• Tidak ada hasil yang ditemukan

D. WAKTU DAN TEMPAT

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

2. Pembuatan Karet Siklo

Pada penelitian ini, pembuatan karet siklo menggunakan bahan baku lateks DPNR. Pembuatan karet siklo menggunakan metode Alfa (2002) dengan urutan sebagai berikut: lateks DPNR yang telah diketahui KKK-nya ditambahkan emulgen 2 bsk untuk mencegah penggumpalan saat kontak langsung dengan asam sulfat teknis. Setelah itu lateks DPNR diberi senyawa asam sulfat teknis untuk proses siklikasi lateks. Penambahan asam sulfat pada lateks DPNR berdasarkan perbandingan berat antara lateks DPNR dengan asam sulfat yaitu 1:1,4 (w/w). Kemudian campuran lateks DPNR dan asam sulfat dipanaskan pada suhu 1000C selama 2 jam sambil diaduk pelan agar terjadi pemutusan rantai lateks dari berantai panjang menjadi rantai berstruktur cincin yang ditandai dengan perubahan warna dari putih menjadi ungu.

Lateks yang telah tersiklikasi, kemudian dicuci dengan air panas untuk mencuci asam sulfat yang ada dalam campuran. Campuran yang dihasilkan berupa dispersi yang membentuk butiran-butiran berwarna putih. Proses selanjutnya adalah penetralan dengan amoniak untuk menghilangkan kelebihan asam sulfat sampai diperoleh pH netral. Kemudian dispersi tersebut dicuci kembali dengan air panas untuk menghilangkan sisa-sisa asam sulfat dan garam, lalu dikeringkan di oven pada suhu 70 – 800C sehingga dihasilkan serbuk karet siklo berwarna putih, lalu diuji kelarutan dan spektroskopi infra merah. Diagram alir proses pembuatan karet siklo dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Diagram alir proses pembuatan karet siklo (Alfa, 2002)

2. Penelitian Utama

Penelitian utama bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat fisika rol karet gilingan padi yang menggunakan karet siklo sebagai bahan penguat. Ada beberapa tahap yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu:

Tahap 1. Pembuatan kompon rol karet gilingan padi

Bahan-bahan penyusun kompon ditimbang terlebih dahulu berdasarkan susunan formula rol karet gilingan padi. Formula rol karet gilingan padi dikelompokkan menjadi dua jenis berdasarkan bahan baku, yaitu formula A berbahan baku karet alam (NR) dan formula B berbahan baku karet sintetis (SBR). Masing-masing bahan baku disusun menjadi lima formula yang dibedakan berdasarkan variasi komposisi karet siklo

Lateks DPNR Pemanasan T=2 jam, t=1000C Pencucian Netralisasi pH netral Pencucian Pengeringan T =700C

Karet siklo Bentuk dan warna, kelarutan serta spektroskopi Emulgen 2 bsk Asam sulfat Air panas Amoniak Air panas

yang ditambahkan, yaitu 10, 20, 30, 40, dan 50. Selain itu, dibuat juga formula K sebagai formula pembanding yang menggunakan HSR pada NR dan SBR. Susunan formula rol karet dinyatakan dalam bsk (berat per seratus bagian karet), artinya semua bahan kimia karet yang digunakan berdasarkan seratus bagian karet. Susunan formula rol karet disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Susunan formula rol karet gilingan padi

Bahan-bahan penyusun kompon Formula (bsk) 1 2 3 4 5 Rol karet pembanding K

Bahan baku (karet) 100 100 100 100 100 100

Siklo 10 20 30 40 50 - HSR - - - 50 Silika 60 60 60 60 60 60 Polietilene glikol 6 6 6 6 6 6 ZnO 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 Asam stearat 1 1 1 1 1 1 DBP 3 3 3 3 3 3 Belerang 5 5 5 5 5 5 CBS 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2 TMQ 1 1 1 1 1 1 Struktol A-60NS 1 1 1 1 1 1 TiO2 4 4 4 4 4 4

Sumber : Bayer India limited for rubber industry

Bahan-bahan penyusun kompon yang telah ditimbang, selanjutnya dikomponisasi di open roll mill dengan suhu penggilingan antara 60 – 700C. Sebelum bahan-bahan dicampur, bahan baku rol karet dimastikasi terlebih dahulu agar karet menjadi lunak sehingga memudahkan pencampuran bahan-bahan kimia lainnya. Urutan dan waktu pencampuran bahan-bahan penyusun kompon pada formula rol karet gilingan padi seperti yang tertera pada Tabel 9.

