BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dinding2.1.1 Pengertian Dinding
Dinding adalah bagian dari suatu bangunan yang berfungsi memisahkan atau membentuk ruang pada suatu bangunan. Seiring berjalannya waktu, teknologi menghadirkan berbagai macam fungsi baru dari dinding yaitu sebagai pendefinisi ruangan, peredam suara, pelindung bagian dalam bangunan dari cuaca dan sebagainya. Berdasarkan fungsinya, dinding terbagi menjadi beberapa bagian. Di antaranya dinding partisi, dinding pembatas (boundary wall), dinding penahan (retaining wall) dan sebagainya.
Dinding memiliki fungsi antara lain sebagai berikut:
1. Pelindung dari cuaca dan lingkungan luar tempat tinggal dan pembatas antara ruang bangunan.
2. Pembentuk daerah fungsi dalam suatu bangunan seperti ruang tidur dengan ruang dapur dan ruang lainnya dpisahkan oleh dinding dan masing-masing ruangan memilik fungsi yang berbeda.
3. Penambah keindahan pada bangunan, pada bangunan modern sering dibuat tampilan dinding yang diekspos dengan menampilkan keindahan
2.1.2 Klasifikasi Dinding
Pembagian dinding berdasarkan bahan pembuatannya terbagi 5: 1. Dinding Bata Kapur
Dinding bata kapur terbuat dari campuran tanah liat dan kapur gunung. Bata kapur memiliki ukuran 8 cm x 17 cm x 30 cm. Dinding ini banyak digunakan pada bangunan rumah di pedesaan, pagar pembatas dan rumah sederhana.
Ukuran bata kapur yang cukup besar membuat waktu pemasangannya cepat dan sedikit pemakaian adukan semen dan pasir. Dinding ini memerlukan kolom pengaku setiap 2,5m.
2. Dinding Bata Merah
Dinding bata merah merah terbuat dari tanah liat yang dicetak berbentuk bata dan dikeringkan serta dilakukan pembakaran. Bata merah pada umumnya berukuran 6cm x 12cm x 24cm. Dinding bata merah sangat banyak digunakan di masyarakat karena harganya relatif murah dan sangat banyak dijumpain.
Ukuran batu bata yang cukup kecil membuat pekerjaan pembuatan dinding lebih lama dari bahan bata lainnya.
3. Dinding Bata Hebel Atau Celcon
Bata hebel merupakan bahan bata penyusun dinding dengan mutu yang relatf tinggi. Bata hebel biasanya dibuat di pabrik dengan bahan penyusun pasir silica, semen, filler dan zat aditif.
Dinding yang terbuat dari bata hebel tidak perlu diplester karna permukannya sudah rata, cukup diaci saja untuk lebih menghaluskannya. Dinding ini harganya relatif lebih mahal serta pemasangannya cukup sulit, akan tetapi pada pemasangannya sangat sedikit bahan yang terbuang.
Gambar 2.2 Contoh pasangan dinding hebel 4. Dinding Partisi
Dinding partisi merupakan dinding yang dibuat khusus untuk sekat antar ruangan. Dinding ini memiliki desain yang sangat praktis dan lebih ringan dari dinding lainnya. Akan tetapi dinding jenis ini tidak dapat memikul beban hanya digunakan untuk memisahkan ruangan.
Bahan yang digunakan untuk membuat dinding ini biasa menggunakan gypsum, triplek, tepas ataupun papan. Dinding jenis ini tidak dapat digunakan pada daerah luar (eksterior) karena bahan pembuatannya tidak terlalu tahan terhadap cuaca.
5. Dinding batako
Dinding batako merupakan dinding yang terbuat dari batuan yang dipress dan dicetak menjadi bentuk bata. Pada umumnya batako berukuran 40cm x 20cm x 10cm.
Dinding batako relatif lebih hemat dikarenakan ukurannya lebih besar, sehingga jumlah pemakaian batako per m2 yang lebih sedikit, serta pekerjaannya lebih praktis dari pekerjaan dinding menggunakan bata merah.
