• Tidak ada hasil yang ditemukan

dari pemanfaatan biawak tersebut belum banyak digunakan seperti bagian organ dalamnya, antara lain saluran cernanya. Biawak merupakan hewan karnivora yang memangsa berbagai jenis burung, ayam, ikan, serta mamalia kecil seperti tikus dan cecurut. Reptil ini memangsa korbannya hidup-hidup termasuk dengan bulunya kemudian hasil pencernaannya dikeluarkan dalam bentuk feses tanpa ada sisa bulu ayam ataupun burung. Hal ini diduga di dalam saluran pencernaannya terdapat suatu zat atau enzim yang dapat menghancurkan bulu tersebut. Komponen utama pada bulu adalah protein keratin yang kaya akan sistein dan sistin. Oleh karena itu diduga terdapat suatu enzim keratinase di dalam saluran cerna biawak.

Keratinase termasuk enzim protease yang merupakan enzim ekstraseluler. Enzim ini dihasilkan di dalam sel tetapi dikeluarkan ke dalam media untuk menghidrolisis dan mendegradasi komponen kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah larut. Enzim keratinase banyak digunakan pada kosmetik dan teknologi kulit. Secara komersial enzim

tersebut dapat diekstraksi dari Streptomyces

frandiae danStreptomyces mikrolavus. Enzim ini baik sekali untuk memecah ikatan disulfida keratin pada bulu (Winarno 1983). Selain untuk kosmetik, penggunaan enzim banyak digunakan untuk pengolahan limbah dan juga pakan hewan. Contohnya, enzim keratinase ini dapat diaplikasikan pada limbah bulu ayam yang dijadikan tepung bulu ayam sebagai bahan pakan alternatif yang mempunyai kandungan protein tinggi. Enzim keratinase ini ditambahkan agar dapat mendegradasi bulu ayam tersebut. Hal ini karena bulu ayam mengandung keratin yang merupakan protein serat khusus, tidak larut dalam air dan sulit dicerna (Rawn 1989).

Penelitian ini bertujuan mengisolasi dan mengetahui pencirian enzim protease yang mempunyai aktivitas keratinase dari ekstrak kasar lapisan atas (mukosa) usus biawak air. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi adanya suatu enzim keratinase

dalam saluran cerna biawak sehingga dapat meningkatkan nilai ekonomi dari hewan tersebut.

TINJAUAN PUSTAKA

Biawak Air (Varanus salvator)

Biawak merupakan hewan yang masuk dalam golongan kadal besar, suku biawak-biawakan (varanidae). Biawak dalam bahasa lain disebut sebagai bayawak (Sunda), menyawak atau nyambik (Jawa), berekai

(Madura), dan monitor lizard atau goanna

(Inggris). Biawak banyak macamnya, yang terbesar dan terkenal ialah biawak komodo (V. komodoensis), yang panjangnya dapat melebihi 3 m.

Hewan berdarah dingin ini kerap ditemui di desa-desa dan perkotaan di Indonesia barat. Jenis biawak yang paling banyak adalah

biawak air dari jenis Varanus salvator.

Habitatnya di sekitar sungai dan rawa karena merupakan hewan yang semi-akuatik, oleh karena itu disebut sebagai biawak air.

Umumnya biawak dewasa mempunyai panjang tubuh (moncong hingga ujung ekor) sekitar 1 m, meskipun ada pula yang dapat mencapai 2.5 m. Bobot badan biawak jantan biasanya lebih besar sampai dua kali lipat dibandingkan betina. Biawak bereproduksi dengan bertelur dan paling tinggi pada bulan April sampai dengan Oktober (Bennet 1998). Ciri-ciri lainnya adalah adanya garis hitam dengan tepian kuning sepanjang tubuhnya dari kepala sampai ekor. Hewan ini biasanya beRwarna kecoklatan (Byers 2000). Gambar 1 memperlihatkan gambar dari biawak air.

Gambar 1 Biawak air (Tan 2001).

