• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sebelum memulai enumerasi yakinkan bahwa petak PSP benar-benar satu hektar (100x100 m bujur sangkar) dan record unitnya benar-benar 25x25 m bujur sangkar, mengacu arah Utara - Selatan dan

Timur - Barat. Jika titik sampel TSP tract No.5 diletakkan dengan benar,

maka sudut plot permanen sudah siap dikerjakan. Hal ini mengarah pada pada kebutuhan akan kecermatan kerja dalam menjalankan survai dan menandai/mematok setiap jarak 12.5 m sepanjang sisi tract 5 selama enumerasi TSP. Itu akan membantu penetapan PSP. Untuk melihat apakah sudut-sudutnya telah diletakkan secara tepat, sisi tract 100x100 m harus membentuk trase yang tertutup. Dalam hal apapun, yang terbaik adalah memulai PSP dari sudut barat daya. Langkah-langkahnya:

a). Ganti patok yang menandai pusat subplot TSP No. 1 (titik 1a dalam Gambar 4) dengan pipa sepanjang 0.5 m (berdiameter 1/2") dan tanam tegak lurus di tanah sampai seluruh pipa masuk paling tidak 10 cm di bawah permukaan.

b). Pilih dan petakan tiga "titik saksi", sebaiknya di luar plot, mis.

yang tak berubah oleh waktu, dan tentukan arah serta jarak dari pusat ke masing-masing titik saksi. Uraikan dan petakan sekitarnya. Tentukan dan catat tinggi tempat sudut sampai ketelitian 5 m. c). Ulangi prosedur yang sama un tu k menetapkan sudut-sudut

lain (Lihat Gambar 4). Gambar 4. PSP, tract No.5

2. Pelaksanaan Enumerasi PSP

Umumnya satu regu lapangan terdiri dari ketua regu, wakil ketua regu, dan 7 sampai 8 pekerja (1 atau 2 di tenda dan 6 bersama tim pencacah). Sebagai satu tim kerja, regu ini hendaknya menetapkan/mengenumerasi PSP mulai dari sudut Barat Daya terus ke timur dari record unit (RU) 1 ke RU 2, 3, dan 4 menurut langkah- langkah berikut. Dari RU 4, regu dapat menuju baik ke Barat dari RU 8 ke RU 5 atau menuju Timur dari RU 5 sampai RU 8; dan ulangi urutan yang serupa dari RU 9 sampai RU 12 dan dari RU 13 sampai RU 16.

Setelah selesai membuat kerangka suatu record unit (pusat dan keempat sisinya telah ditetapkan) yang harus dilakukan:

1. Melengkapi deskripsi RU. Deskripsi subplot/RU serupa dengan blanko data lain kecuali untuk kolom berikut: kolom 3 selalu tract No.5, kolom 4 adalah nomor RU, kolom 5 dan 6 kosong (partisi ditunjukkan/dipetakan di gambar yang disediakan (paling kanan)), dan kolom 9 adalah nomor kotak 5x5 m (25 per RU) untuk bagian besar atau bagian kecil partisi. Sesudah deskripsi RU diselesaikan (kecuali kolom 22 yang hanya dapat diisi setelah mengenumerasi RU), kerjakan enumerasi subplot berjari-jari 1 m (semai), 2 m (pancang), 5 m (rotan pendek dan tiang), dan 10 m (rotan panjang dan bambu) (Blanko B) secara urut

2. Enumerasi untuk pohon (dengan dbh/dab paling kecil 20.0 cm), mulai dari arah utara searah jarum jam sampai semua pohon telah diukur/diamati dan semua data yang diperlukan telah dicatat. Gunakan blanko yang disediakan untuk memetakan tiang dan pohon. Kerjakan data pohon sebagai berikut: tinggi banir, tinggi batang, tinggi pohon, kelas pohon, kelas tajuk, posisi tajuk, kerusakan, infestasi, azimut dan jarak ke pohon.

3. Tiang diberi nomor 1 sampai tiang terakhir (di dalam subplot berjari-jari 5 m). Dengan demikian, pohon pertama mengambil nomor sesudah tiang terakhir dan pohon berikutnya diberi nomor urut searah pergerakan jarum jam sampai memenuhi record unit.