Gambar 2.3 Contoh pasangan dinding batako
2.2 Batako
2.2.1 Pengertian Batako
Batako merupakan bahan konstruksi yang berbentuk bata yang dicetak dengan cara dipress. Batako merupakan alternatif dari batah merah sebagai bahan penyusun dinding. Pembuatan batako ditujukan pada dinding konstruksi yang non-struktural.
Batako yang baik adalah masing-masing permukaannya rata dan saling tegak lurus serta mempunyai kuat tekan yang tinggi. Menurut SNI 03-0349-1989, “Conblock (concrete block) atau batu cetak beton adalah komponen bangunan yang dibuat dari campuran semen portland atau pozolan, pasir, air dan atau tanpa
bahan tambahan lainnya (additive), dicetak sedemikian rupa hingga memenuhi syarat dan dapat digunakan sebagai bahan untuk pasangan dinding”.
2.2.2 Klasifikasi Batako
Batako dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis berdasarkan bahan pembuatannya, yaitu:
a. Batako semen/batako pres
Batako pres dibuat dari campuran semen dan pasir atau abu batu. Ada yang dibuat secara manual (menggunakan tangan) dan ada juga yang menggunakan mesin. Perbedaanya dapat dilihat pada kepadatan permukaan batakonya. Umumnya memiliki panjang 36-40 cm dan tinggi 18-20 cm.
Gambar 2.4 Contoh Batako Semen/Batako Press b. Batako putih (tras)
Batako putih dibuat dari campuran tras, batu kapur, dan air. Campuran tersebut dicetak. Tras merupakan jenis tanah berwarna putih/putih kecoklatan yang berasal dari pelapukan batu – batu gunung berapi, warnanya ada yang putih dan ada juga yang putih kecoklatan. Umumnya memiliki ukuran panjang 25-30 cm, tebal 8-10 cm, dan tinggi 14-18 cm.
Gambar 2.5 Contoh Batako Putih c. Bata ringan
Bata ringan dibuat dari bahan batu pasir kuarsa, kapur, semen dan bahan lain yang dikategorikan sebagai bahan-bahan untuk beton ringan. Berat jenis sebesar 1850 kg/m3 dapat dianggap sebagai batasan atas dari beton ringan yang sebenarnya, meskipun nilai ini kadang-kadang melebihi.
Mutu batako sangat dipengaruhi oleh komposisi dari penyusun-penyusunnya, disamping itu dipengaruhi oleh cara pembuatannya yaitu melalui proses manual (cetak tangan) dan pres mesin. Perbedaan dari proses pembuatan ini dapat dilihat dari kepadatan permukaannya. Batako terdiri dari berbagai bentuk dan ukuran. Istilah batako berhubungan dengan bentuk persegi panjang yang digunakan untuk dinding beton. Batako dapat digolongkan menjadi dua kelompok:
Batako Padat Batako Berlubang
Batako berlubang memiliki sifat penghantar panas yang lebih baik dari batako padat dengan menggunakan bahan dan ketebalan yang sama. Batako berlubang memiliki beberapa keunggulan dari batu bata, beratnya hanya 1/3 dari batu bata dengan jumlah yang sama dan dapat disusun empat kali lebih cepat dan lebih kuat untuk semua penggunaan yang biasanya menggunakan batu bata. Di samping itu keunggulan lain batako berlubang adalah tahan terhadap panas dan suara. Batako secara umum dibagi menjadi 6 tipe, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Gambar 2.7 Tipe-tipe Batako Keterangan:
a. Panjang 40 cm, lebar 20 cm, tinggi 20 cm, berlubang, untuk dinding luar. b. panjang 40 cm, lebar 20 cm, tinggi 20 cm, berlubang, batu khusus sebagai
penutup pada sudut-sudut dan pertemuan.
c. panjang 40 cm, lebar 10 cm, tinggi 20 cm, berlubang, untuk dinding pengisi dengan tebal 10 cm.
d. panjang 40 cm, lebar 10 cm, tinggi 20 cm, berlubang, batu khusus sebagai penutup pada dinding pengisi.
e. panjang 40 cm, lebar 10 cm, tinggi 20 cm, tidak berlubang, batu khusus untuk dinding pengisi dan pemikul sebagai hubungan-hubungan sudut dan pertemuan.
f. Panjang 40 cm, lebar 8 cm, tinggi 20 cm, tidak berlubang, batu khusus untuk dinding pengisi (Utomo, 2010, dalam Muhammad Fathur, 2016).