Tabel 9. Urutan dan waktu pencampuran bahan formula rol karet Formula A1, A2, A3, A4, A5 Formula B1, B2, B3, B4, B5 Waktu

(menit) Karet alam (NR) Karet sintetis (SBR) 2 Siklo dan struktol A-60 NS Siklo dan struktol A-60 NS 5

Silika, PEG, DBP dan TiO2 Silika, PEG, DBP dan TiO2 4-5 ZnO, asam stearat, dan TMQ ZnO, asam stearat, dan TMQ 2

Sedangkan urutan dan waktu pencampuran untuk rol karet pembanding dapat dilihat pada Tabel 10. Kompon rol karet yang dihasilkan dibiarkan sekurang-kurangnya selama 16 jam.

Tabel 10. Urutan dan waktu pencampuran formula rol karet pembanding

Formula K-A Formula K-B Waktu

(menit)

Karet alam (NR) Karet sintetis (SBR) 2

HSR dan struktol A-60 NS HSR dan struktol A-60 NS 5

Silika, PEG, DBP dan TiO2 Silika, PEG, DBP dan TiO2 4-5 ZnO, asam stearat, dan TMQ ZnO, asam stearat, dan TMQ 2

CBS dan belerang CBS dan belerang 2

Tahap 2. Karakteristik vulkanisasi dan pengujian sifat fisika rol karet gilingan padi

Kompon rol karet sebelum divulkanisasi ditentukan terlebih dahulu waktu vulkanisasi optimum (t90) di rheometer pada suhu 1650C. Selain itu, penentuan karakter vulkanisasi meliputi juga modulus torsi maksimum (MHR), modulus torsi optimum (M90), modulus torsi minimum (ML), waktu vulkanisasi optimum, waktu pravulkanisasi (ts2) dan indeks laju vulkanisasi.

Setelah diketahui waktu vulkanisasi optimumnya, kompon rol karet divulkanisasi dan selanjutnya diuji sifat fisika vulkanisat rol karet. Pengujian sifat-sifat fisika rol karet gilingan padi meliputi uji kekerasan, tegangan putus, modulus 100 persen, perpanjangan putus, berat jenis, dan ketahanan kikis. Diagram alir proses pembuatan rol karet gilingan padi disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8. Diagram alir proses pembuatan rol karet gilingan padi

C. RANCANGAN PERCOBAAN

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu rancangan acak kelompok/blok (karet alam dan karet sintetis) dengan satu faktor perlakuan dan dua ulangan. Faktor perlakuan yang dimaksud adalah variasi formula berdasarkan perbedaan komposisi karet siklo yang terdiri dari lima taraf yaitu 10, 20, 30, 40, dan 50. Model matematis rancangan percobaan satu faktor dengan rancangan acak kelompok lengkap menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002) adalah :

Yij = μ + τi + βj +

εij ;

i = 1, 2, 3, 4, 5 j = 1,2

Karet

Vulkanisat rol karet Mastikasi

Pencampuran

Vulkanisasi Kompon rol karet

ZnO, TMQ, dan as.stearat

silika, PEG, TiO2 dan DBP

karet siklo dan struktol A-60 NS CBS dan belerang Uji sifat-sifat fisika Karakter vulkanisasi

Dengan :

Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j μ = Rataan umum

τi = Pengaruh perlakuan ke-i βj = Pengaruh kelompok ke-j

εij

= Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j D. WAKTU DAN TEMPAT

Penelitian dilakukan dari tahun 2006 sampai dengan 2007 di Laboratorium Fisika, Laboratorium Kimia dan Pabrik Percobaan Balai Penelitian Teknologi Karet (BPTK) Bogor.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN PENDAHULUAN

1. Karakteristik Lateks DPNR

Lateks DPNR dibuat melalui proses deproteinasi, yaitu proses penurunan kandungan protein lateks. Deproteinasi lateks dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu dengan hidrolisis kimiawi menggunakan basa (saponifikasi) dan hidrolisis enzimatis dengan menggunakan enzim (Yapa dan Yapa, 1981 di dalam Alfa, 1999). Deproteinasi dengan enzim merupakan cara yang efisien karena dapat dihasilkan peptida-peptida yang kurang kompleks dan mudah dipecah serta melindungi produk dari kerusakan dan perubahan yang bersifat non hidrolitik (Johnson dan Peterson, 1974 di dalam Alfa, 1999).

Pada penelitian ini, pembuatan lateks DPNR dilakukan dengan cara hidrolisis enzimatis menggunakan metode hasil penelitian Alfa (2002), yaitu dengan menggunakan enzim proteolitik dan pengenceran sampai kadar karet kering (KKK) 10 % pada lateks kebun. Enzim proteolitik yang digunakan adalah enzim papain sebesar 0,06 bsk (berat per seratus bagian karet).

