• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Tepung Hijauan dan konsentrat

Dalam dokumen Laporan Akhir Praktikum Ilmu Bahan Makan (Halaman 33-38)

Pertumbuhan ternak akan relatif lambat jika peternak hanya mengandalkan pemberian hijauan. Optimalisasi pertumbuhan ternak bisa dicapai dengan pemberian konsentrat yang bisa diperoleh dari limbah industri pertanian, termasuk dari proses pengolahan produk perkebunan (Guntoro, 2008). Berdasarkan kandungan gizinya, konsentrat dibagi menjadi tiga golongan yaitu, konsentrat sebagai sumber energi, protein dan mineral.

Konsentrat sebagai bahan energi adalah semua bahan pakan yang mengandung PK kurang dari 20%. Bahan pakan tersebut banyak mengandung karbohidrat/pati/gula yang dapat digunakan sebagai sumber energi hewan monogastrik. Terdapat empat kelompok bahan pakan yang termasuk sumber energi yaitu : cereal grain, milling by product, special product, buah-buahan dan produk lainnya ( Sutardi, 2012 ).

Bagi ternak ruminansia, konsentrat termasuk pakan tambahan yang berfungsi sebagai pemacu pertumbuhan atau produksi. Sementara itu bagi ternak monogastrik, konsentrat merupakan pakan utama. Semua cerelia mengandung karbohidrat yang tinggi kecuali gabah. Kandungan lemak cerelia bervariasi antara 3-8 %. Lemaknya mengandung asam lemak palmitat ( jenuh ), asam oleat dan linoleat. Kandungan mineral Ca sebesar 0,03 % dan P sebesar 0,3 %. Bahan pakan sumber energi dari jenis konsentrat sebagian besar terdapat dalam bahan pakan asal tumbuh-tumbuhan atau nabati dengan limbahnya, di antaranya jagung kuning, sorghum, pollard, millet, bekatul, onggok, dan gandum. Bahan pakan sumber energi asal nabati ini umumnya mempunyai kandungan serat kasar yang cukup tinggi (Rasyaf, 1994).

Khalil (1999) menjelaskan bahwa daya ambang merupakan waktu yang dapat ditempuh oleh suatu partikel bahan jika dijatuhkan dari suatu ketinggian tertentu. Menurut Jaelani (2007), jika berat jenis tinggi maka akan mempengaruhi nilai daya ambang yang tinggi pula. Hal ini berarti apabila terjadi proses pencurahan bahan dari ketinggian tertentu maka waktu bahan

tersebut untuk mencapai dasar akan lebih cepat. Daya ambang yang terlalu lama akan menyulitkan dalam proses pencurahan bahan karena dibutuhkan waktu yang lebih lama. Bahan pakan berupa tepung hijauan dengan ukuran partikel halus mempunyai daya ambang sebesar 1,98 m/dt. Sedangkan tepung hijauan dalam bentuk pelet memiliki daya ambang 10,9 m/dt. Dedak merupakan jenis pakan yang berbentuk tepung dengan ukuran partikel halus. Hasil praktikum daya ambang sebesar 0,25 m/dt. Jika dibandingkan dengan literatur maka hasil praktikum daya ambang dedak lebih kecil. Jika daya ambang suatu bahan kecil itu artinya bahan pakan tersebut dapat lebih cepat mencapai dasar pada saat melakukan pencurahan.

Pengukuran sudut tumpukan atau angle of repose adalah dengan cara menjatuhkan suatu sampel ke corong, kemudian ukur diameter dan tingginya. Hasil pengukuran sudut tumpukan adalah 37,23° dengan tinggi bahan pakan 7,5 cm dan diameter 19,5 cm. Hal ini sesuai dengan Hartadi (1993), bahwa pakan berbentuk halus mempunyai sudut tumpukan kurang dari 20, selain itu besarnya sudut tumpukan dipengaruhi oleh ukuran partikel bahan, bentuk, berat jenis, kerapatan tumpukan dan kadar air bahan. Ukuran bahan yang lebih kecil maka akan membentuk sudut tumpukan yang semakin besar. Pakan berbentuk padat mempunyai sudut tumpukan berkisar 20-50°.

Semakin tinggi tumpukan, maka semakin kurang bebas suatu partikel bergerak dalam tumpukan. Sudut tumpukan berperan antara lain dalam menentukan flowabivity (kemampuan mengalir suatu bahan, efisiensi pada pengangkutan atau pemindahan secara mekanik, ketepatan dalam penimbangan dan kerapatan kepadatan tumpukan (Thomson, 1993).

