• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3. Pembuatan Geopolimer dengan Metode Pencampuran

Persiapan bahan yang digunakan dalam pembuatan geopolimer merupakan bagian penting untuk memperoleh geopolimer yang sesuai. Pengeringan abu layang dengan oven pada suhu 105°C selama 1 hingga 2 jam bertujuan untuk menghilangkan uap air sehingga tidak mempengaruhi rasio H2O/M2O. Selanjutnya dilakukan pembuatan larutan pengaktif dari larutan alkali, yakni larutan NaOH. Larutan pengaktif memiliki sifat lebih baik ketika ditambahkan water glass dalam larutan alkali. Water glass berperan dalam menambah mol silika oksida dan natrium oksida, sehingga reaksi yang terjadi pada geopolimerisasi tidak hanya didominasi oleh pelarutan ion–ion spesi Si4+ dan Al3+ namun juga terjadi pengerasan akibat

pembentukan ikatan silang oleh spesi silika (Mahmudah, 2014). Penambahan silika reaktif pada geopolimer digunakan untuk menginisiasi pembentukan oligomer dan polikondensasi oligomer dalam proses geopolimerisasi. Silika berperan dalam mengontrol laju polikondensasi Si dan Al dalam aluminosilikat (Ghosh, 2012).

Proses pembuatan geopolimer diawali dengan penambahan larutan pengaktif ke dalam abu layang sambil diaduk secara terus–menerus dan dilanjutkan dengan penambahan larutan Al(OH)3. Larutan Al(OH)3 ditambahkan untuk meningkatkan jumlah mol Al3+. Kandungan ion Al3+ berperan dalam mempercepat pengerasan proses geopolimerisasi, sehingga semakin banyak jumlah mol Al3+ dalam sistem geopolimer, semakin cepat pula waktu setting atau tahap pengerasan (Mahmudah, 2014). Penambahan larutan pengaktif dan Al(OH)3 dilakukan sedikit demi sedikit. Perlakuan penambahan ini dimaksudkan agar tidak terjadi shock therapy yang dapat mempengaruhi proses polikondensasi dan tidak terbentuknya oligomer. Pengadukan yang dilakukan terus–menerus hingga semua bahan homogen berfungsi agar reaksi geopolimerisasi terus berjalan dan geopolimer tidak memasuki waktu setting terlebih dahulu sebelum semua bahan tercampur. Kecepatan pengadukan ditingkatkan pada saat penambahan larutan Al(OH)3 agar tidak terjadi penggumpalan.

Pasta geopolimer yang terbentuk dituang ke dalam cetakan silinder sesaat sebelum memasuki waktu setting dan dinding cetakan diketuk–ketuk untuk mengeluarkan gelembung udara yang terperangkap di dalamnya. Adanya gelembung udara yang terperangkap mengakibatkan terbentuknya pori–pori pada geopolimer sehingga kepadatan geopolimer berkurang dan menurunkan kekuatan mekaniknya. Setelah memasuki waktu

setting, cetakan ditutup rapat untuk meminimalisir kehilangan air

saat dilakukan curing pada suhu 60 °C selama 60 menit. Proses

curing dilakukan untuk membantu memaksimalkan proses

31

media pergerakan ion–ion alkali, silika, dan alumina dalam membentuk ikatan Si–O–Al (Arlis, 2012). Geopolimer dikeluarkan dari cetakan setelah 3 hari dari proses curing. Perlakuan ini ditujukan untuk menghindari retakan pada geopolimer akibat internal stress. Selanjutnya geopolimer diuji sifat mekaniknya setelah berusia 7 hari. Geopolimer yang dihasilkan pada proses pembuatan ini ditampilkan pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Kenampakan permukaan geopolimer yang membentuk gumpalan (a) FA 60; (b) FA 100; (c) FA 200

Kekuatan tekan merupakan salah satu parameter sifat mekanik geopolimer. Pengujian kuat tekan dilakukan untuk mengetahui kekuatan penuh geopolimer (Subaer, 2012). Geopolimer dengan kuat tekan yang tinggi menunjukkan kemampuan geopolimer dalam menahan beban yang besar, sehingga dapat diterapkan pada bidang konstruksi.Pengujian dilakukan pada sampel geopolimer yang telah berusia 7 hari. Hasil pengujian kuat tekan geopolimer berupa massa beban maksimal (kgf) yang dapat diterima geopolimer, sehingga perlu dilakukan konversi ke dalam satuan kuat tekan (MPa) menggunakan Persamaan 2.4. Besar kuat tekan geopolimer dengan variasi ukuran partikel abu layang dan lama setting yang dibutuhkan dapat dilihat pada Tabel 4.4. Nama sampel

menunjukkan ukuran partikel abu layang yang digunakan. FA 60, menunjukkan bahwa geopolimer tersebut menggunakan abu layang dengan ukuran partikel 60 mesh sebagai bahan dasar.

