yang merupakan urut-urutan yang sistematis mengenai cara pengumpulan data melalui percobaan di laboratorium.

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini membahas mengenai pengolahan data yang didapatkan dari percobaan di laboratorium serta analisis data berupa analisis pengujian ukuran dan tampak luar, pengujian daya serap, pengujian kuat tekan dan pengujian kuat tarik.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Batako

2.1.1 Pengertian Batako

Batako merupakan bahan bangunan yang berupa bata cetak alternatif pengganti batu bata yang tersusun dari komposisi antara pasir, semen portland dan air dengan perbandingan 1 semen : 7 pasir. Batako difokuskan sebagai konstruksi-konstruksi dinding bangunan non struktural.

Batako yang baik adalah yang masing-masing permukaannya rata dan saling tegak lurus serta mempunyai kuat tekan yang tinggi. Persyaratan batako menurut Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia 1982 (PUBI-1982) pasal 6 antara lain adalah berumur minimal satu bulan, pada waktu pemasangan harus sudah kering, berukuran panjang ±400 mm, lebar ±200 mm, tebal ±100-200 mm, kadar air 25-35% dari berat, dan memiliki kuat tekan antara 2-7 N/mm2. Berdasarkan persyaratan fisik batako standar dalam PUBI-1982 memberikan batasan standar bahwa untuk batako dengan nilai kuat tekan 2-3,5 MPa dapat dipakai pada konstruksi yang tidak memikul beban. Untuk kuat tekan 2 MPa dapat dipasang pada tempat yang terlindung dari cuaca luar dan diberi lapisan pelindung.

Menurut PUBI-1982 pasal 6, “Batako adalah bata yang dibuat dengan

mencetak dan memelihara dalam kondisi lembab”. Menurut SNI 03-0349-1989,

(22)

yang dibuat dari campuran semen portland atau pozolan, pasir, air dan atau tanpa bahan tambahan lainnya (additive), dicetak sedemikian rupa hingga memenuhi

syarat dan dapat digunakan sebagai bahan untuk pasangan dinding”.

2.1.2 Klasifikasi Batako

Berdasarkan bahan pembuatannya batako dapat dikelompokkan ke dalam 3 jenis, yaitu :

a. Batako putih (tras)

Batako putih dibuat dari campuran tras, batu kapur, dan air. Campuran tersebut dicetak. Tras merupakan jenis tanah berwarna putih/putih kecoklatan yang berasal dari pelapukan batu – batu gunung berapi, warnanya ada yang putih dan ada juga yang putih kecoklatan. Umumnya memiliki ukuran panjang 25-3 cm, tebal 8-10 cm, dan tinggi 14-18 cm.

Gambar 2.1 Contoh Batako Putih b. Batako semen/batako pres

(23)

Gambar 2.2 Contoh Batako Semen/Batako Pres

c. Bata ringan

Bata ringan dibuat dari bahan batu pasir kuarsa, kapur, semen dan bahan lain yang dikategorikan sebagai bahan-bahan untuk beton ringan. Berat jenis sebesar 1850 kg/m3 dapat dianggap sebagai batasan atas dari beton ringan yang sebenarnya, meskipun nilai ini kadang-kadang melebihi. Dimensinya yang lebih besar dari bata konvensional yaitu 60 x 20 cm dengan ketebalan 7 hingga 10 cm menjadikan pekerjaan dinding lebih cepat selesai dibandingkan bata konvensional.

(24)

Batako Padat Batako Berlubang Gambar 2.3 Batako Padat dan Berlubang

Batako berlubang memiliki sifat penghantar panas yang lebih baik dari batako padat dengan menggunakan bahan dan ketebalan yang sama. Batako berlubang memiliki beberapa keunggulan dari batu bata, beratnya hanya 1/3 dari batu bata dengan jumlah yang sama dan dapat disusun empat kali lebih cepat dan lebih kuat untuk semua penggunaan yang biasanya menggunakan batu bata. Di samping itu keunggulan lain batako berlubang adalah tahan terhadap panas dan suara. Batako secara umum dibagi menjadi 6 tipe, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

(25)

Keterangan:

a. Panjang 40 cm, lebar 20 cm, tinggi 20 cm, berlubang, untuk dinding luar. b. panjang 40 cm, lebar 20 cm, tinggi 20 cm, berlubang, batu khusus sebagai

penutup pada sudut-sudut dan pertemuan.

c. panjang 40 cm, lebar 10 cm, tinggi 20 cm, berlubang, untuk dinding pengisi dengan tebal 10 cm.

d. panjang 40 cm, lebar 10 cm, tinggi 20 cm, berlubang, batu khusus sebagai penutup pada dinding pengisi.

e. panjang 40 cm, lebar 10 cm, tinggi 20 cm, tidak berlubang, batu khusus untuk dinding pengisi dan pemikul sebagai hubungan-hubungan sudut dan pertemuan.

f. Panjang 40 cm, lebar 8 cm, tinggi 20 cm, tidak berlubang, batu khusus untuk dinding pengisi (Utomo, 2010).

Pada pemakaian batu batako diperhatikan hal-hal berikut: a. Disimpan dalam keadaan cukup kering

b. Penyusunan batu cetak sebelum dipakai cukup setinggi lima lapis, untuk keamanan dan juga untuk memudahkan pengambilan

c. Pada pemasangan tidak perlu dibasahi terlebih dahulu, serta tidak boleh direndam air

(26)

Gambar 2.5 Bentuk Ikatan Dinding Batako

Agar didapat mutu batako yang berkualitas, banyak faktor yang mempengaruhi. Faktor yang mempengaruhi kualitas batako tergantung pada faktor air semen, umur batako, kepadatan batako, bentuk tekstur batuan, ukuran agregat, kekuatan agregat, dan lain-lain.

Ada beberapa keuntungan dan kerugian dalam penggunaan batako. Keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan batako adalah:

a. Tiap m2 pasangan tembok, membutuhkan lebih sedikit batako jika dibandingkan dengan menggunakan batu bata, berarti secara kuantitatif terdapat suatu pengurangan.

b. Pembuatan mudah dan dapat dibuat secara sama.

c. Ukurannya besar, sehingga waktu dan ongkos juga lebih hemat. d. Khusus jenis yang berlubang dapat befungsi sebagai isolasi udara. e. Apabila pekerjaan rapi, tidak perlu diplester.

f. Lebih mudah dipotong untuk sambungan tertentu yang membutuhkan potongan.

(27)

Sedangkan kerugian pemakaian batako adalah sebagai berikut:

a. Karena proses pengerasannya membutuhkan waktu yang cukup lama (3 minggu), maka butuh waktu yang lama untuk membuatnya sebelum memakainya.

b. Bila diinginkan lebih cepat mengeras perlu ditambah dengan semen, sehingga menambah biaya pembuatan.

c. Mengingat ukurannya cukup besar, dan proses pengarasannya cukup lama mengakibatkan pada saat pengangkutan banyak terjadi batako pecah.