Sebelum ditambahkan enzim papain, lateks kebun yang telah disaring dan diketahui KKK-nya ditambahkan zat penstabil terlebih dahulu. Hal ini dilakukan agar kemantapan lateks tetap stabil selama penyimpanan. Kemantapan lateks terjadi karena bagian hidrofibik (benci air) dari surfaktan akan terserap pada permukaan partikel karet, sedangkan bagian hidrofilik (suka air) mengarah pada cairan membentuk lapisan yang akan melindungi partikel karet sehingga lateks tetap stabil. Zat penstabil yang digunakan pada penelitian ini adalah surfaktan emulgen sebesar 2 bsk.

Menurut Yapa dan Lionel (1980) di dalam Rahayu (2001), adanya protein di dalam lateks dapat mengganggu atau menghambat rekasi siklikasi. Enzim papain akan menghidrolisis protein yang terdapat dalam

lateks. Sedangkan protein yang menyelubungi partikel karet di dalam lateks sulit dihidrolisis oleh enzim papain. Kesulitan ini disebabkan protein tersebut berada dalam jaringan partikel karet yang saling terbelit dan kompleks. Karena itu lateks perlu diencerkan sampai KKK 10 % sehingga protein larut dalam air dan akan terbuang bersama dengan serum pada saat lateks dipekatkan.

Pemekatan lateks dengan alat pemusingan (sentrifugasi) selain untuk memisahkan lateks dari serum lateks, juga berguna untuk menurunkan kandungan protein dalam lateks. Prinsip kerja sentrifuse berdasarkan perbedaan berat jenis antara partikel karet dan serum. Serum memiliki berat jenis lebih besar daripada partikel karet sehingga partikel karet cenderung untuk naik ke permukaan, sedangkan serum merupakan lapisan di bawahnya. Jadi apabila lateks mengalami pemutaran/pemusingan, maka terjadi pemisahan antara lateks dengan serum karena adanya gaya sentripetal dan gaya sentrifugal yang mengarah keluar.

Setelah dihasilkan lateks pekat yang berkadar protein rendah atau disebut dengan lateks DPNR (deproteinized natural rubber), lateks tersebut dianalisis kadar karet kering (KKK), kadar jumlah padatan (KJP), kadar nitrogen dan viskositas Mooney. Hasil analisis lateks kebun dan lateks DPNR disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Hasil analisis lateks kebun dan lateks DPNR Parameter Lateks kebun Lateks DPNR

KKK, % 34,00 58,70

KJP, % 35,03 60,20

Kadar nitrogen, % 0,65 0,05 Viskositas Mooney 83,00 77,70

Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa pada lateks DPNR, nilai KKK-nya lebih tinggi dibandingkan dengan lateks kebun, yang berarti kandungan karet pada lateks DPNR lebih banyak karena serum lateks terbuang pada saat pemekatan. Penentuan KKK berguna untuk menambahkan bahan-bahan kimia yang lain, karena penambahan-bahan bahan-bahan-bahan-bahan kimia berdasarkan berat kering karet. Menurut Subramaniam (1987), lateks yang

baru disadap mempunyai kadar karet kering berkisar antara 30 – 40 %. Sedangkan menurut Handoko (2002) di dalam Ulpah (2005), lateks hasil pemekatan KKK ± 60 % dan tetap merupakan koloid yang stabil.

Pengukuran kadar jumlah padatan (KJP) bertujuan untuk mengetahui jumlah padatan yang terdapat dalam lateks, baik berupa partikel karet maupun bahan non karet. Hasil KJP memperlihatkan nilai yang lebih besar dibandingkan dengan KKK. Selisih nilai KKK dan KJP maksimum adalah 2 persen. Hal ini berarti jumlah padatan bukan karet yang terdapat dalam karet cukup banyak. Padatan non karet tersebut dapat berupa anion anorganik, ion logam dan bahan padatan lainnya yang terkandung dalam lateks.

Hasil analisis kadar nitrogen memperlihatkan penurunan pada lateks DPNR. Hal ini disebabkan oleh enzim papain yang menghidrolisis ikatan peptida protein menjadi asam amino sederhana serta adanya proses pemekatan sehingga saat dipekatkan serum beserta asam-asam amino tersebut akan terbuang.