4. Pada enumerasi PSP di hutan rawa/lahan basah, titik /tinggi pengukuran DBH/DAB ditandai dengan paku (panjang 8-10 cm) dan dipakukan sedalam 2 cm. Hal ini penting karena orang tidak yakin di mana titik 1.3 m di atas tanah (atau dari leher akar) atau berapa tinggi banir pada saat areal tersebut tergenang.

5. Untuk pohon berbanir, dilakukan pengukuran/pengamatan yang sama dengan enumerasi TSP. Ada data tambahan mengenai diameter, yakni 2.2 m di atas banir (atau 3.3 m di atas tanah pada pohon yang banirnya l . l m atau lebih rendah), kelas pohon, kelas tajuk, dan posisi tajuk, yang juga harus dikumpulkan.

6. Diameter kedua di atas banir - Untuk pohon berbanir, diameter kedua diukur pada 2.0 m di atas DAB pertama sebagai dasar penaksiran pertumbuhan diameter pada pengukuran berikutnya (kurang lebih 5 tahun kemudian) jika pada saat itu DAB pertama telah tertutup banir.

Titik/tinggi pembacaan relaskop (penuh/seperempat bar/batang) untuk diameter 2.2 m di atas banir ditentukan dengan membagi 220 dengan jarak datar dan tambahkan hasilnya dengan persen bacaan di akhir banir. Ini akan memberikan persen bacaan pada 2.2 m di atas banir. Sebagai contoh apabila pembacaan di akhir banir 80% dan jarak datar 4.5m, maka 220/4.5 = 48.9%, sehingga bacaan bar penuh dan seperempat untuk diameter (2.2 m di atas banir) dibuat setinggi ekivalen dengan 80 plus 49% = 129% dari tempat berdiri yang sama.

Dalam hal tinggi banir masih sama atau kurang dari 1.1 m dab pertama diukur setinggi dada (1.3 m di atas tanah) dan dab kedua diukur 3.3 m di atas tanah. Jika dab kedua diukur dengan menggunakan relaskop, titik pembacaan ditentukan dengan membagi 330 dengan jarak datar plus persen bacaan dari basis pohon.

Sebagai contoh jika jarak datar 3.0 m dan persen basis pohon -30%, maka persen 3.3 m dari atas tanah adalah 330/3.0 = 110% plus (-30%) atau 80%. Dab kedua pada kasus tersebut diinasukkan kolom 17 (Permanent Plot, A).

7. Kelas pohon (Tree Class). - Kelas pohon dicatat untuk setiap pohon di kolom 22. Kelas pohon diberi kode sebagai berikut:

1 Dominan

2 Kodominan

3 Intermediate

4 Tertekan

8. Kelas tajuk (Crown Class). - Ini dimasukkan di kolom 23. Kelas tajuk mempunyai kode sebagai berikut:

1. Sempurna (Perkembangan dan ukurannya terbaik; lebar, bundar dan simetri)

2. Bagus (nyaris ideal, tumbuh memuaskan, dengan beberapa cacad simetrinya atau beberapa ujung cabang mati)

3. Dapat diterima (silvikulturnya dapat diterima, jelas asimetri atau terpangkas tetapi dapat bertahan)

4. Jelek (jelas tidak memuaskan, dengan kerontokan, sangat tidak simetri, tetapi dapat bertahan hidup)

5. Sangat jelek (jelas menyusut, atau rusak berat, dan mungkin tidak dapat bereaksi terhadap pembebasan)

9. Posisi Tajuk (Crown Position). - Ini dicatat di kolom 24 dan ditunjukkan melalui kode berikut:

1. Sepenuhnya menerima sinar matahari (bebas dari persaingan samping paling tidak di dalam putaran 45 derajat pada awal tajuk seperti kerucut terbalik)

2. Menerima sinar penuh di atas (tetapi berdekatan dengan tajuk lain yang sama atau lebih tinggi)

3. Menerima sinar atas (sebagian dibayangi oleh tajuk lain yang lebih tinggi)

4. Menerima sebagian sinar samping (sepenuhnya dibayangi dari atas tetapi menerima sebagian sinar langsung karena adanya celah-celah tajuk)

5. Tidak ada sinar langsung (sepenuhnya dibayangi dari atas dan dari samping)

10. Data tanah (Soil Parameter). - Kolom 17 sampai 29 pada deskripsi plot di lembar data 5, Permanent Plot, B, dimaksudkan untuk data tanah yang diambil dari record unit. D. Pengukuran dan Pencatatan data Non Kayu