2.2 Bahan Pembentuk Batako

Bahan dasar pembentuk batako pada penelitian ini terdiri dari semen, pasir, serbuk kaca dan air. Sedangkan untuk batako normal hanya menggunakan semen, pasir dan air saja.

2.2.1 Semen Portland

Berdasarkan SNI 15-2049-2004 tentang Semen Portland didefinisikan sebagai semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menggiling terak semen portland terutama yang terdiri atas kalsium silikat yang bersifat hidrolis dan digiling bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih bentuk kristal senyawa kalsium sulfat dan boleh ditambah dengan bahan tambahan lain.

(28)

a. Tipe I: Semen biasa digunakan untuk pembuatan beton bagi konstruksi yang tidak dipengaruhi sifat-sifat lingkungan yang mengandung bahan sulfat, perbedaan temperatur yang ekstrim. Pemakaian tipe ini umumnya bagi konstruksi beton pada bangunan:

1) Jalan;

2) Bangunan beton bertulang; 3) Jembatan-jembatan;

4) Tangki, waduk, pipa-pipa, batako.

b. Tipe II: Semen ini digunakan untuk pencegahan serangan sulfat dari lingkungan, seperti sistim drainase dengan sifat kadar konsentrasi sulfat tinggi di dalam air tanah.

c. Tipe III: Jenis semen dengan waktu pengerasan yang cepat, umumnya dalam waktu kurang dari seminggu, digunakan pada struktur-struktur bangunan yang bekistingnya harus cepat dibuka dan akan segera dipakai. Semen tipe I dapat juga dipakai untuk maksud ini, dengan campuran gemuk, akan tetapi tipe III lebih memuaskan hasilnya dan ekonomis.

d. Tipe IV: Semen dengan hidrasi panas rendah yang digunakan pada struktur-struktur dam, bangunan-bangunan masif, hal mana panas yang terjadi sewaktu hidrasi merupakan faktor penentu bagi keutuhan beton.

e. Tipe V: Semen penangkal sulfat. Digunakan untuk beton yang lingkungannya mengandung sulfat, terutama pada tanah/air tanah dengan kadar sulfat tinggi. Semen putih untuk pekerjaan-pekerjaan arsitektur. Di samping yang disebutkan di atas terdapat semen-semen khusus, seperti:

(29)

2) Semen kedap air; 3) Semen plastik; 4) Semen ekspansif; 5) Regulate-Set Cement.

Adapun ringkasan penggunaan dari jenis-jenis portland semen yaitu seperti tertera pada tabel di bawah.

Tabel 2.1 Jenis-jenis Portland Semen

Jenis Penggunaan

Konstruksi biasa di mana sifat yang khusus tidak diperlukan Konstruksi biasa di mana diinginkan perlawanan terhadap sulfat atau panas dari hidrasi yang sedang

Jika kekuatan permulaan yang tinggi diinginkan Jika panas yang rendah dari hidrasi diinginkan

Jika daya tahan yang tinggi terhadap sulfat diinginkan (Chu-Kia Wang, 1993)

(30)

semen yang satu dengan yang lainnya. Urutan penyimpanan harus diatur sehingga semen yang lebih dahulu masuk gudang terpakai lebih dahulu (Mulyono, 2003).

2.2.2 Pasir

Pasir adalah bahan batuan halus, terdiri dari butiran dengan ukuran 0,14-5 mm, didapat dari basil desintegrasi batuan alam (natural sand) atau dengan memecah (artificial sand). Umumnya pasir yang digali dari dasar sungai cocok digunakan untuk pembuatan bata konstruksi. Pasir ini terbentuk ketika batu-batu dibawa arus sungai dari sumber air ke muara sungai. Pasir dan kerikil dapat juga digali dari laut asalkan pengotoran serta garam-garamnya (khlorida) dibersihkan dan kulit kerang disisihkan. Jenis pasir dapat dibedakan berdasarkan asal dan sifat pasir:

a. Pasir gunungan, pasir ini ditemukan di daerah-daerah yang terletak agak tinggi, banyak mengandung kerikil.

b. Pasir sungai, jenis pasir ini yang mempunyai butiran yang tak merata. Pasir ini sangat baik untuk membuat mortar (adukan) karena unsur-unsur pengikatnya dapat mencekal dengan baik pada permukaan kasar butiran tersebut.

c. Pasir laut, jenis pasir ini banyak mengandung kapur karena sisa-sisa kulit kerang.

(31)

e. Pasir perak, pasir ini banyak menamakkan kilapan. Ini banyak digunakan sebagai penghias pada dinding dan langit-langit.

f. Pasir lembek, jenis pasir ini merupakan pasir halus dengan butiran bulat, yang sedikit mengandung tanah liat namun banyak mengandung lumpur, dan mengandung air.

g. Pasir timah, Pasir ini merupakan pasir yang dihanyutkan oleh air hujan dan sisa-sisa humus berwarna abu-abu timah.

Sebagai bahan adukan, baik untuk spesi maupun beton, maka agregat halus harus diperiksa di lapangan. Hal-hal yang dapat dilakukan dalam pemeriksaan agregat halus di lapangan adalah:

1) Agregat halus terdiri dari butir-butir tajam dan keras. Butir agregat halus harus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh-pengaruh cuaca.

2) Agregat halus tidak mengandung lumpur lebih dari 5% (ditentukan terhadap berat kering). Apabila kadar lumpur melampaui 5%, maka agregat halus harus dicuci.

3) Agregat halus tidak boleh mengandung bahan-bahan organik terlalu banyak, hal tersebut dapat diamati dari warna agregat halus.

4) Agregat yang berasal dari laut tidak boleh digunakan sebagai agregat halus untuk semua adukan spesi dan beton.

2.2.3 Air

(32)

pengerasan, membasahi agregat dan sebagai pelumas campuran agar mudah dalam pengerjaannya. Air digunakan untuk membuat adukan menjadi bubur kental dan juga sebagai bahan untuk menimbulkan reaksi pada bahan lain untuk dapat mengeras. Oleh karena itu, air sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan pengerjaan bahan. Tanpa air, konstruksi bahan tidak akan terlaksana dengan baik dan sempurna.

Syarat air yang digunakan untuk campuran batako adalah sebagai berikut: a. Air tidak mengandung lumpur, minyak, benda terapung lainnya yang dapat

dilihat secara visual.

b. Air tidak mengandung benda-benda tersuspensi lebih dari 2 gram/liter.

c. Air tidak mengandung garam-garam yang dapat larut dan dapat merusak batako (asam-asam, zat organik dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter. d. Bila air meragukan harus dianalisa secara kimia dan dievaluasi mutunya

menurut pemakaiannya (Latief, 2010).

Faktor air semen adalah perbandingan antara berat air dan berat semen dalam campuran adukan. Kekuatan dan kemudahan pengerjaan (workability) campuran adukan batako sangat dipengaruhi oleh jumlah air campuran yang dipakai. Untuk suatu perbandingan campuran batako tertentu diperlukan jumlah air yang tertentu pula.

