• Tidak ada hasil yang ditemukan

Modul Pengecoran Logam AA .pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Modul Pengecoran Logam AA .pdf"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

TEKNIK PENGECORAN LOGAM

MODUL PRAKTIKUM

Oleh :

ABRIANTO AKUAN, ST., MT.

LABORATORIUM TEKNIK PRODUKSI

JURUSAN TEKNIK METALURGI

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI

BANDUNG

(2)

PETUNJUK PRAKTIKUM

I. MAKSUD DAN TUJUAN

Praktikum Teknik Pengecoran Logam merupakan penerapan

teori-teori yang pernah diberikan dalam perkuliahan. Tujuan utama

dari praktikum Teknik Pengecoran logam ini adalah:

 Dapat membuat pola dan cetakan pasir untuk membuat produk

coran logam.

 Menentukan dan merencanakan sistim saluran dalam suatu

pembuatan produk coran logam.

 Mengetahui beberapa proses atau teknik dalam pembuatan

cetakan.

 Mengetahui besaran-besaran atau parameter proses yang

terlibat dan berpengaruh terhadap cetakan yang yang dibuat.

 Merencanakan dan membuat barang jadi melalui teknik

pengecoran logam.

 Mengetahui cara-cara pengujian kualitas pasir cetak untuk

proses pengecoran logam.

Dengan melakukan praktikum ini, diharapkan peserta (praktikan)

memiliki pengalaman praktek dalam proses produksi/manufaktur

melalui proses pengecoran logam.

II. PERATURAN PRAKTIKUM

2.1 Tata Tertib

 Tidak dibenarkan memakai sandal, sepatu sandal dan

sejenisnya.

 Tas dan barang-barang yang digunakan selama praktikum harus

disimpan ditempat yang telah disediakan.

 Dilarang melakukan praktikum tanpa seijin instruktur yang

(3)

 Selama berada dilaboratorium dilarang merokok, makan dan

minum.

 Praktikum harus menjaga keamanan dan ketenangan selama

berada dilaboratorium.

 Diwajibkan memakai pakaian savety dalam setiap melakukan

praktek.

2.2 Kehadiran

 Praktikan yang tidak mengikuti satu kali praktikum dianggap

gagal dan harus mengulang pada kesempatan berikutnya.

 Waktu pelaksanaan praktikum diatur dengan jadwal yang telah

ditentukan.

 Praktikan diharuskan menyerahkan formulir kehadiran kepada

instruktur pada setiap melakukan praktek.

2.3 Pemakaian Alat

 Periksa kelengkapan alat sebelum melakukan praktek.

 Setiap pemakaian alat harus seijin instruktur.

 Kehilangan atau kerusakan alat adalah tanggung jawab satu

kelompok peserta praktikum.

 Setiap akhir praktikum, ruangan dan alat-alat yang digunakan

harus dibersihkan.

 Sebelum meninggalkan laboratorium, praktikan harus lapor

pada instruktur untuk memeriksa alat-alat yang telah

digunakan.

2.4 Tugas dan Laporan

 Laporan praktikum diisi pada logbook yang telah disediakan.

 Sebelum dan sesudah praktikum akan diadakan responsi dan

ujian akhir praktikum. Adapun waktu dan tempat ditentukan

(4)

 Setiap praktikum harus mengumpulkan dan mengisi logbook

praktikum secara perorangan setelah seluruh praktikum

diselesaikan.

 Logbook praktikum diisi dengan tulisan tangan.

2.5 Penilaian

Sistematika penilaian mengikuti aturan sebagai berikut:

1. Nilai Ujian = 15 %

2. Nilai Kehadiran = 25 %

4. Nilai Laporan = 20 %

5. Nilai Presentasi = 40 %

III. KESELAMATAN KERJA

3.1 Ringkasan Umum

Keselamatan kerja merupakan target pertama dalam setiap

proses produksi terutama proses pengecoran logam, karena dalam

proses ini kita akan berhadapan dengan bahaya-bahaya yang mungkin

terjadi diantaranya:

 Terkena percikan dari logam cair atau terak.

 Terkena jilatan api atau panas dari pembakaran tungku

peleburan.

 Risiko terjadinya kebakaran.

Bahaya potensial ini diharapkan tidak akan menjadi bahaya riil apabila

semua peraturan keselamatan telah diikuti dengan seksama dan

selalu bekerja menurut prosedur serta tata cara yang aman dan

benar. Dengan demikian kita akan terhindar dari bahaya dan tempat

(5)

3.2 Ketentuan dan Prosedur Keselamatan

 Siapkanlah bahwa keadaan lingkungan kerja dan peralatannya

siap untuk dipakai, dan periksa kembali peralatan sebelum

bekerja.

 Pakailah pakaian kerja dengan alat pelindung diri (APD) lainnya

yang diperlukan.

 Bekerjalah sesuai petunjuk yang ada.

 Tanyakanlah pada instruktur/asistan anda, bila kurang jelas

dalam bekerja.

 Berhati-hatilah dalam penggunaan alat-alat perlengkapan serta

posisi dalam bekerja.

 Usahakan nyala api dalam kondisi yang baik.

 Jauhkan bahan-bahan yang mudah terbakar dari api.

 Usahakan muatan yang akan dilebur, dalam keadaan bersih

bebas dari air oli dan bahan lainnya yang dapat menyebabkan

percikan atau ledakan.

 Bersihkan lantai pasir tempat proses pengecoran dari air,

kotoran dan sebagainya.

 Jaga jarak aman anda dengan tungku peleburan dan peralatan

lain pada saat peleburan dan penuangan logam cair.

 Gunakan selalu alat pelindung diri (APD): sarung tangan kulit,

apron, helm, kacamata, sepatu kerja, masker, tang jepit dan

lain sebagainya.

 Tidak diperbolehkan memegang peralatan dan produk coran

tanpa alat pelindung diri (APD) selama proses peleburan dan

pengecoran sedang berjalan.

 Seluruh pakaian berbahan katun minimal 90% atau lebih. Dan

tidak memiliki kantong disetiap bagianya baik baju maupun

celana, jika ada maka kantong itu harus tertutup.

 Jaket, kaca mata, pelindung muka, helm, sarung tangan kulit

(6)

 Menggunakan sepatu tipe moulder atau kick-off saat melakukan

proses pengecoran.

 Mengunakan masker respirator anti debu saat mengeluarkan

logam cair dari tungku.

 Menggunakan pelindung telinga jika ada dalam area

pengecoran.

 Tidak memiliki rambut terlalu panjang, atau merapihkan rambut

dengan menyembunyikannya dengan helm pengaman.

 Untuk praktikan yang melakukan peleburan, cek temperatur,

inokulasi dan deslaging harus menggunakan kaca mata yang

memiliki kaca gelap dan terang (google).

 Tidak dianjurkan menggunakan jam kinetik dan barang-barang

elektronik.

Peralatan penaggulangan pertama seperti pemadam api (fire

extinguisher) dan kotak P3K (pertolongan pertama pada kecelakaan)

diharuskan ada pada beberapa titik dalam satu unit casting shop atau

dan diposisikan pada tempat yang aman dan mudah terjangkau.

3.3 Prosedur Penanganan Efek Lingkungan

Polusi merupakan dampak negatif dari proses pengecoran,

polutan yang dihasilkan dari proses ini adalah debu partikel pasir dari

sisa cetakan yang ringan dan mudah terbawa angin, air dari sisa

reaksi katalis binder, dan sisa reaksi yang terjadi pada slag yang

diangkat.