1. Prosedur sampling Bambu.

Bambu dienumerasi hanya di provinsi/areal yang dipandang penting oleh BPKH. Setiap ditemukan bambu di dalam plot berjari-jari 10 m dilakukan enumerasi dengan menggunakan Blanko No. 3. Kolom deskripsi plot (kolom 1-10) diisi pertama kali termasuk melingkari nomor tract dan subplot. Jika tidak ada bambu yang terdapat dalam subplot, harus dicatat secara jelas di lembar data subplot. Hanya bambu setinggi 5 m atau lebih yang dienumerasi. Untuk rumpun yang sebagian berada di dalam subplot berjari-jari 10 m, hanya batang-batang yang termasuk di subplot saja yang disampel.

a). Bambu dicatat menurut spesies dan rumpun. Untuk setiap rumpun, hitung jumlah batang total (minimal setinggi 5 m dan dbh 2.5 cm) di dalam subplot dan catat di kolom 16. Hitung pula tonggak yang masih hidup (yang baru dipotong tahun lalu) dan catat di kolom 17. b). Amati dan hitung batang berumur satu tahun dan masukkan ke

dalam kolom 14. Kerjakan hal yang sama untuk batang berumur dua tahun dan catat di kolom 15. Kolom 16 jika dikurangi dengan jumlah kolom 12 dan kolom 13 akan merupakan banyaknya batang berumur 3 tahun atau lebih.

Catatan : Di lapangan, cukup mudah untuk membedakan bambu berumur satu, dua dan tiga tahun atau lebih (berdasar warna batang dan daun). Di beberapa tempat, barangkali hanya terdapat spesies tertentu yang mulai masak batangnya pada umur satu atau dua tahun. Masyarakat setempat yang memanfaatkan bambu akan tahu rincian tersebut sehingga disarankan untuk mempekerjakan satu atau dua pekerja yang tahu mengenai bambu setempat.

c). Pada subplot di sudut (SP 1, 3, 5, dan 7) ambil batang berumur satu, dua dan 3 tahun atau lebih untuk setiap spesies (dari rumpun pertama setiap spesies; jika hanya terdapat satu spesies maka langkah ini hanya dilakukan sekali untuk setiap subplot sudut), mulai dari utara searah jarum jam, seperti biasanya. Ukur dbh nya dan catat berturut-turut di kolom 18, 23 dan 28. Potong batang yang terpilih itu pada 1 m di atas tanah, tandai tempat berdiameter 2.5 cm di atas dan ukur panjang dari potongan ke bagian berdiameter 2.5 itu serta dari situ ke pucuk batang bambu. Catat di kolom 19 dan 21 (untuk yang berumur satu tahun), 24 dan 26 (untuk yang berumur dua tahun), dan kolom 29 dan 31 (untuk yang berumur 3 tahun atau lebih). Potong batangnya pada tempat berdiameter 2.5 cm, timbang bagian bawah dan atas secara terpisah dengan ketelitian 1/4 kg menggunakan timbangan tali, dan catat datanya berturut-turut di kolom 20 dan 22, 25 dan 27 serta 30 dan 32. Jika perlu, potong batang bambu menjadi potongan kecil-kecil sebelum ditimbang.

Catatan: Untuk spesies bambu yang tidak komersial (dbh nya kurang dari 2.5 cm atau tingginya kurang dari 5 m), catat spesies dan banyaknya rumpun di subplot dan taksir banyaknya batang pada rumpun pertama yang dijumpai dalam gerakan dari utara searah jarum jam.

2. Prosedur sampling untuk sagu.

Sagu diinventarisasi di pulau-pulau/provinsi yang memandang sagu sebagai hasil hutan yang penting oleh BPKH. Sagu dicacah di dalam subplot berjari-jari

10 m pada setiap delapan subplot/titik sampling per tract (TSP) dengan

menggunakan Blanko 3A, Sagu Enumeration. Tidak ada PSP untuk sagu. Apabila tidak dijumpai sagu di dalam subplot di tempat/provinsi di mana sagu harus diinventarisasi, harus dinyatakan secara jelas pada blanko data, jika tidak maka lembar data sagu ditafsirkan sebagai lembar data yang hilang.