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Biawak merupakan kelas reptil yang kulitnya banyak dimanfaatkan sebagai bahan perhiasan juga dagingnya sebagai bahan makanan dan dipercaya dapat digunakan untuk obat kulit. Jenis biawak yang paling banyak dimanfaatkan dan dikonsumsi adalah

biawak air (Varanus salvator). Hasil limbah

dari pemanfaatan biawak tersebut belum banyak digunakan seperti bagian organ dalamnya, antara lain saluran cernanya. Biawak merupakan hewan karnivora yang memangsa berbagai jenis burung, ayam, ikan, serta mamalia kecil seperti tikus dan cecurut. Reptil ini memangsa korbannya hidup-hidup termasuk dengan bulunya kemudian hasil pencernaannya dikeluarkan dalam bentuk feses tanpa ada sisa bulu ayam ataupun burung. Hal ini diduga di dalam saluran pencernaannya terdapat suatu zat atau enzim yang dapat menghancurkan bulu tersebut. Komponen utama pada bulu adalah protein keratin yang kaya akan sistein dan sistin. Oleh karena itu diduga terdapat suatu enzim keratinase di dalam saluran cerna biawak.

Keratinase termasuk enzim protease yang merupakan enzim ekstraseluler. Enzim ini dihasilkan di dalam sel tetapi dikeluarkan ke dalam media untuk menghidrolisis dan mendegradasi komponen kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah larut. Enzim keratinase banyak digunakan pada kosmetik dan teknologi kulit. Secara komersial enzim

tersebut dapat diekstraksi dari Streptomyces

frandiae danStreptomyces mikrolavus. Enzim ini baik sekali untuk memecah ikatan disulfida keratin pada bulu (Winarno 1983). Selain untuk kosmetik, penggunaan enzim banyak digunakan untuk pengolahan limbah dan juga pakan hewan. Contohnya, enzim keratinase ini dapat diaplikasikan pada limbah bulu ayam yang dijadikan tepung bulu ayam sebagai bahan pakan alternatif yang mempunyai kandungan protein tinggi. Enzim keratinase ini ditambahkan agar dapat mendegradasi bulu ayam tersebut. Hal ini karena bulu ayam mengandung keratin yang merupakan protein serat khusus, tidak larut dalam air dan sulit dicerna (Rawn 1989).

Penelitian ini bertujuan mengisolasi dan mengetahui pencirian enzim protease yang mempunyai aktivitas keratinase dari ekstrak kasar lapisan atas (mukosa) usus biawak air. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi adanya suatu enzim keratinase

dalam saluran cerna biawak sehingga dapat meningkatkan nilai ekonomi dari hewan tersebut.

TINJAUAN PUSTAKA

Biawak Air (Varanus salvator)

Biawak merupakan hewan yang masuk dalam golongan kadal besar, suku biawak-biawakan (varanidae). Biawak dalam bahasa lain disebut sebagai bayawak (Sunda), menyawak atau nyambik (Jawa), berekai

(Madura), dan monitor lizard atau goanna

(Inggris). Biawak banyak macamnya, yang terbesar dan terkenal ialah biawak komodo (V. komodoensis), yang panjangnya dapat melebihi 3 m.

Hewan berdarah dingin ini kerap ditemui di desa-desa dan perkotaan di Indonesia barat. Jenis biawak yang paling banyak adalah

biawak air dari jenis Varanus salvator.

Habitatnya di sekitar sungai dan rawa karena merupakan hewan yang semi-akuatik, oleh karena itu disebut sebagai biawak air.

Umumnya biawak dewasa mempunyai panjang tubuh (moncong hingga ujung ekor) sekitar 1 m, meskipun ada pula yang dapat mencapai 2.5 m. Bobot badan biawak jantan biasanya lebih besar sampai dua kali lipat dibandingkan betina. Biawak bereproduksi dengan bertelur dan paling tinggi pada bulan April sampai dengan Oktober (Bennet 1998). Ciri-ciri lainnya adalah adanya garis hitam dengan tepian kuning sepanjang tubuhnya dari kepala sampai ekor. Hewan ini biasanya beRwarna kecoklatan (Byers 2000). Gambar 1 memperlihatkan gambar dari biawak air.

Gambar 1 Biawak air (Tan 2001).

Keratin merupakan protein serat yang membentuk rambut, bulu, dan kuku, serta kaya akan sistein dan sistin. Protein ini 14% terdiri dari sistin dan disulfida sebagai

jembatan antar molekul (Moran et al. 1966).