Batas maksimal kadar nitrogen DPNR adalah 0,15 % seperti yang diajukan oleh Whelan dan Lee (1979) di dalam Alfa (2002). Sedangkan menurut Stern (1954) di dalam Chusna (2002), kandungan protein dalam lateks maksimal sekitar 2 %. Meskipun sangat kecil tetapi pengaruhnya sangat besar terhadap kestabilan lateks karena protein dapat menganggu proses siklikasi.

Parameter viskositas Mooney menunjukkan panjangnya rantai molekul karet atau bobot molekul karet serta derajat pengikatan silangnya (Solichin, 1995). Gejala pengerasan atau naiknya viskositas karet selama penyimpanan disebabkan terbentuknya ikatan silang antar molekul karet. Ikatan silang ini terjadi karena adanya reaksi kondensasi gugus aldehida yang terdapat pada molekul karet, yang mana reaksinya dikatalisis oleh protein dan asam amino.

Dari hasil analisis viskositas Mooney lateks mengalami penurunan setelah kadar proteinnya dikurangi. Hal ini berarti selama penyimpanan (pemeraman) dan penurunan kadar protein mampu meningkatkan

kemantapan viskositas lateks DPNR. Berkurangnya jumlah protein dalam lateks DPNR akan mengurangi reaksi aldehid-aldehid sehingga nilai viskositasnya menurun.

2. Pembuatan karet siklo

Telah disebutkan di atas bahan baku karet siklo pada penelitian ini adalah lateks DPNR. Metode siklikasi yang digunakan adalah pemanasan 1000C dengan katalis asam. Sebelum ditambahkan asam sulfat, lateks DPNR ditambahkan emulgen 2 bsk. Emulgen berguna untuk mencegah penggumpalan lateks ketika kontak dengan asam sulfat. Penambahan asam menyebabkan pH lateks menurun, yang berarti terjadi penambahan muatan positip pada lateks sehingga antar partikel karet terjadi kekuatan saling tolak-menolak atau lateks masih dalam keadaan cair (Goutara, et. al., 1985).

Asam sulfat banyak digunakan karena harganya murah dan mudah diperoleh. Selain itu asam sulfat efektif untuk reaksi siklikasi lateks dengan konsentrasi asam terdapat dalam serum sekurang-kurangnya sekitar 70 persen (b/b) (Naunton, 1961). Coomarasamy et al. (1981) menambahkan bahwa kecepatan siklikasi dipengaruhi oleh suhu dan konsentrasi asam sulfat serta lamanya reaksi. Konsentrasi asam sulfat kurang dari 60 persen (b/b) praktis tidak terjadi reaksi siklikasi meskipun reaksi dilakukan pada suhu 1000C.

Pada penelitian ini, konsentrasi asam sulfat yang digunakan pada lateks adalah konsentrasi 70 % sehingga lateks yang semula berwarna putih menjadi ungu. Perubahan warna ungu merupakan indikasi awal dari keberhasilan reaksi siklikasi yang terjadi karena adanya donor proton (kation) dari asam sulfat yang digunakan untuk melepaskan ikatan rangkap atom C pada partikel karet.

Menurut Naunton (1961), reaksi siklikasi sangat eksotermis khususnya pada awal reaksi sehingga pendinginan diperlukan untuk mencegah kondisi tersebut. Karena itu, pada saat asam sulfat dicampurkan

ke dalam lateks, benjana berisi lateks diletakkan pada wadah berisi air dingin agar tidak terjadi pengarangan akibat pelepasan energi yang besar.

Reaksi siklikasi masih berlanjut pada tahap pemanasan. Campuran lateks dan asam sulfat dipanaskan pada suhu ± 1000C selama 2 jam yang membentuk dispersi siklo dalam serum. Pemanasan bertujuan agar karbokation yang terbentuk akibat penambahan asam sulfat dapat bereaksi dengan ikatan rangkap pada poliisoprena lainnya yang membentuk monosiklik atau polisiklik.Ini berarti pemanasan berfungsi untuk mempercepat proses pengikatan karbokation oleh atom C-H pada monomer lain. Suhu pemanasan harus tetap dijaga agar tidak terjadi pengerasan atau pengarangan akibat suhu yang terlampau tinggi yang dapat menggagalkan reaksi siklikasi.

Dispersi karet siklo yang telah terbentuk selanjutnya dibagi menjadi dua bagian untuk memudahkan pencucian dengan air panas. Air panas yang diperlukan adalah lima kali jumlah volume lateks DPNR. Pencucian dilakukan sebanyak 4 kali yang bertujuan untuk menghilangkan surfaktan dan menurunkan kadar keasaman pada karet siklo yang terbentuk. Pada saat pencucian, campuran dispersi siklo dan serum memperlihatkan warna hijau yang menunjukkan kandungan surfaktan dan asam sulfat yang tinggi di dalam campuran. Seiring dengan beberapa kali pencucian, warnanya mulai memudar karena kandungan surfaktan dan asam sulfat ikut terbuang bersama-sama dengan serum.