Pada pemakaian batu batako diperhatikan hal-hal berikut: a. Penyimpanan batako pada tempat yang cukup kering
b. Pada pemasangan tidak perlu dibasahi terlebih dahulu, serta tidak boleh direndam air
c. Penyimpanan batako sebelum dipakai ditumpuk maksimal 5 lapis guna untuk mempermudah proses pengambilan dan keamanan.
d. Untuk pemotongan batu batako dipergunakan palu dan tatah untuk membuat goresan pada batu yang akan dipatahkan.
Agar didapat mutu batako yang berkualitas, banyak faktor yang mempengaruhi. Faktor yang mempengaruhi kualitas batako tergantung pada faktor air semen, umur batako, kepadatan batako, bentuk tekstur batuan, ukuran agregat, kekuatan agregat, dan lain-lain.
Ada beberapa keuntungan dan kerugian dalam penggunaan batako. Keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan batako adalah:
a. Penggunaan batako sebagai bahan pasangan dinding lebih sedikit untuk pekerjaan pasangan dinding per m2nya dibandingkan dengan penggunaan
bata merah.
b. Proses pembuatannya mudah, dan dapat dicetak dengan ukuran yang sama. c. Ukuran batako yang besar, membuat waktu dan biaya pemasangannya lebih
sedikit.
d. Jika pekerjaan pemasangannya rapi, diding batako tidak perlu dipelaster. e. Batako yang berlubang dapat dijadikan isolasi udara.
f. Batako lebih mudah untuk dipototong, apabila sambungan tertentu butuh potongan.
g. Batako sebelum dipakai tidak perlu direndam air.
Sedangkan kerugian pemakaian batako adalah sebagai berikut:
a. Karena proses pengerasannya membutuhkan waktu yang cukup lama (3 minggu), maka butuh waktu yang lama untuk membuatnya sebelum memakainya.
b. Bila diinginkan lebih cepat mengeras perlu ditambah dengan semen, sehingga menambah biaya pembuatan.
c. Mengingat ukurannya cukup besar, dan proses pengarasannya cukup lama mengakibatkan pada saat pengangkutan banyak terjadi batako pecah.
2.3 Bahan Pembentuk Batako
Bahan dasar pembentuk batako pada penelitian ini terdiri dari semen, pasir, plastik LDPE dan air. Sedangkan untuk batako normal hanya menggunakan semen, pasir dan air saja.
2.3.1 Semen Portland
Berdasarkan SNI 15-2049-2004 tentang Semen Portland didefinisikan sebagai semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menggiling terak semen portland terutama yang terdiri atas kalsium silikat yang bersifat hidrolis dan digiling bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih bentuk kristal senyawa kalsium sulfat dan boleh ditambah dengan bahan tambahan lain.
Semen ditemukan oleh Joseph Aspidin di tahun 1824, seorang tukang batu kebangsaan Inggris. Dinamakan Semen Portland, karena yang dihasilkan mempunyai warna serupa dengan tanah liat alam di Portland. Adapun jenis-jenis semen diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Tipe I: Semen biasa digunakan untuk pembuatan beton bagi konstruksi yang tidak dipengaruhi sifat-sifat lingkungan yang mengandung bahan sulfat, perbedaan temperatur yang ekstrim. Pemakaian tipe ini umumnya bagi konstruksi beton pada bangunan:
1) Jalan;
2) Bangunan beton bertulang; 3) Jembatan-jembatan;
4) Tangki, waduk, pipa-pipa, batako.
