• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBUATAN POLA DAN CETAKAN

Dalam dokumen Modul Pengecoran Logam AA .pdf (Halaman 28-60)

Pengecoran adalah proses penuangan logam cair ke dalam cetakan yang memiliki rongga sesuai dengan bentuk yang direncanakan, kemudian dibiarkan mendingin dan membeku didalam cetakan sehingga dihasilkan suatu produk coran. Dalam proses ini, beberapa hal yang harus dilakukan untuk membuat produk coran adalah pencairan logam, pembuatan cetakan dan inti, penuangan logam cair, pembongkaran, pembersihan coran dan pengerjaan akhir.

Pemilihan cetakan pasir yang akan digunakan pada proses pengecoran logam dipengaruhi oleh beberapa faktor teknis dan pertimbangan ekonomisnya. Ada beberapa jenis cetakan pasir yang biasa dipergunakan, yaitu antara lain:

a. Cetakan pasir basah b. Cetakan pasir kering c. Cetakan pasir CO2 proses d. Cetakan pasir kulit

e. Cetakan pasir yang mengeras sendiri lainnya

Proses pengecoran dengan cetakan pasir dilakukan dengan menggunakan gaya gravitasi secara natural agar logam cair dapat mengisi rongga cetakan dengan baik, oleh karena itu desain sistim saluran (gating system) akan sangat menentukan kualitas produk cor. Setiap tahapan yang dilakukan harus menyesuaikan dengan diagram alir proses pengecoran yang merupakan urutan dari tahapan proses pengecoran untuk menghasilkan produk cor yang baik dengan produktivitas yang tinggi. Berikut ini adalah contoh diagram alir proses pengecoran cetakan pasir yang sering dilakukan di industri pengecoran pada umumnya.

Diagram alir proses pengecoran dengan cetakan pasir. 2.1 Pola

Pola atau pattern adalah suatu model yang memiliki ukuran dan bentuk yang sama dengan bentuk produknya kecuali pada bidang-bidang tertentu yang disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti bidang-bidang pisah (parting line), bentuk rongga (cavity), dan proses pemesinannya. yang menyebabkan kesulitan untuk dibentuk langsung pada pola.

Faktor-faktor tersebut selanjutnya akan diantisipasi dengan perhitungan penyusutan logam dan toleransi pemesinannya. Untuk itu ada beberapa faktor diatas yang harus diperhatikan pada saat perencanaan pola yaitu.

2.2.1 Bidang pisah (Parting line)

Fungsi dari bidang pisah ini adalah memisahkan atau membuat partisi dari bagian pola bagian atas (cope) dan dengan pola bagian

bawah (drag). Untuk itu bagian pola atas dan bawah harus memiliki acuan agar tidak mengalami kesalahan dimensi.

2.2.2 Penyusutan Pola

Pada setiap pola yang akan harus diketahui dahulu material apa yang akan digunakan untuk pembuatan produk. Ukuran pola harus ditambahkan dengan ukuran penyusutannya, setiap logam memiliki nilai penyusutan berbeda, antara lain besi cor memiliki nilai penyusutan (shringkage) sebesar 1%, aluminium 1.5 % dan baja 2%.

2.2.3 Kemiringan Pola

Setiap pola yang akan dibuat harus memiliki kemiringan tertentu yaitu dengan tujuan agar pada waktu pencabutan model dari cetakannya, pola tersebut tidak mengalami kerusakan dan memudahkan pada saat proses pencabutan pola dari cetakannya.

Kemiringan setiap pola tergantung pada tinggi rendahnya ukuran pola tersebut jika ukuran dari suatu pola tinggi maka kemiringannya kecil, sedangkan jika ukuran dari suatu pola rendah maka kemiringannya besar. Pada aplikasinya dilapangan ternyata kemiringan yang dibuat tersebut adalah ±1o dan juga dipengaruhi oleh faktor kesulitan suatu dari pola.

2.2.4 Bahan dan Jenis Pola

Bahan-bahan yang dipakai untuk pola yaitu kayu, resin, atau logam. Dalam proses pengecoran tertentu atau khusus digunakan pola plaster atau lilin.