Proses berikutnya adalah penetralan dengan menambahkan amoniak Penambahan amoniak untuk menghilangkan sisa-sisa asam sulfat dalam dispersi karet siklo sampai diperoleh pH netral. Amoniak yang bersifat basa ini akan bereaksi dengan asam sulfat dan membentuk ammonium sulfat (garam mineral). Setelah itu, dilanjutkan pencucian kembali dengan air panas untuk melepaskan serum yang masih tersisa dan garam-garam.

Dispersi karet siklo yang dihasilkan berupa serbuk-serbuk berwarna putih yang masih basah sehingga perlu dilakukan penyaringan untuk memisahkan serum dan siklo. Filtrat karet siklo kemudian dikeringan di dalam oven pada suhu 70 – 800C. Suhu yang terlampau tinggi dapat

menyebabkan karet siklo hangus dan berwarna kecoklatan. Hasil pengeringan berupa serbuk-serbuk karet siklo yang ringan, keras rapuh, dan berwarna putih kecoklatan, seperti yang terlihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Karet siklo

Pengujian terhadap karet siklo, selain bentuk dan warna diantaranya adalah kelarutan dalam toluen dan spektroskopi inframerah. Hasil analisis kelarutan menunjukkan bahwa karet siklo yang dihasilkan memiliki tingkat kelarutan sebesar 10,93 %. Tingkat kelarutan pada penelitian ini sangat rendah dibandingkan dengan penelitian Chusna (2002). Dari penelitian Chusna diketahui bahwa jika karet siklo dibuat dari lateks yang telah diturunkan bobot molekulnya maka karet siklo dapat larut sempurna dalam toluen selama 5 hari.

Karet siklo yang baik adalah yang larut dalam pelarut karet. Karet siklo yang sukar larut disebabkan karena bobot molekul pada karet siklo masih tinggi. Selain itu, reaksi siklikasi yang terjadi tidak terkontrol sehingga rantai siklik yang terbentuk acak, akibatnya ikatan silang yang terbentuk sukar melepaskan ikatannya sehingga karet siklo yang terlarut sedikit sekali atau bahkan tidak larut sama sekali. Hasil analisis kelarutan karet siklo dapat dilihat pada Lampuran 5a.

Analisis spektroskopi diperlukan untuk menentukan gugus fungsional senyawa organik yang menyusun suatu molekul. Makin rumit struktur suatu molekul maka akan semakin banyak bentuk vibrasi yang

mungkin terjadi sehingga semakin banyak pita-pita absorbsi yang dihasilkan spektrum infra merah (Hendayana, et al., 1994 di dalam Chusna, 2002).

Pada penelitian ini, analisis spektroskopi dilakukan dengan mengoleskan serbuk siklo pada plat KBr, tidak dalam bentuk larutan siklo. Hasil penelitian menunjukkan adanya 3 ciri khas dari karet siklo, yaitu munculnya puncak pada 2928 cm-1, 1458 cm-1, dan 881 cm-1 serta menghilangnya puncak 836 cm-1. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Goonetilleke et. al. (1993) bahwa spektra infra merah pada karet siklo akan menunjukkan adanya puncak serapan yang kuat pada wilayah gelombang 2700 – 3000 cm-1 dan 1450 cm-1. Selain itu juga akan muncul puncak baru pada 880 cm-1 dan puncak 836 cm-1 akan menghilang. Hasil analisis spektroskopi karet siklo dan sebagai pembandingnya, yaitu karet alam juga disajikan pada Lampiran 5b.

Puncak 2928 cm-1 dan 2866 cm-1 menunjukkan adanya ikatan CH3 dan CH2 yang juga ada pada karet alam, namun pada puncak 2866 cm-1 tidak setajam pada karet alam, yang berarti telah terjadi penurunan jumlah ikatan CH2 pada karet siklo. Sedangkan pada puncak 1458 cm-1 merupakan ikatan C=C yang berdampingan dengan puncak 1376 cm-1 masih ada pada karet siklo, meskipun tidak setajam pada karet alam. Untuk puncak 881 cm-1 menunjukkan adanya ikatan siklik, yang merupakan ciri khas karet siklo. Dengan demikian hasil spektroskopi menunjukkan kinerja siklikasi sudah berlangsung baik.

B. PENELITIAN UTAMA

Dokumen terkait