Sudut Tumpukan (Angle of Response)

Nilai sudut tumpukkan pada ransum yang mudah mengalir yaitu pada kisaran sudut tumpukkan 30°-38°. Ransum bentuk padat memiliki sudut tumpukkan berkisar antara 20° dan 50°. Besarnya sudut tumpukkan sangat dipengaruhi oleh ukuran, bentuk dan karakterisktik partikel, kandungan air, berat jenis dan kerapatan tumpukkan. Ukuran partikel mempengaruhi sudut tumpukkan yaitu semakin kecil

ukuran partikel maka semakin tinggi sudut tumpukkannya (Retnani, 2001).

Sudut tumpukkan berfungsi untuk menentukan kemampuan mengalir suatu bahan efisiensi pada pengangkutan secara mekanik. Sudut tumpukkan merupakan kriteria kebebasan bergerak suatu partikel pakan dalam tumpukkan dimana makin tinggi tumpukkan maka kebebasan partikel untuk bergerak semakin berkurang. Hasil sudut tumpukkan adalah sudut yang diperoleh dari tinggi bidang yang terbentuk dibagi dengan diameternya (Noordiyansyah, 2007).

Besarnya sudut tumpukan sangat dipengaruhi oleh ukuran, bentuk dan karakteristik partikel, kandungan, berat jenis dan kepadatan tumpukan. Ukuran partikel mempengaruhi sudut tumpukan, yaitu semakin kecil ukuran partikel maka semakin tinggi sudut tumpukannya (Retnani, et al., 2011).

Praktikum mengenai sudut tumpukan (Angle of Response) diperoleh hasil sudut tumpukan untuk daun waru 29,680 dan untuk kulit durian 45,570. Hasil sudut tumpukan diperoleh dari tinggi bidang yang terbentuk dibagi dengan diameternya. Pengamatan sudut tumpukan dilakukan sebanyak dua kali dan setelah itu dihitung rata-ratanya. Hal ini sesuai dengan Mujnisa (2008), bahwa pakan berbentuk halus mempunyai sudut tumpukan kurang dari 20, selain itu besarnya sudut tumpukan dipengaruhi oleh ukuran partikel bahan, bentuk, berat jenis, kerapatan tumpukan dan kadar air bahan.. Ketinggian tumpukan bahan harus selalu berada dibawah corong.

Berat Jenis (Dersity)

Menghitung berat jenis adalah bobot bahan pakan (gram) dibagi dengan volume. Perbedaan berat nilai berat jenis selain dipengaruhi oleh perbedaan karakteristik, permukaan partikel, juga dipengaruhi oleh kandungan nutrisi bahan. Berat jenis berpengaruh terhadap homogenitas

penyebaran partikel sitabilitas suatu campuran bahan pakan (Jaelani dan Firhami, 2007).

Berat jenis merupakan perbandingan antara massa bahan terhadap volume dan memegang peranan penting dalam pelbagai proses pengolahan, penanganan dan penyimpanan. Berat jenis mempengaruhi kerapatan tumpukkan dengan daya imbang homogenitas dan stabilitas kecepatan (Sutardi, 2002).

Menurut Axe (2005), apabila bahan mempunyai berat jenis partikel yang berbeda jauh, maka cenderung memisahsetelah mixing dan handling. Partikel yang lebih padat atau rapat berpindah kebawah melewati partikel lain yang lebih halus atau ringan. Semakin tinggi berat jenis, maka akan semakin tinggi kapasitas ruang penyimpanan dan memudahkan pengangkutan. Maka dari itu, berat konsentrat harus didorong oleh berat dari hijauan pakan karena dapat langsung dicerna oleh cairan rumen (microba).

Perbedaan nilai berat jenis selain dipengaruhi oleh perbedaan karakteristik permukaan partikel, juga dipengaruhi oleh kandungan nutrisi bahan. Hal ini sesuai dengan pendapat (Khalil, 1999) yang menyatakan bahwa adanya variasi dalam nilai berat jenis dipengaruhi partikel dan stabilitas suatu campuran pakan. Bahan pakan yang memiliki perbedaan berat jenis cukup besar, akan menghasilkan campuran tidak stabil dan mudah terpisah kembali (Chung, 1995). Semakin besar ukuran partikel sampel maka semakin berat jenisnya (Rahardjo, 2010).

