E. Pembuktian Keterangan Saksi di dalam Akta Notaris
1. Pembuktian Keterangan Saksi dari Sudut Hukum Perdata
Sistem pembuktian yang dianut dalam hukum acara perdata adalah “sistem positif” dimana Hakim hanya terbatas menerima dan memeriksa sepanjang mengenai hal-hal yang diajukan penggugat dan tergugat.123 Dalam sistem pembuktian formal, jika alat bukti sudah mencukupi secara hukum, Hakim harus mempercayainya sehingga unsur keyakinan Hakim dalam sistem pembuktian perdata tidak berperan.124 Dalam sistem pembuktian hukum acara perdata, sebagaimana dimaksud dalam pasal 1866 KUHPerdata bahwa yang disebut alat bukti, yaitu :
1. Alat bukti tertulis (Surat) 2. Alat bukti saksi
3. Alat bukti persangkaan 4. Alat bukti pengakuan, dan 5. Alat bukti sumpah
Alat bukti tertulis atau surat ialah segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang dimaksudkan untuk menyampaikan buah pikiran seseorang dan dipergunakan sebagai pembuktian.
123
Munir Fuady,Teori Hukum Pembuktian (Pidana dan Perdata), (Citra Aditya Bakti, 2006), hal. 2
Kekuatan pembuktian akta autentik secara formil menurut Pasal 1871 KUHPerdata, bahwa segala keterangan yang tertuang di dalamnya adalah benar diberikan dan disampaikan penandatanganan kepada pejabat yang membuatnya.
Menurut Irawan Soerodjo, bahwa ada 3 (tiga) unsur esenselia agar terpenuhinya syarat formal suatu akta autentik, yaitu:125
1. Di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang 2. Dibuat oleh dan di hadapan Pejabat Umum
3. Akta yang dibuat oleh atau di hadapan Pejabat Umum yang berwenang untuk itu dan di tempat di mana akta itu dibuat.
Notaris dalam tugasnya sebagai pejabat umum, sering dijadikan sebagai tergugat oleh pihak yang lainnya. Beberapa pihak yang menganggap bahwa tindakan hukum yang tersebut dalam akta dikategorikan sebagai tindakan atau perbuatan hukum Notaris atau Notaris dengan pihak lainnya yang juga tersebut dalam akta. Di dalam kontruksi hukum kenotariatan, bahwa salah satu tugas jabatan Notaris yaitu “memformulasikan keinginan/tindakan penghadap/para penghadap ke dalam bentuk akta autentik, dengan memperhatikan aturan hukum yang berlaku.”
Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia juga menyebutkan, yaitu: “… Notaris fungsinya hanya mencatatkan/menuliskan apa-apa yang dikehendaki dan dikemukakan oleh para pihak yang menghadap Notaris tersebut. Tidak ada kewajiban bagi Notaris untuk menyelidiki secara materil apa-apa (hal-hal) yang dikemukakan oleh penghadap di hadapan Notaris tersebut.” Hal ini jelas disebutkan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor: 702 K/Sip/1973, 5 September 1973.126
125 Irawan Soerodjo, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Di Indonesia, (Surabaya: Arkola, 2003), hal. 148.
Berdasarkan substansi atau makna Putusan Mahkamah Agung tersebut, jika akta yang dibuat di hadapan atau oleh Notaris bermasalah oleh para pihak itu sendiri, maka hal tersebut menjadi urusan para pihak sendiri, Notaris tidak perlu dilibatkan dan Notaris sendiri bukan termasuk pihak dalam akta.
Pada Pasal 84 ditentukan ada 2 (dua) jenis sanksi perdata, jika Notaris melakukan tindakan pelanggaran terhadap pasal-pasal tertentu dan juga sanksi yang sama jenisnya tersebar dalam pasal-pasal yang lainnya, yaitu :
1. Akta Notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan, dan
2. Akta Notaris yang menjadi batal demi hukum.
Akibat pelanggaran akta itulah, maka dapat menjadi alasan bagi para pihak yang menderita kerugian untuk menutut penggantian biaya, ganti rugi dan bunga kepada Notaris.
Akta autentik merupakan bukti yang sempurna bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya serta sekalian orang yang mendapatkan hak dari padanya. Dengan demikian, ini berarti bahwa isi akta tersebut oleh hakim dianggap benar selama ketidakbenarannya tidak dapat dibuktikan.127
Akta Notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai di bawah tangan dan akta Notaris menjadi batal demi hukum adalah dua istilah yang berbeda. Pada Pasal 84 UUJN tidak secara tegas menentukan batasan kedua sanksi tersebut. Oleh
karena itu, untuk menentukan akta Notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan, dapat dilihat dan ditentukan dari :
1. Isi (dalam) pasal-pasal tertentu yang menegaskan secara langsung jika Notaris melakukan pelanggaran, maka akta yang bersangkutan termasuk akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.
2. Jika tidak disebutkan dengan tegas dalam pasal yang bersangkutan sebagai akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan, maka pasal lainnya yang dikategorikan melanggar menurut Pasal 84 UUJN, termasuk ke dalam akta batal demi hukum.
