• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuktian Hipotesis Ketiga, Keempat, Kelima, dan Keenam

HASIL PENELITIAN

4.8. Pembuktian Hipotesis

4.8.3. Pembuktian Hipotesis Ketiga, Keempat, Kelima, dan Keenam

Uji ini dilakukan untuk mengetahui adanya pengaruh yang signifikan secara parsial antara variabel bebas (Aspek Sosialisasi, Aspek Perencanaan, Aspek Pelaksanaan, dan Aspek Pemanfaatan) secara parsial terhadap keberhasilan Program Desa Mandiri Pangan di Kota Subulussalam. Berdasarkan Tabel 4.22 dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Pembuktian hipotesis ketiga

a. H03 : b3 = 0, berarti tidak ada pengaruh variabel aspek sosialisasi secara parsial terhadap keberhasilan Program Desa Mandiri Pangan di Kota Subulussalam.

b. HA3 : b3 ≠ 0, berarti ada pengaruh variabel aspek sosialisasi secara parsial terhadap keberhasilan Program Desa Mandiri Pangan di Kota Subulussalam.

Nilai Thitung variabel aspek sosialisasi (X1) adalah Thitung (3,809) > Ttabel (1,660) dengan tingkat signifikan 0,004 (Þ < 0,05). Dari hasil tersebut maka H03

ditolak dan HA3 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara aspek sosialisasi yang dilakukan pelaksana kegiatan sosialisasi secara parsial terhadap keberhasilan Program Desa Mandiri Pangan di Kota Subulussalam

terbukti.

Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapatan Norland (1992) menemukan bahwa petani berpartisipasi dalam penyuluhan karena mereka mempunyai waktu untuk berpartisipasi, memiliki motivasi internal yang kuat, informasi yang disediakan berkualitas dan secara sosial mereka menikmatinya. Dari aspek

perubahan perilaku, seseorang akan berpartisipasi jika mereka mendapatkan pengetahuan tentang program yang dikembangkan dengan efektif dan benar (Dolisca, dkk., 2006; Blackstock, dkk., 2010). Pengetahuan tentang program desa mandisi pangan bisa diperoleh masyarakat dengan mengikuti berbagai kegiatan sosialisasi.

2. Pembuktian hipotesis keempat

a. H04 : b4 = 0, berarti tidak ada pengaruh variabel aspek perencanaan secara parsial terhadap keberhasilan Program Desa Mandiri Pangan di Kota Subulussalam.

b. HA4 : b4 ≠ 0, berarti ada pengaruh variabel aspek perencanaan secara parsial terhadap keberhasilan Program Desa Mandiri Pangan di Kota Subulussalam.

Nilai Thitung variabel aspek perencanaan (X3) adalah Thitung (2,145) > Ttabel (1,660) dengan tingkat signifikan 0,004 (Þ < 0,05). Dari hasil tersebut maka H04 ditolak dan HA4diterima. Hal ini menunjukkan ada pengaruh aspek perencanaan secara parsial terhadap keberhasilan Program Desa Mandiri Pangan di Kota Subulussalam terbukti.

Menurut Skilbeck (2006), metode pembelajaran yang tepat mampu meningkatkan partisipasi orang dewasa dalam sebuah kegiatan pendidikan. Jika metode yang digunakan memberi kesempatan yang luas bagi mereka untuk mengekspresikan diri, maka partisipasinya akan meningkat.

