• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Pembuatan Ekstrak

Hasil ekstraksi masing-masing sampel diperoleh ekstrak kental sebagai berikut:

Tabel 4.1 Rendemen Ekstrak

Ekstrak Bobot Ekstrak (g) Bobot Simplisia (g) Rendemen (%)

Temu Putih 467.21 1300 35.93 Mahkota Dewa 298.76 1000 29.88

Serbuk rimpang temu putih sebanyak 1300 g dan serbuk buah mahkota dewa sebanyak 1000 g masing-masing dimaserasi menggunakan etanol 96% hingga serbuk terendam sempurna. Proses maserasi dipilih sebagai metode ekstraksi untuk menghindari rusaknya beberapa komponen senyawa yang terkandung di dalamnya. Penggunaan etanol sebagai pelarut dikarenakan etanol merupakan pelarut polar yang memiliki toksisitas lebih rendah bila dibandingkan pelarut organik lainnya. Etanol mampu menyari senyawa non polar sampai dengan senyawa polar, sehingga diharapkan mampu menyari metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid, tanin, terpenoid dan saponin yang terkandung di dalam rimpang temu putih dan buah mahkota dewa (Saifudin et al., 2011).

Proses maserasi dilakukan selama 1x24 jam dengan beberapa kali pengadukan. Pengadukan ini bertujuan untuk mempercepat kontak antara sampel dengan pelarut. Larutan kemudian disaring menggunakan kertas saring, hingga diperoleh filtrat yang bening. Filtrat hasil penyaringan dipekatkan dengan

menggunakan vakum rotari evaporator pada suhu 50oC. Tujuannya adalah untuk memekatkan ekstrak dan memisahkan antara pelarut dengan senyawa aktif dalam rimpang temu putih dan buah mahkota dewa. Hasil ekstraksi diperoleh ekstrak etanol rimpang temu putih berwarna coklat kehitaman dan ekstrak etanol daging buah mahkota dewa berwarna kecoklatan.

Ekstrak pekat yang didapat dari rimpang temu putih sebanyak 467,21 g dari 1300 g simplisia kering (35,93%) dan ekstrak daging buah mahkota dewa sebanyak 298,76 g dari 1000 g simplisia kering (29,88%). Sebagaimana standar yang ditetapkan dalam Farmakope Herbal Indonesia yakni rendemen ekstrak daging buah mahkota dewa tidak kurang dari 29,3%. Ekstrak rimpang temu putih dan buah mahkota dewa ini kemudian di tempatkan dalam sebuah botol kaca dan di masukkan ke dalam wadah dus untuk persiapan proses iradiasi. Masing-masing ekstrak diiradiasi pada dosis 10 kGy dengan laju dosis 7 kGy/jam selama 80 menit dan disiapkan pula ekstrak yang tidak diiradiasi sebagai kontrol untuk mengetahui efektivitas antibakteri ekstrak hasil iradiasi. Tujuan dari iradiasi adalah untuk mengurangi jumlah cemaran mikroba sehingga dapat mempertahankan kualitas ekstrak.

4.3 Standardisasi Ekstrak

Hasil standarisasi yang telah dilakukan terhadap ekstrak didapatkan hasil seperti terlihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Data Standarisasi Ekstrak

Standarisasi Ekstrak

Temu Putih (%) Mahkota Dewa (%)

0 kGy 10 kGy 0 kGy 10 kGy

Susut pengeringan 19 19,5 24 24,5 Kadar abu total 1,73 1,76 2,96 2,97 Kadar abu tidak larut asam 0,41 0,42 0,71 0,73 Kadar sari larut air 37,5 26,5 72 68,5 Kadar sari larut etanol 47 62,5 19,5 17