(33)

batako, maka nilai f.a.s. pada pembuatan dibuat pada batas kondisi adukan lengas tanah, karena dalam kondisi ini adukan dapat dipadatkan secara optimal. Disini tidak dipakai patokan angka sebab nilai f.a.s. sangat tergantung dengan campuran penyusunnya. Nilai f.a.s. Diasumsikan berkisar antara 0,3 sampai 0,6 atau disesuaikan dengan kondisi adukan agar mudah dikerjakan (Utomo, 2010)

2.2.4 Serbuk Kaca

Kaca adalah salah satu produk industri kimia yang merupakan gabungan dari berbagai oksida anorganik yang tidak mudah menguap, yang dihasilkan dari dekomposisi dan peleburan senyawa alkali dan alkali tanah, pasir serta berbagai penyusun lainnya (Dian, 2011 dalam Wibowo, 2013).

a. Penggunaan Kaca dalam Bidang Konstruksi

(34)

Beberapa sifat-sifat kaca secara umum adalah: 1) Padatan amorf (short range order);

2) Berwujud padat tapi susunan atom-atomnya seperti pada zat cair; 3) Tidak memiliki titik lebur yang pasti (ada range tertentu);

4) Transparan, tahan terhadap serangan kimia, kecuali hidrogen fluorida. Karena itulah kaca banyak dipakai untuk peralatan laboratorium;

5) Efektif sebagai isolator;

6) Mampu menahan vakum tetapi rapuh terhadap benturan.

Secara umum, kaca komersial dapat dikelompokkan menjadi beberapa golongan:

1) Silika lebur. Silika lebur atau silika vitreo dibuat melalui pirolisis silikon tetraklorida pada suhu tinggi, atau dari peleburan kuarsa atau pasir murni. Secara salah kaprah, kaca ini sering disebut kaca kuarsa (quartz glass). Kaca ini mempunyai ciri-ciri nilai ekspansi rendah dan titik pelunakan tinggi. Karena itu, kaca ini mempunyai ketahanan termal lebih tinggi daripada kaca lain. Kaca ini juga sangat transparan terhadap radiasi ultraviolet. Kaca jenis inilah yang sering digunakan sebagai kuvet untuk spektrometer UV-Visible yang harganya sekitar dua jutaan per kuvet. 2) Alkali silikat. Alkali silikat adalah satu-satunya kaca dua komponen yang

(35)

3) Kaca soda gamping. Kaca soda gamping (sodalime glass) merupakan 95 persen dari semua kaca yang dihasilkan. Kaca ini digunakan untuk membuat segala macam bejana, kaca lembaran, jendela mobil dan barang pecah belah.

4) Kaca timbal. Dengan menggunakan oksida timbale sebagai pengganti kalsium dalam campuran kaca cair, didapatlah kaca timbal (lead glass). Kaca ini sangat penting dalam bidang optik, karena mempunyai indeks refraksi dan dispersi yang tinggi. Kandungan timbalnya bisa mencapai 82% (densitas 8,0, indeks bias 2,2). Kandungan timbale inilah yang

memberikan kecemerlangan pada “kaca potong” (cut glass). Kaca ini

juga digunakan dalam jumlah besar untuk membuat bola lampu, lampu reklame neon, radiotron, terutama karena kaca ini mempunyai tahanan (resistance) listrik tinggi. Kaca ini juga cocok dipakai sebagai perisai radiasi nuklir.

5) Kaca borosilikat. Kaca borosilikat biasanya mengandung 10 sampai 20% B2O3, 80% sampai 87% silika, dan kurang dari 10% Na2O. Kaca jenis ini mempunyai koefisien ekspansi termal rendah, lebih tahan terhadap kejutan dan mempunyai stabilitas kimia tinggi, serta tahanan listrik tinggi. Perabot laboratorium yang dibuat dari kaca ini dikenal dengan nama dagang Pyrex. Kaca borosilikat juga digunakan sebagai isolator tegangan tinggi, pipa lensa teleskop seperti misalnya lensa 500 cm di Mt. Palomer (AS).

(36)

kaca khusus. Komposisinya berbeda-beda tergantung pada produk akhir yang diinginkan.

7) Serat kaca (fiber glass). Serat kaca dibuat dari komposisi kaca khusus, yang tahan terhadap kondisi cuaca. Kaca ini biasanya mempunyai kandungan silika sekitar 55%, dan alkali lebih rendah (Kasiati, 2011) Kaca memiliki sifat-sifat yang khas dibanding dengan golongan keramik lainnya. Kekhasan sifat-sifat kaca ini terutama dipengaruhi oleh keunikan silika (SiO2) dan proses pembentukannya. Reaksi yang terjadi dalam pembuatan kaca secara ringkas pada persamaan 2.1 (Dian, 2011 dalam Wibowo, 2013):

Na2CO3 + a.SiO2 Na2O.aSiO2 + CO2 CaCO3 + b.SiO2 CaO.bSiO2 + CO2

Na2SO4 + c.SiO2 + C Na2O.cSiO2 + SO2 + SO2 + CO (2.1)

Bubuk kaca mempunyai kelebihan dibandingkan dengan bahan pengisi pori yang lainnya (Dian, 2011 dalam Wibowo, 2013), yaitu:

1) Mempunyai sifat tidak menyerap air (zero water absorption),

2) Kekerasan dari gelas menjadikan beton tahan terhadap abrasi yang hanya dapat dicapai oleh sedikit agregat alami,

3) Bubuk kaca/serbuk kaca memperbaiki kandungan dari beton segar sehingga kekuatan yang tinggi dapat dicapai tanpa penggunaan superplasticizer,

(37)

b. Kandungan dalam Kaca

Ada beberapa kandungan kaca berdasarkan jenis-jenis kaca, yaitu: clear glass, amber glass, green glass, pyrex glass, dan fused silica (Setiawan, 2006). Kandungan di dalam jenis-jenis kaca tersebut akan dijelaskan pada Tabel 2.2 seperti berikut ini.

Tabel 2.2. Kandungan Kaca dalam Persen

Jenis Kaca Clear Glass Amber Glass

Tabel 2.3.Kandungan Serbuk Kaca Unsur Serbuk Kaca

SiO2 61,72%

Al2O3 3,45%

Fe2O3 0,18%

CaO 2,59%

c. Pengaruh Sifat Reaktif Silika pada Kaca

(38)

dari hasil samping industri untuk komponen industri konstruksi dan untuk mengatasi kekurangan pasir alam yang tersedia. Berdasarkan ASTM C289-87 dilakukan tes kimia dan tes kereaktifan agregat didapat bahwa bubuk kaca masih layak digunakan sebagai agregat walaupun memiliki sifat "merugikan" karena mengandung silika reaktif yang dapat bereaksi dengan alkali semen, sehingga mengakibatkan terjadinya ekspansi beton (Noor, 1995 dalam Wibowo, 2013).

Pada penelitian ini, bahan kaca yang dipakai untuk batako adalah serbuk kaca dari berbagai jenis botol minuman bekas yang termasuk pada golongan kaca soda gamping.