Pasal 1869 KUHPerdata menentukan batasan akta Notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dapat terjadi jika tidak memenuhi ketentuan, karena :
1. Tidak berwenangnya pejabat umum yang bersangkutan 2. Tidak mampunya pejabat umum yang bersangkutan 3. Cacat dalam bentuknya
Meskipun demikian, akta tersebut tetap mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan, jika akta tersebut ditandatangani oleh para pihak. Ketentuan-ketentuan tersebut dicantumkan secara tegas dalam pasal-pasal tertentu dalam UUJN yang menyebutkan jika dilanggar oleh Notaris, sehingga akta Notaris mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan, yaitu :
1. Melanggar ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf m, yaitu tidak membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit dua orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi dan Notaris
2. Melanggar ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf m dan ayat (7), yaitu jika Notaris pada akhir akta tidak mencantumkan kalimat bahwa para penghadap menghendaki agar akta tidak dibacakan karena penghadap membaca sendiri, mengetahui dan memahami isi akta
3. Melanggar ketentuan Pasal 41 dengan menunjuk kepada Pasal 39 dan Pasal 40, yaitu tidak dipenuhi ketentuan-ketentuan :
1) Pasal 39, bahwa :
a. Penghadap paling sedikit berumur 18 tahun atau telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum
b. Penghadap harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan kepadanya oleh 2 (dua) orang saksi pengenal yang berumur paling sedikit 18 tahun atau telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum atau diperkenalkan oleh 2 (dua) penghadap lainnya.
2) Pasal 40 menjelaskan bahwa setiap akta dibacakan oleh Notaris dengan dihadiri paling sedikit 2 (dua) orang saksi paling sedikit berumur 18 tahun atau telah menikah, cakap melakukan perbuatan hukum, mengerti bahasa yang digunakan dalam akta dan dapat membubuhkan tanda tangan dan paraf serta tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah tanpa derajat pembatasan derajat
dan garis ke samping sampai dengan derajat ketiga dengan Notaris atau para pihak
4. Melanggar ketentuan Pasal 52, yaitu membuat akta untuk diri sendiri, isteri/suami, atau orang lain yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Notaris, baik karena perkawinan maupun hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah dan/atau ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam garis kesamping sampai dengan derajat ketiga serta menjadi pihak untuk diri sendiri, maupun dalam suatu kedudukan ataupun dengan perantaraan kuasa.
Akta yang tidak bermasalah dari aspek lahir, formal dan materil dan hanya dipermasalahkan oleh para pihak sendiri, sangatlah bertentangan dengan kaidah dalam pengadilan Indonesia, yaitu :
1. Notaris yang bersangkutan diajukan dan dipanggil sebagai saksi di pengadilan menyangkut akta yang dibuat di hadapan atau oleh Notaris yang dijadikan alat bukti dalam suatu perkara
2. Notaris dijadikan sebagai tergugat di pengadilan menyangkut akta yang dibuatnya dan dianggap merugikan bagi pihak penggugat, di peradilan umum dalam perkara perdata.
Namun pengajuan gugatan kepada Notaris memiliki batasan atau parameternya sendiri. Batasan tersebut berkaitan dengan pelanggaran aspek-aspek seperti:128
128 Agusting, Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta Autentik Yang Dibuat Dan Berindikasi Perbuatan Pidana, Magster Kenotariatan, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2009.
1. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan waktu menghadap Notaris 2. Para pihak (orang) yang menghadap Notaris
3. Kebenaran tanda tangan penghadap
4. Salinan akta yang tidak sesuai dengan minuta akta 5. Dibuat salinan akta tanpa adanya minuta
6. Minuta akta tidak ditandatangani secara lengkap oleh penghadap dan saksi tetapi salinannya dikeluarkan
7. Renvoi tidak diparaf dengan benar dan sempurna
Pengingkaran atas hal-hal tersebut dilakukan dengan cara menggugat Notaris secara perdata ke Pengadilan Negeri, maka para pihak tersebut wajib membuktikan hal-hal yang ingin diingkarinya.
Jika gugatan terhadap pengingkaran tersebut tidak terbukti, maka akta Notaris tersebut tetap berlaku dan mengikat para pihak dan pihak-pihak yang terkait sepanjang tidak dibatalkan oleh para pihak sendiri atau berdasarkan keputusan pengadilan. Demikian pula jika gugatan tersebut terbukti, maka akta Notaris terdegradasi kedudukannya dari akta autentik menjadi akta di bawah tangan. Sebagai akta di bawah tangan, maka nilai pembuktiannya tergantung pada para pihak dan Hakim yang akan menilainya.
Penerapan pembuktian dengan saksi ditegaskan dalam Pasal 1895 KUHPerdata yang berbunyi ”Pembuktian dengan saksi-saksi diperkenankan dalam segala hal yang tidak dikecualikan oleh undang-undang”. Jadi prinsipnya, alat bukti saksi menjangkau semua bidang dan jenis sengketa perdata, kecuali apabila
undang-undang sendiri menentukan sengketa hanya dapat dibuktikan dengan akta, barulah alat bukti saksi tidak dapat diterapkan.