Menurut Lehninger (1995), -keratin kaya akan residu sistin yang dapat memberikan jembatan disulfida di antara rantai polipeptida yang berdekatan. Sistin terdiri atas dua molekul sistein.

Komponen utama pada bulu adalah protein keratin. Adanya ikatan silang yang terbelit dalam bentuk heliks dan saling berhubungan melalui ikatan disulfida, ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik, menyebabkan keratin sangat stabil, tidak larut dalam air, tahan terhadap asam atau basa kuat dan tahan terhadap enzim proteolitik yang disekresikan

oleh kelenjar pencernaan (Lin et al. 1992).

Keratin dapat dipecah menjadi molekul sederhana melalui reaksi kimia dan enzim. Kemudian molekul ini dapat dicerna oleh tripsin dan pepsin.

Tiap molekul protein dalam keratin mempunyai bentuk spiral, yang disebut spiral-- kanan. Kanan menunjukkan arah putaran dalam spiral itu. Tiap putaran spiral mengandung 3,6 residu asam amino. Jarak dari satu kumparan ke kumparan berikutnya adalah 5,4Å. Bentuk spiral ini tidak berubah terutama berkat ikatan hidrogen antara satu gugus amida-karbonil dan suatu gugus NH yang jaraknya 3,6 satuan asam amino. Bentuk spiral ini menghasilkan produk yang kuat, lunak, dan bersifat serat (Girindra 1986). Ikatan hidrogen antara suatu gugus asam amino dengan suatu gugus karboksil merupakan suatu penyumbang pada bentuk suatu molekul protein. Interaksi inter dan antar molekul juga menentukan struktur (Wijaya 2001).

Enzim adalah biokatalis yang diproduksi oleh sel hidup. Enzim mengkatalis reaksi biokimia spesifik pada substrat dan sering kali banyak enzim yang berbeda dibutuhkan sehingga terbentuk kerja sama dan keberhasilan reaksi metabolik yang dilakukan sel (Wijaya 2001).

Faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim adalah pH, suhu, konsentrasi substrat, konsentrasi enzim, dan waktu inkubasi. Suhu meningkatkan aktivitas enzim sampai suhu optimum, setelah itu protein enzim akan terdenaturasi dan terjadi inaktivasi. Begitu pula halnya dengan pH, pada pH optimum aktivitasnya akan maksimum, sedangkan diluar pH optimum aktivitasnya akan turun. Konsentrasi substrat dan enzim, juga waktu

inkubasi yang bertambah akan meningkatkan aktivitas enzim sampai tingkat tertentu, setelah itu aktivitasnya tetap (Sears & Walsh 1993).

Klasifikasi enzim berdasarkan jenis reaksi yang dikatalisis terdiri atas enam kelompok, yaitu oksidoreduktase, transferase, hidrolase, liase, isomerase, dan ligase (Suhartono 1989). Protease merupakan enzim yang berperan dalam reaksi yang melibatkan pemecahan protein. Enzim ini dalam kerjanya membutuhkan air dan termasuk kelas hidrolase. Enzim protease dihasilkan secara ekstraseluler oleh tanaman, hewan, maupun mikrob, dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam metabolisme sel dan keteraturan proses dalam sel (Ward 1983). Keratinase termasuk enzim protease yang merupakan enzim ekstraseluler. Enzim ekstraseluler adalah enzim dihasilkan di dalam sel tetapi dikeluarkan ke dalam media untuk menghidrolisis dan mendegradasi komponen kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah larut dan diserap oleh mikroorganisme. Enzim intraseluler dihasilkan di dalam sel dan melakukan aktivitasnya juga didalam sel. Enzim protease berdasarkan cara kerjanya dapat digolongkan dalam dua kelompok besar yaitu endopeptidase dan eksopeptidase (Winarno 1983).

Menurut Kim et al. (1992) aktivitas

keratinase dapat dideteksi dengan memakai kultur supernatan yang mengandung endapan amonium sulfat. Enzim ini melakukan aktivitas hidrolitik terhadap bulu secara optimal pada suhu 45°C dengan pH 8,5.