b. Tipe II: Semen ini digunakan untuk pencegahan serangan sulfat dari lingkungan, seperti sistem drainase dengan sifat kadar konsentrasi sulfat tinggi di dalam air tanah.
c. Tipe III: Jenis semen dengan waktu pengerasan yang cepat, umumnya dalam waktu kurang dari seminggu, digunakan pada struktur-struktur bangunan yang bekistingnya harus cepat dibuka dan akan segera dipakai. Semen tipe I
dapat juga dipakai untuk maksud ini, dengan campuran gemuk, akan tetapi tipe III lebih memuaskan hasilnya dan ekonomis.
d. Tipe IV: Semen dengan hidrasi panas rendah yang digunakan pada struktur-struktur dam, bangunan-bangunan masif, hal mana panas yang terjadi sewaktu hidrasi merupakan faktor penentu bagi keutuhan beton.
e. Tipe V: Semen penangkal sulfat. Digunakan untuk beton yang lingkungannya mengandung sulfat, terutama pada tanah/air tanah dengan kadar sulfat tinggi. Semen putih untuk pekerjaan-pekerjaan arsitektur. Di samping yang disebutkan di atas terdapat semen-semen khusus, seperti:
1) Semen untuk sumur minyak; 2) Semen kedap air;
3) Semen plastik; 4) Semen ekspansif;
5) Regulate-Set Cement.
Adapun ringkasan penggunaan dari jenis-jenis portland semen yaitu seperti tertera pada tabel di bawah.
Tabel 2.1 Jenis-jenis Portland Semen
JENIS PENGGUNAAN
I II
III IV
Konstruksi biasa di mana sifat yang khusus tidak diperlukan Konstruksi biasa di mana diinginkan perlawanan terhadap sulfat atau panas dari hidrasi yang sedang
Jika kekuatan permulaan yang tinggi diinginkan Jika panas yang rendah dari hidrasi diinginkan
V Jika daya tahan yang tinggi terhadap sulfat diinginkan
(Chu-Kia Wang, 1993)
Agar semen tetap memenuhi syarat meskipun disimpan dalam waktu lama, cara penyimpanan semen perlu diperhatikan. Jika semen disimpan kering, akan tetap baik. Penyimpanan di tempat lembab mengakibatkan penurunan kekuatan. Oleh karenanya, kelembaban ruang penyimpanan harus tetap dijaga. Sebaiknya penimbunan karung semen rapat satu sama lain, di atas ganjalan kayu dan tidak dirapatkan ke dinding. Penyimpanan yang lama seharusnya mempunyai tutup-tutup kedap air. Semen harus terbebas dari bahan kotoran dari luar. Semen dalam kantong harus disimpan dalam gudang tertutup, terhindar dari basah dan lembab, dan tidak tercampur dengan bahan lain. Semen dari jenis yang berbeda harus dikelompokkan sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan tertukarnya jenis semen yang satu dengan yang lainnya. Urutan penyimpanan harus diatur sehingga semen yang lebih dahulu masuk gudang terpakai lebih dahulu (Mulyono, 2003).
2.3.2 Pasir
Pasir adalah bahan butiran batuan halus yang berukuran 0,14-5 mm, didapat dari basil desintegrasi batuan alam (natural sand) atau dengan memecah (artificial
sand). Pasir diperoleh biasanya dari penggalian di dasar sungai, pasir cocok
digunakan untuk pembuatan bata konstruksi. Pasir terbentuk ketika batu-batu dibawa arus sungai dari sumber air ke muara sungai. Pasir dan kerikil dapat juga digali dari laut asalkan pengotoran serta garam-garamnya (khlorida) dibersihkan
dan kulit kerang disisihkan. Jenis pasir dapat dibedakan berdasarkan asal dan sifat pasir:
a. Pasir gunungan, pasir ini ditemukan di daerah-daerah yang terletak agak tinggi, banyak mengandung kerikil.
b. Pasir sungai, jenis pasir ini yang mempunyai butiran yang tak merata. Pasir ini sangat baik untuk membuat mortar (adukan) karena unsur-unsur pengikatnya dapat mencekal dengan baik pada permukaan kasar butiran tersebut.