A. Pola Kayu

Kelebihan bahan pola dari kayu yaitu:

 Digunakan untuk pola yang bentuk dan ukurannya rumit.

 Mudah didapat.

 Mudah dikerjakan (proses pengerjaannya mudah)

Kekurangan bahan pola dari kayu yaitu:

 Tidak bisa mengerjakan produksi massal.

 Sering terjadi penyusutan. B. Pola Logam

Kelebihan bahan pola dari logam yaitu:

 Bisa digunakan untuk produksi massal

 Mudah didapat.

Kekurangan dari bahan pola logam yaitu:

 Tingkat kesulitan perjakan

 Tidak bisa mengerjakan pola yang rumit bentuk maupun ukurannya.

C. Resin sintetis

Kelebihan bahan pola dari resin sintetis yaitu:

 Dapat digunakan untuk bentuk dan ukuran yang rumit

 Biasanya untuk produksi massal

Kekurangan bahan pola dari resin sintetis yaitu:

 Harganya relatif mahal dan sulit didapat 2.2.5 Peralatan Pembuatan Pola

Proses manufaktur pola kayu memerlukan alat-alat kerja kayu (carpenter) yang cukup modern, seperti gergaji mesin, alat penghalus permukaan, bor kayu, dan alat-alat pahat. Proses pembuatanya sendiri cukup rumit karena alat ukur yang digunakan memiliki panjang yang berbeda dengan ukuran normal akibat adanya nilai penyusutan logam, untuk itu sangat diprlukan ketelitian pada saat pembuatanya.

Pola yang terbuat dari logam diproses dengan menggunakan mesin-mesin yang cukup canggih seperti dengan menggunakan mesin CNC (computerize numerical control), Wire cut, dan mesin konvensional seperti bangku bubut, freis, bor, dan gerinda.

Tujuan utama pembuatan cetakan pasir dengan bantuan pola, adalah sebagai berikut:

 Untuk mendapatkan produk coran dengan kualitas geometri yang baik, seperti bentuk, dimensi dan posisi.

 Mempertinggi efisiensi dan produktivitas proses pengecoran massal.

Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam perancangan pola adalah sebagai berikut:

 Menetapkan parting line sebagai pemisah antara cope dan drag.

 Menentukan tambahan dimensi akibat penyusutan logam dan akibat goyangan pada saat pola dilepas dari rongga cetakan.

 Menentukan kemiringan pola agar mudah dilepaskan dari rongga cetak.

 Menentukan tambahan dimensi untuk kompensasi dari adanya proses pemesinan.

2.3 Sistim Saluran

Saluran tuang dapat didefinisikan secara sederhana sebagai suatu bagian untuk mengalirnya logam cair mengisi rongga cetakan. Bagian-bagiannya meliputi cawan tuang (pouring basin), saluran turun (sprue), saluran pengalir (runner), dan saluran masuk (ingate). Sistem saluran yang ideal harus memenuhi kriteria seperti; mengurangi cacat, menghindari penyusutan dan dapat mengurangi biaya produksi, berikut adalah uraian dari karakteristik sistim saluran yaitu:

a. Dapat mengurangi terjadinya turbulensi aliran logam cair kedalam rongga cetakan. Turbulensi akan menyebabkan terjebaknya gas-gas/udara atau kotoran (slag) didalam logam cair yang dapat menghasilkan cacat coran.

b. Mengurangi masuknya gas-gas kedalam logam cair.

c. Mengurangi kecepatan logam cair yang mengalir kedalam cetakan, sehingga tidak terjadi erosi pada cetakan.

d. Mempercepat pengisian logam cair kedalam rongga cetak untuk menghindari pembekuan dini.

e. Mengakomodir pembekuan terarah (directional solidification) pada produk coran.

f. Gradien temperatur yang terjadi saat masuknya logam cair kedalam cetakan harus sama baiknya dengan gradien temperatur pada permukaan cetakan sehingga pembekuan dapat diarahkan menuju riser.

Berikut ini ditunjukkan jenis-jenis dari sistim saluran:

Sistim saluran terdiri atas:

 Saluran masuk (gate).

 Saluran pengalir (runner).

 Saluran turun (sprue).