Demikian pula yang diungkapkan oleh Ife (2008) bahwa metode yang menghargai keberadaan petani sebagai orang yang ahli dalam mengerjakan usaha

taninya berdasarkan pengalaman mereka mampu meningkatkan partisipasi peternak dalam penyuluhan. Namun demikian, jika metode yang dilakukan tidak sesuai dengan keinginan dan kebutuhan mereka, maka partisipasi akan menurun. Berkaitan dalam pengembangan desa mandiri pangan, pihak penyuluh atau pendamping masayarakat menghargai setiap aspirasi masyarakat dengan melibatkan unsur masyarakat sekitar dalam tahapan perencanaan kegiatan program desa mandiri pangan demi terciptanya partisipasi masyarakat yang baik. 3. Pembuktian hipotesis kelima

a. H05 : b5 = 0, berarti tidak ada pengaruh variabel aspek pelaksanaan secara parsial terhadap keberhasilan Program Desa Mandiri Pangan di Kota Subulussalam.

b. HA5 : b5 ≠ 0, berarti ada pengaruh variabel aspek pelaksanaan secara parsial terhadap keberhasilan Program Desa Mandiri Pangan di Kota Subulussalam.

Nilai Thitung variabel aspek pelaksanaan (X4) adalah Thitung (2,892) > Ttabel

(1,660) dengan tingkat signifikan 0,004 (Þ < 0,05). Dari hasil tersebut maka H05 ditolak dan HA5diterima. Hal ini menunjukkan ada pengaruh aspek pelaksanaan secara parsial terhadap keberhasilan Program Desa Mandiri Pangan di Kota Subulussalam terbukti.

Secara teoritis, keterlibatan dalam kegiatan pembangunan akan sangat berpengaruh pada partisipasi (Slamet, 1994:137-143). Dengan adanya keterlibatan ini, secara tidak langsung masyarakat sudah terlibat dalam kegiatan pelaksanaan program desa mandiri pangan.

4. Pembuktian hipotesis keenam

a. H06 : b6 = 0, berarti tidak ada pengaruh variabel aspek pemanfaatan secara parsial terhadap keberhasilan Program Desa Mandiri Pangan di Kota Subulussalam.

b. HA6 : b6 ≠ 0, berarti ada pengaruh variabel aspek pemanfaatan secara parsial terhadap keberhasilan Program Desa Mandiri Pangan di Kota Subulussalam.

Nilai Thitung variabel aspek pemanfaatan (X5) adalah Thitung (2,978) > Ttabel (1,660) dengan tingkat signifikan 0,004 (Þ < 0,05). Dari hasil tersebut maka H06

ditolak dan HA6diterima. Hal ini menunjukkan ada pengaruh aspek pemanfaatan secara parsial terhadap keberhasilan Program Desa Mandiri Pangan di Kota Subulussalam terbukti.

Partisipasi masyarakat menjadi hal yang sangat penting dalam mencapai keberhasilan dan keberlanjutan program pembangunan. Partisipasi berarti keikutsertaan seseorang ataupun sekelompok masyarakat dalam suatu kegiatan secara sadar. Ndraha (2000) mengartikan partisipasi sebagai pengambilan bagian dalam kegiatan bersama dalam mencapai hasil dari program pembangunan tidak mencapai sasaran karena kurangnya partisipasi masyarakat. Keadaan ini dapat terjadi karena beberapa sebab antara lain: (Kartasasmita, 2007)

a. Pembangunan hanya menguntungkan segolongan kecil masyarakat dan tidak menguntungkan rakyat banyak.

b. Pembangunan meskipun dimaksudkan menguntungkan rakyat banyak, tetapi rakyat kurang memahami maksud itu.

c. Pembangunan dimaksudkan untuk menguntungkan rakyat dan rakyat memahaminya, tetapi cara pelaksanaannya tidak sesuai dengan pemahaman mereka.

d. Pembangunan dipahami akan menguntungkan rakyat tetapi sejak semula rakyat tidak diikutsertakan.

Keikutsertaan masyarakat adalah sangat penting di dalam keseluruhan proses pembangunan. Partisipasi masyarakat dalam program pemberdayaan selayaknya mencakup keseluruhan proses mulai dari awal sampai tahap akhir. Oleh karena itu, menurut Ndraha (2000) partisipasi publik dapat terjadi pada 4 (empat) jenjang, yaitu:

a. Partisipasi dalam proses pembentukan keputusan b. Partisipasi dalam pelaksanaan

c. Partisipasi dalam pemanfaatan hasil d. Partisipasi dalam evaluasi.

