• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.2. Prosedur Kerja

Limbah yang diduga mengandung logam berat krom diperoleh dari industri pelapisan logam di Kelurahan Kepuhkiriman dan Ngingas, Waru Sidoarjo, dan PT. SIER di Rungkut, Surabaya. Sampel limbah diambil pada hari Senin (11/01/2016). Pada hari yang sama, pH limbah dianalisa, dan dilakukan pengawetan dengan asam nitrat hingga pH 2.

3.2.2. Analisa Limbah

Kadar krom total dalam limbah industri dianalisis menggunanakan spektroskopi serapan atom. Larutan kalium kromat digunakan sebagai larutan standar. Sebanyak 3734,8 mg kalium kromat dilarutkan dalam 1 liter aqua DM untuk membuat larutan induk dengan konsentrasi 1000 ppm. Larutan induk selanjutnya diencerkan menjadi 100 ppm. 10 mL larutan induk 1000 ppm dimasukkan dalam labu ukur 100 mL dan ditambahkan aqua DM hingga batas lalu dikocok. Larutan hasil pengenceran tersebut (100 ppm) digunakan untuk membuat larutan standar 2, 4, 6, 8, dan 10 ppm. Larutan standar dengan berbagai konsentrasi tersebut selanjutnya diukur absorbansinya menggunakan AAS dan data yang diperoleh digunakan untuk pembuatan kurva kalibrasi untuk menentukan kadar Cr pada sampel. Setelah kurva kalibrasi diperoleh, dilakukan pengukuran kadar Cr dari sampel limbah yang digunakan untuk proses amobilisasi menggunakan AAS. Kadar Cr yang diperoleh dari pengukuran ini merupakan kadar krom total.

Kadar ion Cr3+ diperoleh melalui pengurangan jumlah krom total dengan jumlah ion Cr6+. Kadar Cr6+ diketahui menggunakan spektroskopi UV-tampak dengan membentuk kompleks difenilkarbazon. Sebelum dilakukan pengujian kadar Cr6+ dalam sampel limbah, dilakukan pembuatan larutan standar untuk kurva kalibrasi. Kalium dikromat (K2Cr2O7) digunakan sebagai sumber kromat untuk larutan standar. Larutan K2Cr2O7 100 ppm diambil masing–masing 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan

19

1 mL kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan ditambahkan aqua DM hingga tanda batas untuk membuat larutan standar 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1 ppm. Larutan berbagai konsentrasi tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL. Kemudian ditambahkan 1 mL H3PO4 dan 1 mL H2SO4 ke tiap erlenmeyer, lalu dikocok. Larutan difenilkarbazida sebanyak 2 mL selanjutnya dimasukkan, lalu diaduk dan ditunggu 10 menit. Larutan tersebut kemudian diletakkan ke dalam kuvet untuk diuji absorbansinya menggunakan spektrofotomerter UV– tampak pada panjang gelombang 540 nm. Data yang diperoleh digunakan untuk pembuatan kurva kalibrasi penentuan kadar Cr6+ dalam sampel limbah industri.

Persiapan uji sampel limbah industri diawali dengan mangambil sampel limbah sejumlah 100 mL dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL. Larutan H3PO4 0,25 mL dan H2SO4 1 mL selanjutnya ditambahkan ke dalam tiap sampel dan diaduk. Kemudian ditambahkan larutan difenilkarbazida sebanyak 2 mL ke dalam sampel, lalu diaduk dan didiamkan selama 10 menit. Sampel limbah selanjutnya dimasukkan ke dalam kuvet untuk diuji menggunakan sperktrometer UV–tampak pada panjang gelombang 540 nm. Data absorbansi yang peroleh dikonversi menggunakan persamaan dari kurva kalibrasi kadar Cr6+.

3.2.3. Persiapan Abu Layang

Abu layang dari PT. IPMOMI divariasikan ukuran partikelnya dengan diayak menggunakan ayakan mesh 60, 100, dan 200 mesh. Abu layang yang telah diayak selanjutnya dikeringkan dengan oven pada suhu 105 °C selama 2 jam.

3.2.4. Pembuatan Geopolimer

3.2.4.1. Pembuatan Geopolimer dengan Metode Pencmpuran Bertahap

Geopolimer dibuat menggunakan komposisi yang telah dioptimasi pada penelitian sebelumnya, dengan rasio geopolimer yang digunakan:

NaO2/SiO2 : 0,67 SiO2/Al2O3 : 6,46 H2O/NaO2 : 3,29 S/L : 3,63

Pembuatan geopolimer diawali dengan pembuatan larutan pengaktif. Larutan pengaktif dibuat dari larutan NaOH dan water

glass (Na2SiO3), dimana sebanyak 10,78 gram pelet NaOH dilarutkan dalam 20 ml aqua DM dan didiamkan hingga suhu ruang. Larutan NaOH yang telah bersuhu ruang kemudian ditambahkan ke dalam 30,8 gram water glass.

Larutan pengaktif selanjutnya ditambahkan sedikit demi sedikit (secara bertahap) ke dalam 100,1 gram abu layang sambil diaduk hingga homogen pada tiap penambahan larutan tersebut yang ditandai dengan tidak terbentuknya gumpalan pada abu layang. Setelah itu larutan Al(OH)3 ditambahkan sedikit demi sedikit pula dalam campuran. Larutan Al(OH)3 dibuat dengan melarutkan 1,309 gram padatan Al(OH)3 ke dalam 10,5 mL aqua DM. Penambahan larutan tersebut diteruskan hingga seluruh larutan habis bercampur dengan abu layang dan menghasilkan pasta geopolimer.