Tabel 4.4 Kuat tekan geopolimer variasi ukuran partikel dan amobilisasi ion Cr3+

Sampel Kuat Tekan (MPa) Lama setting

FA 60 25,17 15 menit 25 detik

FA 100 33,59 15 menit 28 detik

FA 200 22,23 13 menit 03 detik

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa ukuran partikel abu layang dapat mempengaruhi kuat tekan geopolimer. Geopolimer dengan abu layang berukuran 100 mesh memiliki kuat tekan tertinggi dibandingkan yang berukuran 200 dan 60 mesh. Hal ini dikarenakan abu layang pada FA 60 dan FA 200 tidak bereaksi seoptimal FA 100. Pada dasarnya kekuatan tekan pasta geopolimer ditentukan dari kuantitas gel aluminosilikat yang terbentuk selama proses geopolimerisasi. Polikondensasi prekursor oligomer berperan dalam ada tidaknya silika terlarut, yang merupakan proses penting dalam pengembangan kekuatan geopolimer. Dengan kata lain, matriks geopolimer terdiri atas fasa gel dan partikel abu layang yang bereaksi sebagian atau tidak bereaksi (Ghosh, 2012).

Ukuran partikel abu layang yang berbeda memberikan perbedaan luas permukaan yang bereaksi dengan larutan pengaktif. Semakin luas permukaan partikel abu layang, semakin luas pula area kontak reaksi, sehingga reaksi berlangsung lebih cepat. Sampel FA 60 memiliki ukuran partikel yang paling besar sehingga luas permukaan atau bidang reaksinya lebih kecil dibandingkan dengan FA 100 dan FA 200. Hal ini menyebabkan reaksi geopolimerisasi FA 60 berjalan lambat atau kurang optimal dibandingkan dengan FA 100.

Sementara itu, kecepatan reaksi dapat dilihat dari lama

33

yang dibutuhkan geopolimer untuk mengeras setelah penambahan larutan pengaktif. Semakin cepat lama setting yang terukur, semakin cepat reaksi yang terjadi. Namun demikian, reaksi geopolimerisasi yang terlalu cepat tidak berarti reaksi tersebut berjalan optimal. Reaksi geopolimerisasi yang cepat memungkinkan pembentukan geopolimer dengan rantai polimer yang tidak cukup panjang, sehingga matriks yang terbentuk tidak cukup padat/ kuat.

Luasnya permukaan partikel abu layang memungkinkan lebih banyak Al yang bereaksi daripada dua partikel abu layang yang lain. Semakin banyak Al yang bereaksi berakibat pada waktu setting geopolimer yang semakin cepat, sehingga proses geopolimerisasi tidak selesai dengan menyeluruh karena tidak memungkinkan terjadinya mobilitas ion–ion penyusun geopolimer pada fasa yang padat (Mahmudah, 2014). Adanya partikel abu layang yang bereaksi sebagian atau tidak bereaksi menunjukkan bahwa adanya silika dan aluminium yang tidak terpolikondensasi. Hal inilah yang menyebabkan FA 200 memiliki kuat tekan yang paling rendah.

4.4. Pembuatan Geopolimer dengan Metode Pencampuran Langsung dan Sifat Mekaniknya

Pembuatan geopolimer dengan metode pencampuran langsung diawali dengan mempersiapkan larutan pengaktif. Pembuatan larutan pengaktif dimulai dengan melarutkan 10,78 gram pelet NaOH dalam 20 mL aqua DM dan diperam selama 24 jam. Larutan NaOH selanjutnya ditambahkan ke dalam 30,8 gram

water glass, lalu diperam selama 6 jam. Pemeraman yang

dilakukan pada larutan NaOH dan larutan pengaktif dimaksudkan untuk menurunkan suhu larutan hingga mencapai suhu ruang karena reaksi eksotermik yang terjadi. Larutan Al(OH)3 selanjutnya disiapkan dengan melarutkan 1,309 gram Al(OH)3 ke dalam 10,5 mL aqua DM. Sama halnya pada metode pencampuran bertahap, penambahan larutan Al(OH)3 berfungsi meningkatkan jumlah mol Al3+ dalam matriks geopolimer. Pencampuran reaktan ke dalam 100,1 gram abu layang berukuran

100 mesh dimulai dengan menambahkan larutan pengaktif, kemudian dilanjutkan dengan penambahan larutan Al(OH)3. Penambahan reaktan diiringi dengan pengadukan secara terus– menerus hingga terbentuk pasta geopolimer.

Pasta geopolimer selanjutnya dimasukkan ke dalam cetakan, dan digetarkan cetakan dengan diketuk–ketuk untuk mengeluarkan gelembung udara. Geopolimer didiamkan pada suhu ruang dan dikeluarkan setelah 24 jam. Proses ini bertujuan untuk memberikan waktu pembentukan rantai aluminosilikat dengan adanya kandungan air sebagai media sebelum dilakukan

curing menggunakan oven pada suhu 55 °C selama 24 jam. Curing dilakukan pada geopolimer dengan kondisi tertutup dalam

plastik. Geopolimer yang telah berusia 7 hari dilakukan pengujian terhadap kuat tekannya. Metode pembuatan geopolimer dengan pencampuran langsung dilakukan menggunakan abu layang yang lolos ayakan 100 mesh. Hasil uji kuat tekan menunjukkan geopolimer memiliki kekuatan sebesar 35,05 MPa.

Dokumen terkait