Penentuan coran dalam sistem saluran:

• Tempatkan dimensi coran yang besar pada bagian bawah.

• Minimalkan tinggi dari coran.

• Tempatkan daerah terbuka dibagian bawah.

• Tempatkan coran sedemikian rupa hingga riser berada pada tempat tertinggi dari coran untuk bagian yang besar.

• Umumnya runner, gate dan sprue ditempatkan pada drag.

• Tempatkan bidang pisah (parting plane) relatif serendah mungkin terhadap coran.

• Tempatkan bidang pisah pada bagian dimana coran mempunyai luas permukaan terbesar.

2.3.1 Sprue

Sprue atau saluran tuang adalah suatu saluran vertikal tempat penuangan atau pouring logam cair yang berada pada daerah diatas parting line yang akan meneruskan logam cair kedalam gate, riser dan produk cor. Secara umum bentuk saluran masuk ada beberapa tipe diantaranya adalah sprue seperti terompet danpouring basin (bush) yang berbentuk seperti kotak makanan.

Saluran masuk logam cair sprue dan basin.

Posisi dan tinggi sprue sangat menentukan kecepatan alir dari logam cair yang akan mengisi rongga cetakan. Oleh karena itu untuk perhitungan tinggi sprue efektif (ESH, effective sprue height) kita dapat menghitungnya dengan persamaan. C P H ESH 2 2   H = Tinggi sprue. (Cm) C = Tinggi coran. (Cm)

P = Tinggi coran daricope hingga bagian teratasnya. (Cm)

Disain sprue/downsprue merupakan bagian yang penting saat logam cair dituangkan. Disain sprue harus menghindarkan terjadinya turbulensi logam cair. Aliran logam yang turbulen akan menyebabkan meningkatkan daerah yang terkena udara sehingga sehingga oksidasi mudah terjadi. Oksida yang terbentuk akan naik ke permukaan logam cair sehingga menyebabkan coran menjadi kasar permukaannya atau oksida akan terjebak didalam coran dan menyebabkan cacat.

• Ukuran sprue harus dapat membatasi laju aliran logam cair (jika sprue besar, laju aliran akan tinggi akibatnya terbentuk dross, dengan blind-ends pada runner akan menjebak dross yang tidak diinginkan.)

• Ukuran sprue yang dibuat menjadikan laju aliran tetap.

• Bentuk sprue persegi panjang lebih baik dibandingkan dengan bentuk bulat untuk luas permukaan yang sama (menghindarkan kecenderungan aliran berputar (vortex formation)).

Contoh-contoh sprue:

• Ukuran standar sprue menurut Swift, Jackson dan Eastwood 0,5÷1,5 in2 (1,27÷3,81 cm2) untuk bentuk persegi panjang ataupun bulat. Sprue bulat dengan ketinggian yang rendah tidak akan menyebabkan vortex problem, mudah dibuat dan ekonomis untuk bentuk coran kecil .

• Ketinggian sprue ditentukan oleh tinggi coran dan riser.

• Sprue ditempatkan sejauh mungkin dari saluran masuk (ingates).

• Sprue ditempatkan dibagian tengah pengalir (runner).

• Ukuran sprue 1,27x0,48 cm untuk coran kecil dan 2,54x16 cm untuk coran tipis yang besar.

• Sprue dibuat bentuk meruncing (tapered).

• Metoda lain untuk membersihkan logam cair sebelum memasuki gate dan runner, adalah dengan menggunakan secondary sprue:

Pertimbangan untuk menentukan lokasi sprue, yaitu:

 Kemudahan untuk proses pouring.

 Distribusi logam cair dapat merata kedalam cetakan.

 Panjang runner dari sprue.

2.3.2 Runners

• Menggunakan standar dan ukuran yang umum dipakai.

• Bentuk persegi panjang, baik digunakan untuk cetakan pasir.

• Membuat perpanjangan runner (blind-ends) untuk menjebak dross yang terbentuk.

• Ukuran luas runner 3 kali luas ujung keluar sprue/down sprue/choke.