Sodium Dodecyl sulphate Polyacrilamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE)

Elektroforesis adalah teknik pemisahan komponen-komponen dengan pengaruh arus listrik (dalam medan listrik) sehingga terjadi laju perpindahan. Jika suatu zat bermuatan diberi potensial, maka zat tersebut akan berpindah sepanjang medium yang kontinu ke arah katode atau anode sesuai dengan muatan yang dibawanya. Menurut Khopkar (1990), elektroforesis diklasifikasikan menjadi tiga

kelompok utama, yaitu elektroforesis Free

Boundary, elektroforesis zona/wilayah dan elektroforesis kontinu.

Elektroforesis SDS-PAGE termasuk ke dalam kelompok elektroforesis zona/wilayah, yaitu kelompok elektroforesis yang dibedakan berdasarkan medium penyangganya. Elektroforesis SDS-PAGE menggunakan gel buatan sebagai medium penyangga. Gel yang digunakan terbentuk dari polimerisasi

akrilamida dengan N’N’-metilen bis-akrilamida sehingga terbentuk ikatan silang karena polimerisasi akrilamida sendiri hanya menghasilkan ikatan linear yang tidak membentuk gel kaku (Girindra 1993).

Polimerisasi dapat terjadi dengan cepat pada suhu kamar dengan adanya katalis dan inisiator. Katalis dan inisiator yang umum digunakan adalah N,N,N’,N’-tetrametiletilendiamin (TEMED) dan ammonium persulfat (APS) yang berperan sebagai sumber radikal bebas yang akan menginisiasi pembentukan polimer (Girindra 1993). Pada metode ini, digunakan sodium dodesil sulfat (SDS) dan 2-merkaptoetanol. Sodium Dodesil Sulfat (SDS) merupakan detergen anionik yang bersama dengan 2-merkaptoetanol dan pemanasan menyebabkan rusaknya struktur tiga dimensi protein menjadi konfigurasi acak. Hal ini disebabkan karena pecahnya ikatan disulfida yang selanjutnya tereduksi menjadi gugus-gugus sulfhidrin (Girindra 1993).

Bufer tris digunakan dalam proses elektroforesis SDS-PAGE ini. Bufer tris berfungsi sebagai medium penyangga untuk mengarahkan dan mengatur arus, juga digunakan sebagai pelarut materi sampel. Jadi, arus antara elektrode diatur oleh ion sampel dan bufer dalam larutan, sedangkan arus lainnya diatur oleh elektron (Girindra 1993). Pergerakan partikel di dalam media tergantung pada ukuran partikel dan ukuran media penunjang. Ukuran pori dari gel akan ditentukan oleh konsentrasi gel poliakrilamida. Protein yang besar mempunyai mobilitas yang lebih lambat dibandingkan dengan kompleks protein yang lebih kecil. Bobot molekul protein dapat ditentukan dengan kalibrasi menggunakan standar protein yang sudah diketahui bobot molekulnya. Teknik elektroforesis gel banyak digunakan baik di bidang kimia maupun biokimia karena memiliki banyak keuntungan, diantaranya memiliki daya resolusi tinggi, sederhana, dan mudah dibawa (Girindra 1993).

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah usus biawak air dewasa ukuran 1 m, akrilamida, bis-akrilamida, buffer Tris-HCl pH 8.8 dan 6.8, buffer fosfat 50 mM pH 7, larutan buffer universal pH 3-12, tirosin 5 mM, TCA (trichloro acetic acid) 0.1 M, Na2CO3 0.4 M,

kasein Hammarsten, pereaksi Folin-Ciocalteau, bovine serum albumin (BSA) fraksi v, pereaksi Bradford, bulu ayam, TEMED (N,N,N’,N’-tetrametiletilendiamina), larutan SDS 10% (b/v), glisin, gliserol 50% (v/v), larutan 2-merkaptoetanol, ammonium

persulfat, marker low molecular weight

(LMW) (Bio-Rad), bromfenol biru 1% (b/v),

coomassie brilliant blue R-250, metanol, asam asetat glasial, dan NaCl, KCl, MgCl2, CaCl2.

Alat-alat yang digunakan Spektronik (Hexios), perangkat sel SDS-PAGE (Bio-Rad), sentrifus mikro berpendingin (Beckman), tabung eppendorf, mikroskop fotostereo (Labophot-2 Nikon).