c. Pasir laut, jenis pasir ini banyak mengandung kapur karena sisa-sisa kulit kerang.
d. Pasir gunungan tepi pantai, pasir ini juga sama dengan pasir laut banyak mengandung kapur. Pasir gunungan tepi pantai adalah pasir yang terbawa angin. Pembulatan butir-butir disebabkan oleh arus laut dan terpaan ombak. e. Pasir perak, pasir ini banyak menamakkan kilapan. Ini banyak digunakan
sebagai penghias pada dinding dan langit-langit.
f. Pasir lembek, jenis pasir ini merupakan pasir halus dengan butiran bulat, yang sedikit mengandung tanah liat namun banyak mengandung lumpur, dan mengandung air.
g. Pasir timah, Pasir ini merupakan pasir yang dihanyutkan oleh air hujan dan sisa-sisa humus berwarna abu-abu timah.
Sebagai bahan adukan, baik untuk spesi maupun beton, maka agregat halus harus diperiksa di lapangan. Hal-hal yang dapat dilakukan dalam pemeriksaan agregat halus di lapangan adalah:
1) Agregat halus terdiri dari butir-butir tajam dan keras. Butir agregat halus harus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh-pengaruh cuaca.
2) Agregat halus tidak mengandung lumpur lebih dari 5% (ditentukan terhadap berat kering). Apabila kadar lumpur melampaui 5%, maka agregat halus harus dicuci.
3) Agregat halus tidak boleh mengandung bahan-bahan organik terlalu banyak, hal tersebut dapat diamati dari warna agregat halus.
4) Agregat yang berasal dari laut tidak boleh digunakan sebagai agregat halus untuk semua adukan spesi dan beton.
2.3.3 Air
Air merupakan salah satu bahan penyusun batako, fungsi air adalah mereaksikan kimia pada semen yang menyebabkan pengikatan dan berlangsungnya pengerasan, membasahi agregat dan sebagai pelumas campuran agar mudah dalam pengerjaannya. Air digunakan untuk membuat adukan menjadi bubur kental dan juga sebagai bahan untuk menimbulkan reaksi pada bahan lain untuk dapat mengeras. Oleh karena itu, air sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan pengerjaan bahan. Tanpa air, konstruksi bahan tidak akan terlaksana dengan baik dan sempurna.
Syarat air yang digunakan untuk campuran batako adalah sebagai berikut: a. Air tidak mengandung lumpur, minyak, benda terapung lainnya yang dapat
dilihat secara visual.
c. Air tidak mengandung garam-garam yang dapat larut dan dapat merusak batako (asam-asam, zat organik dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter. d. Bila air meragukan harus dianalisa secara kimia dan dievaluasi mutunya
menurut pemakaiannya (Latief, 2010).
Faktor air semen adalah perbandingan antara berat air dan berat semen dalam campuran adukan. Kekuatan dan kemudahan pengerjaan (workability) campuran adukan batako sangat dipengaruhi oleh jumlah air campuran yang dipakai. Untuk suatu perbandingan campuran batako tertentu diperlukan jumlah air yang tertentu pula.
Pada dasarnya semen memerlukan jumlah air sebesar 32% berat semen untuk bereaksi secara sempurna, akan tetapi apabila kurang dari 40 % berat semen maka reaksi kimia tidak selesai dengan sempurna. Apabila kondisi seperti ini dipaksakan akan mengakibatkan kekuatan batako berkurang. Jadi air yang dibutuhkan untuk bereaksi dengan semen dan untuk memudahkan pembuatan batako, maka nilai f.a.s. pada pembuatan dibuat pada batas kondisi adukan lengas tanah, karena dalam kondisi ini adukan dapat dipadatkan secara optimal. Disini tidak dipakai patokan angka sebab nilai f.a.s. sangat tergantung dengan campuran penyusunnya. Nilai f.a.s. Diasumsikan 0,2 , 0,24 dan 0,28 atau disesuaikan dengan kondisi adukan agar mudah dikerjakan (Utomo, 2010, dalam Muhammad father, 2016)
2.3.4 Plastik LDPE
Polietilen berdensitas rendah (low density polyethylene, LDPE) adalah termoplastik yang terbuat dari minyak bumi. Pertama kali diproduksi oleh
Imperial Chemical Industries (ICI) pada tahun 1933 menggunakan tekanan tinggi dan polimerasi radikal bebas. LDPE dicirikan dengan densitas antara 0.91 – 0.94 g/cm3 dan tidak reaktif pada temperature suhu kamar, kecuali pada oksidator kuat dan beberapa pelarut dapat menyebabkan kerusakan. LDPE dapat bertahan pada temperature 90 oC dalam waktu yang tidak terlalu lama.