• Ukuran runner biasanya dibuat berdasarkan perbandingan sprue : runner : gate. (misalnya, 1:3:2), contoh kasus:

Choked runner: W (Width) = (3 ~ 4) T (Thickness) l (length) = 1.5 T or 37 ~ 50 mm

Total area of gate: A = (Sectional area of choked runner) X 2 t = Thickness of gate

w = Width of gate = (4 ~ 6) t

Perangkap dross/pengotor pada runner:

2.3.3 Gate

Adalah saluran yang mendistribusikan langsung logam cair kedalam rongga produk cor. Ingate harus mudah dipotong untuk proses pelepasan produk

cor dari bagian sistem salurannya biasa disebut fettling, oleh karena itu dalam pembuatan ingate kita harus memperhatikan ukuran coran, ketebalanya, kondisi cetakan dan ukuran dan bentuk ingatenya itu sendiri.

Contoh bentuk geometri desain ingate.

Keterangan:

a. circular / lingkaran e. tipe-U b. hexagonal f. persegi c. segitiga g. tipe-W d. semi-circular

Pertimbangan-pertimbangan dalam perencanaan gate:

• Gate dipasang pada bagian yang tebal.

• Gunakan ukuran standar dan bentuk yang umum digunakan (biasanya berbentuk persegi panjang).

• Tempatkan gate dengan meminimalkan terjadinya pengadukan atau erosi pada pasir cetak oleh aliran logam cair.

• Tidak menempatkan gate pada posisi perangkap dross.

• Jarak yang pendek antara gate dan coran.

• Jumlah gate yang banyak, diperbolehkan untuk temperatur pouring yang rendah.

Untuk menghasilkan aliran logam cair agar seragam memasuki semua gate, maka:

1. Momentum harus diturunkan secara bertahap dengan penurunan dimensi runner.

2. Tekanan harus ditingkatkan secara bertahap dengan meningkatkan gesekan melawan aliran didalamgate.

B. Hubungan proporsi luas penampang sprue, runner dan gate terhadap distribusi aliran cair logam adalah sebagai berikut:

1. Ketika total luas penampang dari gate lebih kecil dari runner, logam cair akan mengsi runner dengan cepat dan memiliki kecenderungan untuk mengalir ke dalam cetakan melewati setiapgate.

2. Ketika luas penampang total dari gate lebih besar dari runner, logam cair akan sulit memasuki sprue dan runner, dan ini juga tidak mudah untuk memindahkan pengotor didalam sprue dan runner. Aliran dari logam cair yang melewatigate menjadi tidak seragam.

3. Untuk kasus bottom gate, walaupun luas total penampang gate lebih besar daripada runner, aliran menjadi relatif cepat dan seragam akibat tekanan sebagai gesekan melawan aliran.

4. Didalam kasus top gate, ketika total luas penampang gate lebih besar daripadarunner, aliran melalui gate menjadi tidak seragam.

D. Penentuan Lokasi Gate, prinsipnya gate harus ditempatkan pada bagian yang tebal, sehingga cairan logam dapat langsung masuk kedalam cetakan dengan cepat tanpa tahanan, dan proses finishing menjadi lebih mudah.

E. Posisi gate pada runner, sebaiknya mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

a. Meletakkan gate pada lokasi yang jauh dari sprue dan runner extension.

b. Meletakkan gate pada arah yang berlawanan dengan aliran logam cair.

c. Ketika gate dipasang pada arah yang sama dengan aliran logam, maka akan memudahkan kotoran ikut masuk.

F. Ruang antara gate, runner dan cetakan yang sempit menyebabkan cetakan mudah rusak dan ikut mengalir dengan logam cair. Tetapi bila ruang terlalu besar, gate menjadi lebih panjang, akibatnya porositas mudah terjadi padagate.

G. Ketinggian gate dan runner, yang penting runner harus mendistribusikan logam cair kebagian cetakan, dan pada saat yang sama, dapat memindahkan pengotor di dalam logam cair. Jadi ketinggian runner harus lebih tinggi dari gate. Untuk memberi tekanan logam cair pada gate, umumnya ketinggian runner 4 kali lebih tinggi dari gate. Tetapi untuk segi ekonomis, tinggi runner biasanya 2 kali tinggigate.