Selain memperhatikan hal diatas maka praktikan secara

individual juga harus mampu membaca kode yang ada pada setiap

peralatan atau label kodifikasi material berbahaya seperti kode

radioaktif, mudah terbakar, korosif, iritan, racun dan kode material

(7)

MODUL 1

PENGUJIAN PASIR CETAK

Pasir cetak untuk cetakan pasir, memerlukan sifat-sifat yang

harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Mempunyai sifat mampu bentuk sehingga mudah dalam

pembuatan cetakan dengan kekuatan yang cocok, cetakan yang

dihasilkan harus kuat sehingga tidak rusak karena

dipindah-pindahkan dan mampu menahan berat logam cair pada saat

penuangan. Oleh karena itu kekuatan pada temperatur kamar

dan kekuatan panasnya merupakan sifat yang sangat

diperlukan.

b. Mempunyai daya salur (permeabilitas) udara yang cocok. Untuk

mengurangi cacat tuang seperti rongga penyusutan, gelembung

gas atau kekasaran permukaan. Dengan adanya rongga-rongga

di antara butir-butir pasir, maka udara atau gas dapat

disalurkan keluar dari cetakan.

c. Mempunyai distribusi besar butir yang tepat.

d. Mempunyai sifat tahan panas terhadap temperatur logam cair

yang dituangkan.

e. Mampu dipakai lagi atau dapat dipakai berulang-ulang supaya

ekonomis.

f. Pasir cetak, harus mudah didapat.

Tabel. Persyaratan fisik pasir cetak untuk berbagai jenis dan ukuran benda cor.

Besar 40-70 50-150 15-20

Menengah 70-100 50-80 12-18

Kecil 100-140 20-50 12-18

Paduan Tembaga:

(8)

Menengah 100-120 20-40 12-18

Kecil Dibawah 140 15-30 12-18

Aluminium:

Besar 100-120 20-40 15-20

Menengah/kecil Dibawah 140 10-25 10-20

1.1 Pengujian Kadar Air dan Lempung

Pasir yang terlalu basah akan mempunyai daya salur udara yang

kecil dan pasir yang terlalu kering akan kurang kekuatannya.

Pemeriksaan kadar air ini dilakukan dengan menggunakan rumus

dibawah ini.

Berat Awal-Berat Akhir

% kadar air = --- x 100 % Berat Awal

Prosedur pengujian kadar air:

1. Siapkan pasir cetak sebanyak 50 gram.

2. Letakkan dalam alat pemanas.

3. Lanjutkan pengujian dengan memanaskan pasir dalam oven

pada temperatur 100-150oC selama15 menit.

4. Dinginkan dan timbang.

5. Kadar air didapatkan dari selisih berat pasir cetak yang

dinyatakan dalam persen.

6. Keringkan lagi selama 5 menit.

7. Dinginkan dan timbang lagi.

8. Ulangi lagi (pengeringan selama 5 menit), sampai berat pasir

tidak berubah lagi.

Daya rekat antar butir pasir, sangat bergantung pada kadar

lempung dalam pasir. Untuk suatu persentase kadar lempung

tertentu, diperlukan sejumlah kadar air tertentu pula sehingga akan

didapatkan kekuatan pasir yang maksimum. Kekuatan tersebut juga

(9)

Pasir yang terdapat di bumi akan bercampur dengan lmpung

atau tanah liat. Dalam pengertian untuk cetakan pasir, maka pasir ini

terbagi atas:

1. pasir alam

2. pasir sintetis

Pasir alam adalah pasir yang mengandung kadar lempung sekitar

15-25% dan dalam proses pengecoran pasir ini seringkali langsung

digunakan tanpa penambahan lempung lagi. Pasir sintetis adalah pasir

murni dengan penambahan lempung menurut kebutuhan.

Penambahan tersebut biasanya sekitar 20%. Lempung yang baik,

dapat dikenal dari daya serap airnya cukup dengan penambahan

sekitar 8-10%. Sedangkan bentonit sudah cukup baik dengan

penambahan 5%.

Lempung membutuhkan air untuk mengikat butir pasir.

Sehingga kadar air yang dibutuhkan untuk pasir sintetis dengan

lempung, dengan sendirinya akan lebih rendah dibanding kadar air

yang dibutuhkan untuk pasir alam.

Lempung atau tanah liat (clay) adalah kumpulan dari pada

mineral tanah liat yang mempauanyai kristal sangat kecil, umumnya

berbentuk pipih (flake). Ukuran dari butir-butir tanah liat adalah

sekitar 0,005 mm sampai 0,02 mm.

Lempung sebagai komponen kedua dalam pasir cetak harus

mempunyai sifat-sifat yang diperlukan yaitu:

a. Menghasilkan daya ikat yang tinggi.

b. Menjadi liat bila basah, sehingga mudah diberi bentuk.

c. Menjadi keras setelah dikeringkan.

Untuk itu, mineral lempung yang umum dipergunakan orang

untuk bahan pengikat dalam pasir cetak ialah montmoriollit

(bentonit), lempung tahan api (fireclay), halloysit dan illit. Jenis

(10)

Pemeriksaan kadar lempung ini dilakukan dengan menggunakan

rumus dibawah ini.

Berat Awal-Berat Akhir

% kadar lempung = --- x 100 % Berat Awal

Metoda yang digunakan untuk analisa kadar lempung adalah dengan

jalan pencucian, yaitu dengan menggunakan alat Continous Clay

washer tipe PKA seperti yang ditunjukkan pada Gambar berikut ini:

Prosedur pengujian kadar lempung:

1. Timbang pasir kering seberat 50 gram.

2. Masukkan ke dalam beker gelas kapasitas 800 ml.

3. Isi dengan air sebanyak 400 ml.

4. Tambahkan 10 ml dari 5% larutan Natrium pirofosfat

(Na4P2O7.10H2O).

5. Didihkan selama 3-5 menit di atas pemanas (hot plate).

6. Dinginkan sampai temperatur kamar.

7. Aduk selama 5 menit.

8. Atur kecepatan air sesuai dengan temperatur air yang

(11)

Water Temperature (oC) Flow (ml/min) Setting

9. Isi tabung gelas pada Continous Clay Washer dengan air

setengahnya.

10.Tambahkan kristal-kristal Natrium Pirofosfat sebanyak 2 sendok

makan.

11.Masukkan pasir ke dalam tabung gelas pada alat.

12.Pasang kembali tutup karet pada tabung.

13.Biarkan terus air mengalir pada tabung dengan kecepatan yang

diperlukan, hingga air dalam tabung menjadi betul-betul jernih.

14.Setelah air betul-betul jernih, keluarkan pasir dan ditampung

pada beker gelas.

15.Diamkan selama 10 menit.

16.Air didekantasi keluar.

17.Saring pasir melalui kertas saring yang telah diketahui

beratnya.

18.Keringkan (pasir + kertas saring), hingga beratnya konstan.

19.Berat akhir pasir (gr) = (berat pasir + berat kertas saring) –

(berat kertas saring).

Prosedur pengujian kadar lempung dengan cara lain:

1. Siapkan pasir sisa uji kadar air.

2. Masukkan pasir kedalam gelas kimia yang berisi larutan NaOH

2% lakukan hal ini hingga pasir benar-benar bersih.

3. keringkan pasir hasil pencucian tersebut pada 100-150oC selama

60 menit.

(12)

Pengaruh kadar air dan lempung terhadap kekuatan pasir cetak.

1.2 Pemeriksaan Distribusi Ukuran Butir Pasir

Suatu cara untuk menyatakan ukuran besarnya butir pasir

ditunjukkan dengan GFN (Grain Fineness Number) merupakan ukuran

kehalusan rata-rata butir pasir. Makin tinggi angkanya, maka pasir

semakin halus dan daya salur udaranya (permeabilitas) relatif rendah.

Pada umumnya pasir tidak terdiri dari butiran-butiran dengan

ukuran sama. Untuk mengetahui distribusi dari butir-butir pasir yang

mempunyai besar butir yang berbeda-beda, maka dilakukan analisa

(13)

Distribusi ukuran butir pasir dapat dibagi dalam empat jenis:

a. Distribusi ukuran butir sempit, artinya susunan ukuran butir

hanya terdiri dari kurang lebih dua fraksi saja.

b. Distribusi ukuran butir sangat sempit, 90 persen dari ukuran

besar butir terdiri dari satu fraksi.

c. Distribusi ukuran butir lebar, artinya susunan ukuran butir

terdiri dari lebih kurang tiga fraksi.

d. Distribusi ukuran butir sangat lebar, susunan ukuran butir terdiri

dari lebih dari tiga fraksi.

