• Tidak ada hasil yang ditemukan

Material keramik pada umumnya berupa senyawa polikristal yang proses pembuatannya dapat dibagi menjadi tiga tahap (Chiang, 1977 ) yaitu :

1. Preparasi serbuk

2. Pembentukan

3. Pembakaran (sintering )

Parameter – parameter dalam proses pembuatan keramik tergantung pada jenis keramik yang akan dibuat, bidang aplikasikasinya, dan sifat – sifat yang diharapkan. Proses pembuatan keramik tradisionil memiliki parameter yang berbeda dibandingkan dengan proses pembuatan keramik teknik. Pada proses pembuatan keramik tradisionil hanya diperlukan bahan baku alam dengan tingkat kemurnian yang tidak tinggi, sedangkan pada proses pembuatan keramik teknik diperlukan

bahan baku dengan tingkat kemurnian tinggi serta terkontrol agar diperoleh sifat–sifat bahan yang sesuai dengan pengaplikasiannya.

2.5.1 Preparasi Serbuk

Pada proses preparasi serbuk beberapa faktor yang menentukan sifat produk keramik adalah kemurnian bahan, homogenitas, dan kehalusan serbuk. Teknik preparasi serbuk keramik dikelompokkan menjadi 3 macam yaitu : konvensional, kimia basah / larutan, dan preparasi dalam fasa gas (Gernot, 1988). Salah satu tehnik yang diterapkan adalah tehnik konvensional, tehnik ini berupa pencampuran padatan–

padatan (" %" ) yang umumnya digunakan di industri – industri keramik.

Proses penghalusan dan homogenisasinya di lakukan dalam satu tahap dengan

menggunakan alat penggiling yaitu . Waktu penggilingan berpengaruh

terhadap tingkat homogenitas dan kehalusan serbuk (Read, 1988).

2.5.2 Proses Pembentukan

Ada beberapa cara proses pembentukan keramik tergantung bentuk dan ukuran yang dikehendaki (Read, 1988), yaitu : cetak tekan ( "" ), ekstrusi, dan cetak

cor (" " ). Proses pembentukan keramik yang digunakan adalah dengan cara

cetak tekan ( "" ). Cara ini cocok digunakan untuk membuat bentuk yang tebal dan sederhana. Dalam proses ini ditambahkan bahan pembantu seperti misalnya

Proses cetak tekan dilakukan dengan arah tekanan ke satu arah saja seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3.

2.5.3 Proses Pembakaran ( )

Proses Sintering (Ristic, 1979, Randall, 1991) pada keramik adalah suatu proses pemadatan / konsolidasi dari sekumpulan serbuk pada suhu tinggi yang mendekati titik leburnya. Dengan melalui proses ini terjadi perubahan struktur mikro seperti

pengurangan jumlah pori dan ukuran pori, pertumbuhan butir ( ),

peningkatan densitas, dan penyusutan (" ) (Randall, 1991). Sintering

merupakan tahapan pembuatan keramik yang sangat penting dan sangat menentukan sifat – sifat produk keramik. Faktor – faktor yang menentukan proses dan mekanisme sintering antara lain adalah : jenis bahan, komposisi, bahan pengotornya, dan ukuran partikel.

Proses sintering dapat berlangsung apabila (Ristic, 1989 dan Randall, 1991):

a. Adanya transfer materi diantara butiran yang disebut proses difusi.

b. Adanya sumber energi yang dapat mengaktifkan transfer materi, dengan energi tersebut digunakan untuk menggerakkan butiran sehingga terjadi kontak dan ikatan yang sempurna.

Energi yang menggerakkan proses sintering disebut gaya dorong ( & ! )

yang ada hubungannya dengan energi permukaan butiran (γ ). Gaya dorong tersebut

dapat diillustrasikan sebagai dua buah bola dengan ukuran yang sama saling kontak dengan ukuran kontak x seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.4. (Randall,1991).