2.4 Gating Ratio

Didefinisikan sebagai perbandingan antara luas penampang melintang sprue : total luas penampang runner : total luas penampang gate. Umumnya untuk besi cor dan baja, rasio ini menurun, menurut banyak peneliti, gating ratio yang direkomendasikan adalah sebagai berikut:

 Quick pouring = 1 : 2 : 4  Ordinary pouring = 1 :0,9 : 0,8  Slow pouring = 1 : 0,7 : 0,5

Perbedaan rasio untuk top gating dan bottom gating yaitu:  Top gating = 1 :0,9 : 0,8

 Bottom gating = 1 :1,1 : 1,2

2.5 Saluran Penambah (Riser)

Riser didisain dekat ke bagian yang tebal dan berfungsi sebagai umpan logam cair selama pembekuan. Riser mempunyai ukuran dan konstruksi agar dapat membeku paling akhir. Pertimbangan terhadap Riser adalah sebagai berikut:

• Tempatkan riser dekat bagian yang tebal.

• Penggunaan side riser umumnya ditempatkan diatas ingate, digunakan untuk coran dengan dinding tipis.

• Riser diukur berdasarkan volume logam cair.

• Riser dibuat cukup besar agar dapat mengisi bagian yang menyusut dan terakhir membeku.

• Riser mempunyai perbandingan yang besar antara volume:luas dari corannya sendiri sehingga coran akan membeku terlebih dahulu dibandingkan riser.

Ketinggian riser tergantung dari jenis riser yang digunakan. Untuk top riser = 1,5 kali diameter riser

Side riser = 0,75 – 2 kali diameter riser Hubungan antara diameter dan tinggi riser :

Untuk memudahkan pembuangan riser, biasanya dibuat riser neck. Riser akan efektif jika riser neck dibuat lebih pendek.

Sebagai contoh perhitungan gating system, diberikan pada tabel excel dibawah ini:

Perancangan dimensi sistim saluran produk gear diatas dimulai berdasarkan contoh perhitungan sebagai berikut:

No NOTASI & RUMUS INPUT OUTPUT 1 Casting product weight, Wo (Kg) 100

2 Density,ρ(Kg/cm^3) 0,0078

3 Yield ratio, y (%)=(Wo/W)x100 63,418

4 Pouring weight, W (Kg)=Wox100/y 157,68 5 Pouring time, tp (sec)=C√W=0.8√W 10,05

Konstanta, C=0,5-0,8 (quick & medium pouring) C=2 (slow pouring)

6 Pouring Volume, Qp (cm^3)=W/r 20138,21 7 Flowing volume, qi (cm^3/sec)=(Qp/tp) / n 2004,65

8 Sprue height, Ht (cm) 40

9 Casting height, c (cm) 7

10 Parting Line height, p (cm) 3,5

11 Effective pouring height, He (cm):

A. He=Ht-(P^2/2c), produk terbagi 2 oleh part line 39,13

B. He=Ht, produk semuanya dibawah part line 40,00 C. He=Ht-P/2, produk semuanya diatas part line 38,25 12 Jenis Gating Sistim: (A : B : C) A

13 Velocity at gate, Vg (cm/sec)=Z√2g He 98,08 Z=Flow coeffisient=0,35-0,8

g=Konstanta gravitasi=9,8 m/sec^2

14 Total area of gate section, Sg (cm^2)=W/(r.tp.Vg) 20,44

15 Number of gate, n 1

16 Area of gate section, Ag (cm2)=Sg/n 20,44

17 Gatting ratio: Sprue Runner Gate

A. 1 : 2 : 4 = quick (cepat) 5,11 10,22 20,44 B. 1:0,9:0,8 = ordinary (sedang) 25,55 22,99 20,44 C. 1:0,7:0,5 = slow (lambat) 40,88 28,62 20,44