Konsep ini memberikan makna bahwa masyarakat akan berpartisipasi secara sukarela apabila mereka dilibatkan sejak awal dalam proses pembangunan melalui program pemberdayaan. Ketika mereka mendapatkan manfaat dan merasa memiliki terhadap program pemberdayaan, maka dapat dicapai suatu keberlanjutan dari program pemberdayaan.

Keberhasilan gerakan pembaharuan desa akan sangat ditentukan oleh sejauh mana usaha-usaha yang dilakukan mampu mentransformasikan kelemahan menjadi kekuatan, dan bagaimana mentransformasikan segala potensi menjadi kekuatan pendorong perubahan serta memanfaatkan hasil pembangunan tersebut

dengan baik (Juliantoro, 2003:3). Lebih luas dari itu, cakupan pembaharuan desa pada dasarnya ingin menciptakan kemakmuran rakyat dengan melakukan perubahan atas penataan beberapa aspek kehidupan, yakni sosiopolitik, sosioekologi, sosioekonomi, sosiobudaya dan aspek spasial (Poernomo, 2004:7). Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa aspek pemanfaatan sangat mendukung keberhasilan program desa mandiri pangan.

Sehingga dapat disimpulkan aspek sosialisasi, aspek perencanaan, aspek pelaksanaan dan aspek pemanfaatan berpengaruh terhadap keberhasilan program desa mandiri pangan. Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu proses, dimana kekuatan masyarakat dalam pengambilan keputusan pembangunan lebih dominan dan dalam pelaksanaan peran masyarakat lebih diutamakan. Hal ini dapat dicapai dengan menguatkan kapasitas mereka melalui pemberian kesempatan, keahlian dan pengetahuan sehingga mereka mampu untuk menggali dan memaanfaatkan potensi mereka sendiri.

1. Aspek Sosialisasi

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Mardiantono (2003) dan Sasono (2010) yang menyatakan terdapat pengaruh positif faktor eksternal berupa bantuan teknis dari pemerintah dalam aspek perencanaan terhadap keberhasilan program pemberdayaan masyarakat desa. Kegiatan sosialisasi program yang dilaksanakan dirasakan sangat penting, karena dengan adanya sosialisasi yang berlangsung dengan baik, akan memberikan kemudahan dan pemahaman kepada seluruh warga desa mengenai rencana dan tujuan dari

program tersebut, sehingga langkah-langkah pelaksanaan program dapat dilaksanakan sesuai dengan pedoman pelaksanaan yang telah disampaikan.

Berkaitan dengan pentingnya aspek Sosialisasi dalam mendukung keberhasilan program pemerintah, SMERU (2008) mengatakan bahwa Sosialisasi program merupakan salah satu kunci keberhasilan sebuah program. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum tingkat kepuasan penerima terhadap pelaksanaan Raskin adalah paling tinggi dibanding tingkat kepuasan aparat/tokoh desa/kelurahan atau kabupaten/kota. Meskipun demikian, penerima maupun aparat/tokoh di tingkat desa/kelurahan dan kabupaten/kota menilai sosialisasi merupakan aspek yang paling tidak memuaskan. Temuan lapangan bahwa sosialisasi kepada aparat dilakukan secara berjenjang dan seringkali digabungkan dengan monitoring dan evaluasi sehingga sosialisasi kegiatan menjadi tidak efektif, keterbatasan sosialisasi juga berpengaruh terhadap transparansi program kepada masyarakat, berpotensi menimbulkan korupsi, ketidaktepatan sasaran, dan kesalahan persepsi aparat pemda bahwa Raskin adalah program Pemerintah Pusat sehingga mempengaruhi keseriusan mereka dalam mendukung pelaksanaan program kemudian temuan lainnya juga mengatakan bahwa di semua wilayah studi tidak ditemukan adanya informasi tentang Program Raskin yang ditempel di tempat umum atau dapat diakses oleh masyarakat luas.