2.3 Pengujian Batako

Hasil produksi batako sebelum dipasarkan harus menjalani pengujian mutu yang meliputi :

2.3.1 Pengujian Ukuran dan Tampak Luar

Pengujian ukuran dilakukan untuk melihat dan mengamati apakah batako sudah sesuai dengan standar yang ditentukan, karena apabila belum sesuai dapat menpengaruhi nilai kekuatan pada bangunan. Sedangkan pengujian tampak luar dilakukan agar tidak mengurangi nilai jual. Apabila batako tampak dari segi fisik sudah bagus, maka nilai jualnya akan baik. Sebaliknya, apabila secara fisik sudah tampak tidak kuat maka batako tersebut tidak akan laku dipasaran.

(39)

berlubang, dilakukan paling sedikit tiga kali pada tempat yang berbeda-beda, kemudian dihitung harga rata-rata dari ketiga pengukuran tersebut. Harga pengukuran dari 7 buah benda uji, dilaporkan mengenai ukuran rata-rata serta besar penyimpangan ukuran batako dari syarat mutu yang telah ditetapkan pada SNI 03 0349 1989.

Dalam pembuatan batako terdapat tiga macam ukuran yaitu seperti yang terdapat dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 2.4 Persyaratan Ukuran dan Toleransi (PUBI hal. 28)

Jenis batako Ukuran nominal ± toleransi (mm)

Panjang Lebar Tebal

Besar 400±3 200±3 100±2

Sedang 300±3 150±3 100±2

Kecil 200±3 100±2 80±2

Keterangan : Ukuran nominal = ukuran bata ditambah 10 mm tebal siar.

2.3.2 Pengujian Daya Serap

(40)

menguap dan meninggalkan rongga. Berdasarkan SNI 03-0349-1989 tentang bata beton (batako), persyaratan nilai penyerapan air maksimum adalah 25%

Untuk pengukuran penyerapan air batako, mengacu pada standar SNI 03-0349-1989 dan dihitung dengan persamaan berikut:

�� =� −� 100% (2.2)

Dimana:

Wa = Water Absorption (%) Mk = Massa benda kering (gr)

Mj = Massa benda dalam kondisi jenuh (gr)

2.3.3 Pengujian Kuat Tekan

Pengujian kuat tekan batako adalah proses pengujian kemampuan batako untuk menahan beban, misalnya berat atap yang mendukung dinding, ditambah berat dinding itu sendiri. Serta untuk memastikan bahwa batako akan mampu membawa beban yang diletakkan di atasnya, termasuk beban hidup. Kuat tekan suatu bahan merupakan perbandingan besarnya beban maksimum yang dapat ditahan beban dengan luas penampang bahan yang mengalami gaya tersebut.

(41)

beton, jenis semen, jumlah semen dan sifat agregat (Tjokrodimulyo, 1996 dalam Damaris, 2011).

Batako dengan mutu yang rendah ditandai dengan besar kuat tekan dan daya serap air tidak memenuhi syarat-syarat fisis batako tingkat II yang ditetapkan oleh SNI. Hal ini disebabkan adanya retak-retak pada permukaan batako sehingga batako banyak berpori dan mengakibatkan kekuatannya menurun. Selain itu, perusahaan juga menghasilkan banyak batako rusak sehingga memerlukan pengerjaan ulang yang mengakibatkan terjadinya penambahan biaya produksi.

Berdasarkan hal-hal yang telah dijelaskan diatas, maka perlu dilakukan suatu penelitian untuk dapat memperbaiki/merekayasa komposisi yang tepat supaya dapat memberikan perbaikan mutu pada batako. Titik berat pencapaian target mutu yang dikehendaki ialah pada pengaturan komposisi bahan. Perubahan komposisi bahan akan berpengaruh pada mutu batako.

Untuk pengukuran kuat tekan batako mengacu pada standar SNI 03-0349-1989 dan dihitung dengan persamaan berikut:

� =� � (2.3)

Dimana:

P = Kuat Tekan (kg/cm2) Fmaks = Gaya Maksimum (kg)

A = Luas permukaan benda uji (cm2)

(42)

Karakter Kualitas yang Kritis (Critical to Quality Characteristic/CTQ) produk batako ini adalah tingkat kuat tekan dan daya serap air. Semakin tinggi tingkat kekuatan batako yang dikehendaki, semakin tinggi pula mutu batako yang harus dihasilkan.

Tabel 2.5 Syarat-Syarat Fisis Bata Beton Menurut SNI 03-0349-1989

Catatan:

1) Kuat tekan bruto adalah beban tekan keseluruhan pada waktu benda uji pecah dibagi dengan luas ukurannya dari permukaan bata yang tertekan, termasuk luas lobang serta

cekungan tepi

2) Tingkat Mutu:

Tingkat I : Untuk dinding struktural tidak terlindungi

Tingkat II : Untuk dinding struktural terlindungi (boleh ada beban)

Tingkat III : Untuk dinding non struktural tak terlindungi boleh terkena hujan dan

panas

Tingkat IV : Untuk dinding non struktural terlindungi dari cuaca

2.3.4 Pengujian Kuat Tarik Briquette

Pada dasarnya, batako juga dapat menahan gaya tarik meskipun kekuatannya terhadap tarik terlalu kecil dibandingkan kekuatan tekan. Untuk

No Syarat Fisik Satuan

Tingkat Mutu Bata2)

Bata Pejal Bata Berlubang

I II III IV I II III IV

1 Kuat tekan rata-rata minimum Kg/cm2 100 70 40 25 70 50 35 20 2 Kuat tekan bruto1) benda uji min. Kg/cm2 90 65 35 21 65 45 30 17

(43)

diadakan suatu pengujian kuat tarik batako campuran mortar yang akan digunakan sebagai benda uji dan dicetak dalam suatu cetakan dalam keadaan plastis (belum mengeras) dan untuk selanjutnya benda uji ini disebut benda uji briquette. Briquette mortar juga merupakan campuran yang mempunyai kekuatan untuk melawan tarikan dengan bentuknya yang menyerupai angka delapan. Kekuatan ini juga bergantung pada mutu bahan yang dipakai serta komposisi dari bahan tersebut.

Untuk pengukuran kuat tarik batako mengacu pada standar ASTM C-190 dan dihitung dengan persamaan berikut:

�= � (2.4)

Dimana:

P = Kuat Tarik (kg)

σ = Gaya Maksimum (kg/cm2

) A = Luas permukaan benda uji (cm2)

2.4 Penelitian Serbuk Kaca Terdahulu

2.4.1 R. Tenda, S. E. Wallah, R. S. Windah dan Handy Yohanes Karwur (UNSRAT, 2013)

(44)

serbuk kaca 10% sedangkan nilai kuat tekan terendah di dapat pada komposisi kaca 15%.