D. Lainnya= 1 : 1,2 : 1,2 17,03 20,44 20,44 18 Jenis Gating Ratio: (A : B : C : D) C

19 Area of sprue section, As (cm^2) - diameter bawah: 7,22 diameter atas: 11,408

tinggi: 40,00

20

Area of runner section, Ar (cm^2)

lebar atas: 4,95

lebar bawah: 5,75

tinggi: 5,35

panjang: 33,96

Jarak ke Ingate pertama: 16,98

21 Area of gate section, Ag (cm2) lebar atas: 14,88

Lebar bawah: 15,68

tinggi: 1,34

panjang: 10,22

22 Velocity at spue, Vs (cm/sec)=qi/As 49,04

23 Velocity at runner, Vr (cm/sec)=qi/Ar 70,06

24 Velocity at gate, Vg (cm/sec)=qi/Ag 98,08

25 Reynold number, Re = (10^5 . Wp) / (tp . 10 P) Sprue Runner Gate

P=perimeter (cm) 6927,21 7620,67 4838,30

Re<2300 : aliran laminary

2300<Re<13800 : aliran non turbulent Semi

Turbulen

Semi Turbulen

Semi Turbulen

2.6 Cetakan dan Inti

Cetakan dan Inti pada pengecoran logam merupakan salah satu komponen penting untuk menghasilkan suatu produk logam melalui proses pengecoran. Cetakan adalah suatu alat pada proses pengecoran yang terbuat dari suatu material tahan temperatur tinggi (refractory) dan memiliki suatu rongga dengan bentuk geometri tertentu untuk di cor dan menghasilkan suatu produk cor yang sesuai dengan bentuk geometri rogga tersebut.

Pada dasarnya suatu cetakan dapat menggunakan berbagai macam bahan yang memiliki kemampuan untuk menampung cairan logam yang panas dengan tidak mengalami suatu perubahan fisik dan kimia hingga dapat mempengaruhi hasil pengecoran logam tersebut. Material yang saat ini masih banyak digunakan untuk cetakan pengecoran logam antara lain logam dan pasir. Pasir hingga saat ini masih mendominasi sebagai material cetakan karena pasir memiliki beberapa keuntungan antara lain mudah di dapat dan cukup murah.

Inti adalah suatu model skala penuh untuk membentuk permukan bagian dalam dari suatu produk cor yang tidak mampu dibentuk oleh rongga dari cetakan. Suatu inti dalam pengecoran logam sangat diperlukan karena dengan inti suatu proses pengecoran dapat lebih efektif, inti dapat meningkatkan yield ratio dari suatu proses pengecoran dan dapat mempermudah proses lanjut dari suatu produk pengecoran.

Untuk membuat suatu cetakan pasir maka akan dibutuhkan bahan lain yang akan di mixing dengan pasir agar sifat-sifat yang diinginkan seperti mampu bentuk, mampu tekan, mampu retak, refractoriness, permeabilitas dan sifat yang diinginkan lainnya dapat dicapai. Beberapa bahan lain yang ditambahkan kedalam pasir cetak antara lain:

A. Bentonit, adalah suatu bahan pengikat atau binder yang dicampurkan kedalam pasir cetak dengan tujuan meningkatkan mampu bentuk dari pasir cetak.

B. Coal dust, adalah suatu bahan tambahan pada pasir cetak yang bertujuan agar pasir lebih terbuka ketika logam cair dituangkan hingga permeabilitas pasir tetap baik dan juga berfungsi untuk membentuk film gas CO2 agar antara pasir dan logam cair terpisah dan melindungi butir pasir supaya tidak terjadi overheat dan fusi terhadap permukaan logam. C. Air dan Gula tetes, adalah bahan tambahan untuk membantu

D. Bahan tambahan lain untuk pasir cetak seperti: Dextrine, diethyl glicol, soda ash, tepung maizena, tepung tapioka dan bahan tambahan lainya.

Bahan tambahan yang ditambahkan tersebut akan di-mixing di dalam mixer pasir selama beberapa menit agar seluruh campurannya merata dan siap untuk di bentuk cetakan. Komposisi campuran pasir cetak akan berbeda tergantung dari logam yang akan dicor dan posisi pasir dalam cetakan yaitu pasir muka dan pasir pengisi. Beberapa bahan tambahan juga berfungsi untuk preparasi pasir cetak setelah digunakan berulang-ulang, preparasi yang dilakukan antara lain sand tempering dan sand condition.