LDPE memiliki percabangan yang banyak, lebih banyak dari pada HDPE sehingga gaya antar molekulnya rendah. Ketahanan LDPE terhadap bahan kimia diantaranya:
• Tidak ada kerusakan dari asam, basa, alcohol dan ester.
• Kerusakan kecil dari keton, aldehida dan minyak tumbuh-tumbuhan. • Kerusakan menengah dari hidrokarbon alifatik dan aromatic dan oksidator. • Kerusakan tinggi pada hidrokarbon terhalogenisasi.
LDPE memiliki aplikasi yang cukup luas, terutama sebagai wadah pembungkus. Produk lainnya dari L
DPE meliputi:
• Wadah makanan dan wadah di laboratorium. • Permukaan anti korosi.
• Bagian yang membutuhkan fleksibilitas. • Kantong plastik.
• Bagian elektronik.
Penggunaan polietilene yang sangat luas menjadi masalah lingkungan yang amat serius. Polietilene dikategorikan sebagai sampah yang sulit didegredasi oleh alam, membutuhkan waktu ratusan tahun bagi alam untuk mendegradasinya secara efisien.
2.4 Pengujian Benda Uji
Pada penelitian ini dilakukan beberapa pengujian benda uji yaitu sebagai berikut:
2.4.1 Pemeriksaan Ukuran dan Tampak Luar
Pemeriksaan ukuran dilakukan untuk melihat dan mengamati bentuk batako sudah sesuai dengan standar yang ditentukan, karena apabila belum sesuai dapat menpengaruhi nilai kekuatan pada bangunan. Sedangkan pemeriksaan tampak luar dilakukan agar tidak mengurangi nilai jual. Apabila batako tampak dari segi fisik sudah bagus, maka nilai jualnya akan baik. Sebaliknya, apabila secara fisik sudah tampak tidak kuat maka batako tersebut tidak akan laku dipasaran.
Pengukuran benda uji batako digunakan alat ukur mistar sorong atau penggaris. Pencatatan hasil pengukuran serta besar penyimpangan ukuran batako berdasarkan syarat mutu yang telah ditetapkan pada SNI 03 0349 1989.