Metode Penelitian

Ekstraksi dan preparasi sampel usus

Usus biawak air dicuci dengan akuades dan diidentifikasi bagian-bagian ususnya. Kemudian dibelah dan dipotong sesuai bagiannya, yaitu duodenum, jejenum, ileum, dan kolon sehingga terlihat bagian dalamnya. Bagian dalam usus dikerok dengan hati-hati untuk memperoleh lapisan atas usus (mukosa) Lapisan atas usus (mukosa) (2% v/v) dilarutkan dalam 50 mM bufer fosfat pH 7,0 dan diaduk dengan vorteks selama satu menit. Kemudian larutan tersebut dipisahkan dengan sentrifus pada kecepatan 6000 G dan suhu 4 °C selama 10 menit. Supernatan yang diperoleh berupa ekstrak enzim. Ekstrak enzim ini merupakan ekstrak kasar dari usus yang kemudian digunakan untuk pencirian enzim keratinase.

Kadar protein

Kadar protein ditentukan dengan metode

Bradford (1976), menggunakan bovine serum

albumin (BSA) sebagai standar protein. Sebanyak 100 µl enzim ditambahkan ke dalam tabung yang berisi 1ml akuades dan 1 ml pereaksi Bradfofd. Perlakuan pada blanko, larutan enzim diganti dengan akuades. Selanjutnya larutan tersebut diaduk dengan vorteks dan didiamkan selama 20 menit pada suhu ruang. Absorbans larutan diukur pada panjang gelombang 595 nm.

Kurva standar protein menggunakan BSA Fraksi V dengan kisaran konsentrasi 0,1–1,0 mg/ml. Konsentrasi protein enzim ditentukan berdasarkan persamaan garis linier hubungan antara konsentrasi standar protein dan absorbansi.

akrilamida dengan N’N’-metilen bis-akrilamida sehingga terbentuk ikatan silang karena polimerisasi akrilamida sendiri hanya menghasilkan ikatan linear yang tidak membentuk gel kaku (Girindra 1993).

Polimerisasi dapat terjadi dengan cepat pada suhu kamar dengan adanya katalis dan inisiator. Katalis dan inisiator yang umum digunakan adalah N,N,N’,N’-tetrametiletilendiamin (TEMED) dan ammonium persulfat (APS) yang berperan sebagai sumber radikal bebas yang akan menginisiasi pembentukan polimer (Girindra 1993). Pada metode ini, digunakan sodium dodesil sulfat (SDS) dan 2-merkaptoetanol. Sodium Dodesil Sulfat (SDS) merupakan detergen anionik yang bersama dengan 2-merkaptoetanol dan pemanasan menyebabkan rusaknya struktur tiga dimensi protein menjadi konfigurasi acak. Hal ini disebabkan karena pecahnya ikatan disulfida yang selanjutnya tereduksi menjadi gugus-gugus sulfhidrin (Girindra 1993).

Bufer tris digunakan dalam proses elektroforesis SDS-PAGE ini. Bufer tris berfungsi sebagai medium penyangga untuk mengarahkan dan mengatur arus, juga digunakan sebagai pelarut materi sampel. Jadi, arus antara elektrode diatur oleh ion sampel dan bufer dalam larutan, sedangkan arus lainnya diatur oleh elektron (Girindra 1993). Pergerakan partikel di dalam media tergantung pada ukuran partikel dan ukuran media penunjang. Ukuran pori dari gel akan ditentukan oleh konsentrasi gel poliakrilamida. Protein yang besar mempunyai mobilitas yang lebih lambat dibandingkan dengan kompleks protein yang lebih kecil. Bobot molekul protein dapat ditentukan dengan kalibrasi menggunakan standar protein yang sudah diketahui bobot molekulnya. Teknik elektroforesis gel banyak digunakan baik di bidang kimia maupun biokimia karena memiliki banyak keuntungan, diantaranya memiliki daya resolusi tinggi, sederhana, dan mudah dibawa (Girindra 1993).