Distribusi butir sempit akan memberikan permeabilitas yang

lebih tinggi, dan sebaliknya. Distribusi ukuran butir berpengaruh juga

pada kekuatan cetakan. Distribusi ukuran butir lebar akan

(14)

Prosedur pengujian kehalusan pasir cetak:

1. Siapkan pasir cetak kering yang akan diuji sebanyak 50 gram.

2. Susun ayakan pada mesin pengguncang (ro-tap) secara

berurutan.

3. Masukkan kedalam alat ayak.

4. Ayak selama 15 menit, dengan memutar penyetel waktu yang

terdapat pada alat.

5. Timbang butir-butir pasir yang tertinggal pada tiap-tiap fraksi.

6. Berat butir-butir pasir yang tertinggal pada tiap-tiap fraksi

dikalikan dengan suatu faktor perkalian tertentu, menghasilkan

suatu produk.

7. AFS Grain Fineness Number adalah jumlah dari hasil perkalian

tersebut (jumlah produk) dibagi dengan jumlah berat butir-butir

pasir yang tertinggal pada semua fraksi dari 50 gram pasir uji.

(15)

Nomor kehalusan butir dihitung dengan rumus:

∑ (Wn. Sn)

GFN = ---∑ (Wn)

GFN = Nomor kehalusan butir

Wn = Berat pasir didapat dari tiap ayakan (gr)

Sn = Faktor pengali

1.3 Pemeriksaan Daya Salur Udara (Permeabilitas)

Sifat yang sangat mempengaruhi terhadap hasil benda coran

adalah daya salur udara (permeabilitas) dari pasir cetak yang

digunakan sebagai cetakan pasir. Pasir cetak yang telah dipadatkan

harus dapat dilalui oleh gas-gas sewaktu dilakukan penuangan ke

dalam cetakan.

Permeabilitas ini tergantung pada beberapa faktor, diantaranya

adalah ukuran besar butir pasir, bentuk butir pasir, kadar air dan

kadar lempung. Permeabilitas ini dihitung melalui persamaan berikut:

Q . L P =

---p . A . t

P= Permeabilitas

Q= Volume udara yang lewat melalui spesimen

L= Panjang spesimen (5 cm)

A= Luas irisan spesimen (19,625 cm2)

P= Tekanan udara (gr/cm2)

t= Waktu yang diperlukan untuk melewatkan volume udara Q melalui

spesimen (menit)

Prosedur Pemeriksaan permeabilitas pasir cetak:

1.3.1 Persiapan Pasir

- Masukkan pasir yang telah ditimbang ke dalam pengaduk

(16)

- Masukkan bahan pengikat sesuai dengan jumlah yang diperlukan.

- Aduk selama 5 menit.

- Keluarkan Pasir dari mixer dan telah siap untuk pembuatan batang percobaan.

Alat Pengaduk Pasir laboratory Mixer type PLK.

1.3.2 Pembuatan Batang Percobaan

Batang percobaan ini mempunyai garis tengah 50 mm dan

tinggi 50 mm. Untuk pembuatannya diperlukan sejumlah pasir yang

setelah mendapat pukulan tiga kali pada alat pemadat (sand rammer),

harus mencapai tinggi 50 mm dan kemudian ditimbang.

Berdasarkan pengalaman maka dapat ditentukan bahwa

beratnya terletak antara 145 dan 170 gram. Adapun jumlah berat

yang sebenarnya harus ditentukan dengan percobaan.

Setelah ditimbang pasir selanjutnya dimasukkan dalam silinder

tekan, kemudian ditempatkan pada meja alat pemadat.

Pemukul dari alat pemadat beserta stang dan

pemberatdinaikkan dengan memutarkan keping eksentris sebelah kiri

dan setelah silinder tekan yang telah diisi tadi diletakkan di bawahnya,

(17)

dikerjakan dengan memutar engkol yang kecil pada sebelah kanan

hingga membuat alat pemadat yang lepas dapat memberi pukulan.

Pukulan ini dikerjakan hingga tiga kali berturut-turut.

Setelah pukulan yang ketiga maka batang percobaan yang telah

dipadatkan harus sedemikian panjangnya hingga tanda garis dari

batang pemadat terletak di tengah-tengah atau di antara lubang pada

standar alat pemadat.

Ini menandakan bahwa batang percobaan pasir telah mencapai

tinggi 50 mm dengan toleransi 1 mm. Bila hal tersebut tak tercapai,

maka percobaan harus diulangi lagi, bila perlu ditambah atau

dikurangi dengan beberapa gram.

Pada umumnya pemeriksaan pasir dikerjakan hingga tiga kali

nerturut-turut untuk kemudian ditentukan hasil rata-ratanya.

(18)

1.3.3 Pemeriksaan Permeabilitas

- Pemeriksaan daya salur udara dilakukan terhadap batang percobaan yang berbentuk silinder, dengan menggunakan alat

”permeability meter”.

- Putar tutup pada kedudukan ”A” angkat (tarik) pengapung ke atas hingga didapatkan penghisapan sejumlah udara kedalam

ruangan. Putar katup pada kedudukan ”E”.

- Batang percobaan setelah ditumbuk tiga kali, ditempatkan pada sumbat karet denagn kedudukan terbalik, yaitu ruang kosong

yang lebih besar dari silinder terhadap pentil (orifice),

sedemikian hingga sumbat karet dapat tertutup dengan rapat,

dalam keadaan demikian katup harus pada kedududkan ”E”.

- Putar katup pada kedududkan ”B”, ini berarti bahwa alat sedang bekerja dan pengukuran dapat dibaca.

- Setelah selesai pembacaan, katup diputar lagi pada kedududkan ”E”, yang berarti alat telah berhenti dan siap untuk digunakan

lagi.

(19)

1.3 Pemeriksaan Kekuatan Tekan Basah

Bila menuang logam ke dalam cetakan terutama cetakan yang

besar, tekanan yang ada pertama pada dasar, kemudian pada

dinding-dinding samping, bila penuangan telah selesai pada bagian

atas (atap) dari cetakan, lihat Gambar berikut ini.

Kekuatan pada suatu cetakan.

Kekuatan pasir cetak dipengaruhi juga oleh bentuk butir pasir.

Bentuk butir pasir seperti Gambar di bawah ini yang terbagi atas:

Atas kiri: lancip (angular)

Atas kanan: bulat (rounded)

Bawah kiri: setengah bulat (sub angular)

Bawah kanan: bergumpal (coumpound)

(20)

Bentuk butir yang bulat (rounded) cenderung membentuk

kekuatan tekan yang rendah dengan permeabilitas yang tinggi.

Sedangkan bentuk yang lain, sebaliknya yaitu akan membentuk

kekuatan tekan tinggi dengan permeabilitas rendah.

Untuk menghindari perubahan bentuk cetakan, kekuatan

cetakan tekan harus mempunyai suatu harga minimum tertentu 700

gr/cm2 (0,07 MPa).

Pengujian kekuatan tekan dilakukan dengan menggunakan alat

Universal Strength Machine, yang dapat dilihat pada Gambar berikut

ini:

Universal Strength Machine.

Prosedur Pengujian Kekuatan Tekan:

Batang percobaan berbentuk silinder setelah diperiksa daya

salur udara dengan menggunakan suatu batang pendorong

dikeluarkan dari tabung pembuat batang percobaan, kemudian

ditempatkan antara kedua batang dari alat percobaan tekan hingga

rata pada sisi-sisinya.

Dengan perlahan-lahan pemutar diputar dan batang percobaan

akan tertekan terus hingga retak/pecah. Bersamaan dengan retaknya

batang percobaan ini maka jarum manometer akan turun kembali,

akan tetapi tegangan tekannya tetap ditunjuk oleh jarum pengikut.