Difusi Permukaan

Difusi melekat

Difusi Volume

Difusi batas butir X

Penguapan kondensasi

Proses perpindahan materi (difusi) selama proses sintering ditunjukkan pada Gambar 2.4. Ada beberapa mekanisme difusi selama proses sintering (Randall,1991) yaitu difusi volum, difusi permukaan, difusi batas butir, dan difusi secara penguapan dan kondensasi seperti terlihat pada Gambar 2.5.

(1). Evavorasi kondensasi, (2).Difusi permukaan, (3).Difusi kisi permukaan, (4). Difusi batas butir, (5).

Difusi kisi pada batas butir (grain bonundary) dan (6) .Divusi volum.

Gambar 2.5 Mekanisme Perpindahan Materi Selama Sintering (William C,1991)

Tiap–tiap mekanisme difusi tersebut akan memberikan efek terhadap perubahan sifat fisis bahan sintering antara lain perubahan densitas dan porositas, penyusutan, dan pembesaran butir. Dengan adanya difusi tersebut maka akan terjadi kontak antara partikel dan erjadi suatu ikatan yang kuat diantara partikel.partikel. Disamping itu terjadi rekontruksi susunan partikel yang dapat menghilangkan atau mengurangi pori –pori yang beradadiantara partikel.

Proses difusi yang berlangsung ada beberapa macam antara lain : difusi volum, difusi permukaan, difusi kisi, dan kondensasi (William C,1991). Pada proses diusi akan memberikan efek terhadap perubahan sifat.sifat fisis yaitu : perubahan densitas, perubahan porositas, penyusutan, ukuran butir. Umumnya peningkatan densitas,

pengurangan pori dan penyusutan disebabkan karena adanya difusi volum dan difusi batas butir.

Faktor – factor yang dapat mempercepat laju proses sintering antara lain : ukuran partikel dan penggunaan aditif (Ristic, 1989). Untuk penggunaan partikel yang lebih kecil maka proses sintering akan dapat berjalan lebih cepat dibandingkan dengan penggunaan partikel yang lebih besar. Perubahan mikro struktur keramik selama proses sintering, mulai dari bentuk serbuk hingga akhir sintering diperlihatkan pada Gambar 2.6.

Melalui proses pencetakan terjadi penggabungan atau pengelompokan beberapa butiran, tetapi butiran satu dengan yang lainnya belum terikat kuat. Ikatan antara butiran akan menjadi kuat setelah proses sintering, dimana akan terjadi penyusutan dimensi yang disertai pengurangan pori yang ada diantara butiran. Dengan demikian material yang telah disintering akan menjadi semakin padat dan kuat (William, 1991).

Proses sintering keramik melalui beberapa tahapan, seperti ditunjukkan pada gambar berikut ini ( Randall, 1991 ).

Adapun tahapan – tahapan pada proses sintering adalah :

a) Tahapan awal (Gambar 2.7.a) : Partikel.partikel keramik saling kontak satu

dan yang lainnya setelah proses pencetakan.

Gambar 2.7.a Tahap Awal Gambar 2.7.b Tahap Awal Sintering

Gambar 2.7.c Tahap Pertengahan Sintering Gambar 2.7.d Tahap Akhir Sintering

b) Tahapan awal sintering (Gambar 2.7.b) : Pada tahapan ini sintering mulai berlangsung dan permukaan kontak kedua partikel semakin lebar. Perubahan ukuran butiran dan pori belum terjadi.

c) Tahapan pertengahan sitering (Gambar 2.7.c) : Pori. pori pada batas butir saling menyatu dan terjadi pembentukan kanal – kanal pori dan ukuran butir mulai membesar.

d) Tahapan akhir sintering (Gambar 2.7.d) : Pada tahapan ini batas butir bergerak dan terjadi pembesaran ukuran butiran sampai kanal – kanal pori tertutup dan sekaligus terjadi penyusutan.

Peningkatan densitas dan penyusutan lebih banyak disebabkan oleh adanya difusi volum dan difusi batas butir (Randall, 1991). Laju penyusutan dipengaruhi oleh waktu dan suhu sintering.