2.4.2 Levin Wibowo (UAJY, 2013)

Penelitian ini menggunakan 4 jenis beton, yaitu beton normal, beton serbuk

kaca, beton normal+Sikament LN dan beton serbuk kaca+Sikament LN perencanaan adukan beton menggunakan ACI 211.1-1991 dengan perencanaan kuat desak 25

MPa, faktor air semen (fas) 0,61 dan variasi perbandingan penambahan serbuk kaca

terhadap berat semen 0%, 3%, 5% dan 7%. Benda uji yang digunakan berbentuk

silinder dengan diameter ± 150 mm dan tinggi ± 300 mm, total jumlah benda uji

beton normal, beton serbuk kaca, beton normal+Sikament LN dan beton serbuk kaca+Sikament LN sebanyak 96 benda uji, dimana untuk masing-masing variasi diuji 12 benda uji dengan pengujian total 3 benda uji kuat desak pada umur 14, 28 dan 56

hari, serta pengujian total 3 benda uji untuk modulus elastisitas pada umur 28 hari

untuk masing-masing variasi. Kode yang digunakan pada benda uji adalah BN untuk

beton normal, BK untuk beton serbuk kaca, BNs untuk beton normal+Sikament LN, BKs untuk beton serbuk kaca+Sikament LN.

Pada penelitian menunjukan beton dengan serbuk kaca dan pengurangan air

cakupan tinggi mempunyai kuat desak yang tinggi dibanding dengan beton normal.

Hasil nilai kuat desak 56 hari pada BN: 28,84 MPa, BK 3%: 33,76 MPa, BK 5%:

31,31 MPa, BK 7%: 30,49 MPa, BNs: 37,95 MPa, BKs 3%: 42,95 MPa, BKs 5%:

40,13 MPa dan BKs 7%: 38,66 MPa. Sedangkan nilai modulus elastisitas beton

serbuk kaca lebih besar dibanding dengan beton normal. Modulus elastisitas beton

serbuk kaca dengan variasi 0%, 3%, 5% dan 7% berturut-turut sebesar 21058,13

(45)

beton dengan penambahan Sikament LN pada masing-masing serbuk kaca dengan variasi 0%, 3%, 5% dan 7% berturut-turut sebesar 23008,80 MPa, 25192,98 MPa,

23433,36 MPa dan 23691,74 MPa. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa serbuk

kaca layak digunakan sebagai additive dalam beton.

2.4.3 Endang Kasiati (ITS, 2011)

Penelitian ini menggunakan serbuk kaca dan abu batu sebagai bahan tambahan untuk pembuatan beton dan mengganti semen dengan pozzolan untuk pembuatan paving. Pada penelitian ini dibuat 6 komposisi campuran untuk pembuatan paving tersebut. Untuk bahan pengikat dipakai semen portlan pada 3 komposisi awal dan semen pozzoland pada 3 komposisi lainnya yaitu:

a. PC 30% : PS 45% : Serbuk kaca 5% : Abu Batu 20% b. PC 30% : PS 45% : Serbuk kaca 10% : Abu Batu 15% c. PC 30% : PS 45% : Serbuk kaca 15% : Abu Batu 10% d. PPC 30% : PS 45% : Serbuk kaca 5% : Abu Batu 20% e. PPC 30% : PS 45% : Serbuk kaca 10% : Abu Batu 15% f. PPC 30% : PS 45% : Serbuk kaca 15% : Abu Batu 10%.

(46)

2.4.4 Bernardinus Herbudiman dan Chandra Januar (ITB, 2011)

Penelitian ini memanfaatkan limbah serbuk kaca sebagai powder dan sekaligus mereduksi penggunaan semen pada beton self-compacting. Serbuk kaca diharapkan berfungsi sebagai filler dan binder karena memiliki potensi sebagai material pozzolan. Metoda SNI yang dikombinasikan dengan metoda Simple Mix Design Okamura digunakan untuk merancang komposisi campuran beton self compacting. Untuk merancang beton self compacting, parameter yang ditetapkan adalah jumlah agregat kasar sebesar 45% volume solid, water-per-powder ratio 0,40, dan kadar superplasticizer 1,5%. Parameter yang divariasikan sebagai berikut:

a. Kadar serbuk kaca 0%, 10%, 20%, 30% dari berat powder-nya

b. Ukuran serbuk kaca adalah lolos no.50 tertahan no.100, lolos no.100 tertahan no.200, lolos no.200 serta gabungan dari ketiga ukuran kaca tersebut.

c. Pemakaian kadar air bebas sebesar 190 l/m3, 200 l/m3 dan 210 l/m3 d. Kadar silica fume 0%, 5% dan 10% dari berat powder-nya.

(47)

terhadap semen hingga 30% masih menghasilkan beton struktural hingga 32,23 MPa.

Penelitian ini juga mengatakan bahwa penggunaan serbuk kaca pada beton memiliki kelemahan yang perlu mendapat perhatian. Unsur pokok dari kaca adalah silika (Setiawan, 2006). Terdapat indikasi bahwa terjadi pengembangan (expansion) pada volume beton, meskipun menggunakan low alcali cement. Salah satu dampak dari penggunaan agregat kaca pada beton adalah terjadinya alcali silica reaction (ASR) antara pasta semen dan agregat kaca. ASR adalah reaksi yang terjadi antara ion hidroksil dalam air pori beton dengan silika yang mungkin terdapat dalam beberapa agregat (Byars, et al, 2004). Produk dari reaksi ini adalah gel yang akan menyerap air atau menyebabkan pengembangan beton. Jika hal ini terjadi, tekanan yang dihasilkan akan menyebabkan microcracking, pengembangan, dan pada akhirnya menimbulkan penurunan kekuatan beton setelah jangka waktu yang lama.

2.4.5 Yunita Eka Pratiwi (UGM, 2009)

(48)

rembesan air menunjukkan semua variasi genteng beton serat memenuhi standar SII 0447-81 dengan serapan air maksimum (< 10%) dan bagian bawah genteng tampak kering (normal). Berdasarkan analisa ekonomi dan investasi genteng beton serat memiliki PBP 1,28 tahun, BEP 41.613 unit/tahun, B/C ratio 1,15, ROI 67,98% serta harga pokok produksi sebesar Rp. 3.900,- yang lebih rendah daripada harga di pasaran yaitu sebesar Rp. 4.500,-.

2.4.6 Widarto Sutrisno (UGM, 2006)

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk membuat dinding kedap air dengan menggunakan serbuk kaca sebagai tambahan pada mortar. Selanjutnya mortar kaca dibakar sampai minimal 700°C sehingga kaca mulai berubah bentuk dan terjadi sintering yaitu terbentuknya masa padat dengan menguatnya ikatan antar partikel mortar kaca akibat difusi solid-state yang dapat menutup pori yang terdapat pada mortar. Hal ini dilakukan bertujuan agar apabila terjadi gangguan air seperti hujan yang langsung menerpa dinding, maka air tersebut tidak keluar ke sisi dinding yang lain, sehingga dinding tidak akan menjadi lembab dan berjamur yang kemudian lapisan cat dinding dapat terlindungi. Hasilnya akan dibandingkan dengan produk yang telah beredar dipasaran yaitu Sika Top 144 cement based polymer modified protective paint.