Kemampuan manometer tekan rendah (kanan) hanya sampai

pada penunjukkan 2000 gr/cm2 (0,2 Mpa). Pada manometer,

(21)

manometer tekanan rendah dalam gram per cm2, dan angka-angka

hasil pada skala tersebut masih harus dikalikan dengan 100,

sedangkan pada skala manometer tekanan tinggi, angka-angka

dinyatakan dalam kg/cm2.

Kekuatan tekan beberapa jenis pasir cetak pada berbagai temperatur.

1.4 Pemeriksaan Kekuatan Geser Basah

Sifat ini sangat penting gunanya untuk mencegah pecahnya

pasir pada saat model diangkat dari cetakan, lihat Gambar di bawah

ini.

(22)

Seperti ditunjukkan dalam gambar tersebut, pasir cenderung

untuk menempel pada bagian sudut-sudutnya. Bila rangka diangkat,

kekuatan geser menjadi besar hingga memungkinkan terjadi

pecahnya cetakan. kekuatan geser basah yang dianjurkan, minimum

200 gr/cm2 (0,02 MPa).

Prosedur pengujian kekuatan geser:

Pengujian kekuatan geser dikerjakan sama seperti pada

pengujian kekuatan tekan, dengan perbedaan bahwa keping penekan

untuk pengujian kekuatan geser ini harus diganti dengan keping yang

dapat menggeserkan batang percobaan pada penampang membujur

(untuk pengujian kekuatan tekan menggunakan keping dengan

permukaan rata, sedang untuk pengujian kekuatan geser

menggunakan keping dengan setengah permukaan menonjol). Pada

pengujian kekuatan geser sampai dengan 1600 gr/cm2 (0,16 Mpa).

Pembacaan hasil pengujian pada manometer tekanan rendah

(kanan), sedang untuk penguijian kekuatan geser di atas 1600 gr/cm2

pembacaan hasil pengujian pada manometer tekanan tinggi (kiri).

Seperti pada pengujian kekuatan tekan, pada pengujian

kekuatan geser penunjukkan manometer masih harus dikalikan

dengan 100 (manometer tekanan rendah) untuk mendapatkan

besarnya tegangan tekan dalam gr/cm2. Angka pada skala manometer

tekanan tinggi dinyatakan dalam kg/cm2. Pembacaan manometer

pada skala yang tengah (nomor dua dari luar).

(23)

Keping untuk pengujian kekuatan geser.

Kiri: pengukur tekanan tinggi Kanan: pengukur tekanan rendah A: kekuatan tekan (kg/cm2) B: kekuatan geser (kg/cm2) C: kekuatan tarik (kg/cm2)

D: kekuatan tekan (gr/cm2) pembacaan x100 E: kekuatan geser (gr/cm2) pembacaan x100

Manometer pada Universal Strength Machine.

1.5 Pemeriksaan Kemampuan Mengalir (Flowability)

Flowability adalah sifat yang memungkinkan pasir menutupi

seluruh model dengan baik, terutama pada dinding yang vertikal dan

pada sudut-sudut, seperti dalam Gambar di bawah ini.

(24)

Flowability sangat banyak dipengaruhi oleh kadar air dalam pasir.

Biasanya flowability terletak antara 45-55%.

Prosedur pengujian flowability:

Batang percobaan berbentuk silinder yang memenuhi syarat,

artinya setelah mendapat pukulan tiga kali berturut-turut pada sand

rammer, tinggi batang percobaan tersebut 50 mm (tanda garis dari

batang pemadat terletak di antara lubang pada standar alat pemadat),

ditimbang untuk mengetahui beratnya. Timbang pasir (yang belum

dipadatkan) seberat batang percobaan tersebut, masukkan kedalam

alat penguji flowability, kemudian ditempatkan pada meja alat

pemadat. Lakukan pemadatan/pukulan tiga kali berturut-turut seperti

pada pembuatan batang percobaan berbentuk silinder.

Setelah pukulan yang ketiga, baca penunjukkan pada skala

tangkai rammer, dan padukan Diagram Flowability, seperti pada

Gambar berikut ini:

(25)

Alat bantu sand rammer untuk pengujian flowability.

1.6 Pemeriksaan Kekerasan Cetakan

Suatu sifat yang penting mendekati tegangan tekan dan geser

adalah kekerasan cetakan. Penentuan kekerasan ini memberikan

gambaran mengenai pemadatan pada permukaan dari beberapa

tempat cetakan. Terutama pada pembuatan cetakan dengan tangan,

maka penentuan kekerasan akan menunjukkan tempat dimana perlu

diadakan pemedatan tambahan.

Pada mesin cetak getaran, penentuan kekerasan akan dapat

menunjukkan apakah jumlah pukulan dari meja sudah cukup atau

belum. Pengujian kekerasan cetakan basah dapat dilakukan dengan

menggunakan alat yang disebut Green Hardness tester.

Prosedur pengujian kekerasan:

Sebelum alat digunakan, pen pengunci ditekan kekiri sehingga

jarum penunjuk dengan bebas dapat digerak-gerakkan. Pengujian

dilakukan dengan menekan bola logam yang terdapat pada bagian

bawah alat pada permukaan cetakan, jarum akan bergerak sesuai

dengan arah perputaran jarum jam, sampai berhenti. Bila jarum

sudah berhenti pen pengunci di tekan kekanan hingga apabila alat

diangkat dari permukaan cetakan, jarum akan tetap pada

penunjukkan. Kemudian dilakukan pembacaan. Angka yang ditunjuk

(26)

Untuk pemeriksaan kekerasan permukaan cetakan di

laboratorium dengan membuat cetakan dari kayu yang berukuran

panjang 13 cm, lebar 13 cm dan tinggi 5 cm, seperti ditunjukkan pada

Gambar berikut ini:

Cetakan kayu untuk memeriksa kekerasan permukaan cetakan.

Green hardness tester.

1.7 Pemeriksaan Titik Sinter

Titik sinter dari pasir cetak adalah sifat yang sangat penting

untuk menentukan apakah suatu jenis pasir dapat dipergunakan

sebagai cetakan pasir. Bila logam mengisi rongga cetakan, maka

logam cair akan menyentuh pasir dan memanaskannya. Pasir cetak ini

tidak boleh meleleh atau menjadi lemah di bawah pengaruh panas itu,

sebab kualitas permukaan benda cor akan sangat kasar. Makin besar

(27)

pelelehan. Oleh karena itu jelas bahwa makin tinggi temperatur

penuangan, butir-butir pasir harus berukuran lebih besar.

Pasir murni pada umumnya mempunyai titik leleh kurang lebih

1705oC, sedangkan pasir alam mempunyai titik leleh antara

1327-1370oC.

(28)

MODUL 2

PEMBUATAN POLA DAN CETAKAN

Pengecoran adalah proses penuangan logam cair ke dalam

cetakan yang memiliki rongga sesuai dengan bentuk yang

direncanakan, kemudian dibiarkan mendingin dan membeku didalam

cetakan sehingga dihasilkan suatu produk coran. Dalam proses ini,

beberapa hal yang harus dilakukan untuk membuat produk coran

adalah pencairan logam, pembuatan cetakan dan inti, penuangan

logam cair, pembongkaran, pembersihan coran dan pengerjaan akhir.

Pemilihan cetakan pasir yang akan digunakan pada proses

pengecoran logam dipengaruhi oleh beberapa faktor teknis dan

pertimbangan ekonomisnya. Ada beberapa jenis cetakan pasir yang

biasa dipergunakan, yaitu antara lain:

a. Cetakan pasir basah

b. Cetakan pasir kering

c. Cetakan pasir CO2 proses

d. Cetakan pasir kulit

e. Cetakan pasir yang mengeras sendiri lainnya

Proses pengecoran dengan cetakan pasir dilakukan dengan

menggunakan gaya gravitasi secara natural agar logam cair dapat

mengisi rongga cetakan dengan baik, oleh karena itu desain sistim

saluran (gating system) akan sangat menentukan kualitas produk cor.