Selanjutnya P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan) mengatakan bahwa dalam konteks proyek P2KP, sosialisasi bukan hanya diartikan bagaimana program P2KP dapat dipahami oleh masyarakat baik subtansi maupun prosedurnya. Sosialisasi bukan sekedar diseminasi atau media publikasi,

melainkan bagian dari proses pemberdayaan, dimana diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran kritis, menumbuhkan perubahan sikap, dan perilaku masyarakat. Oleh sebab itu, sosialisasi harus terintegrasi dalam aktivitas pemberdayaan dan dilakukan secara terus menerus untuk memampukan masyarakat menanggulangi masalah-masalah kemiskinan secara mandiri dan berkesinambungan.

Pada sisi aktifitas fisiknya, sosialisasi diharapkan menerapkan beberapa pendekatan yang didasarkan atas perbedaan khalayak sasaran. Pendekatan yang dilakukan, diharapkan bisa membangun keterlibatan masyarakat (sebagai subjek pelaksana program) melalui pertukaran pengalaman, pengetahuan, dan pemahaman untuk menemukan kesepakatan-kesepakatan bersama yang berpijak pada kesetaraan, kesadaran kritis dan akal sehat.

2. Aspek Perencanaan

Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Purnamasari (2008) yang menyatakan bahwa fungsi perencanaan adalah sebagai alat untuk memilih, merencanakan untuk masa yang akan datang, cara untuk mengalokasikan sumber daya serta alat untuk mencapai sasaran, dan apabila dikaitkan dengan pembangunan yang hasilnya diharapkan dapat menjawab semua permasalahan, memenuhi kebutuhan masyarakat, berdaya guna dan berhasil guna, serta mencapai tujuan yang diinginkan, maka perencanaan itu sangat diperlukan agar pembangunan yang dilaksanakan lebih terarah. Dengan adanya perencanaan yang baik akan berpengaruh terhadap keberhasilan suatu program pembangunan.

Alasan-alasan penggunaan pendekatan partisipatif bagi perencanaan dan pengelolaan pembangunan secara garis besar dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu (1) masyarakat berhak untuk ikut dan terlibat dalam hal-hal yang menyangkut kehidupan mereka, berhak terlibat dalam keputusan-keputusan dan keberadaan mereka sehari-hari dan masa depan mereka, (2) jika masyarakat benar-benar diberi kesempatan (dan haknya), untuk terlibat secara aktif dalam pembangunan, maka pembangunan diperkirakan berlangsung lebih efektif dan efisien (Adi, 2003)

Pada program pemerintah dalam bidang penyaluran Raskin, Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu yang terbatas pada saat tahap perencanaan menyebabkan program pelaksanaan Raskin terkesan “dipaksakan”. Keterbatasan waktu tersebut turut mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan masing-masing tahapan dan keseluruhan program. Dalam pentargetan ditemui adanya kesalahan sasaran dalam tingkat yang relatif tinggi. Hal ini terindikasi dari adanya rumah tangga tidak miskin yang menjadi penerima Raskin dan adanya pemerataan dalam satu RT yang hampir satu RT menjadi penerima (SMERU, 2008).

3. Aspek Pelaksanaan

Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Taufiqullah (2007), partisipasi masyarakat dalam hal sumbangan tenaga dapat juga diartikan bahwa bentuk partisipasi masyarakat berkaitan dengan kemampuannya untuk berkontribusi. Hal ini dapat dipahami dengan jelas oleh karena pola hidup masyarakat desa masih kental dengan sistem kegotong royongan, dimana apabila ada sesuatu kegiatan yang melibatkan sekelompok warga tertentu, maka dengan spontan warga

masyarakat lainnya akan ikut membantu, apalagi bila kegiatan tersebut adalah kegiatan pembangunan infrastruktur yang manfaatnya langsung dirasakan oleh masyarakat.