Komposisi untuk pembuatan cetakan pasir. No. Komposisi pasir muka Jumlah (%)

1. Pasir Baru 20 2. Pasir Bekas 80 3. Bentonit 2 4. Coaldust/Karbon 0,1 5. Gula Tetes 0,2 6. Air 1,2

7. WaktuMixing 15-25 Menit No. Komposisi pasir isi Jumlah 1. Pasir Bekas 100

2. Bentonit 1

3. Air 1,2

4. WaktuMixing 10-15 Menit

Komposisi lain dari cetakan green sand atau cetakan pasir basah yang terdiri atas:

 Campuran pasir silika (air: 3-4% dan pasir bekas: balance)

 Bentonit (8-10%)

 Air (3-4%)

 Gula tetes (0,5-1%)

Jika ada penggunaan inti, maka dapat dibuat dengan cara CO2-Proses dengan komposisi bahan cetakan yang dipakai adalah sebagai berikut:

 Air Kaca (Water Glass) (4-6%)

 Gula tetes (1/2-1%)

Komposisi pasir untuk inti dapat menggunakan pasir cetak furan yaitu:

 Pasir silika baru 4-11%

 Pasir silica bekas 89-96%

 Binder 1-1,5% dari total pasir

 Catalist 30-50% dari binder

Bahan-bahan tersebut masuk mesin continuos mixer furan dimana binder (furfuryl alcohol) sebagai pengikat dan catalyst (Sulfuric Acid, H2SO4) sebagai pengeras. Setelah tercampur maka pasir dikeluarkan dari mesin.

2.7 Prosedur Percobaan:

1. Rencanakan pola yang akan dipergunakan. 2. Pembuatan pola.

3. Rencanakan sistim saluran yang akan dibuat. 4. Persiapkan bahan atau peralatan bantu. 5. Pembuatan Cetakan Pasir.

5.1 Memadatkan pasir

Pasir cetak yang kekerasannya didapatkan dari pemadatan adalah pasir cetak dengan pengikat lempung (bentonit). Proses pemadatan akan mengurangi volume pasir sebesar 20-30% dari sebelum dipadatkan, maka rongga antara butiran pasir akan hilang, dan butiran pasir akan terikat satu sama lain dengan baik. Pemadatan dengan alat pemadat haruslah rata dan menyeluruh, selain itu pertimbangan lainnya adalah:

 Pasir cetak harus mampu menahan tekanan pengecoran, dan ukurannya tidak boleh berubah.

 Pasir cetak harus tetap dapat dilewati udara hingga gas-gas dapat lebih mudah keluar. Penusukan lubang gas dapat dilakukan sebagai lubang tambahan (ventilasi).

Untuk dapat mencapai kepadatan yang baik alat-alat tangan yang dipergunakan adalah:

- Penumbuk runcing.

Memiliki permukaan tumbuk yang runcing untuk menghasilkan tumbukan yang keras. Disamping itu dapat pula digunakan untuk menumbuk pasir cetak pada daerah sudut dan celah.

- Penumbuk datar

Memiliki permukaan tumbuk yang lebar. Kekuatan tumbuk lebih kecil dan digunakan untuk penumbukkan akhir hingga hasil tumbukkan rata.

- Penumbuk bertekanan udara.

5.2 Pemolesan Pasir Cetak

Pemolesan sebagai salah satu teknik pembuatan cetakan, hanya dilakukan pada pengerjaan cetakan dengan pasir berpengikat lempung (bentonit). Pemolesan dilakukan pada pasir disekeliling pola, dimana pasir ditekan sekitar 1 mm kedalam. Dengan demikian pola dapat dikeluarkan tanpa merusak tepi-tepi cetakan.

Proses pemolesan ini juga dapat memperbaiki tepi-tepi yang rusak, pemolesan dilakukan dengan cara memoleskan pasir pada permukaannya. Daya lekat pasir cetak berpengikat lempung dapat dinaikkan hanya dengan membasahi sedikit pasir yang akan dilekatkan. Alat-alat pemoles yang umum digunakan adalah:

Dalam dokumen Modul Pengecoran Logam AA .pdf (Halaman 28-60)

Dokumen terkait