Langkah-langkah untuk sampling sagu adalah sebagai berikut:

a). Kolom deskripsi plot (kolom 1-10) diisi dulu, nomor tract dan subplot dilingkari, dan nama enumerator ditulis (di bawah nama, tuliskan tanggalnya).

b). Enumerasi dimulai dari utara searah jarum jam. Sagu dienumerasi menurut spesies, menurut rumpun, dan menurut batang dengan kelas kemasakan M 1 , M2 dan M3. Semai (masih tak berbatang) dan tanaman lampau masak (bunganya sudah terbuka atau sedang berbuah) dicacah menurut rumpun dan/atau subplot. Kolom 13 digunakan untuk urutan rumpun, mulai dari 1. Kolom 14 untuk diameter rumpun (rerata 2 diameter rumpun jika tidak melingkar), dengan ketelitian 1 meter. Banyaknya batang M1, M2 dan M3 di dalam rumpun (termasuk yang di luar subplot jika rumpunnya sebagian MASUK) dicatat di kolom 15. Kolom 16 digunakan untuk nomor urut batang di dalam rumpun, mulai dari angka 1 untuk setiap rumpun. Sebagai contoh jika terdapat 5 batang M1, M2 dan M3 untuk rumpun nomor 1 maka 1 ditulis di kolom 13 pada baris pertama, 5 ditulis di kolom 15 dan 1 di kolom 16 (baris pertama), 2 di kolom 16 (baris kedua), ..., dan 5 untuk batang kelima di kolom 16 (baris kelima). Di baris keenam, angka 2 ditulis di kolom 13 untuk rumpun kedua dan 1 untuk batang M1, M2 atau M3 di kolom 16, angka 2 di kolom 16 untuk batang M1, M2 atau M3 dan seterusnya. Dengan kata lain urutan batang (kolom 16) selalu mulai dari 1 untuk setiap rumpun sagu.

c). Untuk setiap batang M1, M2 dan M3, cacad batang ditulis di kolom 17: 0 jika tidak cacad (batang atas sedikit lebih besar dari batang bawah) atau 1 jika ada cacad/penyakit (batang atas lebih kecil daripada batang bawah menunjukkan suatu abnormalitas/penyakit). DBH diukur dan dicatat dengan ketelitian 0.1 cm di kolom 18, tinggi batang dicatat dengan ketelitian 0.1 m di kolom 19, dan kelas kemasakan di

kolom 20. Pembacaan tinggi batang ditampung dalam kolom-kolom di antara 20 dan 21. Kolom 21 digunakan untuk mencatat banyaknya semai (kelas kemasakan M0) di dalam subplot sedangkan kolom 22 disediakan untuk banyaknya semai di dalam setiap rumpun dan kolom 23 adalah untuk batang lampau masak (kelas kemasakan M4) di dalam setiap rumpun. Untuk seluruh subplot hanya ada satu masukan di kolom 22. Perhatikan bahwa angka di kolom 22 mungkin lebih kecil daripada jumlah seluruh semai di semua rumpun karena dapat terjadi beberapa semai di dalam rumpun terletak di luar subplot.

d). Kelas kemasakan (salah satu dari lima kelas) diamati untuk setiap tanaman sagu di dalam subplot: M0 (sangat muda/semai/pancang; batangnya belum nampak); M1 (sagu muda; lajur hitam di pelepah daun belum terputus atau duri mulai longgar dan lepas; hasilnya rendah/terlalu dini untuk dipanen); M2 (masak; lajur hitam di bagian bawah pelepah daun telah hilang atau duri di daun lepas atau pelepah daun muda lebih pendek atau mayang bunga mulai muncul dan akan membuka; hasilnya maksimum); M3 (sedikit lampau masak; bunganya telah keluar dan membuka; hasilnya rendah); dan M5 (lampau masak, bunga telah terbuka seluruhnya atau berbuah).

3. Prosedur sampling untuk nipah

Nipah diinventarisasi pada areal/provinsi yang memandang nipah merupakan hasil hutan yang penting oleh BPKH yang bersangkutan. Di sini hanya diperlukan enumerasi TSP. Klaster plot untuk nipah (hutan

pasang surut): tractnya. hanya 50x50 m dan terpisah hanya 100x100 m

dari sisi ke sisi terdekat. Di hutan pasang surut (bakau dan nipah), suatu klaster dipandang sah dan dilakukan enumerasi jika paling sedikit tiga tract tidak berada di air.