Menurut penelitian SMERU (2008) Masyarakat merasa bahwa dalam setiap tahapan pelaksanaan kegiatan pelibatan masyarakat sangat besar serta ada pembagian tugas dan kewenangan yang jelas di dalamnya antara masyarakat dan pemerintah serta tidak ada intervensi terlalu jauh dari pemerintah serta tidak dimungkinkan adanya keputusan sepihak. Dengan demikian aspek pelaksanaan akan berpengaruh terhadap keberhasilan program pembangunan masyarakat desa.

4. Aspek Pemanfaatan

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan Sasono (2010) yang menyatakan terdapat pengaruh positif aspek pemanfaatan program pembangunan terhadap keberhasilan program pembangunan masyarakat desa. Suatu program pembangunan masyarakat desa jika tidak dimanfaatkan dengan baik oleh stakeholder pembangunan khususnya masyarakat penerima manfaat pembangunan maka semua daya upaya yang dilakukan untuk menyukseskan program tersebut akan sia-sia. Dengan demikian terlihat jelas adanya pengaruh yang signifikan antara aspek pemanfaatan hasil kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat penerima manfaat terhadap keberhasilan program desa mandiri pangan.

Pentingnya aspek pemanfaatan ini berlaku dalam semua program pembangunan yang dilaksanakan pemerintah, diantaranya adalah PNPM. Sistem perencanaan pembangunan yang partisipatif mulai dari Program Pengembangan

Kecamatan (PPK) hingga PNPM-MPd telah membuktikan bahwa masyarakat diberi kesempatan sepenuhnya dalam menyampaikan aspirasi, merencanakan, melaksanakan dan memanfaatkan serta melestarikan kegiatan, mendapatkan hasil yang cukup menggembirakan. (Majalah Sinergis, 2012).

4.10. Hambatan Program Desa Mandiri Pangan di Kota Subulussalam

Kerawanan pangan mempunyai korelasi positif dan erat kaitannya dengan kemiskinan, oleh karena itu fokus pembangunan pada saat ini diarahkan pada penanganan masalah kerawanan pangan dan kemiskinan dengan jalan meningkatkan ketahanan pangan. Sejalan dengan hal tersebut, salah satu rencana program ketahanan pangan masyarakat adalah penurunan tingkat kemiskinan perdesaan dan pemenuhan kebutuhan pangan sampai tingkat rumah tangga. Ketahanan pangan diwujudkan bersama dengan masyarakat dan pemerintah, serta dikembangkan mulai tingkat rumah tangga. Apabila setiap rumah tangga sudah mencapai ketahanan pangan maka secara otomatis ketahanan pangan masyarakat, daerah, dan nasional akan tercapai.

Pada saat ini program desa mandiri pangan di Kota Subulussalam telah mencapai tahap pengembangan. Dalam setiap tahap yang dilakukan memang tidak mudah dijalani ada saja hambatan yang dirasakan. Hambatan adalah hal yang selalu hadir dalam setiap hal, terutama jika berbicara mengenai sebuah program, apalagi jika menyangkut mengenai program pemerintah. Dalam program desa mandiri pangan terdapat hambatan-hambatan yang dirasakan ketika pelaksanaannya. Hambatan tersebut muncul dari berbagai unsur, yaitu dari anggota, pengurus dan Pemerintah.

Hambatan yang muncul dari anggota kelompok adalah bermacam-macam diantaranya keaktifan dalam mengikuti setiap program yang dilakukan oleh Pemerintah. Contohnya ketika ada pertemuan yang diadakan baik itu berupa pelatihan maupun sosialisasi program seringkali beberapa anggota tidak dapat mengikuti kegiatan tersebut. Ketidakhadiran anggota disebabkan oleh berbagai macam alasan dan yang paling utama adalah alasan pekerjaan. Kegiatan yang diadakan seringkali tidak pada waktu yang tepat.