Pasta geopolimer selanjutnya dituangkan ke dalam cetakan silinder yang telah dilumuri dengan vaselin, dan diketuk–ketuk sebelum memasuki waktu setting. Setelah memasuki waktu

setting, cetakan ditutup rapat dan dipanaskan dalam oven pada

suhu 60 °C selama 60 menit. Selanjutnya geopolimer didiamkan selama 3 hari pada suhu ruang sebelum dikeluarkan dari cetakan. Pasta geopolimer diuji kekuatan tekannya pada hari ke–7 dari waktu pembuatan. Proses diatas dilakukan pada tiga abu layang dengan ukuran mesh yang berbeda, yakni abu layang yang lolos ayakan 60 mesh (FA 60), 100 mesh (FA 100), dan 200 mesh (FA 200).

21

3.2.4.2. Pembuatan Geopolimer dengan Metode Pencampuran Langsung

Geopolimer dengan metode pencampuran langsung dilakukan dengan mengikuti metode yang telah dilakukan Fatmawati (2014) dan Mahmudah (2014). Tahap awal pembuatan geopolimer dengan metode ini adalah dengan mempersiapkan larutan pengaktif terlebih dahulu. Sebanyak 10,78 gram pelet NaOH dilarutkan dalam 20 mL aqua DM dan didiamkan selama 24 jam. Larutan NaOH selanjutnya ditambahkan ke dalam 30,8 gram water glass, kemudian diaduk dan didiamkan selama 6 jam.

Larutan pengaktif yang siap digunakan kemudian dimasukkan ke dalam 100,1 gram abu layang sambil diaduk terus menerus menggunakan mixer berkecepatan rendah. Penambahan larutan Al(OH)3 dilakukan sesegera setelah larutan pengaktif tercampur seluruhnya dalam abu layang dan membentuk pasta geopolimer. dalam hal ini, larutan Al(OH)3 dibuat dari pencampuran 1,309 gram padatan Al(OH)3 dalam 10,5 mL aqua DM.

Pasta geopolimer yang telah homogen dimasukkan ke dalam cetakan yang telah dilumuri dengan vaselin dan diketuk-ketuk selama beberapa menit. Setelah itu, geopolimer dalam cetakan didiamkan pada suhu ruang selama 24 jam sebelum dikeluarkan dari cetakan. Geopolimer yang telah dikeluarkan dari cetakan dimasukkan ke dalam plastik klip dan dilakukan proses

curing dengan oven pada suhu 60 °C selama 24 jam. Geopolimer

selanjutnya didiamkan pada suhu ruang sebelum diuji tekan setelah hari ke–7. Proses pembuatan geopolimer dengan metode ini dilakukan pada abu layang yang lolos ayakan 100 mesh. 3.2.5. Amobilisasi Ion Kromium

Amobilisasi ion kromium dilakukan pada geopolimer yang dibuat dengan metode pencampuran bertahap. Ion kromium yang diamobilisasi ke dalam geopolimer berasal dari limbah industri di daerah Waru, Sidoarjo dan limbah buatan dari senyawa Cr(NO3)3∙9H2O. Komposisi bahan geopolimer yang digunakan sama dengan pembuatan geopolimer dasar (blanko), yakni 100,1

gram abu layang, 10,78 gram pelet NaOH dalam 20 mL aqua DM, dan 30,8 gram water glass. Sedangkan 1,309 gram Al(OH)3 tidak dilarutkan dalam 10,5 mL aqua DM namun 4,5 mL aqua DM. Selisih 6 mL atau 6 gram aqua DM yang semula digunakan untuk proses melarutkan Al(OH)3 dikurangi untuk penambahan kontaminan kromium, baik dalam bentuk limbah maupun untuk melarutkan Cr(NO3)3∙9H2O. Tahap pembuatan geopolimer untuk amobilisasi ion kromium sama seperti pembuatan geopolimer blanko. Penambahan ion kromium dilakukan setelah penambahan larutan Al(OH)3.

Penambahan ion Cr3+ dari limbah buatan dengan konsentrasi 5000 dan 10000 ppm juga dilakukan dengan sedikit modifikasi pada tahapan pembuatan geopolimer dengan metode pencampuran bertahap. Pada teknik sebelumnya, larutan Cr3+ ditambahkan setelah penambahan larutan Al(OH)3. Pada teknik modifikasi ini, larutan Cr3+ ditambahkan ke dalam larutan NaOH. Larutan tersebut selanjutnya ditambahkan ke dalam water glass. Larutan pengaktif yang telah berisi ion Cr3+ tersebut dimasukkan ke dalam abu layang sambil diaduk dan diikuti dengan penambahan larutan Al(OH)3 hingga terbentuk pasta geopolimer dan dilanjutkan pencetakan. Berat senyawa Cr(NO3)3∙9H2O yang ditambahkan untuk mendapatkan konsentrasi 5000 dan 10000 ppm terhadap geopolimer masing–masing adalah 6,66 dan 13,33 gram.

3.2.6. Uji Leaching

Prosedur uji leaching dilakukan dengan mengacu pada metode TCLP (Toxicity Characteristic Leaching Procedure). Geopolimer yang telah berisi logam Cr3+ dan memiliki kuat tekan tinggi direndam dalam asam asetat 2,5%. Perendaman dilakukan dalam asam asetat yang memiliki volume 20 kali berat geopolimer dan diaduk secara terus menerus dengan magnetic

stirrer selama 24 jam. Sampel leachant (larutan hasil leaching)

diuji kadar ion kromium menggunakan spektroskopi serapan atom di Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia ITS.

23

3.3. Karakterisasi

Dokumen terkait