Setiap tahapan yang dilakukan harus menyesuaikan dengan diagram

alir proses pengecoran yang merupakan urutan dari tahapan proses

pengecoran untuk menghasilkan produk cor yang baik dengan

produktivitas yang tinggi. Berikut ini adalah contoh diagram alir

proses pengecoran cetakan pasir yang sering dilakukan di industri

(29)

Diagram alir proses pengecoran dengan cetakan pasir.

2.1 Pola

Pola atau pattern adalah suatu model yang memiliki ukuran dan

bentuk yang sama dengan bentuk produknya kecuali pada

bidang-bidang tertentu yang disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti bidang-bidang

pisah (parting line), bentuk rongga (cavity), dan proses

pemesinannya. yang menyebabkan kesulitan untuk dibentuk langsung

pada pola.

Faktor-faktor tersebut selanjutnya akan diantisipasi dengan

perhitungan penyusutan logam dan toleransi pemesinannya. Untuk itu

ada beberapa faktor diatas yang harus diperhatikan pada saat

perencanaan pola yaitu.

2.2.1 Bidang pisah (Parting line)

Fungsi dari bidang pisah ini adalah memisahkan atau membuat

(30)

bawah (drag). Untuk itu bagian pola atas dan bawah harus memiliki

acuan agar tidak mengalami kesalahan dimensi.

2.2.2 Penyusutan Pola

Pada setiap pola yang akan harus diketahui dahulu material apa

yang akan digunakan untuk pembuatan produk. Ukuran pola harus

ditambahkan dengan ukuran penyusutannya, setiap logam memiliki

nilai penyusutan berbeda, antara lain besi cor memiliki nilai

penyusutan (shringkage) sebesar 1%, aluminium 1.5 % dan baja 2%.

2.2.3 Kemiringan Pola

Setiap pola yang akan dibuat harus memiliki kemiringan

tertentu yaitu dengan tujuan agar pada waktu pencabutan model dari

cetakannya, pola tersebut tidak mengalami kerusakan dan

memudahkan pada saat proses pencabutan pola dari cetakannya.

Kemiringan setiap pola tergantung pada tinggi rendahnya

ukuran pola tersebut jika ukuran dari suatu pola tinggi maka

kemiringannya kecil, sedangkan jika ukuran dari suatu pola rendah

maka kemiringannya besar. Pada aplikasinya dilapangan ternyata

kemiringan yang dibuat tersebut adalah ±1o dan juga dipengaruhi

oleh faktor kesulitan suatu dari pola.

2.2.4 Bahan dan Jenis Pola

Bahan-bahan yang dipakai untuk pola yaitu kayu, resin, atau

logam. Dalam proses pengecoran tertentu atau khusus digunakan pola

plaster atau lilin.

A. Pola Kayu

Kelebihan bahan pola dari kayu yaitu:

 Digunakan untuk pola yang bentuk dan ukurannya rumit.

 Mudah didapat.

 Mudah dikerjakan (proses pengerjaannya mudah)

(31)

Kekurangan bahan pola dari kayu yaitu:

 Tidak bisa mengerjakan produksi massal.

 Sering terjadi penyusutan.

B. Pola Logam

Kelebihan bahan pola dari logam yaitu:

 Bisa digunakan untuk produksi massal

 Mudah didapat.

Kekurangan dari bahan pola logam yaitu:

 Tingkat kesulitan perjakan

 Tidak bisa mengerjakan pola yang rumit bentuk maupun

ukurannya.

C. Resin sintetis

Kelebihan bahan pola dari resin sintetis yaitu:

 Dapat digunakan untuk bentuk dan ukuran yang rumit

 Biasanya untuk produksi massal

Kekurangan bahan pola dari resin sintetis yaitu:

 Harganya relatif mahal dan sulit didapat

2.2.5 Peralatan Pembuatan Pola

Proses manufaktur pola kayu memerlukan alat-alat kerja kayu

(carpenter) yang cukup modern, seperti gergaji mesin, alat penghalus

permukaan, bor kayu, dan alat-alat pahat. Proses pembuatanya

sendiri cukup rumit karena alat ukur yang digunakan memiliki panjang

yang berbeda dengan ukuran normal akibat adanya nilai penyusutan

logam, untuk itu sangat diprlukan ketelitian pada saat pembuatanya.

Pola yang terbuat dari logam diproses dengan menggunakan

mesin-mesin yang cukup canggih seperti dengan menggunakan mesin

CNC (computerize numerical control), Wire cut, dan mesin

konvensional seperti bangku bubut, freis, bor, dan gerinda.

Tujuan utama pembuatan cetakan pasir dengan bantuan pola,

(32)

 Untuk mendapatkan produk coran dengan kualitas geometri

yang baik, seperti bentuk, dimensi dan posisi.

 Mempertinggi efisiensi dan produktivitas proses pengecoran

massal.

Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam perancangan pola

adalah sebagai berikut:

 Menetapkan parting line sebagai pemisah antara cope dan drag.

 Menentukan tambahan dimensi akibat penyusutan logam dan

akibat goyangan pada saat pola dilepas dari rongga cetakan.

 Menentukan kemiringan pola agar mudah dilepaskan dari

rongga cetak.

 Menentukan tambahan dimensi untuk kompensasi dari adanya

proses pemesinan.

2.3 Sistim Saluran

Saluran tuang dapat didefinisikan secara sederhana sebagai

suatu bagian untuk mengalirnya logam cair mengisi rongga cetakan.

Bagian-bagiannya meliputi cawan tuang (pouring basin), saluran turun

(sprue), saluran pengalir (runner), dan saluran masuk (ingate).

Sistem saluran yang ideal harus memenuhi kriteria seperti;

mengurangi cacat, menghindari penyusutan dan dapat mengurangi

biaya produksi, berikut adalah uraian dari karakteristik sistim saluran

yaitu:

a. Dapat mengurangi terjadinya turbulensi aliran logam cair kedalam

rongga cetakan. Turbulensi akan menyebabkan terjebaknya

gas-gas/udara atau kotoran (slag) didalam logam cair yang dapat

menghasilkan cacat coran.

b. Mengurangi masuknya gas-gas kedalam logam cair.

c. Mengurangi kecepatan logam cair yang mengalir kedalam cetakan,

sehingga tidak terjadi erosi pada cetakan.

d. Mempercepat pengisian logam cair kedalam rongga cetak untuk

(33)

e. Mengakomodir pembekuan terarah (directional solidification) pada

produk coran.

f. Gradien temperatur yang terjadi saat masuknya logam cair

kedalam cetakan harus sama baiknya dengan gradien temperatur

pada permukaan cetakan sehingga pembekuan dapat diarahkan

(34)

Berikut ini ditunjukkan jenis-jenis dari sistim saluran:

Sistim saluran terdiri atas:

 Saluran masuk (gate).

 Saluran pengalir (runner).

 Saluran turun (sprue).

Penentuan coran dalam sistem saluran:

• Tempatkan dimensi coran yang besar pada bagian bawah.

• Minimalkan tinggi dari coran.

• Tempatkan daerah terbuka dibagian bawah.

• Tempatkan coran sedemikian rupa hingga riser berada pada tempat tertinggi dari coran untuk bagian yang besar.

(35)

• Umumnya runner, gate dan sprue ditempatkan pada drag.

• Tempatkan bidang pisah (parting plane) relatif serendah mungkin terhadap coran.

• Tempatkan bidang pisah pada bagian dimana coran mempunyai luas permukaan terbesar.

2.3.1 Sprue

Sprue atau saluran tuang adalah suatu saluran vertikal tempat penuangan

atau pouring logam cair yang berada pada daerah diatas parting line yang akan

meneruskan logam cair kedalam gate, riser dan produk cor. Secara umum

bentuk saluran masuk ada beberapa tipe diantaranya adalah sprue seperti

terompet danpouring basin (bush) yang berbentuk seperti kotak makanan.