2.4.2 Pengujian Berat Isi
Pengujian berat isi dilakukan untuk mengetahui berat isi atau berat volume adalah pengukuran berat setiap satuan volume benda. Semakin tinggi berat suatu benda maka semakin berat pula berat setiap volumenya. Semakin besar berat volume suatu benda, maka semakin rendah porositasnya (Maria, 2009 dalam Elia Hunggurami, 2014). Untuk menghitung besarnya volume dipergunakan persamaan berikut:
Berat Isi (BI) =𝑊
𝑉 (2.2)
Dimana:
BI = Berat Isi (Kg/m3)
W = Berat Benda Uji (gr) V = Volume Benda Uji (m3)
2.4.3 Pengujian Absorbsi
Absorbsi atau daya serap air ialah persentase berat air yang mampu diserap agregat di dalam air, sedangkan banyaknya air yang terkandung dalam agregat disebut kadar air. Penyerapan air sangat dipengaruhi oleh pori atau rongga yang terdapat pada benda uji. Semakin banyak pori yang terkandung dalam beton maka akan semakin besar pula penyerapan sehingga ketahanannya akan berkurang. Rongga (pori) yang terdapat pada beton terjadi karena kurang tepatnya kualitas dan komposisi material penyusunannya. Pengaruh rasio yang terlalu besar dapat menyebabkan rongga, karena terdapat air yang tidak bereaksi dan kemudian menguap dan meninggalkan rongga. Berdasarkan SNI 03-0349-1989 tentang bata beton (batako), persyaratan nilai penyerapan air maksimum adalah 35%
Untuk pengukuran penyerapan air batako, mengacu pada standar SNI 03-0349-1989 dan dihitung dengan persamaan berikut:
𝑊𝑎 =𝑀𝑗−𝑀𝑘
𝑀𝑘 𝑥100% (2.3)
Dimana:
Mk = Massa benda kering (gr)
Mj = Massa benda dalam kondisi jenuh (gr)
2.4.4 Pengujian Kuat Tekan Sampel
Pengujian kuat tekan batako dan kubus kecil adalah pengujian pemberian beban terhadap batako dan kubus kecil untuk mengetahui gaya tekan yang dapat ditahan oleh sampel. Pengujian kuat tekan ini untuk memastikan sampel mampu untuk menahan beban, misalnya beban dari rangka atap, ditambah dengan beban hidup. Kuat tekan sampel adalah perbadingan besar beban maksimum yang dapat ditahan oleh benda uji dibagi dengan luas penampang yang menerima beban tersebut.
Teori teknologi beton menjelaskan bahwa faktor-faktor yang sangat mempengaruhi kekuatan beton adalah faktor air semen (FAS), kepadatan, umur beton, jenis semen, jumlah semen dan sifat agregat (Tjokrodimulyo, 1996).
Untuk pengukuran kuat tekan batako mengacu pada standar SNI 03-0349-1989 dan dihitung dengan persamaan berikut:
𝑃 =𝐹𝑚𝑎𝑘𝑠
𝐴 (2.4)
Dimana:
P = Kuat Tekan (kg/cm2) Fmaks = Gaya Maksimum (kg)
Tabel 2.2 Syarat-Syarat Fisis Bata Beton Menurut SNI 03-0349-1989
Catatan:
1) Kuat tekan bruto adalah beban tekan keseluruhan pada waktu benda uji
pecah dibagi dengan luas ukurannya dari permukaan bata yang tertekan, termasuk luas lobang serta cekungan tepi
2) Tingkat Mutu:
Tingkat I : Untuk dinding struktural tidak terlindungi
Tingkat II : Untuk dinding struktural terlindungi (boleh ada beban)
Tingkat III : Untuk dinding non struktural tak terlindungi boleh terkena hujan dan panas
Tingkat IV : Untuk dinding non struktural terlindungi dari cuaca 2.4.5 Pengujian Kuat Tarik Sampel
Mortar merupakan campuran dari semen, pasir dan air dengan perbandingan yang telah ditentukan. Mortar tahan terhadap tekan yang mana hal ini mencerminkan sifat beton yang tahan terhadap tekan. Pada dasarnya mortar juga dapat menahan tarik meskipun kekuatan mortar terhadap tarik terlalu kecil
No Syarat Fisik Satuan
Tingkat Mutu Bata2)
Bata Pejal Bata Berlubang I II III IV I II III IV 1 Kuat tekan rata-rata minimum Kg/cm2 100 70 40 25 70 50 35 20
2 Kuat tekan bruto1) benda uji min. Kg/cm2 90 65 35 21 65 45 30 17
dibandingkan kekuatan tekan. Untuk mengetahui batas kekuatan tarik terhadap suatu mortar maka perlu diadakan suatu pengujian yang disebut test tarik mortar. Untuk menghitung kuat tarik dari pengujian briquette dihitung menggunakan persamaan: 𝜎 =𝑃 𝐴 (2.5) Dimana: 𝜎 = tegangan (Kg/cm2) P = Gaya Tarik (Kg) A = Luas Penampang (cm2)