Kegiatan sosialisasi biasanya diadakan pada siang hari dan berdasarkan hasil observasi peneliti mengetahui apabila pada saat itu kebanyakan dari kelompok petani melakukan kegiatan masing-masing seperti bertani dan berdagang sehingga mereka tidak dapat mengikuti kegiatan yang diselenggarakan. Dengan ketidakhadiran tersebut seringkali informasi yang didapatkan oleh anggota kurang maksimal.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Alfian dkk (1997) menunjukkan bahwa komunikasi interaktif ternyata berhasil secara efektif dalam hal memberikan pemahaman tentang pentingnya pembangunan, dan mampu menumbuhkan partisipasi positif bagi masyarakat perdesaan dalam pembangunan. Keberhasilan komunikasi interaktif sebagai sarana sosialisasi program pembangunan masyarakat desa ini dikarenakan model komunikasi interaktif memiliki kelebihan dibandingkan dengan model komunikasi linier untuk diterapkan di wilayah pedesaan. Kelebihan model komunikasi ini, salah satunya adalah terletak pada prosesnya yang berjalan secara menyebar ke segala arah sehingga arus informasi tidak berjalan satu arah yang dapat dianggap sebagai

suatu instruksi, melainkan berjalan secara timbal balik dari dan ke segala arah di antara pihak-pihak yang terlibat. Artinya di antara mereka yang terlibat dalam proses komunikasi terdapat proses saling mempengaruhi, memberi dan menerima informasi secara seimbang guna membentuk kesamaan pengertian di antara mereka. Oleh karenanya sosialisasi program juga harus dilakukan melalui proses komunikasi interaktif.

Masalah yang terakhir adalah masalah yang ditimbulkan oleh pemerintah pusat. Seringkali dana yang seharusnya diberikan tepat waktu sesuai dengan program mengalami keterlambatan dalam hal pencairan dana. Dengan terlambatnya pencairan dana kegiatan yang dilakukan juga mengalami keterlambatan dikarenakan tidak adanya biaya operasional untuk melakukan kegiatan. Dengan keterlambatan dana, maka gaji untuk pegawai pemerintah dan pendamping juga mengalami hambatan. Hal tersebut menyebabkan pegawai dan pendamping tersebut kurang bersemangat dan kurang optimal dalam melakukan tugasnya.

Hasil penelitian SMERU (2008) menunjukkan bahwa secara umum tingkat kepuasan penerima terhadap pelaksanaan Raskin adalah paling tinggi dibanding tingkat kepuasan aparat/tokoh desa/kelurahan atau kabupaten/kota. Penelitian ini juga menunjukkan adanya perbedaan penilaian terhadap keberadaan Raskin. Sebagian aparat kurang setuju karena menganggap Raskin sebagai “program yang hanya memberi ikan, bukannya kail. Sebagian aparat lainnya setuju sepanjang pelaksanaannya tepat sasaran. Sementara itu, masyarakat penerima merasa terbantu dengan keberadaan Raskin dan mereka menilai keberadaan program tidak

mempengaruhi etos kerja. Pada dasarnya, kesederhanaan birokrasi penyelenggaraan program Raskin yang diserahkan kepada Bulog dan pemerintah daerah merupakan kunci keefisienan pelaksanaan program ini. Persoalan kemudian muncul lebih karena kedua pelaksana tersebut adalah instansi yang para karyawannya biasa bekerja dengan pendekatan teknis, sementara kemiskinan merupakan persoalan yang berdimensi jamak dan memerlukan pendekatan sosial, ekonomi, dan politik secara komprehensif. Adanya mekanisme pengaduan yang jelas dapat memberikan umpan balik bagi pelaksanaan program pada tahap-tahap selanjutnya, selain menghindari munculnya berbagai aksi kekerasan dan gejolak sosial. Pengembangan mekanisme pengaduan ini juga sepatutnya membuka kesempatan bagi munculnya inisiatif lokal dalam penyelesaian masalah yang dihadapi.