Enumerasi nipah dilakukan dengan menggunakan Blanko 3B (Nipa enumeration, TSP). Semai (sampai dengan tinggi 1.5 m) dicacah di dalam

subplot berjari-jari 2 m sedangkan tanaman yang lebih besar disampel dalam subplot berjari-jari 5 m. Ada 8 subplot (terpisah 25 m) per tract. Sampling nipa hendaknya mengikuti langkah-langkah berikut :

a). Kolom deskripsi plot diisi dulu kecuali kolom 22,23 dan 24. Nomor tract

dan subplot dilingkari dan nama enumerator ditulis.

b). Kemudian subplot berjari-jari 2 m diamati, semai didalamnya dihitung, dan jumlahnya dimasukkan di kolom 24 pada deskripsi plot.

c). Setelah itu dibuat subplot berjari-jari 5 m, mulai dari utara searah jarum jam; setiap nipah setinggi lebih dari 1.5 m di dalam subplot diamati dan angkanya dimasukkan kolom yang bersangkutan menurut cara berikut :

c1. Total banyaknya daun di kolom 14;

c2. Banyaknya daun yang jelek di kolom 15; daun jelek mempunyai lebih dari 50% anak daun yang tidak baik untuk bahan atap: anak daun yang dapat dimanfaatkan adalah yang lebarnya paling tidak 5 cm, panjang satu meter, dan hanya mempunyai sedikit lubang kecil; ini dimasukkan di kolom 15.

c3. Banyaknya daun yang baik di kolom 16, termasuk daun muda yang sudah penuh panjangnya (baik sudah terbuka maupun yang masih tertutup); jumlah kolom 15 dan kolom 16 harus sama dengan angka pada kolom 14.

c4. Kelas kemasakan di kolom 19: M1 (jika terlalu muda dan belum mempunyai daun yang dapat dipanen, atau, banyaknya daun dewasa kurang dari 5) atau M2 (jika paling sedikit terdapat 5 daun (paling sedikit satu di antaranya layak dipanen) termasuk daun muda yang sudah penuh panjangnya dan daun yang sudah dipanen). c5. Status panenan daun di kolom 20: c (jika satu daun sudah

dipotong/dipanen) atau u (jika sama sekali belum dipotong/dipanen); c6. Status bunga/buah di kolom 21:0 (jika tidak dijumpai), 1 (jika.

berbunga) atau 2 (jika berbuah) dan,

c7. Status daun muda yang panjangnya penuh di kolom 22: o (jika sudah terbuka) atau c (masih tertutup).

Untuk mendapatkan dasar taksiran mengenai anak daun yang dapat dimanfaatkan dan jumlah total anak daun, empat tanaman nipah (Nipah M2 terdekat di utara (N), timur(E), barat (W) dan selatan (S) disampel untuk penghitungan. Jika di subplot berjari-jari 5 m terdapat kurang dari 5 pohon, semuannya diambil untuk diukur. Langkah-langkah berikut hendaknya dilakukan:

a). Setiap sampel nipah M2 di N-E-W-S (harus ada 4 tanaman jika ada paling sedikit 4 nipah M2 di subplot), ukur tinggi sampai skala 0,1m dan masukkan datanya di kolom 17. Pembacaan/data untuk pengukuran tinggi dimasukkan di kolom tak bernomor di antara kolom 22 dan 23. b). Pilih daun yang dipandang mewakili rata-rata dari setiap sampel

nipah M2, potong seperti dipanen kemudian ukur panjangnya sampai sekala 0.1 m dan masukkan datanya di kolom 23, hitung banyaknya anak daun yang dapat dimanfaatkan dan catat di kolom 24, dan hitung jumlah total anak daun (yang dapat dimanfaatkan maupun yang jelek) dan masukkan di kolom 25. Lebih sederhana untuk menghitung jumlah total anak daun, banyaknya anak daun yang jelek dan anak daun yang dapat dimanfaatkan dapat ditentukan melalui pengurangan.

c). Cari nipah M2 yang tertinggi di dalam subplot dan tentukan tingginya sampai skala 0,1 m. Masukkan pembacaan pengukuran di kolom tak bernomor di antara kolom 22 dan 23 dan catat tingginya di kolom 18. d). Akhirnya, banyaknya tanaman nipah M1 dan M2 di dalam subplot

dimasukkan di kolom 22 dan 23 di deskripsi plot.

Dokumen terkait