Saluran masuk logam cair sprue dan basin.

Posisi dan tinggi sprue sangat menentukan kecepatan alir dari logam cair

yang akan mengisi rongga cetakan. Oleh karena itu untuk perhitungan tinggi

sprue efektif (ESH, effective sprue height) kita dapat menghitungnya dengan

persamaan.

P = Tinggi coran daricope hingga bagian

(36)

Disain sprue/downsprue merupakan bagian yang penting saat

logam cair dituangkan. Disain sprue harus menghindarkan terjadinya

turbulensi logam cair. Aliran logam yang turbulen akan menyebabkan

meningkatkan daerah yang terkena udara sehingga sehingga oksidasi

mudah terjadi. Oksida yang terbentuk akan naik ke permukaan logam

cair sehingga menyebabkan coran menjadi kasar permukaannya atau

oksida akan terjebak didalam coran dan menyebabkan cacat.

• Ukuran sprue harus dapat membatasi laju aliran logam cair (jika sprue besar, laju aliran akan tinggi akibatnya terbentuk dross,

dengan blind-ends pada runner akan menjebak dross yang tidak

diinginkan.)

• Ukuran sprue yang dibuat menjadikan laju aliran tetap.

• Bentuk sprue persegi panjang lebih baik dibandingkan dengan bentuk bulat untuk luas permukaan yang sama (menghindarkan

kecenderungan aliran berputar (vortex formation)).

(37)

Contoh-contoh sprue:

• Ukuran standar sprue menurut Swift, Jackson dan Eastwood 0,5÷1,5 in2 (1,27÷3,81 cm2) untuk bentuk persegi panjang

ataupun bulat. Sprue bulat dengan ketinggian yang rendah tidak

akan menyebabkan vortex problem, mudah dibuat dan

ekonomis untuk bentuk coran kecil .

• Ketinggian sprue ditentukan oleh tinggi coran dan riser.

• Sprue ditempatkan sejauh mungkin dari saluran masuk (ingates).

• Sprue ditempatkan dibagian tengah pengalir (runner).

• Ukuran sprue 1,27x0,48 cm untuk coran kecil dan 2,54x16 cm untuk coran tipis yang besar.

• Sprue dibuat bentuk meruncing (tapered).

(38)

Pertimbangan untuk menentukan lokasi sprue, yaitu:

 Kemudahan untuk proses pouring.

 Distribusi logam cair dapat merata kedalam cetakan.

 Panjang runner dari sprue.

2.3.2 Runners

• Menggunakan standar dan ukuran yang umum dipakai.

• Bentuk persegi panjang, baik digunakan untuk cetakan pasir.

(39)

• Ukuran luas runner 3 kali luas ujung keluar sprue/down sprue/choke.

• Ukuran runner biasanya dibuat berdasarkan perbandingan sprue : runner : gate. (misalnya, 1:3:2), contoh kasus:

Choked runner: W (Width) = (3 ~ 4) T (Thickness) l (length) = 1.5 T or 37 ~ 50 mm

Total area of gate: A = (Sectional area of choked runner) X 2 t = Thickness of gate

w = Width of gate = (4 ~ 6) t

Perangkap dross/pengotor pada runner:

2.3.3 Gate

Adalah saluran yang mendistribusikan langsung logam cair kedalam

(40)

cor dari bagian sistem salurannya biasa disebut fettling, oleh karena itu dalam

pembuatan ingate kita harus memperhatikan ukuran coran, ketebalanya, kondisi

cetakan dan ukuran dan bentuk ingatenya itu sendiri.

Contoh bentuk geometri desain ingate.

Keterangan:

a. circular / lingkaran e. tipe-U b. hexagonal f. persegi c. segitiga g. tipe-W d. semi-circular

Pertimbangan-pertimbangan dalam perencanaan gate:

• Gate dipasang pada bagian yang tebal.

• Gunakan ukuran standar dan bentuk yang umum digunakan (biasanya berbentuk persegi panjang).

• Tempatkan gate dengan meminimalkan terjadinya pengadukan atau erosi pada pasir cetak oleh aliran logam cair.

• Tidak menempatkan gate pada posisi perangkap dross.

• Jarak yang pendek antara gate dan coran.

• Jumlah gate yang banyak, diperbolehkan untuk temperatur pouring yang rendah.

(41)

Untuk menghasilkan aliran logam cair agar seragam memasuki semua gate,

maka:

1. Momentum harus diturunkan secara bertahap dengan penurunan dimensi

runner.

2. Tekanan harus ditingkatkan secara bertahap dengan meningkatkan

gesekan melawan aliran didalamgate.

B. Hubungan proporsi luas penampang sprue, runner dan gate terhadap

distribusi aliran cair logam adalah sebagai berikut:

1. Ketika total luas penampang dari gate lebih kecil dari runner, logam cair

akan mengsi runner dengan cepat dan memiliki kecenderungan untuk

mengalir ke dalam cetakan melewati setiapgate.

2. Ketika luas penampang total dari gate lebih besar dari runner, logam cair

akan sulit memasuki sprue dan runner, dan ini juga tidak mudah untuk

memindahkan pengotor didalam sprue dan runner. Aliran dari logam cair

yang melewatigate menjadi tidak seragam.

3. Untuk kasus bottom gate, walaupun luas total penampang gate lebih

besar daripada runner, aliran menjadi relatif cepat dan seragam akibat

tekanan sebagai gesekan melawan aliran.

4. Didalam kasus top gate, ketika total luas penampang gate lebih besar

(42)

D. Penentuan Lokasi Gate, prinsipnya gate harus ditempatkan pada

bagian yang tebal, sehingga cairan logam dapat langsung masuk

kedalam cetakan dengan cepat tanpa tahanan, dan proses finishing

(43)

E. Posisi gate pada runner, sebaiknya mempertimbangkan hal-hal

sebagai berikut:

a. Meletakkan gate pada lokasi yang jauh dari sprue dan runner

extension.

b. Meletakkan gate pada arah yang berlawanan dengan aliran logam

cair.

c. Ketika gate dipasang pada arah yang sama dengan aliran logam,

maka akan memudahkan kotoran ikut masuk.

F. Ruang antara gate, runner dan cetakan yang sempit menyebabkan

cetakan mudah rusak dan ikut mengalir dengan logam cair. Tetapi bila

ruang terlalu besar, gate menjadi lebih panjang, akibatnya porositas

mudah terjadi padagate.

G. Ketinggian gate dan runner, yang penting runner harus

mendistribusikan logam cair kebagian cetakan, dan pada saat yang

sama, dapat memindahkan pengotor di dalam logam cair. Jadi

ketinggian runner harus lebih tinggi dari gate. Untuk memberi tekanan

logam cair pada gate, umumnya ketinggian runner 4 kali lebih tinggi

dari gate. Tetapi untuk segi ekonomis, tinggi runner biasanya 2 kali

(44)

2.4 Gating Ratio

Didefinisikan sebagai perbandingan antara luas penampang melintang

sprue : total luas penampang runner : total luas penampang gate. Umumnya

untuk besi cor dan baja, rasio ini menurun, menurut banyak peneliti, gating ratio

yang direkomendasikan adalah sebagai berikut:  Quick pouring = 1 : 2 : 4

 Ordinary pouring = 1 :0,9 : 0,8  Slow pouring = 1 : 0,7 : 0,5

Perbedaan rasio untuk top gating dan bottom gating yaitu:  Top gating = 1 :0,9 : 0,8

 Bottom gating = 1 :1,1 : 1,2

2.5 Saluran Penambah (Riser)

Riser didisain dekat ke bagian yang tebal dan berfungsi sebagai

umpan logam cair selama pembekuan. Riser mempunyai ukuran dan

konstruksi agar dapat membeku paling akhir. Pertimbangan terhadap

Riser adalah sebagai berikut:

• Tempatkan riser dekat bagian yang tebal.

(45)

• Riser diukur berdasarkan volume logam cair.