Dengan memperhatikan berbagai permasalahan yang terjadi dalam pelaksanan program Demapan maupun dalam pelaksanaan program pemerintah lainnya yang berusaha mengurangi kemiskinan masyarakat seperti program raskin, hendaknya semua stakeholder dapat belajar dari kekurangan-kekurangan pelaksanaan program pemerintah sebelumnya sehingga program Demapan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dapat terus dilanjutkan, seperti memperbaiki proses sosialisasi program ke masyarakat penerima manfaat sehingga masyarakat ikut serta (hadir) dalam setiap tahapan proses kegiatan Demapan. Dengan adanya sosialisasi ini pula diharapkan pemerintah dapat memperbaiki sikap mental dan pola pikir masyarakat terhadap keberlanjutan berbagai program pemerintah, karena selama ini adanya sebagian masyarakat

yang beranggapan bahwa program pemberdayaan masyarakat miskin hanyalah program pembagian uang secara gratis kepada masyarakat seperti istilah membagi ikan, bukan kail. Padahal harapan pemerintah adalah sebaliknya, pemerintah membagikan kail bagi agar masyarakat mampu mencari ikan sendiri. Mengingat model komunikasi interaktif terbukti sangat cocok bagi masyarakat desa, maka tidak ada salahnya apabila pihak pemerintah daerah di era otonomi ini mengadopsi model komunikasi ini sebagai sarana sosialisasi program-program pembangunan di pedesaan. Selanjutnya memperbaiki sistem perencanaan anggaran sehingga tidak terjadinya keterlambatan pencairan dana, memilih daerah yang tepat untuk melaksanakan program Demapan sesuai karakteristik potensi Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia, menyederhanakan birokrasi sehingga mudah dipahami masyarakat dan pelaksana lapangan, melatih pendamping lapangan dan penyuluh kegiatan yang tidak hanya bekerja secara teknis namun mampu melakukan pendekatan sosial, ekonomi, dan politik secara komprehensif dengan masyarakat daerah binaan sehingga mampu beradaptasi dan diterima oleh masyarakat sekitar.

Secara teoritis program Demapan memang berpotensi sebagai program penanggulangan kemiskinan menyeluruh. Program ini dapat menjadi alat bagi pemerintah untuk menanggulangi kesenjangan di masyarakat saat kondisi perekonomian sedang krisis. Namun demikian, pelaksanaannya memerlukan persiapan, perencanaan serta rancang bangun yang tepat, dan perlu diperhatikan masalah yang berkaitan dengan ketergantungan masyarakat terhadap bantuan dari pemerintah serta persoalan strategi pengakhiran program (exit strategy.) Selain

itu, pemerintah juga perlu memperhatikan beberapa hal berkaitan dengan penerapan program Demapan. Pertama, diperlukannya percontohan dengan skala kecil sebelum program ini dijalankan secara nasional. Kedua, bahwa program bantuan Demapan hendaknya bisa memberdayakan masyarakat miskin agar mereka kelak bisa keluar dari kemiskinan. Dalam hal ini, pemberdayaan keluarga miskin merupakan salah satu faktor kunci bagi perbaikan kesejahteraan masyarakat secara umum yang juga perlu mendapat perhatian.

Harapan terbesar dari pelaksanaan Program Demapan ini adalah sesuai dengan tujuan kegiatan Demapan yaitu meningkatkan keberdayaan masyarakat dengan memanfaatkan sumber daya yang dikuasai untuk mencapai kemandirian pangan rumah tangga dan masyarakat melalui pemberian pinjaman modal untuk mengembangkan usaha yang dimiliki dan juga pemberian pengetahuan mengenai pangan. Akan tetapi diharapkan pula pemerintah merancang program lain yang dapat memberdayakan masyarakat miskin tersebut, sehingga tidak terlalu bergantung pada program bantuan dari pemerintah.

Dokumen terkait