(49)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Umum

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian eksperimen. Sedangkan faktor yang diteliti adalah faktor komposisi campuran serbuk kaca pada batako, dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh serbuk kaca sebagai bahan tambah dengan mengurangi jumlah semen pada ukuran, daya serap air, kuat tekan dan kuat tarik batako. Rancangan penelitian pada batako akan dibuat benda uji dengan perbandingan campuran 1Pc : 7Ps, dimana campuran ini akan diberi tambahan serbuk kaca sebagai bahan tambah dengan mengurangi jumlah persentase dari berat semen dengan variasi perbandingan komposisi yang digunakan berdasarkan atas kategori perbandingan volume dari agregat penyusun batako, yaitu 0%, 10%, 20% dan 30% serbuk kaca dari berat semen. Pembuatan benda uji dan prosedur pengujian kualitas sesuai dengan yang telah ditentukan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI 03-0349-1989).

3.2 Desain Penelitian

1. Pengujian fisik, yaitu pengujian visual, pengujian ukuran, dan pengujian sifat mekanik yaitu pengujian daya serap air, kuat tekan dan kuat tarik batako. 2. Jenis semen portland, menggunakan Semen Padang Tipe I.

3. Pasir berasal Sungai di Binjai, Sumatera Utara.

(50)

6. Pembuatan seluruh benda uji dilakukan secara manual.

7. Umur batako, pengujian batako, kubus dan briquette ditetapkan pada umur 28 hari.

8. Cara pengujian, sesuai dengan ketentuan cara uji dalam SNI 03-0349-1989.

3.3 Lokasi dan Waktu Pengujian 1. Tempat

Penelitian dilakukan di Laboratorium Struktur Beton Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

2. Waktu

Pengujian dilakukan mulai pada bulan Oktober sampai dengan bulan November 2013.

3.4 Bahan yang Digunakan

Bahan penyusun batako terdiri dari semen portland, agregat halus dan air.

Sering pula ditambah bahan campuran tambahan yang sangat bervariasi untuk

mendapatkan sifat-sifat batako yang diinginkan. Biasanya perbandingan campuran

yang digunakan adalah perbandingan jumlah bahan penyusun batako yang lebih

ekonomis dan efektif. Bahan-bahan penyusun batako yang digunakan dalam

penelitian ini adalah:

3.4.1 Semen Portland

(51)

3.4.2 Pasir

Pasir yang dipergunakan dalam penelitian ini diambil dari quarry Sei Wampu, Binjai. Pemeriksaan yang dilakukan terhadap agregat halus meliputi: a. Analisa ayakan pasir;

b. Pemeriksaan berat isi agregat halus;

c. Pemeriksaan kandungan organik (colorimetric test) pada agregat halus; d. Pemeriksaan berat jenis pada semen dan serbuk kaca;

e. Pemeriksaan kadar lumpur dan kadar liat agregat halus;

3.4.3 Air

Air yang digunakan sebagai bahan pencampur berasal dari Laboratorium Bahan Rekayasa Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera

Utara.

3.4.4 Serbuk Kaca

Pada penelitian ini, bahan kaca yang dipakai untuk batako berasal dari berbagai jenis botol minuman bekas yang di hancurkan dengan menggunakan mesin Los Angeles di Laboratorium Bahan Rekayasa Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara dan di ayak dengan ayakan No.200.

3.5 Pemeriksaan Bahan-bahan Penyusun Batako 3.5.1 Analisa Ayak Agregat Halus (SNI 03-1968-1990) a. Tujuan Percobaan

(52)

2) Mengetahui modulus kehalusan (fineness modulus) pasir

b. Peralatan 1) Timbangan

2) Sieve shaker machine 3) 1 set ayakan

4) Oven

5) Sample splitter

c. Bahan

Pasir kering oven sebanyak 1000 gram.

d. Prosedur Percobaan

1) Ambil pasir yang telah kering oven (110±5)ºC;

2) Sediakan pasir sebanyak 2 sampel masing-masing seberat 1000 gr dengan menggunakan sampel splitter;

3) Susun ayakan berturut-turut dari atas ke bawah: 9,52 mm; 4,76 mm; 2,38 mm; 1,19 mm; 0,60 mm; 0,30 mm; 0,15 mm dan pan;

4) Tempatkan susunan ayakan tersebut diatas sieve shaker machine; 5) Masukkan sampel 1 pada ayakan yang paling atas lalu ditutup rapat; 6) Mesin dihidupkan selama 5 (lima) menit;

(53)

e. Rumus

FM = Ʃ % � � � ℎ� � � �

100 (3.1)

Dimana:

FM = Fineness Modulus

Derajat kehalusan (kekasaran) suatu agregat ditentukan oleh modulus kehalusan (fineness) dengan batasan-batasan sebagai berikut:

- Pasir halus : 2,20 < FM < 2,60 - Pasir sedang : 2,60 < FM < 2,90 - Pasir kasar : 2,90 < FM < 3,20

f. Hasil Percobaan

Modulus kehalusan pasir (FM) = 2,52

(54)

Gambar 3.1. Bagan Alir Pengujian Analisa Ayak Agregat Halus

Alat:

1. Timbangan 0,01 gr 2. Cawan keramik atau

tempayan baja 3. Saringan agregat

halus 1 set Bahan:

1. Agregat halus

Timbang agregat halus 1000 gram Persiapan

Oven agregat halus sampai berat tetap

Ayak agregat halus

Timbang agregat halus yang tertahan disetiap

saringan

Selesai

(55)

3.5.2 Berat Isi Agregat Halus (ASTM C-29) a. Tujuan Percobaan

1) Menentukan berat isi agregat halus (pasir)

b. Peralatan

1) Timbangan dengan tingkat kepekaan 0,1% dari berat sampel 2) Batang perojok

3) Bejana besi 4) Termometer 5) Sekop Kecil

c. Bahan

1) Pasir ≤ Saringan Ø 4,75 mm kering oven suhu 110±5 ºC 2) Air

d. Prosedur Percobaan 1) Dengan cara merojok:

a) Bejana besi ditimbang dan kemudian diisi dengan pasir sampai bagian tinggi bejana tersebut lalu rojok sebanyak 25 kali secara merata pada permukaannya;

b) Pasir ditambah lagi hingga mencapai ⅔ tinggi bejana dan dirojok 25

(56)

diratakan. Dalam perojokan untuk setiap lapis tidak boleh menembus lapisan dibawahnya;

c) Timbang bejana + pasir;

d) Pasir dikeluarkan dan bejana dibersihkan lalu diisi oleh air hingga penuh, timbang berat bejana + air dan diukur suhu air didalam bejana;

2) Cara menyiram:

a) Bejana besi ditimbang kemudian diisi pasir dengan cara menyiram dengan sekop setinggi ± 5 cm dari bagian atas bejana sampai bejana tersebut penuh, lalu ratakan permukaannya.

b) Timbang bejana + pasir.

c) Pasir dikeluarkan dan bejana dibersihkan lalu diisi air hingga penuh, timbang berat bejana + air dan diukur suhu air didalam bejana. Percobaan dilakukan untuk 2 sampel.

e. Rumus

ρ= (3.2)

Dimana:

(57)

f. Hasil Percobaan

Berat isi dengan cara merojok: 1,67 gr/cm3 Berat isi dengan cara menyiram: 1,55 gr/cm3

Gambar 3.2. Bagan Alir Pengujian Berat Isi Agregat Halus

Bahan:

1. Agregat halus 2. Air

Alat:

1. Timbangan 2. Batang perojok 3. Bejana besi 4. Termoometer 5. Sekop kecil

Selesai

Pasir ditambah lagi hingga mencapai ⅔ tinggi bejana

Persiapan

Timbang bejana dan isi pasir lalu dirojok 25 kali atau disiram.