Sebelum dilakukan uji aktivitas antibakteri, terlebih dahulu dilakukan uji mutu ekstrak yang terdiri dari susut pengeringan, kadar abu total, kadar abu tidak

larut asam, kadar sari larut air dan kadar sari larut etanol. Pengujian susut pengeringan bertujuan untuk memberikan gambaran batasan besarnya senyawa yang hilang selama proses pengeringan. Hasil uji susut pengeringan menunjukkan ekstrak etanol rimpang temu putih non iradiasi sebesar 19% dan temu putih hasil iradiasi sebesar 19,5%. Sedangkan untuk mahkota dewa non iradiasi sebesar 24% dan untuk mahkota dewa hasil iradiasi sebesar 24,5%. Uji selanjutnya adalah pemeriksaan kadar abu total. Tujuan pemeriksaan ini untuk mengetahui gambaran jumlah mineral internal dan eksternal yang terbentuk dari proses awal hingga terbentuknya ekstrak. Kadar abu total ekstrak temu putih non iradiasi sebesar 1,73% dan ekstrak temu putih hasil iradiasi sebesar 1,76%. Sedangkan untuk mahkota dewa non iradiasi sebesar 2,96% dan mahkota dewa hasil iradiasi sebesar 2,97%. Hasil ini telah memenuhi standar yang ditetapkan dalam the ayurvedic pharmacopeia of india untuk ekstrak temu putih kadar abu total tidak lebih dari 7% dan untuk ekstrak mahkota dewa kadar abu total tidak lebih dari 6,8% sesuai dengan farmakope herbal indonesia. Pemeriksaan kadar abu tidak larut asam bertujuan untuk mengetahui gambaran jumlah mineral internal dan eksternal tak larut asam yang terbentuk dari proses awal hingga terbentuknya ekstrak. Kadar abu tak larut asam ekstrak temu putih non iradiasi sebesar 0,41% dan ekstrak temu putih hasil iradiasi sebesar 0,42%. Sedangkan untuk mahkota dewa non iradiasi sebesar 0,71% dan untuk mahkota dewa hasil iradiasi sebesar 0,73%. Hasil pemerikasaan tersebut juga telah memenuhi standar yakni kadar abu tak larut asam ekstrak temu putih tidak lebih dari 2% dan mahkota dewa tidak lebih dari 2,9% (Ratiasa et al., 2000).

Berdasarkan pemeriksaan kadar sari larut air pada tabel 4.2 diketahui bahwa kandungan senyawa terlarut dalam air ekstrak temu putih lebih kecil dibandingkan dengan ekstrak buah mahkota dewa. Sebaliknya kandungan senyawa terlarut dalam etanol ekstrak rimpang temu putih lebih besar dibandingkan dengan ekstrak buah mahkota dewa. Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat kecendrungan kelarutan ekstrak terhadap pelarut yang digunakan sehingga dapat mempermudah proses pelarutan zat aktif sebelum uji antibakteri dilaksanakan.

4.4 Penapisan Fitokimia Ekstrak

Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan terhadap ekstrak etanol rimpang temu putih dan ekstrak etanol buah mahkota dewa non iradiasi serta iradiasi pada dosis 10 kGy, dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Hasil Penapisan Kandungan Senyawa Kimia

Kandungan Temu Putih Mahkota Dewa

0 kGy 10 kGy 0 kGy 10 kGy

Alkaloid + + + +

Flavonoid + + + +

Tanin - - + +

Fenol - - + +

Steroid & Triterpenoid + + + +

Saponin - - + +

Berdasarkan hasil uji diketahui bahwa ekstrak rimpang temu putih hasil iradiasi maupun tanpa iradiasi mengandung senyawa alkaloid, flavonoid serta steroid dan triterpenoid, hal ini sesuai dengan pernyataan Iswantini et al., 2003 yang menyatakan bahwa ekstrak rimpang temu putih mengandung senyawa terpenoid, alkaloid, dan flavonoid. Sedangkan hasil penapisan fitokimia ekstrak daging buah mahkota dewa hasil iradiasi maupun tanpa iradiasi menunjukkan bahwa ekstrak mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, tanin, fenol, saponin serta steroid dan triterpenoid, sebagaimana kandungan senyawa buah mahkota dewa yang dinyatakan oleh Penelitian Puslitbang Farmasi dan Obat Tradisional Departemen Kesehatan, yakni meliputi alkaloid, tanin, saponin, flavonoid, dan polifenol (Susanti, 2009).

Dokumen terkait