Daya Ambang (Floating Rote)

Daya ambang adalah jarak yang ditempuh oleh suatu partikel bahan jika dijatuhkan dari atas ke bawah pada bidang datar selama jangka waktu tertentu dengan satuan m/detik. Semakin tinggi nilai daya ambang berarti waktu yang digunakan untuk pencurahan dan pencampuran dedak semakin cepat. Hal ini dipengaruhi oleh berat jenis, homogenitas, dan kandungan air dalam bahan (Putri, 2010). Begitupun sebaliknya, daya ambang yang terlalu lama akan

menyulitkan dalam proses pencurahan bahan karena dibutuhkan waktu yang lebih lama (Jaelani, 2007).

Cara kerja pada praktikum yang telah dilaksanakan, sesuai dengan penelitian yang dilakukan Jaelani (2007) yaitu daya ambang diukur dengan cara menjatuhkan 10 gram (pada praktikum, sampel yang digunakan 1 gram) partikel bahan pada ketinggian 3 meter (pada praktikum, tingginya 1 meter) dari dasar lantai, kemudian diukur lamanya waktu (detik) yang dibutuhkan sampai mencapai lantai dengan menggunakan stopwatch. Lantai tempat jatuhnya bahan diberi alas dengan alumunium foil untuk memudahkan pengamatan saat bahan jatuh. Diupayakan pengaruh udara agar diperkecil, yaitu dengan menutup setiap lubang yang memungkinkan angin masuk (ventilasi, jendela, dan pintu).

Daya ambang dihitung dengan cara membagi jarak jatuh (meter) dengan lamanya waktu yang dibutuhkan (detik). Daya ambang pada praktikum ini, diperoleh dengan cara menjatuhkan bahan atau sampel dari nampan dengan ketinggian 1 meter dan dihitung waktunya dengan menggunakan stopwatch. Dengan menggunakan rumus jarak dibagi waktu, maka diperoleh nilai daya ambang, yaitu 0,69 m/s untuk tepung daun waru dan 0,75 m/s untuk tepung kulit durian.

Luas Permukaan Spesifik (LPS)

Rahardjo et al. (2004), menyatakan bahwa luas permukaan spesifik merupakan suatu berat tertentu mempunyai luas permukaan tertentu pula. Menurut Khalil (1997), luas permukaan spesifik adalah luas permukaan bahan pakan pada berat tertentu. Peran luas permukaan spesifik untuk mengetahui tingkat kehalusan dari bahan pakan tanpa diketahui distribusi ukuran kompos partikel secara keseluruhan.

Uji fisik yang terakhir ialah uji luas permukaan spesifik (LPS) suatu sampel bahan pakan. Sebelumnya bahan pakan ditimbang hingga 1 gr baik untuk tepung kulit durian dan daun waru, lalu diratakan pada kertas milimeter blok yang telah disiapkan. Hasil dari uji LPS oleh kelompok, didapatkan hasil 37 cm2/gr untuk tepung daun waru dan 73 cm2/gr untuk tepung kulit durian dan hasil ini sangat berbeda jauh antara tepung kulit durian dan daun waru. Hal ini

berarti partikel yang semakin akan menutupi seluruh permukaan hingga tertutup rapat. Kadar sampel yang semakin halus juga akan semakin meningkatkan daya cerna oleh ternak. Dengan diketahui LPS suatu bahan pakan berarti menunjukan seberapa halus bahan pakan tersebut atau dalam bentuk apa bahan pakan tiap gramnya. Jika nilai LPSnya kecil dalam tiap gramnya, maka sampel tersebut berbentuk butiran – butiran kasar atau kristal (Raharjo, 2002), semakin halus kadar sampel, maka semakin baik daya cernanya bagi ternak.

LPS sendiri merupakan luas permukaan spesifik suatu bahan pakan dengan berat tertentu. Dengan mengukur LPS maka akan diketahui tingkat kehalusan yang dimiliki oleh bahan tersebut. Hal ini sama dengan pendapat yang dikemukakan oleh Sutardi, et.al (2003) bahwa bahan pakan memiliki tingkat kehalusan dan ukuran komposisi. LPS juga dapat bermanfaat dalam pengefisenan bahan pakan, seperti yang diungkapkan oleh Jaelani (2007) bahwa efisien suatu proses penganganan, pengolahan dan penyimpanan dalam bahan pakan tidak hanya butuh nilai gizi dan unsur kimianya saja, melainkan juga sifat fisik.

Dalam dokumen Laporan Akhir Praktikum Ilmu Bahan Makan (Halaman 33-38)

Dokumen terkait