• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

3.7 Pembuatan Ekstrak

Pembuatan ekstrak bunga pisang klutuk dilakukan secara maserasi. Prosedur pembuatan ekstrak : Sebanyak 200 g serbuk simplisia dimasukkan kedalam wadah kaca, dituangi dengan 1500 mL(75 bagian) etanol, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya dan sesekali diaduk, setelah 5 hari campuran tersebut diserkai (saring). Ampas dicuci dengan etanol secukupnya hingga diperoleh 2000 mL (100 bagian), lalu dipindahkan dalam bejana tertutup, dan dibiarkan ditempat sejuk, terlindung dari cahaya selama 2 hari, kemudian di enaptuangkan lalu disaring. Maserat dipekatkan menggunakan alat rotary

evaporatorsuhu 40ºC kemudian dikeringkan menggunakan freeze dryer hingga diperoleh ekstrak kental bunga pisang klutuk (Depkes, RI., 1979).

3.8Pengujian Aktivitas Antioksidan

3.8.1 Prinsip metode pemerangkapan radikal bebas DPPH

Kemampuan sampel uji dalam menghambat proses oksidasi radikal bebas DPPH (1,1-diphenyl-2-picryl-hidrazyl) dalam larutan metanol (ditandai dengan perubahan warna DPPH dari warna ungu menjadi warna kuning) dengan nilai IC50

(konsentrasi sampel uji yang mampu menghambatradikal bebas sebesar 50%) digunakan sebagai parameter untuk menentukan aktivitas antioksidan sampel uji tersebut.(Molyneux, 2004).

3.8.2 Pembuatan larutan blanko a. Larutan DPPH

Sebanyak 10 mg DPPH ditimbang kemudian dimasukkan kedalam labu tentukur 50 mL, dicukupkan volumenya dengan metanol sampai garis tanda, diperoleh larutan DPPH 0,5 mM (konsentrasi 200 ppm).

Larutan DPPH 0,5 mM dipipet sebanyak 5 mL, kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 mL, dicukupkan volumenya dengan metanol sampai garis tanda, diperoleh larutan blanko DPPH (konsentrasi 40 ppm).

b. Larutan sampel uji ekstrak etanol bunga pisang klutuk (EEBPK)

Sebanyak 25 mg sampel uji ditimbang kemudian dilarutkan dalam labu tentukur 25 mL dengan metanol lalu volumenya dicukupkan dengan metanol sampai garis tanda (konsentrasi 1000 ppm).

Konsentrasi ditetapkan setelah dilakukan beberapa orientasi. Larutan induk dipipet sebanyak 1,25 mL; 2,5 mL; 3,75 mL; 5 mL kedalam

masing-masinglabu labu tentukur 25 mLuntuk mendapatkan konsentrasi 50 ppm, 100 ppm, 150 ppm, 200 ppm, kemudian ditambahkan 5 mL larutan DPPH 0,5 mM (konsentrasi 200 ppm) lalu volume dicukupkan dengan metanol sampai garis tanda. Diamkan ditempat gelap selama 65 menit, lalu diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV-visibel pada panjang gelombang 516 nm.

c. Larutan vitamin C

Sebanyak 25 mg serbuk vitamin C ditimbang, dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 mL dilarutkan dengan metanol lalu volumenya dicukupkan dengan metanol sampai garis tanda (konsentrasi 1000 ppm)

Larutan induk dipipet sebanyak 0,05 mL; 0,1 mL; 0,15 mL; 0,2 mL ke dalam labu tentukur 25 mL untuk mendapatkan konsentrasi larutan uji 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, kedalam masing-masing labu ukur ditambahkan 5 mL larutan DPPH 0,5 mM (konsentrasi 200 ppm) lalu volumenya dicukupkan dengan metanol sampai garis tanda. Diamkan ditempat gelap selama 65 menit, lalu diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV-Visibel pada panjang gelombang 516 nm.

3.8.3 Penentuan panjang gelombang serapan maksimum

Larutan DPPH konsentrasi 40 ppm dihomogenkan dan diukur serapannya pada panjang gelombang 400-800 nm. Gambar seperangkat alat spektrofotometer UV-Visibel dapat dilihat pada lampiran 5, halaman 48.

3.8.4Waktu pengukuran

Lama pengukuran metode DPPH menurut beberapa literatur yang direkomendasikan adalah selama 65 menit. Larutan sampel uji ekstrak etanol bunga pisang klutuk 50 ppm diukur pada panjang gelombang yang diperoleh 516nm.Sebanyak 1,25 mL larutan induk baku ekstrak etanol bunga pisang klutuk

dipipet ke dalam labu tentukur 25 mL, ditambahkan 5 mL larutan DPPH 0,5 mM lalu dicukupkan dengan metanol hingga garis tanda, dihomogenkan lalu diukur.