Pengaruh suhu sintering terhadap perubahan densitas dan porositas saling berlawanan. Apabila suhu sintering makin tinggi, maka kekuatan mekanik dan ukuran butir makin besar sedangkan porositas dan sifat listriknya menurun. Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material. Ada dua macam densitas (Randall,

1991) yaitu " dan densitas teoritis # " ,. Dalam hal ini yang

diukur adalah bulk density, merupakan densitas sampel yang berdasarkan volum sampel termasuk dengan pori atau rongga.

2.6 KARAKTERISASI 2.6.1 Densitas dan Porositas

Bulk density untuk benda padatan yang besar dengan bentuk yang beraturan pengukuran berat dan volumenya dilakukan dengan cara mengukur dimensinya.

Untuk benda yang bentuknya tidak beraturan maka " .nya ditentukan

dengan metode Archimedes yaitu dengan persamaan sebagai berikut :

HO k g b s b2 ) m m ( m m = ρ . . Keterangan: b ρ : " (g/cm3) O H2 ρ : densitas air (g/cm3) ms : massa sampel kering (g)

mb : massa sampel direndam di dalam air (g) mg : massa sampel di gantung dalam air (g) mk : massa kawat penggantung (g)

Porositas pada suatu material keramik dinyatakan dalam persen (%) rongga atau fraksi volume dari suatu rongga yang ada di dalam material tersebut. Porositas dinyatakan dalam persen yang menghubungkan antara volum pori terbuka terhadap volum benda keseluruhan yang memenuhi persamaan berikut :

P= (mb x 100% (2.1) (2.2)

Keterangan :

P : porositas ( % )

ms : massa sampel kering (g)

mb : massa sampel direndam di dalam air (g) mg : massa sampel di gantung dalam air (g) mk : massa kawat penggantung (g)

2.6.2 Kekerasan

Kekerasan didefenisikan sebagai ketahanan bahan terhadap penetrasi atau ketahanan terhadap deformasi dari permukaan bahan. Ada tiga tipe pengujian terhadap ketahanan bahan yaitu ;

1.Cara lekukan # )

2.Pantulan ( )

3.Goresan ( "! ! )

Untuk pengujian kekerasan bahan dengan cara lekukan umumnya digunakan adalah Brinell, Rockwell, dan Vickers. Dengan menggunakan alat Micro Hardness Tester, dapat diukur kekerasan (- ! " "", Hv) suatu bahan dengan hubungan sebagai berikut :

Hv = 1.81731 x 10B4 2 D

P

Keterangan : P : beban yang diberikan (N)

D : panjang diagonal (m)

2.6.3 Kekuatan Patah ( )

Kekuatan patah dikenal juga sebagai " ' (MOR) yang

menyatakan ukuran ketahanan bahan terhadap tekanan mekanis dan tekanan panas ( " "") selama penggunaannya. Kekuatan patah ini berkaitan dengan komposisi, struktur material, pori dan ukuran butir .

Ada dua cara pengujian untuk menentukan kekuatan patah material yang berdasarkan titik tumpuan yaitu ; tiga titik tumpu (triple point bending) dan empat

titik tumpu ( ). Dalam hal ini dibatasi hanya pada pengujian tiga

titik tumpu ( ) saja.

Kekuatan patah suatu bahan berbentuk balok dihitung dengan cara menggunakan persamaan : r 2 bh 2 L P 3 = σ Keterangan: σr : Kekuatan patah (N/cm2) P : Gaya pada puncak beban (N)

L : jarak antara tumpuan (cm)

b : lebar benda uji (cm)

H : tinggi beban uji (cm)

2.6.4 Koefisien Ekspansi Termal

Pada umumnya material bila dipanaskan atau didinginkan akan mengalami perubahan panjang atau volume secara bolak.balik ( & " ) selama material tersebut tidak mengalami kerusakan (distorsi) yang permanen.

Sifat ekspansi termal suatu bahan keramik sangat penting karena ada kaitannya dengan aplikasi, pemilihan bahan untuk suatu proses pengglasiran keramik atau untuk

penyambungan (. ) keramik.

Perubahan panjang relatif terhadap panjang awal sampel yang berhubungan dengan suhu ( T ) disebut sebagai koefisien ekspansi termal.

Koefisien ekspansi termal dapat ditentukan melalui persamaan sebagai berikut :

1

Dokumen terkait