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah usus biawak air dewasa ukuran 1 m, akrilamida, bis-akrilamida, buffer Tris-HCl pH 8.8 dan 6.8, buffer fosfat 50 mM pH 7, larutan buffer universal pH 3-12, tirosin 5 mM, TCA (trichloro acetic acid) 0.1 M, Na2CO3 0.4 M,

kasein Hammarsten, pereaksi Folin-Ciocalteau, bovine serum albumin (BSA) fraksi v, pereaksi Bradford, bulu ayam, TEMED (N,N,N’,N’-tetrametiletilendiamina), larutan SDS 10% (b/v), glisin, gliserol 50% (v/v), larutan 2-merkaptoetanol, ammonium

persulfat, marker low molecular weight

(LMW) (Bio-Rad), bromfenol biru 1% (b/v),

coomassie brilliant blue R-250, metanol, asam asetat glasial, dan NaCl, KCl, MgCl2, CaCl2.

Alat-alat yang digunakan Spektronik (Hexios), perangkat sel SDS-PAGE (Bio-Rad), sentrifus mikro berpendingin (Beckman), tabung eppendorf, mikroskop fotostereo (Labophot-2 Nikon).

Metode Penelitian

Ekstraksi dan preparasi sampel usus

Usus biawak air dicuci dengan akuades dan diidentifikasi bagian-bagian ususnya. Kemudian dibelah dan dipotong sesuai bagiannya, yaitu duodenum, jejenum, ileum, dan kolon sehingga terlihat bagian dalamnya. Bagian dalam usus dikerok dengan hati-hati untuk memperoleh lapisan atas usus (mukosa) Lapisan atas usus (mukosa) (2% v/v) dilarutkan dalam 50 mM bufer fosfat pH 7,0 dan diaduk dengan vorteks selama satu menit. Kemudian larutan tersebut dipisahkan dengan sentrifus pada kecepatan 6000 G dan suhu 4 °C selama 10 menit. Supernatan yang diperoleh berupa ekstrak enzim. Ekstrak enzim ini merupakan ekstrak kasar dari usus yang kemudian digunakan untuk pencirian enzim keratinase.

Kadar protein

Kadar protein ditentukan dengan metode

Bradford (1976), menggunakan bovine serum

albumin (BSA) sebagai standar protein. Sebanyak 100 µl enzim ditambahkan ke dalam tabung yang berisi 1ml akuades dan 1 ml pereaksi Bradfofd. Perlakuan pada blanko, larutan enzim diganti dengan akuades. Selanjutnya larutan tersebut diaduk dengan vorteks dan didiamkan selama 20 menit pada suhu ruang. Absorbans larutan diukur pada panjang gelombang 595 nm.

Kurva standar protein menggunakan BSA Fraksi V dengan kisaran konsentrasi 0,1–1,0 mg/ml. Konsentrasi protein enzim ditentukan berdasarkan persamaan garis linier hubungan antara konsentrasi standar protein dan absorbansi.

Pencirian enzim protease diuji secara kuantitatif dengan metode spektrofotometri (Bregmeyer 1983) meliputi: pengaruh suhu, pengaruh pH, dan pengaruh ion logam serta SDS-PAGE untuk menentukan bobot molekul pita protein

Analisis aktivitas protease

Aktivitas protease diukur secara kuantitatif dengan metode Bergmeyer (1983) dengan menggunakan substrat kasein Hammarsten (2% b/v). Ada tiga perlakuan analisis yang dilakukan, yaitu blanko, standar, dan sampel. Sebanyak 50 µl larutan enzim ditambahkan ke dalam tabung eppendorf yang berisi 250 µl kasein 2% b/v dan 250 µl bufer fosfat 50 mM, pH 7. Perlakuan pada blanko dan standar, larutan enzim digantikan dengan akuades dan tirosin 5 mM.

Larutan tersebut diinkubasi pada suhu 55 °C selama 5 menit (suhu dan waktu inkubasi optimum enzim). Reaksi hidrolisis dihentikan dengan cara penambahan 500 µl TCA 0,1 M. Pada blanko dan standar ditambahkan 50 µl larutan enzim, sedangkan pada sampel ditambahkan 50 µl akuades. Selanjutnya, larutan diinkubasi kembali pada suhu 37 °C selama 10 menit, dilanjutkan dengan sentrifus pada kecepatan 6000 G dan suhu 4 °C selama 10 menit.