Bejana diisi pasir sampai penuh

Timbang bejana + pasir

Pasir dikeluarkan lalu diisi oleh air hingga penuh

Percobaan dilakukan untuk 2 sampel Timbang berat bejana + air

(58)

3.5.3 Pengujian Kadar Organik Pasir/Colorimetric Test (SNI 03-2816-1992) a. Tujuan Percobaan

Mengetahui tingkat kandungan bahan organik dalam agregat halus.

b. Peralatan

1) Botol gelas tembus pandang dengan penutup karet kapasitas 350 ml 2) Gelas ukur kapasitas 1000 ml

3) Timbangan 4) Mistar

5) Standar warna Gardner 6) Sendok pengaduk 7) Sampel splitter

c. Bahan

1) Pasir kering oven lolos ayakan Ø 4,75 mm 2) NaOH padat

3) Air

d. Prosedur percobaan

1) Sediakan pasir secukupnya dengan menggunakan sampel splitter sehingga terbagi seperempat bagian;

(59)

3) Sediakan larutan NaOH 3% dengan cara mencampur 12 gram kristal NaOH kedalam 388 ml air menggunakan gelas ukur. Aduk hingga kristal NaOH larut;

4) Masukkan larutan tersebut sampai tinggi larutan ± 2 cm dari permukaan pasir (tinggi pasir + larutan = 5 cm);

5) Larutan diaduk menggunakan sendok pengaduk selama 7 menit;

6) Botol gelas ditutup rapat menggunakan penutup karet dan diguncang-guncang pada arah mendatar selama 8 menit;

7) Campuran didiamkan selama 24 jam;

8) Bandingkan perubahan warna yang terjadi setelah 24 jam dengan standar warna Gardner.

e. Rumus/standar

Pengelompokkan standar warna Gardner adalah sebagai berikut: 1) Standar warna no. 1 : berwarna bening/jernih

2) Standar warna no. 2 : berwarna kuning muda 3) Standar warna no. 3 : berwarna kuning tua

4) Standar warna no. 4 : berwarna kuning kecoklatan 5) Standar warna no. 5 : berwarna coklat

(60)

f. Hasil Percobaan

Warna kuning terang (standar warna no. 3), memenuhi persyaratan.

1

Gambar 3.3. Bagan Alir Pengujian Colorimetric Test

Mulai

Persiapan

Alat:

1. Timbangan

2. Botol tembus pandang 3. Gelas ukur

4. Mistar

5. Standar warna Gardner 6. Sendok pengaduk 7. Sampel splitter Bahan:

1. Agregat halus 2. NaOH 3% 3. Air

Isikan agregat ke dalam botol

Tambahkan NaOH 3% dan tutup rapat

Kocok botol selama 8 menit

Diamkan selama 24 jam

Amati warna cairannya

(61)

3.5.4 Pengujian Berat Jenis Semen (SNI 15-2531-1991) a. Tujuan Percobaan:

Menentukan berat jenis semen.

b. Peralatan:

1) Timbangan dengan ketelitian 0.001 gr 2) Botol Le Chatelir

3) Cawan Porselin 4) Gelas Ukur 5) Corong Kaca

c. Bahan

1) Semen Portland

2) Minyak Kerosin bebas air atau naptha dengan berat jenis 62 API (American Petroleoum Institute)

d. Prosedur Percobaan:

1) Isi botol Le Chatelir dengan kerosin atau naphta sampai antara skala 0 dan 1, bagian dalam piknometer diatas permukaan cairan.

2) Masukkan botol Le Chatelir ke dalam bak air dengan suhu ditetapkan pada botol Le Chatelir  20 oC untuk mengunakan suhu cairan dalam piknometer l dengan suhu yang ditetapkan dalam botol Le Chatelir. 3) Setelah suhu dalam botol Le Chatelir sama dengan suhu yang ditetapkan

(62)

4) Masukkan semen portland sebanyak 64 gr, sedikit demi sedikit ke dalam botol Le Chatelir, hindarkan penempelan semen pada dinding dalam botol Le Chatelir diatas cairan.

5) Setelah benda uji dimasukkan, putar botol Le Chatelir dengan posisi miring secara perlahan-lahan sampai gelembung udara tidak timbul lagi pada permukaan cairan.

6) Ulangi pekerjaan no. 2 setelah suhu dalam botol Le Chatelir sama dengan suhu yang ditetapkan pada botol Le Chatelir, baca skala pada botol Le Chatelir (V2).

e. Rumus:

Berat Jenis = � �

(V − V ) (3.3)

Dimana:

V1 = Pembacaan pertama pada skala botol Le Chatelir V2 = Pembacaan kedua pada skala botol Le Chatelir

V2- V1 = Isi cairan yang dipindahkan oleh semen dengan berat tertentu Catatan:

- Berat jenis semen portland antara 3 - 3.2

- Suhu ruangan yang diperbolehkan 20 oC - 24 oC.

f. Hasil Percobaan:

Berat jenis semen: 3,062 gr/ml

(63)

Berat jenis sebuk kaca: 2,51 gr/ml

2

3

Gambar 3.4. Bagan Alir Pengujian Berat Jenis Semen

Mulai

Isi botol Le Chatelir dengan kerosin atau naphta

Masukkan botol Le Chatelir ke dalam bak air

Baca skala pada botol Le Chatelir (V1).

Masukkan semen portland sebanyak 64 gr ke dalam botol Le Chatelir

Putar botol Le Chatelir dengan posisi miring sampai gelembung udara tidak timbul lagi

Selesai

(64)

3.5.5 Pemeriksaan Kadar Lumpur (Pencucian Pasir Lewat Ayakan No.200) a. Tujuan Percobaan

Menentukan persentase kadar lumpur pada pasir dan kerikil.

b. Peralatan

1) Ayakan no. 200 2) Oven

3) Timbangan 4) Pan

c. Bahan

1) Pasir kering oven 2) Kerikil kering oven 3) Air

d. Prosedur Percobaan

1) Sediakan 2 (dua) sampel pasir sebanyak masing-masing 500 gram dan 2 (dua) sampel kerikil sebanyak masing-masing 1000 gram dalam keadaan kering oven;

2) Tuang pasir kedalam ayakan no. 200 dan disiram dengan air melalui kran;

3) Pada saat pencucian, pasir harus diremas-remas hingga air keluar melalui ayakan terlihat jernih dan bersih;

(65)

5) Setelah 24 jam, sampel yang ada didalam pan ditimbang dan hasilnya dicatat;