• Riser dibuat cukup besar agar dapat mengisi bagian yang menyusut dan terakhir membeku.

• Riser mempunyai perbandingan yang besar antara volume:luas dari corannya sendiri sehingga coran akan membeku terlebih

dahulu dibandingkan riser.

Ketinggian riser tergantung dari jenis riser yang digunakan.

Untuk top riser = 1,5 kali diameter riser

Side riser = 0,75 – 2 kali diameter riser

(46)

Untuk memudahkan pembuangan riser, biasanya dibuat riser neck.

(47)
(48)

Sebagai contoh perhitungan gating system, diberikan pada tabel excel dibawah

ini:

Perancangan dimensi sistim saluran produk gear diatas dimulai

(49)

No NOTASI & RUMUS INPUT OUTPUT 1 Casting product weight, Wo (Kg) 100

2 Density,ρ(Kg/cm^3) 0,0078

3 Yield ratio, y (%)=(Wo/W)x100 63,418

4 Pouring weight, W (Kg)=Wox100/y 157,68 5 Pouring time, tp (sec)=C√W=0.8√W 10,05

Konstanta, C=0,5-0,8 (quick & medium pouring) C=2 (slow pouring)

6 Pouring Volume, Qp (cm^3)=W/r 20138,21 7 Flowing volume, qi (cm^3/sec)=(Qp/tp) / n 2004,65

8 Sprue height, Ht (cm) 40

9 Casting height, c (cm) 7

10 Parting Line height, p (cm) 3,5

11 Effective pouring height, He (cm):

A. He=Ht-(P^2/2c), produk terbagi 2 oleh part line 39,13

B. He=Ht, produk semuanya dibawah part line 40,00 C. He=Ht-P/2, produk semuanya diatas part line 38,25 12 Jenis Gating Sistim: (A : B : C) A

13 Velocity at gate, Vg (cm/sec)=Z√2g He 98,08 Z=Flow coeffisient=0,35-0,8

g=Konstanta gravitasi=9,8 m/sec^2

14 Total area of gate section, Sg (cm^2)=W/(r.tp.Vg) 20,44

15 Number of gate, n 1

16 Area of gate section, Ag (cm2)=Sg/n 20,44

17 Gatting ratio: Sprue Runner Gate

A. 1 : 2 : 4 = quick (cepat) 5,11 10,22 20,44 B. 1:0,9:0,8 = ordinary (sedang) 25,55 22,99 20,44 C. 1:0,7:0,5 = slow (lambat) 40,88 28,62 20,44

D. Lainnya= 1 : 1,2 : 1,2 17,03 20,44 20,44 18 Jenis Gating Ratio: (A : B : C : D) C

19 Area of sprue section, As (cm^2) - diameter bawah: 7,22 diameter atas: 11,408

tinggi: 40,00

20

Area of runner section, Ar (cm^2)

lebar atas: 4,95

lebar bawah: 5,75

tinggi: 5,35

panjang: 33,96

Jarak ke Ingate pertama: 16,98

21 Area of gate section, Ag (cm2) lebar atas: 14,88

Lebar bawah: 15,68

tinggi: 1,34

panjang: 10,22

22 Velocity at spue, Vs (cm/sec)=qi/As 49,04

23 Velocity at runner, Vr (cm/sec)=qi/Ar 70,06

24 Velocity at gate, Vg (cm/sec)=qi/Ag 98,08

25 Reynold number, Re = (10^5 . Wp) / (tp . 10 P) Sprue Runner Gate

P=perimeter (cm) 6927,21 7620,67 4838,30

Re<2300 : aliran laminary

2300<Re<13800 : aliran non turbulent Semi

Turbulen

Semi Turbulen

Semi Turbulen

(50)

2.6 Cetakan dan Inti

Cetakan dan Inti pada pengecoran logam merupakan salah satu

komponen penting untuk menghasilkan suatu produk logam melalui

proses pengecoran. Cetakan adalah suatu alat pada proses

pengecoran yang terbuat dari suatu material tahan temperatur tinggi

(refractory) dan memiliki suatu rongga dengan bentuk geometri

tertentu untuk di cor dan menghasilkan suatu produk cor yang sesuai

(51)

Pada dasarnya suatu cetakan dapat menggunakan berbagai

macam bahan yang memiliki kemampuan untuk menampung cairan

logam yang panas dengan tidak mengalami suatu perubahan fisik dan

kimia hingga dapat mempengaruhi hasil pengecoran logam tersebut.

Material yang saat ini masih banyak digunakan untuk cetakan

pengecoran logam antara lain logam dan pasir. Pasir hingga saat ini

masih mendominasi sebagai material cetakan karena pasir memiliki

beberapa keuntungan antara lain mudah di dapat dan cukup murah.

Inti adalah suatu model skala penuh untuk membentuk

permukan bagian dalam dari suatu produk cor yang tidak mampu

dibentuk oleh rongga dari cetakan. Suatu inti dalam pengecoran

logam sangat diperlukan karena dengan inti suatu proses pengecoran

dapat lebih efektif, inti dapat meningkatkan yield ratio dari suatu

proses pengecoran dan dapat mempermudah proses lanjut dari suatu

produk pengecoran.

Untuk membuat suatu cetakan pasir maka akan dibutuhkan

bahan lain yang akan di mixing dengan pasir agar sifat-sifat yang

diinginkan seperti mampu bentuk, mampu tekan, mampu retak,

refractoriness, permeabilitas dan sifat yang diinginkan lainnya dapat

dicapai. Beberapa bahan lain yang ditambahkan kedalam pasir cetak

antara lain:

A. Bentonit, adalah suatu bahan pengikat atau binder yang

dicampurkan kedalam pasir cetak dengan tujuan

meningkatkan mampu bentuk dari pasir cetak.

B. Coal dust, adalah suatu bahan tambahan pada pasir cetak

yang bertujuan agar pasir lebih terbuka ketika logam cair

dituangkan hingga permeabilitas pasir tetap baik dan juga

berfungsi untuk membentuk film gas CO2 agar antara pasir

dan logam cair terpisah dan melindungi butir pasir supaya

tidak terjadi overheat dan fusi terhadap permukaan logam.

C. Air dan Gula tetes, adalah bahan tambahan untuk membantu

(52)

D. Bahan tambahan lain untuk pasir cetak seperti: Dextrine,

diethyl glicol, soda ash, tepung maizena, tepung tapioka dan

bahan tambahan lainya.

Bahan tambahan yang ditambahkan tersebut akan di-mixing di

dalam mixer pasir selama beberapa menit agar seluruh campurannya

merata dan siap untuk di bentuk cetakan. Komposisi campuran pasir

cetak akan berbeda tergantung dari logam yang akan dicor dan posisi

pasir dalam cetakan yaitu pasir muka dan pasir pengisi. Beberapa

bahan tambahan juga berfungsi untuk preparasi pasir cetak setelah

digunakan berulang-ulang, preparasi yang dilakukan antara lain sand

tempering dan sand condition.

Komposisi untuk pembuatan cetakan pasir.

No. Komposisi pasir muka Jumlah (%)

1. Pasir Baru 20

2. Pasir Bekas 80

3. Bentonit 2

4. Coaldust/Karbon 0,1

5. Gula Tetes 0,2

6. Air 1,2

7. WaktuMixing 15-25 Menit No. Komposisi pasir isi Jumlah 1. Pasir Bekas 100

2. Bentonit 1

3. Air 1,2

4. WaktuMixing 10-15 Menit

Komposisi lain dari cetakan green sand atau cetakan pasir basah yang

terdiri atas:

 Campuran pasir silika (air: 3-4% dan pasir bekas: balance)

 Bentonit (8-10%)

 Air (3-4%)

 Gula tetes (0,5-1%)

Jika ada penggunaan inti, maka dapat dibuat dengan cara CO2-Proses

dengan komposisi bahan cetakan yang dipakai adalah sebagai berikut:

(53)

 Air Kaca (Water Glass) (4-6%)

 Gula tetes (1/2-1%)

Komposisi pasir untuk inti dapat menggunakan pasir cetak furan

yaitu:

 Pasir silika baru 4-11%

 Pasir silica bekas 89-96%

 Binder 1-1,5% dari total pasir

 Catalist 30-50% dari binder

Bahan-bahan tersebut masuk mesin continuos mixer furan dimana

binder (furfuryl alcohol) sebagai pengikat dan catalyst (Sulfuric Acid,

H2SO4) sebagai pengeras. Setelah tercampur maka pasir dikeluarkan

dari mesin.