Sebanyak 375 µl supernatan ditambahkan ke dalam tabung berisi 1,25 ml Na2CO3 0,4 M dan 250 µl pereaksi Folin-Ciocalteau, lalu diinkubasi kembali pada suhu 37 °C selama 20 menit. Absorbans larutan diukur pada panjang gelombang 578 nm. Satu unit aktivitas protease didefinisikan sebagai jumlah enzim yang dapat menghasilkan 1 µmol produk tirosin per menit pada kondisi pengukuran. Aktivitas enzim diukur berdasarkan persamaan berikut:

Aktivitas protease (U/ml) =

asi waktuinkub enceran faktorpeng Ablanko dar As Ablanko Asampel Χ − − tan

Pengaruh suhu terhadap enzim

Penentuan suhu optimum dilakukan dengan uji aktivitas enzim pada berbagai suhu (45 65 °C) dalam 50mM bufer fosfat pH 7,0 selama 0–20 menit, lalu disentrifugasi pada kecepatan 6000 G dan suhu 4 °C selama 10 menit. Supernatan berupa filtrat enzim diuji aktivitasnya secara kuantitatif.

Pengaruh pH terhadap enzim

Optimasi pH enzim dilakukan pada suhu optimum dengan cara analisis aktivitas enzim dengan menggunakan bufer universal pH

12.

Pengaruh ion logam terhadap enzim

Pengaruh aktivitas protease terhadap ion logam ditentukan dengan cara inkubasi 100 µl enzim dan 100 l larutan ion logam dengan konsentrasi akhir 5 mM selama 1 jam pada suhu ruang, lalu dianalisis aktivitas proteinnya secara kuantitatif. Ion logam yang digunakan yaitu NaCl, MgCl2, CaCl2, KCl.

SDS-PAGE

Analisis SDS-PAGE bertujuan mengetahui berapa banyak pita yang muncul pada gel (kualitatif) dan untuk menentukan nilai bobot molekul dari pita yang terbentuk (kuantitatif).

Tahapan kerja yang dilakukan dalam analisis SDS-PAGE meliputi: preparasi gel pemisah dan penahan, preparasi sampel dan

loading, kondisi running, pewarnaan gel, dan pelunturan warna

Preparasi gel pemisah dan gel penahan

Pembuatan gel pemisah 12% dan gel penahan 4% untuk SDS-PAGE dilakukan dengan komposisi yang tertera pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisi gel pemisah dan gel

penahan untuk SDS-PAGE.

Keterangan: Larutan A-C (Lampiran 2), APS=ammonium persulfat, TEMED= N,N,N’,N’-tetraetilendiamin.

Preparasi sampel danloading

Khusus SDS-PAGE, sebanyak 20 µl sampel ditambahkan dengan 10 µl bufer sampel yang mengandung 2-merkaptoetanol, lalu dipanaskan pada suhu 100 °C selama 2-5 menit, volume marker LMW yang digunakan adalah 10 µl. Pereaksi Gel pemisah 12% Gel penahan 4% Larutan A (ml) 6,78 0,74 Larutan B (ml) 3,90 -Larutan C (ml) - 1,31 Akuades (ml) 4,24 2,92 APS (ml) 75,00 25,00 TEMED (µl) 7,50 5,00 Total (ml) 15,00 5,00

Kondisi running, pewarnaan, dan pelunturan warna

Gel dijalankan (running) pada tegangan

150 V selama 1 jam dalam bufer elektroforesis. Pada SDS-PAGE, setelah elektroforesis, gel langsung diwarnai dengan

larutan pewarna (coomassie brilliant blue

R-250) selama 15 menit. Pelunturan warna pada gel dilakukan dengan larutan peluntur (metanol, asam asetat glasial, akuades) berulang kali hingga didapatkan pita protein biru dengan latar belakang gel tidak bewarna.

UjiIn Vitro Aktivitas Keratinase

Uji in vitro dilakukan dengan menggunakkan substrat bulu ayam yang dibuat tepung dan dilakukan pengenceran pada substrat tersebut untuk uji aktivitas dari enzim keratinase.

Persiapan substrat tepung bulu ayam

Bulu ayam dicuci bersih dan dijemur

Dokumen terkait