6) Lakukan percobaan untuk sampel kedua dan sampel kerikil.

e. Rumus KL= A-B

A ×100 (3.4)

Dimana:

KL = Kadar lumpur agregat (%) A = Berat sampel mula-mula

B = Berat sampel setelah dikeringkan selama 24 jam

Pasir yang memenuhi persyaratan dan layak untuk digunakan, bila kadar lumpur pasir < 5%.

f. Hasil Penelitian

(66)

Gambar 3.5. Bagan Alir Pengujian Kadar Lumpur Agregat Halus

Mulai

Alat:

1. Timbangan 0,01 gr 2. Oven

3. Cawan keramik 4. Ayakan no. 200 Bahan:

1. Agregat 2. Air

Persiapan

Oven agregat sampai berat tetap

Timbang agregat (A)

Cuci agregat sampai bersih

Oven agregat setelah dicuci sampai berat tetap

Timbang agregat (B)

Hitung kadar lumpur agregat

(67)

3.5.6 Pemeriksaan Kadar Liat (Clay Lump) a. Tujuan Percobaan

Menentukan persentase kadar liat dalam pasir.

b. Peralatan

1) Ayakan no. 200 2) Oven

3) Timbangan 4) Pan

c. Bahan

1) Pasir sisa pengujian kadar lumpur 2) Aquades

3) Air

d. Prosedur Percobaan

1) Pasir hasil percobaan kadar lumpur sebanyak 2 (dua) sampel dengan berat kering setelah pencucian lumpur sebagai berat awal direndam dalam aquades selama 24 jam;

2) Setelah direndam ± 24 jam aquades dibuang dengan hati-hati agar jangan ada pasir yang ikut terbuang;

(68)

4) Pasir hasil pencucian dituang ke dalam pan dikeringkan dalam oven bersuhu 110 ± 5 ºCselama 24 jam;

5) Pasir kering hasil pengovenan kemudian ditimbang beratnya dan dicatat.

e. Rumus

% Kadar Liat= A - B

A ×100% (3.5)

Dimana:

A = Berat pasir mula-mula (sisa pencucian kadar lumpur) B = Berat pasir setelah di oven

Pasir yang memenuhi persyaratan dan layak untuk digunakan, bila kadar liat pasir < 1%.

f. Hasil Percobaan

(69)

Gambar 3.6. Bagan Alir Pengujian Kadar Liat Agregat Halus

3.6 Pembuatan Serbuk Kaca dengan Los Angeles

Pada penelitian ini, untuk mendapatkan serbuk kaca yang ukuran butirannya halus dan lolos ayakan No.200, dilakukan dengan menggunakan mesin Los Angeles. Adapun alat dan bahan serta langkah-langkah pengerjaannya adalah sebagai berikut:

Persiapan

Alat:

1. Timbangan 0,01 gr 2. Oven

3. Cawan keramik 4. Ayakan no. 200 Bahan:

1. Agregat 2. Air

Pasir hasil percobaan kadar lumpur direndam 24 jam

Air perendaman dibuang

Cuci agregat sampai bersih

Oven agregat setelah dicuci sampai berat tetap

Timbang agregat (B)

Selesai

(70)

1. Alat dan Bahan: a. Mesin Los Angeles b. Peluru pengaus c. Ayakan No. 200 d. Botol-botol kaca 2. Prosedur pengerjaan:

a. Bersihkan botol-botol kaca dari sisa-sisa kotoran;

b. Masukkan peluru pengaus dan botol-botol kaca yang telah dibersihkan tadi ke dalam mesin Los angeles;

c. Tutup dan kunci mesin Los Angeles; d. Putar mesin ± 45 menit;

e. Sampel dikeluarkan dari mesin lalu di ayak dengan ayakan No. 200; f. Sampel yang lolos ayakan No. 200 adalah serbuk kaca yang akan

digunakan pada penelitian ini.

3.7 Pembuatan Benda Uji 3.7.1 Benda Uji Batako

a. Peralatan yang diperlukan dalam pembuatan benda uji batako: 1) Ayakan, untuk mengayak pasir dengan ukuran 4,8 mm.

2) Timbangan, untuk menimbang kebutuhan bahan yang dipergunakan dalam pembuatan benda uji.

(71)

4) Sendok spesi, untuk mencampur dan memasukkan adonan adukan kedalam cetakan.

5) Sekop dan cangkul, untuk mengaduk campuran batako.

6) Batang perojok atau vibrator, untuk memadatkan adukan didalam cetakan.

7) Kerucut Abrams-Harder, untuk pengujian slump.

8) Cetakan, terbuat dari papan kayu berbentuk balok dengan ukuran cetakan adalah 400 mm x 200 mm x 100 mm.

b. Prosedur Pembuatan benda uji batako:

1) Siapkan semua bahan dan alat yang diperlukan.

2) Timbang semen, pasir dan serbuk kaca dengan perbandingan 1 pc : 7 ps. Penambahan serbuk kaca dimulai dari 0%, 10%, 20% dan 30% dari berat semen dengan mengurangi jumlah semen awal.

3) Campurkan bahan dengan perbandingan menjadi 1 pc : 7 ps (tanpa penambahan serbuk kaca), untuk campuran selanjutnya dengan penambahan 10%, 20% dan 30%. Aduk semua bahan sampai rata.

Gambar

Tabel 1.1. Jumlah Keseluruhan Benda Uji
Gambar 2.1 Contoh Batako Putih
Gambar 2.2 Contoh Batako Semen/Batako Pres
Gambar 2.3 Batako Padat dan Berlubang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dilihat dari Gambar V.2. di atas penambahan serat kelapa akan menaikan kuat tarik belah batako sampai pada presentase 0,15 % dan akan mengurangi kuat tarik belah batako pada

Perlu dilakukan analisis lebih lanjut untuk mengkaji variasi komposisi bahan dalam campuran pembuatan batako, misalkan komposisi pasir tetap dengan perbandingan

Rancangan penelitian pada batako akan dibuat benda uji dengan perbandingan campuran 1Pc : 7Ps, dimana campuran ini akan diberi serbuk kaca sebagai bahan substitusi dengan

sewaktu hidrasi merupakan faktor penentu bagi keutuhan beton. Tipe V: Semen penangkal sulfat. Digunakan untuk beton yang lingkungannya mengandung sulfat, terutama pada tanah/air

Dalam Pembuatan Batako, Tugas Akhir Program Studi Teknik Sipil.. Universitas

Pada penelitian menunjukan beton dengan serbuk kaca dan pengurangan air cakupan tinggi mempunyai kuat desak yang tinggi dibanding dengan beton normal. Sedangkan

Ummi, Devi, Lena, Krisman, Fachri, Febri, Alex dan teman-teman Ekstensi Teknik Sipil USU yang telah banyak membantu, memberikan semangat kepada penulis dalam

Kuat tekan rata-rata batako kubus Penambahan serat pelepah kelapa sawit yang berasal dari Dumai sebanyak 1% dari berat semen pada sampel batako serat melebihi standar mutu I SNI bahkan