3.8.5 Analisis persen pemerangkapan radikal bebas

Penentuan persen pemerangkapan radikal bebas dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Aktivitas pemerangkapan radikal bebas(%) = x 100% kontrol A sampel A -kontrol A Keterangan :

A Kontrol = Absorbansi tidak mengandung sampel A sampel = Absorbansi sampel

3.8.6 Analisis nilai IC50

Nilai IC50 merupakan bilangan yang menunjukkan konsentrasi sampel uji yang memberikan peredaman DPPH sebesar 50% (mampu menghambat proses oksidasi sebesar 50%). Nilai 0% berarti tidak mempunyai aktivitas antioksidan, sedangkan nilai 100% berarti peredaman total dan pengujian perlu dilanjutkan dengan pengenceran larutan uji untuk melihat batas konsentrasi aktivitasnya. Hasil perhitungan dimasukkan kedalam persamaan regresi dengan konsentrasi ekstrak (ppm) sebagai absis (sumbu X) dan nilai % peredaman (antioksidan) sebagai ordinatnya (sumbu Y) (Shirwaikar, dkk., 2006).

Suatu senyawa secara spesifik dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat jika nilai IC50 kurang dari 50 ppm, kuat untuk nilai IC50 bernilai 50-100 ppm, sedang jika IC50 bernilai 101-150 ppm dan lemah jika IC50 bernilai lebih dari 150 ppm (Fidrianny, dkk., 2014)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Hasil Identifikasi Tumbuhan

Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan diHerbarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi, Lembaga ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor adalah bunga pisang klutuk (Musa balbisiana BB), suku Musaceae dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 43.

4.2Hasil Karakterisasi Simplisia 4.2.1 Hasil pemeriksaan makroskopik

Hasil pemeriksaan makroskopik bunga pisang klutuk segar yaitu memiliki bentuk lonjong, dengan ujung meruncing, panjang 40-55 cm, lebar 10-15 cm, warna merah keunguan, memiliki bau yang khas. Gambar bunga pisang klutuk segar dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 45.

Hasil pemeriksaan makroskopik serbuk simplisia yang diperoleh yaitu serbuk kasar, warna coklat, terdapatbanyak serat dan memiliki bau yang khas. Gambar serbuk simplisia bunga pisang klutuk dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 45.

4.2.2Hasil pemeriksaan mikroskopik

Hasil pemeriksaan mikroskopik pada serbuk simplisia diperoleh adanya Sel batu, sklerenkim, Kristal kalsium oksalat, amylum. Gambar hasil mikroskopik serbuk simplisia dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 46.

4.2.3 Hasil pemeriksaan karakteristik

perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 6, halaman 48. Monografi dari simplisia bunga pisang klutuk tidak terdapat dalam buku Materia Medika Indonesia (MMI), sehingga tidak ada acuan untuk menentukan parameter simplisia tersebut.

Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia bunga pisang klutuk

No. Karakteristik Hasil Pemeriksaan (%)

1. Kadar air 3,98

2. Kadar sari larut dalam air 20,33

3. Kadar sari larut dalam etanol 15,33

4. Kadar abu total 6.00

5. Kadar abu tidak larut dalam asam 0,35

Monografi simplisia bunga pisang klutuk belum tercantum dalam Materia Medica Indonesia (MMI), sehingga tidak ada acuan dalam menentukan parameternya.Tabel 4.1 menunjukkan kadar air pada simplisia bunga pisang klutuk sebesar 3,98% kadar tersebut memenuhi persyaratan umum yaitu lebih kecil dari 10%. Kadar air yang lebih besar dari 10% dapat menjadi media pertumbuhan kapang dan jasad renik lainnya (Depkes, RI., 1995).

Penetapan kadar sari yang larut dalam air menyatakan jumlah zat yang tersari dalam pelarut air seperti glikosida, gula, gom, protein, enzim, zat warna dan asam-asam organik, sedangkan penetapan kadar sari yang larut dalam etanol menyatakan jumlah zat yang tersari dalam pelarut etanol seperti glikosida, steroid flavonoid, klorofil, saponin, tannin dan yang larut dalam jumlah sedikit yaitu lemak (Depkes, RI., 1995).

Penetapan kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam bertujuan untuk memberikan jaminan bahwa simplisia tidak mengandung logam berat tertentu melebihi nilai yang ditetapkan karena dapat berbahaya (toksik) bagi kesehatan. Penetapan kadar abu total menyatakan jumlah kandungan senyawa anorganik dalam simplisia, misalnya logam Mg, K, Ca, Na, Pb dan Hg, sedang penetapan

kadar abu tidak larut dalam asam dilakukan untuk mengetahui kadar senyawa abu yang tidak larut dalam asam, misalnyasilika. Abu total terbagi dua yaitu abu fisiologis dan abu non fisiologis. Abu fisiologis adalah abu yang berasal dari jaringan tumbuhan itu sendiri sedangkan abu non fisiologis adalah sisa setelah pembakaran yang berasal dari bahan-bahan luar yang terdapat pada permukaan simplisia (WHO, 1998). Perhitungan pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia bunga pisang klutuk dapat dilihat pada Lampiran 6, halaman 48-50.

Dokumen terkait