2.7 Prosedur Percobaan:

1. Rencanakan pola yang akan dipergunakan.

2. Pembuatan pola.

3. Rencanakan sistim saluran yang akan dibuat.

4. Persiapkan bahan atau peralatan bantu.

5. Pembuatan Cetakan Pasir.

5.1 Memadatkan pasir

Pasir cetak yang kekerasannya didapatkan dari pemadatan

adalah pasir cetak dengan pengikat lempung (bentonit). Proses

pemadatan akan mengurangi volume pasir sebesar 20-30% dari

sebelum dipadatkan, maka rongga antara butiran pasir akan hilang,

dan butiran pasir akan terikat satu sama lain dengan baik. Pemadatan

dengan alat pemadat haruslah rata dan menyeluruh, selain itu

pertimbangan lainnya adalah:

 Pasir cetak harus mampu menahan tekanan pengecoran, dan

(54)

 Pasir cetak harus tetap dapat dilewati udara hingga gas-gas

dapat lebih mudah keluar. Penusukan lubang gas dapat

dilakukan sebagai lubang tambahan (ventilasi).

Untuk dapat mencapai kepadatan yang baik alat-alat tangan yang

dipergunakan adalah:

- Penumbuk runcing.

Memiliki permukaan tumbuk yang runcing untuk menghasilkan

tumbukan yang keras. Disamping itu dapat pula digunakan untuk

menumbuk pasir cetak pada daerah sudut dan celah.

- Penumbuk datar

Memiliki permukaan tumbuk yang lebar. Kekuatan tumbuk lebih kecil

dan digunakan untuk penumbukkan akhir hingga hasil tumbukkan

rata.

- Penumbuk bertekanan udara.

(55)

5.2 Pemolesan Pasir Cetak

Pemolesan sebagai salah satu teknik pembuatan cetakan, hanya

dilakukan pada pengerjaan cetakan dengan pasir berpengikat

lempung (bentonit). Pemolesan dilakukan pada pasir disekeliling pola,

dimana pasir ditekan sekitar 1 mm kedalam. Dengan demikian pola

dapat dikeluarkan tanpa merusak tepi-tepi cetakan.

Proses pemolesan ini juga dapat memperbaiki tepi-tepi yang

rusak, pemolesan dilakukan dengan cara memoleskan pasir pada

permukaannya. Daya lekat pasir cetak berpengikat lempung dapat

dinaikkan hanya dengan membasahi sedikit pasir yang akan

dilekatkan. Alat-alat pemoles yang umum digunakan adalah:

- Lanset

Berupa sebuah daun pada satu sisi dan sendok pada sisi yang

lainnya, digunakan untuk memoles permukaan kecil dan untuk

membuat saluran-saluran penuangan.

- Sendok semen

Digunakan untuk memoles permukaan yang lebar dan untuk

membuat saluran- saluran besar juga daerah cawan tuang.

- Kait pasir

Dengan pengaitnya, rontokan pasir dapat diangkat sekaligus

(56)

pemolesan bagian-bagian yang tegak dapat dilakukan, juga untuk

memperbesar saluran turun.

- Kaki besi

Untuk memoles bentuk-bentuk dan posisi yang sulit pada rongga

cetakan yang dalam.

- Sendok poles

Digunakan untuk memoles serta memperbaiki permukaan cetakan.

- Kancing pemoles

Untuk membuat ataupun memperbaiki radius ataupun sudut-sudut

cetakan.

- Batang pemoles bulat

Terdiri dari sebuah batang dengan kaki-kaki pemoles oval, berfungsi

seperti kaki besi.

- Batang pemoles datar

Untuk memoles permukaan yang terdapat jauh didalam rongga

(57)

5.3 Urutan Pembuatan Cetakan

5.3.1 Rangka cetak untuk cetakan bawah diletakkan diatas landasan.

Pola bagian bawah diletakkan.

5.3.2 Bahan pemisah cair (bahan dasar lilin ataupun minyak tanah)

atau serbuk (graphit, debu, arang) disemprotkan atau

ditaburkan.

5.3.3 Pengayakan pasir muka diatas pola setebal 2 cm dan ditekan

dengan tangan untuk menghasilkan permukaan tuangan yang

halus.

5.3.4 Pengisian dengan pasir pengisi dan dipadatkan setiap tebal pasir

sekitar15 cm.

5.3.5 Perataan pasir dan untuk hal-hal khusus ditusukkan batang besi

sebagai lubang pembuangan gas.

5.3.6 Cetakan bawah dibalik

5.3.7 Pemolesan

(58)

5.3.9 Pola bagian atas dipasangkan juga saluran turun dan penambah,

bahan pemisah disemprotkan /ditaburkan.

5.3.10 Pengayakan pasir muka, ditekan dengan tangan.

5.3.11 Pengisian dengan pasir pengisi dipadatkan lapis demi lapis.

5.3.12 Perataan pasir, penusukan lubang gas.

5.3.13 Saluran turun dan penambah dicabut keatas cetakan atas

diangkat lalu dibalik.

5.3.14 Pembasahan pasir pada sekitar sisi pola cetakan atas, pola

dipukul-pukul hingga longgar terhadap cetakannya. Pola bagian

(59)

5.3.15 Saluran turun dan penambah diperbesar/diperbaiki.

5.3.16 Saluran terak dan saluran masuk dibuat (bila tidak dicetakan

atas, di cetakan bawah).

5.3.17 Pembasahan pasir pada sekitar sisi pola cetakan bawah,

pemuklan pola hingga longgar. Pola bagian bawah diangkat.

5.3.18 Perbaikan permukaan cetakan.

5.3.19 Penaburan grafit pada rongga cetakan. Cetakan yang lebih

besar dilakukan pelapisan (pelapis dengan pencair air maupun

alcohol).

5.3.20 Peletakkan inti pada cetakan bawah saluran pembuangan gas

dari dudukan inti kearah rangka cetak digores.

5.3.21 Perakitan cetakan

(60)

6. Pembuatan Cetakan Pasir Furan

Pada penggunaan pasir cetak mengeras sendiri (misal: pasir

cetak berpengikat resin phenol ataupun resin furan), pengerjaan

pemadatan dan pemolesan tidak diperlukan lagi. Terutama pada

pembuatan cetakan penuh dengan pola polisterin, proses pengerjaan

semakin sederhana.

 Pola diletakkan dalam rangka cetak yang telah diberi landasan

pasir cetak atau pada lubang galian.

 Saluran tuang dan penambah dipasangkan.

 Pasir cetak ditimbunkan hingga hanya menyisakan permukaan

atas cawan tuang saja. Penusukkan lubang-lubang pembuangan

gas (bila perlu).

 Cetakan selesai dan tunggu hingga pasir mengeras.

2.8 Pencatatan Data:

1. Catat setiap tahap atau urutan kerja yang dilakukan.

2. Hitung volume pola benda coran lengkap dengan sistim

salurannya.

3. Catat berapa penyusutan dari ukuran pola.

4. Catat berapa volume dan berat pasir cetak untuk

cetakan-cetakan pasir yang dipakai.

5. Gambarkan sistim saluran cetakan pada sebuah rangka

cetak (jangan lupa menentukan cup, drag dan garis

Gambar

Gambar berikut ini:
Gambar berikut ini:

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh temperatur logam cair ( melt ) dan kadar silikon dalam cairan logam Al terhadap pembentukan, morfologi